Academia.eduAcademia.edu

Rumah detensi imigrasi

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya. Kondisi geografis Indonesia yang terbentang dan terpisahkan oleh perairan setiap pulaunya menyebabkan Indonesia memiliki wilayah baik berupa daratan, laut, maupun udara, di mana tidak semua negara dapat memiliki wilayah seperti Indonesia. potensi sda yang dimiliki oleh negara indonesia meberikan dampak positif bagi indonesia, sedangkan sisi negatif dari bentuk wilayah indonesia adalah kemanan serta kedulatan yang menjadi tantangan besar bagi seluruh unsur bangsa untuk ditegakkan serta ditingkatkan, mengingat wilayah indonesia terdiri atas pulau-pulau yang menimbulkan kesulitan tersendiri dalam perhubungannya. Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi yang strategis dalam dunia internasional baik dari letak geografis maupun dari potensi sumber daya manusia yang berakibat pada kemudahan lalu lintas orang yang masuk maupun keluar wilayah Indonesia. jaur perlintasan yang semakin terbuka lebar menyebabkan peningkatan mobilitas barang dan manusia dari negara satu ke negara lainnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, suau negara memberikan akses dan membuka pintu masuk ke dalam negaranya demi mendapatkan kebutuhan yang diinginkan. Dengan dibukanya akses antarnegara, setiap individu mendapakan kemudahan untuk melakukan perjalanan dari negara satu ke negara yang lainnya untuk melaksanakan kepentingannya. Dengan kemudahan yang diberikan oleh suatu negara untuk memasuki negaranya, potensi pelanggaran yang dilakukan oleh orang asing akan turut meningkat.

RUMAH DETENSI IMIGRASI BESERTA PERANNYA DALAM MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya. Kondisi geografis Indonesia yang terbentang dan terpisahkan oleh perairan setiap pulaunya menyebabkan Indonesia memiliki wilayah baik berupa daratan, laut, maupun udara, di mana tidak semua negara dapat memiliki wilayah seperti Indonesia. potensi sda yang dimiliki oleh negara indonesia meberikan dampak positif bagi indonesia, sedangkan sisi negatif dari bentuk wilayah indonesia adalah kemanan serta kedulatan yang menjadi tantangan besar bagi seluruh unsur bangsa untuk ditegakkan serta ditingkatkan, mengingat wilayah indonesia terdiri atas pulau-pulau yang menimbulkan kesulitan tersendiri dalam perhubungannya. Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi yang strategis dalam dunia internasional baik dari letak geografis maupun dari potensi sumber daya manusia yang berakibat pada kemudahan lalu lintas orang yang masuk maupun keluar wilayah Indonesia. jaur perlintasan yang semakin terbuka lebar menyebabkan peningkatan mobilitas barang dan manusia dari negara satu ke negara lainnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, suau negara memberikan akses dan membuka pintu masuk ke dalam negaranya demi mendapatkan kebutuhan yang diinginkan. Dengan dibukanya akses antarnegara, setiap individu mendapakan kemudahan untuk melakukan perjalanan dari negara satu ke negara yang lainnya untuk melaksanakan kepentingannya. Dengan kemudahan yang diberikan oleh suatu negara untuk memasuki negaranya, potensi pelanggaran yang dilakukan oleh orang asing akan turut meningkat. Dalam melakukan penanganan terhadap kasus pelanggaran di ranah keimigrasian, orang asing maupun para pencari suaka ditempatkan pada sebuah penampungan yang disebut Rumah Detensi Imigrsi. Rumah Detensi dibentuk dalam rangka menangani pelanggara prosedural keimigrasian secara prosedural yang dilakukan oleh orang asing termasuk para pencari suaka, serta melindungi hak asasi dari orang asing itu sendiri sehingga pelanggaran prosedural yang dilakukan oleh orang asing dapat dinetralisir sekaligus melindungi hak asasi manusia dari warga negara asing yang berada di wilayah negara Indonesia. Pengawasan yang dilakukan terhadap warga negara asing yang berada di Indonesia pada dasarnya juga diiringi dengan upaya penegakan hukum yang dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga setiap pelanggaran dalam ranah