BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 (Sisdiknas, Pasal 3), yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Nomor 20/2003) maka, melalui pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi maupun masyarakat, serta mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional.
Data The United Nations Development Program tahun 2011 tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia semakin menurun. Diantara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 pada tahun 1996, ke-99 tahun 1997, ke-105 tahun 1998, ke-109 tahun 1999 dan menurun 112 pada tahun 2000 (Pujiantoro, 2010).
Dalam usaha meningkatkan Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) dari sektor pendidikan perlu adanya peningkatan kompetensi lulusan perguruan tinggi yang merupakan muara dari penciptaan SDM. Oleh karena itu Undiksha yang merupakan salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang berhaluan pendidikan perlu berbenah diri dan berkembang kaitannya dengan kompetensi lulusan. S1 PGSD yang merupakan salah satu jurusan di Undiksha yang mencetak tenaga pengajar guru pendidikan dasar harus memperhatikan kompetensi lulusan.
Mahasiswa lulusan S1 PGSD Undiksha harus memiliki standar kompetensi lulusan seperti (Undiksha.ac.id, 2011) : 1) Memahami karakteristik anak usia SD/MI dalam penggalan kelompok usia tertentu (kelas awal dan kelas lanjut). 2) Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat untuk menetapkan kebutuhan belajar usia SD/MI dalam konteks kebhinnekaan budaya. 3) Memahami cara belajar dan kesulitan belajar anak usia SD/MI dalam penggalan kelompok usia tertentu (kelas awal dan kelas lanjut). 4) Mampu mengembangkan potensi peserta didik usia SD/MI. 5) Menguasai substansi dan metodologi dasar keilmuan Matematika yang mendukung pembelajarn matematika SD/MI. 6) Menguasai substansi dan metodologi dasar keilmuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), IPS, PKn, Matematika, Bahasa Indonesia yang mendukung pembelajaran. 7) Mampu mengembangkan kurikulum dan pembelajaran lima mata pelajaran SD/MI, secara kreatif dan inovatif. 8) Mampu bekontribusi terhadap perkembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional dan global. 9) Mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. 10) Mampu menggunakan bahasa Inggris untuk mengembangkan wawasan.
Untuk mencapai target tersebut, beberapa usaha yang telah dilakukan di antaranya sebagai berikut (Jurusan PGSD, 2011): (1) Menjabarkan kompetensi lulusan S1 PGSD ke dalam kurikulum S1 PGSD, (2) Menyiapkan perangkat kurikulum (silabus, SAP, dan Hand out), (3) Menyiapkan bahan ajar, (4) Menetapkan pengampu mata kuliah sesuai ketentuan yang berlaku, (5) Melaksanakan pembelajaran minimal 12 kali (75%) pertemuan dari 16 kali pertemuan termasuk melaksanakan evaluasi, (6) Melaksanakan bimbingan non akademik melalui layanan bimbingan akademik, (7) Menerapkan disiplin bagi mahasiswa dan dosen, (8) Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler yang diimplementasikan melalui kegiatan-kegiatan kemahasiswaan (HMJ). Berbagai usaha yang dilakukan dianalisis lebih jauh menggunakan SWOT. Berdasarkan analisis SWOT Jurusan PGSD undiksha diperoleh bahwa kelemahan (W) yang ada adalah: (1) kemampuan dosen Jurusan PGSD dalam menerapkan pembelajaran yang inovatif masih rendah, (2) Jumlah mahasiswa Jurusan PGSD relatif banyak, (3) Tidak semua mahasiswa dapat terlibat dalam program HMJ , (4) Mahasiswa mempunyai kemampuan akademik sangat variatif, (5) Masih cukup banyak mahasiswa yang IPK-nya relatif rendah (Laporan Evaluasi Diri, 2010). Kelemahan-kelemahan tersebut akan mempengaruhi mutu lulusan. Jika melihat faktor jumlah mahasiswa yang banyak dan bervariasi dalam kemampuan akademik, kemudian pembelajaran masih kurang inovatif serta minimnya keterlibatan mahasiswa dalam HMJ maka harus dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran. Khususnya faktor dalam diri (internal) mahasiswa seperti gaya kognitif dan konsep diri.
Salah satu karakteristik dari mahasiswa yang mempengaruhi kualitas dari hasil pembelajaran adalah jenis gaya kognitif. Yang dimaksud dengan gaya kognitif mahasiswa adalah cara mahasiswa menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman yang berasal dari alam sekitar (Amrina, 2004). Gaya kognitif merupakan cara individu untuk mengorganisasikan, merepresentasikan, dan memahami pengetahuan yang ia peroleh dari hasil interaksi dengan lingkungan Riding dan Rayner (dalam Chen dan Macredie, 2002). Gaya kognitif dapat didefinisikan sebagai langkah yang ditempuh individu untuk memproses informasi dan menggunakan strategi untuk melakukan tugas (Candiasa, 2002). Jenis gaya kognitif seseorang secara sederhana dapat diketahui melalui tindakan atau tingkah laku individu tersebut dalam memilih pendekatan dalam melaksanakan tugas, cara berkomunikasi dalam kehidupan sosial sehari-hari, cara pandang terhadap objek di sekitarnya, mata pelajaran yang cenderung dipilih atau digemari, model pembelajaran yang cenderung dipilih, cara mengorganisir informasi, dan cara berinteraksi dengan dosen.
