Academia.eduAcademia.edu

STEMI Inferior dengan Bradikardi dan Hipotensi

ABSTRAK Latar Belakang: Sindrom koroner akut (SKA) adalah penyakit kardiovaskular yang sering menyebabkan mortalitas. Laporan Kasus: Laki-laki 51 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati, mual, dan keringat dingin sejak 1 jam sebelumnya. Didapatkan hipotensi dan bradikardi. Gambaran EKG berupa sinus bradikardi dan elevasi segmen ST di lead II, III, aVF. Simpulan: Kondisi bradikardi dan hipotensi sering menyertai kasus SKA, terutama pada kondisi infark inferoposterior dan ventrikel kanan. Kondisi ini akibat oklusi RCA, meningkatnya tonus vagal, berkurangnya kekuatan pompa ventrikel kanan, dan hipovolemi. Kata kunci: Bradikardi, hipotensi, sindrom koroner akut ABSTRACT Background: Acute coronary syndrome (ACS) is the common cause of mortality of cardiovascular disease. Case report: A 51 year-old male with heartburn, nausea, cold sweat since 1 hour ago. Examination revealed hypotension and bradycardia. The ECG showed sinus bradycardia and ST segment elevation in leads II, III, aVF. Conclusion: Bradycardia and hypotension often accompany acute coronary syndrome, especially in inferoposterior and right ventricular infarction. These conditions are caused by RCA occlusion, increased vagal tone, reduced right ventricular pump, and hypovolemia. Bagus Fitriadi Kurnia Putra. STEMI Inferior with Bradycardia and Hypotension: case report

LAPORAN KASUS STEMI Inferior dengan Bradikardi dan Hipotensi Bagus Fitriadi Kurnia Putra RS Widodo Ngawi, Jawa Timur, Indonesia ABSTRAK Latar Belakang: Sindrom koroner akut (SKA) adalah penyakit kardiovaskular yang sering menyebabkan mortalitas. Laporan Kasus: Laki-laki 51 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati, mual, dan keringat dingin sejak 1 jam sebelumnya. Didapatkan hipotensi dan bradikardi. Gambaran EKG berupa sinus bradikardi dan elevasi segmen ST di lead II, III, aVF. Simpulan: Kondisi bradikardi dan hipotensi sering menyertai kasus SKA, terutama pada kondisi infark inferoposterior dan ventrikel kanan. Kondisi ini akibat oklusi RCA, meningkatnya tonus vagal, berkurangnya kekuatan pompa ventrikel kanan, dan hipovolemi. Kata kunci: Bradikardi, hipotensi, sindrom koroner akut ABSTRACT Background: Acute coronary syndrome (ACS) is the common cause of mortality of cardiovascular disease. Case report: A 51 year-old male with heartburn, nausea, cold sweat since 1 hour ago. Examination revealed hypotension and bradycardia. The ECG showed sinus bradycardia and ST segment elevation in leads II, III, aVF. Conclusion: Bradycardia and hypotension often accompany acute coronary syndrome, especially in inferoposterior and right ventricular infarction. These conditions are caused by RCA occlusion, increased vagal tone, reduced right ventricular pump, and hypovolemia. Bagus Fitriadi Kurnia Putra. STEMI Inferior with Bradycardia and Hypotension: case report Keywords: Acute coronary syndrome, bradycardia, hypotension. PENDAHULUAN Sindrom koroner akut (SKA) adalah kumpulan gejala klinis akibat tersumbatnya arteri koroner, yang menyebabkan matinya sel-sel otot jantung pada daerah vaskularisasi arteri koroner tersebut.1 Arteri koroner memiliki dua cabang utama, yaitu right coronary artery (RCA) dan left coronary artery (LCA). Selanjutnya LCA bercabang menjadi left anterior descending (LAD) dan left circumflex (LCx).2 Penyumbatan RCA pada umumnya menimbulkan manifestasi klinis berupa sinus bradikardi dan hipotensi.2 KASUS Pasien laki-laki 51 tahun datang ke IGD dengan keluhan merasa nyeri ulu hati, dada terasa panas, mual, disertai keringat dingin di seluruh tubuh sejak ± 1 jam sebelumnya. Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok dan kerja lembur di malam hari; riwayat hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien lemah, pucat, akral dingin. Tekanan darah sistolik 70 mmHg/palpasi, nadi 50 kali/ menit (reguler), laju pernapasan 24 kali/menit, Alamat Korespondensi 34 suhu 35,50C. Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan peningkatan hemoglobin, leukositosis, peningkatan kadar gula darah sewaktu, serta peningkatan kadar kolesterol total dan trigliserida (Tabel 1). Tabel 1. Hasil laboratorium pasien Nama Pemeriksaan Hasil Darah Lengkap Hemoglobin Leukosit Eritrosit Trombosit 17,2 13.100 5,2 355.000 Hematokrit 48 Gula Darah Sewaktu 222 Profil Lemak Kolesterol total 260 Trigliserida 535 Pada pemeriksaan EKG awal didapatkan gambaran sinus bradikardi dan elevasi segmen ST di lead II, III, aVF (Gambar 1). Pasien didiagnosis STEMI inferior, sinus bradikardi, dan hipotensi. Penatalaksanaan meliputi suplementasi O2, aspirin 320 mg, klopidogrel 300 mg, dan simvastatin 20 mg. Setelah terpasang akses intravena, pasien diberi injeksi sulfat atropin 0,5 mg (iv), fondaparinux 2,5 mg (subkutan), dan drip dopamin 5 µg/kgBB/menit. PEMBAHASAN Sindrom Koroner Akut Sindrom koroner akut merupakan masalah kardiovaskular utama dengan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian tinggi.3 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan penanda jantung, SKA dibagi menjadi:4 1. STEMI (ST segment Elevation Myocardial Infarction) 2. NSTEMI (Non-ST segment Elevation Myocardial Infarction) 3. UAP (Unstable Angina Pectoris) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) akut merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner oleh trombus.4 Beberapa penyebab lain yang mendasari patofisiologi SKA adalah adanya plak tidak stabil dan ruptur plak.4 email: [email protected] CDK-260/ vol. 45 no. 1 th. 2018 LAPORAN KASUS nyeri belum mereda, pemberian dapat diulang setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali. 5. Morfin sulfat 1-5 mg (IV), dapat diulang setiap 10-30 menit jika pasien tidak responsif dengan nitrogliserin. Gambar 1. Gambaran EKG pasien: STEMI Inferior dan bradikardi. Diagnosis Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris tipikal berupa rasa tertekan/berat di daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, nyeri epigastrium, disertai keluhan penyerta seperti keringat dingin, sesak napas, mual/muntah, dan pada pemeriksaan EKG didapatkan elevasi segmen ST persisten di dua sadapan bersebelahan. Menurut lokasi anatomis infark miokard, temuan abnormalitas EKG adalah sebagai berikut (Tabel 2):4 Tabel 2. Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG Lokasi Iskemi atau Infark angina di ruang IGD, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau penanda jantung. Terapi awal tersebut meliputi:3 1. Tirah baring dan suplementasi O2. 2. Aspirin 160-320 mg per oral, diberikan dengan cara dikunyah (chewable) supaya diabsorpsi lebih cepat. 