keimigrasian yang terjadi dapat ditangani dengan koordinasi pengawasan orang asing dan dilakukan secara terpad, dan dibentuklah siporadik baik di tingkat nasional, provinsi, maupun daerah. Mekanisme pengawasan terhadap orang asing haus dilakukan melalui ebuah lembaga atau badan atau instansi pemerintah yang menangani bidang orang asing. Instansi tersebut diantaranya: Kementrian Luar Negeri, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Pertahanan Keamanan, Kementrian Tenaga Kerja, Badan Intelejen Negara, serta Kepolisian Republik Indonesia. oleh sebab itu,'pemerintah membuat regulasi yang berfokus pada bidang keimigrasian yaitu ‘Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian’. regulasi ini berisi kebijakan pemerintah dalam mengatur berbagai kagiatan masuk dan keluar wilayah negara Indonesia dengan prisnsip “selective policy” atau kebijakan selektif. Berdasarkan prinsip yang dikemukakan oleh Willis, orang asing yang dapat memasuki wilayah Indonesia hanyalah orang-orang yang dapat memberikan manfaat demi kesejahteraan raktyat, bangsa , dan negara Indonesia serta tidak mengancam keamanan, ketertiban, serta tidak membahayakan kedaulatan negara. selain itu, warga negara ssing yang diperbolehan masuk ke wlayah Indoneisa hanyalah Warga negara Asing yang tidak bermusuhan baik terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Repbunlik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Idonesia Tahun 1945. Untuk dapat memasuki wilayah Indoneisa secara legal, diperlukan adanya peraturan serta batasan yang tidaak dapat dilakukan oleh oranga asing serta perizinan apabila orang asing tersebut igin tinggal di wilayah Indonesia. dalam hal ini, peran dan fungsi yang dimiliki oleh Kantor Imigrasi dalam pelaksanaan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap orang asing yaitu sebagai koordinator dalam kegiatan pengkoordinasian, perencanaan, pengendalian program kegiatan pengawasan dan orang asing, melakukan pembinaan kegiatan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap warga negara asing, serta melakukan penegakan hukum di bidang keimigrsian. Dalam menangani para pencari suaka dan pengungsi maupun orang asing yang melanggar ketentuan yang berlaku, diperlukan adanya kerjasama internasional untuk menangani imigran maupun maslah yang berkaitan dengan keimigrasian, seperti komisi PBB yang bertgas mengurus perilah pengungsi yaitu UNCHR, organisasi Internasional yang menangani permasalahan Migran (IOM) juga sangat penting. Konsep utama UNCHR adalah melakukan perlindungan hak asasi manusia dengan cara alebih menekankan pada usaha pengembangan instrumen hukum internasional untuk memenuhi kepentingan pengungsi dan memastikan para pengungsi tersebut mendapatkan perlakukan yang sama serta sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku pada hukum internasional, serta instrumen hukum yang lain yang berkaitan dengan hak untuk bekerja, hak untuk mendapatkan jaminan sosial, serta hak untuk menggunakan atau memanfaatkan sarana prasarana umum dan transportasi umum. Sedangkan IOM berperan sebagai fasilitator yang menangani dan menjamin kehidupan para pencari suaka dengan membeikan tempat penampungan yang disebut rumah detensi imigrasi (rudenim). Rumusan Masalah Bagaimana peran Rudenim dalam kaitannya dengan perlindungan Hak Asasi Manusia? Bagaimana implementasi norma yang memenuhi Hak Asasi Manusia pada Rumah Detensi Iimigrasi? Bagaimana upaya mencegah terjadinya konflik antar deteni? PEMBAHASAN Pengertian Deteni Yang dimaksud dengan deteni adalah warga negara asing yang menghuni rumah detensi imigrasi atau rudenim, yaitu penampungan orang asing yang berada pada direktorat jenderal imigrasi dan telah diputuskan untuk dilakukan pendetensian dari pejabat imigrasi ‘Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian’, 2011.. deteni terbagi atas dua kategori, yaitu: Imigran ilegal, yaitu orang asing yang masuk ke dan atau berada di wilayah Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Imigran ilegal biasanya berasal