Menurut Candiasa (2002) gaya kognitif bersifat bipolar, yaitu memiliki dua kutub, namun tidak menunjukkan adanya keunggulan salah satu kutub terhadap kutub lainnya. Masing-masing kutub cenderung memiliki nilai atau dampak yang positif pada situasi tertentu atau sebaliknya memiliki nilai atau dampak negatif pada kondisi yang lain. Gaya kognitif dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu gaya kognitif field independent dan gaya kognitif field dependent (Abdurahman, 2003). Pengertian dari masing-masing gaya kognitif tersebut, yaitu: a) field independent adalah gaya kognitif seseorang dengan tingkat kemandirian yang tinggi dalam mencermati suatu rangsangan tanpa ketergantungan dari faktor-faktor luar dan kurang dapat bekerja sama, b) field dependent adalah gaya kognitif seseorang yang cenderung dan sangat bergantung pada sumber informasi dari luar dan bekerja sama lebih baik dengan orang lain.
Mahasiswa sebagai individu yang unik sudah tentu memiliki gaya kognitif yang berbeda dengan teman-temannya dalam satu kelas. Gaya kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa akan memberikan dampak atau pengaruh yang positif apabila disediakan lingkungan dan kondisi yang tepat, sehingga mahasiswa dapat belajar secara optimal. Mahasiswa yang belajar secara optimal akan mencapai hasil belajar yang baik. Namun, jika kondisi atau lingkungan belajar mahasiswa tidak sesuai dengan gaya kognitif yang dimilikinya akan membuat mahasiswa tidak dapat belajar secara optimal. Hal ini akan berdampak negatif pada hasil belajar mahasiswa itu sendiri. Jadi dalam menerapkan pembelajaran di kelas harus memperhatikan jenis gaya kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa.
Konsep diri sangat besar peranannya bagi mahasiswa, yaitu konsep diri mahasiswa mempengaruhi perilaku belajar dan prestasi belajar mahasiswa. Sebab pada hakikatnya semakin tinggi konsep diri seseorang maka akan semakin mudah ia mencapai keberhasilan. Dengan konsep diri yang tinggi seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani mengambil resiko, penuh percaya diri, antusias, merasa dirinya berharga, dan berani menetapkan tujuan hidup. Sebaliknya, semakin rendah konsep diri mahasiswa, maka semakin sulit seseorang untuk berhasil karena konsep diri yang rendah akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak percaya diri, takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal-hal baru dan menantang, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa tidak berguna, pesimis, serta bebagai perasaan dan perilaku inferior lainnya (Suardana, 2010).
Dari uraian di atas, terlihat adanya perbedaan karakteristik pada gaya kognitif dan konsep diri mahasiswa yang diduga akan memberikan dampak yang berbeda terhadap cara mahasiswa untuk memahami topik yang disajikan. Namun, seberapa jauh kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa khususnya mahasiswa S1 PGSD Undiksha. Untuk itu, perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui Kontribusi Gaya Kognitif dan Konsep Diri Terhadap Pemahaman Konsep IPA Pada Mahasiswa S1 PGSD Undiksha.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas terkait dengan kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa, dapat diidentifikasi masalah, yaitu ditinjau dari aspek mahasiswa, yang mempengaruhi hasil belajar muncul dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal mahasiswa meliputi sikap terhadap belajar, motivasi berprestasi, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau untuk hasil belajar, rasa percaya diri, inteligensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar dan cita-cita mahasiswa, sedangkan faktor eksternal dapat berupa: dosen, sarana dan prasarana, kebijakan penilaian, lingkungan sosial lingkungan, dan kurikulum. Permasalahan yang ada di Jurusan PGSD Undiksha adalah masih minimnya keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan akademik dan non-akademik yang menyebabkan penurunan kualitas dan mutu lulusan.
1.3 Pembatasan masalah
Mengingat faktor-faktor yang terkait dalam proses belajar mengajar sangat kompleks, serta adanya kendala lain berupa keterbatasan waktu, biaya, dan kemampuan peneliti, maka penelitian ini terbatas pada kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha Tahun Ajaran 2012/2013.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah diungkapkan pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menyangkut kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA. Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
Seberapa besarkah kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha?
Seberapa besarkah kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha?