3. Penghambat reseptor ADP (klopidogrel) 300 mg per oral, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari. 4. Nitrogliserin spray/tablet sublingual jika nyeri dada masih berlangsung saat tiba di IGD. Jika nitrogliserin tidak tersedia, dapat diberikan isosorbid dinitrat (ISDN). Jika Sinus Bradikardi Sinus bradikardi sering terjadi pada kasus SKA, terutama pada infark inferior dan posterior.5 Oklusi bagian proksimal right coronary artery (RCA) menyebabkan infark inferior, tetapi dapat juga melibatkan dinding posterior, ventrikel kanan, dan sistem konduksi, sehingga sering menimbulkan manifestasi klinis sinus bradikardi.5 Sinus bradikardi dapat juga terjadi akibat respons vasovagal terhadap nyeri dada berat atau akibat refleks iskemi dari arteri sinoatrial yang 60% vaskularisasinya dari RCA. Penyebab lain bradikardi pada pasien SKA disebabkan oleh AV blok karena stimulasi vagal atau iskemi AV node.6 Sinus bradikardi sering tidak perlu pengobatan. Apabila disertai hipotensi berat, sinus bradikardi perlu diterapi dengan atropin sulfat. Berikut adalah algoritma penanganan Sadapan dengan Deviasi ST Anterior V1-V4 Lateral V5-V6, I, aVL Inferior II, III, aVF Posterior V7-V9 Ventrikel kanan V3R-V4R Kriteria penanda jantung untuk penegakan diagnosis SKA:4 „ CKMB dan troponin I/T merupakan penanda yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis infark miokard. „ Dalam keadaan nekrosis miokard, kadar CKMB dan troponin I/T normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. „ Pada dua pemeriksaan dengan beda waktu minimal 4 jam, didapatkan peningkatan CKMB lebih dari 50%. „ Pada satu pemeriksaan didapatkan peningkatan CKMB dua kali lipat nilai normal. „ Lebih dari 72 jam setelah awitan, didapatkan peningkatan troponin I/T. Tatalaksana Awal Penatalaksaan awal adalah terapi pada pasien dengan diagnosis kerja SKA atas dasar keluhan CDK-260/ vol. 45 no. 1 th. 2018 Gambar 2. Penatalaksanaan bradikardi pada dewasa berdasarkan guideline ACLS 2010.7 35 LAPORAN KASUS menurut guideline ACLS 20107(Gambar 3). Hipotensi/Syok SIMPULAN Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu kegawatan kardiovaskular yang berpotensi fatal. Diagnosis harus ditegakkan secara cepat dan tepat untuk mencegah mortalitas dan morbiditas, meliputi anamnesis nyeri dada tipikal, pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan penanda jantung.3 Prinsip resusitasi: Airway control, Breathing control, Circulation, Lihat tekanan darah TD 70 – 100 mmHg Tanda/gejala syok (+) Dopamin 2-20 µg/kg/menit IV TD <70 mmHg Tanda/gejala syok (+) Norepinefrin 0,5 – 30 µ/menit IV TD 70 – 100 mmHg Tanda/gejala syok (-) Dobutamin 2-20 µg/kg/menit IV Gambar 3. Alur penatalaksanaan hipotensi/syok bradikardi berdasarkan 20107(Gambar 2). guideline ACLS Hipotensi Kondisi hipotensi sering ditemukan pada infark miokard akut yang melibatkan dinding inferior, posterior, dan ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan sering ditandai dengan gejala hipotensi, meningkatnya tekanan vena jugularis, dan syok. Pasien dengan kondisi ini juga cenderung bradiaritmia.2 Secara klinis, infark ventrikel kanan sering terjadi pada STEMI inferior; infark ventrikel kanan terbatas (isolated) dan jarang terjadi.8 Sama halnya dengan bradikardi, penyebab hipotensi pada kasus infark miokard yang melibatkan dinding inferior, posterior, dan ventrikel kanan adalah oklusi right coronary artery (RCA). Beberapa kondisi lain yang berperan mencetuskan hipotensi pada pasien STEMI inferoposterior antara lain:2 „ Meningkatnya tonus vagal „ Keterlibatan ventrikel kanan, terjadi >40% kasus STEMI inferoposterior. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya kekuatan pompa ventikel kanan. „ Keterlibatan subklinis atrium. Kondisi ini mencetuskan sekresi atrial natriuretic peptide (ANP), yang bekerja sebagai hormon pembuang cairan. „ Kehilangan cairan melalui keringat dingin berlebihan dan muntah dapat mencetuskan hipotensi hipovolemik. Tatalaksana:9-10 „ Koreksi hipovolemia dengan cairan isotonik. „ Fluid challenge pada infark ventrikel kanan akan meningkatkan preload dan memperbaiki gejala hipotensi. „ Pemberian obat-obatan vasopressor setelah melakukan fluid challenge. „ Pemasangan temporary pacing, bila tekanan darah gagal naik akibat bradikardi berat.10 „ Tindakan revaskularisasi segera dengan percutaneous coronary intervention (PCI). Pada kasus STEMI dengan keterlibatan ventrikel kanan, nitrat dan/atau diuretik merupakan kontraindikasi, karena kedua obat ini dapat menurunkan preload dan membuang cairan yang akan memperburuk kondisi hipotensi. Kondisi bradikardi dan hipotensi sering menyertai kasus SKA, terutama pada kondisi infark inferoposterior dan ventrikel kanan6 akibat beberapa faktor, yaitu oklusi RCA, meningkatnya tonus vagal, berkurangnya kekuatan pompa ventrikel kanan, dan hipovolemi.2 Terapi awal SKA meliputi: suplementasi O2, aspirin, klopidogrel, nitrat, dan morfin untuk mengurangi nyeri (jika tidak ada kontraindikasi), dan terapi reperfusi definitif, baik dengan fibrinolisis maupun dengan terapi invasif (PCI).3 Tatalaksana hipotensi dan bradikardi meliputi fluid challenge,9 atropin sulfat, vasopressor,7 dan jika perlu pemasangan temporary pacing.10 Nitrat dan diuretik merupakan kontraindikasi pada infark ventrikel kanan, terlebih pada kondisi hipotensi dan bradikardi.7 SARAN Pada kasus STEMI inferior dengan gambaran ST elevasi di lead II, III, aVF seperti pada kasus ini, seharusnya dikerjakan perekaman lead V3RV4R (right side precordial lead). Apabila terdapat gambaran ST elevasi di lead tersebut, diagnosis infark ventrikel kanan dapat ditegakkan. Jika ditemukan ST depresi di lead V1-V3, seharusnya dilakukan perekaman lead V7-V9 (posterior lead). Apabila terdapat gambaran ST elevasi di lead tersebut, diagnosis infark posterior dapat ditegakkan.11-13 Berikut adalah pemilihan obat-obatan vasopressor pada kasus hipotensi/syok DAFTAR PUSTAKA 1. Boyle AJ, Jaffe AS. Acute myocardial infarction. In: Crawford MH, editor. Current diagnosis & treatment cardiology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2009 .p. 51-72 2. Goldstein J. Pathophysiology and management of right heart ischemia. J Am Coll Cardiol. 2002;40:841-53 3. ESC Guideline for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. Europe Heart Journal 2012;33:2569-619 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. PERKI. 2015;3:43-70 5. Third degree heart block [Internet]. 2017. Available from: http//www.emedicine.medscape.com/article/758454.htm. 6. Braunwalds E, Lilly LS. Heart disease-review and assessment. 10th ed. Elsevier: 2016 .p. 1:49 7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Buku panduan kursus bantuan hidup lanjut (ACLS) Indonesia. FKK UMJ: 2015 .p. 41-74 36 CDK-260/ vol. 45 no. 1 th. 2018 LAPORAN KASUS 8. Kahn JK, Bernstein M, Bengtson JR. Isolated right ventricular myocardial infarction. Ann Intern Med. 2013;118:708-11 9. Kinch JW, Ryan TJ. Right ventricular infarction. N Engl J Med. 2014;330:1211-7 10. Love JC, Haffajee CI, Gore JM, Alpert JS. Reversibility of hypotension and shock by atrial or atrioventricular sequential pacing in patient with right ventricular infarction. Am Heart J. 2014;108:5-13 11. Erhardt LR, Sjogren A, Wahlberg I. Single right-sided precordial lead in the diagnosis of right ventricular involvement in inferior myocardial infarction. Am Heart J. 2006;91:571-6 12. Klein HO, Tordjiman T, Ninio R, et al. Right ventricular infarction: diagnostic accuracy of electrocardiographic V4R lead. Circulation 2013; 67:558-65 13. Chou TC, Van der Bel-Kahn J, Allen J, et al. Electrocardiographic diagnosis of right ventricular infarction. Am J Med. 2011;70:1175-80 CDK-260/ vol. 45 no. 1 th. 2018 37