dari negara-negara yang mengalami konflik dan bertujuan untuk mencari suaka ataupun mencari status pengungsi ke negara ketiga dengan melakukan transit terlebih dahulu ke negara Indonesia, namun saat tiba di Indonesia WNA tersebut tertangkap oleh pihak imigrasi Indoesia serta tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan yang sah saat diperksa oleh petugas keimigrasian. Warga negara asing yang memasuki wilayah Indonesia dengan cara resmi, tetapi menggunakan dokumen yang palsu atau dokumen asluu namun bukan milik orang tersebut melainkan milik orang lain, ataupun dengan menggunakan dokumen resmi namun memiliki tujuan ilegal atau orang asing yang tetap tinggal di Indonesia setelah masa berlaku dokumen perjalanannya telah habis. Norma dan Standar Hak Asasi Manusia Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan norma adalah aturan atau ketetntuan yang mengikat anggota masyarakat dan dapat digunakana sebagai tatanan dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan diterima oleh masyarakat. Norma berfungsi sebagai alat untuk mengatur keteraturan dlam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan benegara. Sedangkan yang dimaksud dengan standar menurut Kamus Besar Bahasa Indnesia adalah ukuran tertentu yang digunakan sebagai patokan. Dari kedua penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa pengertian dari norma standar adalah suatu aturan yang berisi indikator-indikator tertentu yang digunakan sebagai tolak ukur serta bersifat mengikat setiap anggota masyarakat dan digunakan sebagai panduan tatanan an pengendali tingkah laku yang sesuai dan dapat diterima oleh masyarakat. Dalam konteks Hak Asasi Manusia, belum ada instrumen hukum iternasional yang mengatur secara khusus tentang SOP pengamanan orang asing yang ditempatkan pada rudenim dan dapat dijadikan norma standar Rudenim. Pada tahun 2013, Direktorat Jenderal Imigrasi menetapkan dan memberlakukan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Rudenim.Ada enam prosedur (atau tahapan) dalam peraturan ini, yaitu: Tahap Pendetensian; Pelayanan Deteni; Penjatuhan Sanksi Pelanggaran Tata Tertib; Pemindahan Deteni; Penanganan kelahiran, kematian, pelanggaran, mogok makan, pemeriksaan, kesehatan dan melarikan diri; dan Tahap Pemulangan dan deportasi. Sedangkan prosedur dalam pelaksananaanyaa meliputi Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 Tentang Standar Opersional Prosedur Rumah Detensi Imigrasi, 2013.: 1. Pendetensian meliputi: a. penerimaan; b. registrasi; 1) penerimaan calon Deteni dari Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kantor Imigrasi; dan 2) pemindahan Deteni ke Rudenim; c. perawatan; d. penempatan; dan e. pengamanan. 2. Pelayanan Deteni: a. persediaan air bersih; b. penyediaan kebutuhan makanan dan minuman; c. kesehatan dan kebersihan; d. ibadah; e. kunjungan; dan f. penyegaran/hiburan. 3. Penjatuhan Sanksi Pelanggaran Tata Tertib: a. teguran secara lisan; dan b. teguran tertulis, penjatuhan hukuman disiplin dalam bentuk: 1) pengisolasian ; dan 2) pencabutan hak tertentu dalam waktu yang ditentukan. 4. Pemindahan Deteni: a. pemindahan antar kamar sel; b. pemindahan antar Rudenim; c. pemindahan dari Rudenim ke “tempat lain”; dan d. pemindahan dari Rudenim ke Direktorat Jenderal Imigrasi. 5. Penanganan Kelahiran, Kematian, Pelanggaran, Mogok Makan, Pemeriksaan Kesehatan dan Melarikan Diri: a. kelahiran; b. kematian; c. pelanggaran; d. mogok makan; e. pemeriksaan kesehatan; dan f. melarikan diri. 6. Pemulangan dan Deportasi: a. persiapan; b. pelaksanaan; dan c. pelaporan dan usulan penangkalan. Selain itu, dilihat dari perspektif teori konflik, perlu diupayakan pencegahan konflik yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini (Pasal 1 Butir 3 Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial). Adapun pencegahan konflik dapat dilakukan dengan upaya pertama, memelihara kondisi damai dalam masyarakat; kedua, mengembangkan sistem penyelesaian secara damai; ketiga, meredam potensi konflik; dan keempat, membangun sistem peringatan dini. Tipologi Konflik Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tipologi adalah penyelidikan dengan cara pengelompokkan sesuatu menurut model atau bentuk-bentuk khasnya. Dalam teori konflik terdapat beberapa bentuk konflik dan tertuju pada permasalahan konflik, seperti yang dikemukakan oleh para ilmuwan barat, masalah konflik tidak mengenal demokratisasi maupun diktatorisasi dan bersifat universal. Menurut teori Fisher, Pola konflik dibagi ke dalam tiga bentuk, yaitu Villian Febri Morradi, ‘Rumah Detensi Imigrasi Dalam Perlindungan HAM Warga Negara Asing Pencari Suaka’, 2015.: a. Konflik laten yaitu konflik yang sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan sehingga dapat ditangani secara efektif. b. Konflik manifest atau terbuka yaitu konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan bebagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya. c. Sedangkan konflik permukaan memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi. Tipologi Konflik antar Deteni Tipologi konflik disebabkan faktor kesalahpahaman, strata sosial, pendidikan, budaya/adat istiadat, dan kewarganegaraan. Dari keempat faktor tersebut, faktor kesalahpahaman merupakan faktor utama terjadinya konflik. Pendapat Simon Fisher mengenai penyebab konflik dapat terjadi dengan memakai teori hubungan masyarakat, maka ada kesamaan kesalahpahaman dengan ketidakpercayaan antar deteni. Permasalahan ini dapat diatasi melalui komunikasi yang baik antar deteni dan deteni dengan petugas. Menurut perspektif petugas, solusi untuk mencegah faktor kesalahpahamanini dapat dilakukan dengan pemisahan sel atau kamar, baik didasarkan status immigratoir dan imigran ilegal maupun pemisahan atas dasar kewarganegaraan. Jika dipahami pencegahan konflik melalui pemisahan sel versi petugas dengan segi terjadinya konflik menurut pendapat Abu Ahmadi, maka cara pemisahan sel yang dilakukan petugas sesuai dengan bentuk corporate conflict, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok dengan kelompok dalam satu masyarakat atau dari dua masyarakat. Namun, pengelompokan deteni atas dasar tersebut tidak bisa sepenuhnya menjamin tidak terjadi konflik, karena konflik juga bisa terjadi antar individu, seperti pendapat Ahmadi dalam Personal Conflic Oksimana Darmawan, ‘Implementasi Norma Standar Di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta Dalam Upaya Pencegahan Konflik Antar Deteni’.t. Dalam hal pengalaman atau perasaan yang dialami deteni, menurut hasil kuesioner mengenai faktor pendorong terjadinya konflik antar deteni, sebagian besar deteni merasa stres sebagai pemicunya. Faktor stres ini bisa diakibatkan, antara lain, pertama, masa lamanya penempatan, Rudenim Jakarta menerapkan sistem maximumsecurity. Deteni tidak boleh ke luar Rudenim (kecuali ibu dan anak berekreasi untuk berbelanja), artinya tidak ada kegiatan ke luar yang sifatnya penyegaran untuk meminimalkan kejenuhan. Kedua, harapan deteni mengenai informasi kepastian waktu tentang penetapan status pengungsimembuat deteni lebih stabil mentalnya dibandingkan dengan tidak adanya kepastian informasi kepastian penetapan status pengungsi. Implementasi Norma Standar HAM di Rumah Detensi Imigrasi Pada saat pendetensian pemeriksaan kesehatan dilakukan secara umum dan penempatan bagi deteni sudah dilakukan dengan baik melalui bahasa yang dapat dimengerti oleh deteni. Namun, pada tahap perawatan, sebagian besar deteni merasa/ menganggap petugas kurang memperhatikan kebutuhan psikis, ini menandakan deteni membutuhkan penyegaran untuk mengurangi kejenuhan di luar Rudenim. Pada tahap penempatan, berdasarkan observasi blok terlihat over capacity dan kumuh karena deteni kurang menjaga kebersihan. Pemisahan kamar atau sel deteni Berdasarkan kewarganegaraan terlihat kurang maksimal karena masih ditemukan di dalam blok lebih dari satu kewarganegaraan. Dalam tahap pengamanan, kurangnya pendekatan persuasif yang dilakukan petugas dikarenakan keterbatasan penguasaan bahasa Inggris, sehingga pendekatan yang dilakukan dominan untuk menjaga keamanan. Sedangan komunikasi yang bersifat bimbingan konseling untuk membuka kesadaran dan pemahaman bersama deteni dalam suasana kekeluargaan kurang dilakukan. Pada tahap pelayanan, deteni merasa masih terdapat hambatan, seperti persediaan air bersih masih kurang; dan listrik sering padam. Hal ini didasarkan atas keterangan yang menjawab tidak terdapat air bersih, dapat diartikan, pertama, penyediaan air bersih ada, tetapi penggunaannya harus hemat, karena mungkin ada deteni yang belum terbiasa dengan pola hidup hemat dalam penggunaan air; kedua, persediaan air kurang sehingga diperlukan penambahan volume pengiriman air. Petugas mengharapkan deteni bisa melakukan penghematan penggunaan air untuk mengurangi hambatan tersebut. Persediaan makanan masih kurang jika dilihat dari kebutuhan akan jenis, kualitas, dan menu yang disesuaikan dengan selera/ kebiasaan deteni. Di Rudenim Jakarta mengenai ketersediaan makanan telah dipenuhi melalui pihak ketiga. Menurut deteni hal lain yang dirasa masih kurang adalah tidak ada penyegaran/hiburan di luar Rudenim. Sebagai contoh pada Rudenim Jakarta menerapkan sistem maximum security yang berbeda dengan Rudenim lain, seperti Rudenim Surabaya yang menerapkan minimum security, dan Rudenim Pekanbaru dengan pengamanan social security. Berdasarkan keterangan petugas yang mendapat kesempatan mengikuti kegiatan hiburan (berbelanja) di luar Rudenim hanya deteni perempuan dan anak-anak. Sedangkan deteni laki-laki tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan hiburan di luar Rudenim karena dikuatirkan melarikan diri. Hal ini masih perlu mendapat perhatian dari pihak Rudenim untuk memberikan kesempatan bagi deteni lakilaki, sebab penyegaran bisa meminimalkan tingkat kejenuhan/stres selama berada dalam Rudenim. Faktor stres bisa memicu terjadinya konflik, baik antar deteni maupun deteni dengan petugas. Penyebab stres yang lain disebabkan karena proses penetapan status pengungsi yang tidak pasti waktunya. Selanjutnya, ukuran standar pemenuhan hak-hak deteni yang digunakan dalam penelitian ini adalah: ketersediaan, yaitu dapat diartikan sebagai ketersediaan fasilitas yang berupa sarana dan prasarana yang terkait dengan tahapan di dalam pendetensian dan pelayanan deteni di Rudenim; keteraksesan, yaitu diartikan fasilitas berupa sarana dan prasarana itu dapat diakses setiap orang tanpa diskriminasi, baik keteraksesan fisik secara ekonomi maupun akses informasi; keberterimaan,yaitu diartikan bahwa fasilitas sarana dan prasarana di Rudenim dapat diterima secara budaya dan menghormati etika dan peka terhadap gender; dan kebersesuaian, yaitu diartikan bahwa sarana dan prasarana yang ada di Rudenim secara alamiah haruslah berkualitas baik. Upaya Pencegahan Konflik Yang Terjadi Antar Deteni Dalam pemahaman petugas, salah satu penyebab konflik yang paling utama adalah faktor kesalahpahaman. Upaya pencegahan konflik yang dilakukan petugas untuk mengurangi kesalahpahaman, yaitu dengan cara, pertama, dilakukan pemisahan sel/kamar berdasarkan status deteni, bagi deteni yang berstatus imigran ilegal penempatannya di blok A dan deteni yang berstatus immigratoir penempatannya di blok B, dan deteni yang telah berkeluarga serta perempuan penempatannya di lantai dua. Kedua, pemisahan deteni juga dilakukan berdasarkan kewarganegaraan deteni, seperti contoh penempatan sesama warga negara Sudan dalam satu sel/kamar yang sama, dan penempatan sesama Myanmar Budhis dalam satu sel/kamar yang sama termasuk deteni Rohingya penempatannya dalam satu sel/ kamar yang sama. Namun dengan adanya pemisahan tersebut, bukan berarti tidak ada konflik, konflik bisa terjadi walaupun sesama warga negara ditempatkan dalam satu sel/kamar yang sama, seperti deteni sesama warga negara Nigeria, dan sesama Afghanistan. Konflik ini bisa terjadi, karena faktor lain, seperti pembatasan kebebasan, rasa jenuh dan stres. Ketiga, Dalam hal berkomunikasi petugas keamanan dibantu deteni yang bisa berbahasa Inggris atau Indonesia untuk menterjemahkan ke dalam bahasa yang dimengerti deteni lainnya untuk menyampaikan informasi petugas kepada para deteni. Kesempatan memperoleh hiburan. Diberikan kesempatan melakukan hiburan dan olah-raga hanya di dalam Rudenim, tetapi tidak boleh di luar Rudenim. Semua deteni mendapatkan kesempatan. Hiburan dan olah-raga secara psikologi mengurangi tingkat stres. Kualitas kesempatan di dalam Rudenim secara umum baik, tetapi pengurangan stres hiburan/ olah-raga di luar Ridenim tidak ada. Apabila terjadi konflik, petugas melakukan pemanggilan terhadap para deteni yang berkonflik termasuk bila ada deteni yang dituakan atau yang disegani, untuk menyelesaikan masalah. Jika ada deteni yang tidak bisa diberikan pemahaman, maka dilakukan pengisolasian maksimal 15 hari sesuai peraturan keimigrasian. untuk mengantisipasi konflik agar tidak menjadi besar. Selain itu, dalam meredam konflik yang terjadi, ketaatan deteni untuk menghentikan konflik berbanding linier dengan struktur hierarki pimpinan di dalam Rudenim, artinya semakin tinggi jabatan semakin mampu meredam konflik, contoh: penjelasan Kepala Rudenim lebih mampu meredam konflik daripada penjelasan Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban, penjelasan Kepala Seksi Keamanan dan ketertiban lebih mampu meredam konflik daripada penjelasan Kepala Sub Seksi Keamanan, dan seterusnya. Apabila konflik berkenaan dengan pihak ketiga UNHCR, maka petugas yang menangani konflik akan menghubungi UNHCR disela-sela memberikan penjelasan kepada deteni. PENUTUP Kesimpulan Setiap konflik dan permasalahan yang terjadi di rudenim seluruh Indonesia memang tidak selau sama dan tidak dapat digeneralisasikan. Tiologi konflik ynag terjadi antardeteni memiliki dua potensi yaitu konflik antardeteni yang berbeda kewarganegaraan dan potensi konflik yang terjadi akibat tekanan psikis yang terjaid di dalam rudenim akbat kurangya rekreasi. Dari potensi konflik tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor utama terjadinya konflik adalah adanya perbedaan budaya, bahasa dan cara berkomunikasi, serta adanya tekanan psikis akibat kurangnya rekreasi. Kekurangan implementasi norma standar HAM Rudenim tidak selalu menimbulkan konflik, namun dapat mengakibatkan konflik. Beberapa kekurangan implementasi norma standar HAM di Rudenim yang berpotensi menimbulkan konflik, seperti kurangnya ketersediaan dan kesempatan memperoleh hiburan/rekreasi di luar Rudenim (perbedaan sistem pengamanan di Rudenim yaitu maximum security dan minimum security/ social security), sehingga menimbulkan tingkat kejenuhan/stres bagi deteni; dan persediaan makanan masih kurang jika dilihat dari kebutuhan akan jenis, kualitas, dan menu yang disesuaikan dengan selera/kebiasaan deteni. DAFTAR PUSTAKA Darmawan, Oksimana, ‘Implementasi Norma Standar Di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta Dalam Upaya Pencegahan Konflik Antar Deteni’ Morradi, Villian Febri, ‘Rumah Detensi Imigrasi Dalam Perlindungan HAM Warga Negara Asing Pencari Suaka’, 2015 Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 Tentang Standar Opersional Prosedur Rumah Detensi Imigrasi, 2013 ‘Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian’, 2011 M. Alvi Syahrin, Menakar Kedaulatan Negara dalam Perspektif Keimigrasian, Jurnal Penelitian Hukum De Jure. https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/view/331 https://scholar.google.com/citations?user=9ASRg2oAAAAJ&hl=en&oi=ao M. Alvi Syahrin, The Implementation of Non-Refoulement Principle to the Asylum Seekers and Refugees in Indonesia, Sriwijaya Law Review. http://journal.fh.unsri.ac.id/index.php/sriwijayalawreview/article/view/41 https://scholar.google.com/citations?user=9ASRg2oAAAAJ&hl=en&oi=ao M. Alvi Syahrin, Legal Impacts of The Existence of Refugees and Asylum Seekers in Indonesia, International Journal of Civil Engineering and Technology. http://www.iaeme.com/MasterAdmin/UploadFolder/IJCIET_09_05_117/IJCIET_09_05_117.pdf https://scholar.google.com/citations?user=9ASRg2oAAAAJ&hl=en&oi=ao