Seberapa besarkah kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah diungkapkan, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Untuk mengetahui kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha.
Untuk mengetahui kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha.
Untuk mengetahui kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu :
Teoretik, hasil penelitian ini dapat memberikan justifikasi empirik terhadap teori-teori gaya kognitif dan konsep diri dalam hubungannya dengan pemahaman konsep IPA.
Praktis, manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bagi mahasiswa
Penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk mengembangkan pemahaman konsep mahasiswa, untuk mengikuti pelajaran berikutnya maupun sebagai bekal tentang cara memecahkan masalah dalam kehidupannya di masyarakat.
Bagi dosen
Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi dosen yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam upaya meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap konsep IPA.
Bagi Jurusan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengembangan pembelajaran IPA dan juga diharapkan dapat dikembangkan dalam pembelajaran bidang studi lainnya.
Bagi peneliti
Peneliti mendapatkan wawasan dan pengalaman langsung dalam menggali serta mengkorelasi hubungan antara gaya kognitif dan konsep diri terhadap kemampuan pemahaman mahasiswa terhadap konsep IPA.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Tinjauan Tentang Gaya Kognitif
Menurut Candiasa (2002) gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam merasakan, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Broverman mengemukakan bahwa gaya kognitif menggambarkan perbedaan cara orang memahami lingkungannya. Kagan (dalam Dewi, 2006) mengemukakan bahwa gaya kognitif sebagai variasi cara individu dalam menerima, mengingat, dan memikirkan informasi atau sebagai perbedaan cara memahami, menyimpan, mentransformasi, dan memanfaatkan informasi. (Lamba, 2006) mendefinisikan gaya kognitif adalah suatu dorongan pada seseorang untuk berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan tertentu. (Dewi, 2006) mengemukakan bahwa istilah gaya kognitif mengacu pada kekonsistenan pemolaan (patterning) yang ditampilkan seseorang dalam merespon berbagai jenis situasi. Woolfolk (dalam Dewi, 2006) mengemukakan bahwa gaya kognitif adalah bagaimana seseorang menerima dan mengorganisasi informasi dari dunia sekitarnya. Gaya kognitif adalah cara seseorang dalam memproses, menyimpan, maupun menggunakan informasi untuk merespon suatu tugas atau merespon berbagai jenis situasi lingkungannya (Dewi, 2006). Gaya kognitif merujuk pada cara orang memperoleh informasi dan menggunakan strategi untuk merespon suatu tugas (Nurdin, 2005). Disebut sebagai gaya dan tidak sebagai kemampuan karena mengarah pada bagaimana orang memproses informasi dan memecahkan masalah, dan bukan pada bagaimana cara yang terbaik dalam memproses informasi dan memecahkan masalah. Menurut Kagan (dalam Nurdin, 2005), gaya kognitif dapat didefinisikan sebagai variasi individu dalam cara memandang, mengingat, dan berpikir atau sebagai cara tersendiri dalam hal memahami, menyimpan, mentransformasi, dan menggunakan informasi.
Gaya kognitif bersifat bipolar (Candiasa, 2002) yaitu memiliki dua kutub, namun tidak menunjukkan adanya keunggulan salah satu kutub terhadap kutub yang lainnya. Masing-masing kutub cenderung memiliki nilai positif pada situasi tertentu, atau sebaliknya cenderung memiliki nilai negatif pada situasi yang lain. Atkinson (dalam Lamba, 2006) membedakan gaya kognitif atas gaya kognitif field independent dan field dependent. Pengertian dari masing-masing gaya kognitif tersebut dikemukakan oleh Crowl, Keminsky, & Podell (dalam Bundu, 2003), yaitu: a) field independent adalah gaya kognitif seseorang dengan tingkat kemandirian yang tinggi dalam mencermati suatu rangsangan tanpa ketergantungan dari faktor-faktor luar dan kurang dapat bekerja sama, b) field dependent adalah gaya kognitif seseorang yang cenderung dan sangat bergantung pada sumber informasi dari luar dan bekerja sama lebih baik dengan orang lain. Witkin, Moore and Goodenough (dalam Nurdin, 2005) mengemukakan bahwa orang yang memiliki gaya kognitif field independent lebih suka memisahkan bagian-bagian dari sejumlah pola dan menganalisis pola berdasarkan komponen-komponennya, sedangkan orang yang memiliki gaya kognitif field dependent cenderung memandang suatu pola sebagai keseluruhan, tidak memisahkan ke dalam bagian-bagiannya.
Nasution mengemukakan bahwa mahasiswa yang bergaya kognitif field dependent sangat dipengaruhi atau bergantung pada lingkungan, sedangkan mahasiswa yang bergaya kognitif field independent tidak atau kurang dipengaruhi oleh lingkungan. Witkin menyatakan bahwa orang yang mempunyai gaya kognitif field independent merespon suatu tugas cenderung bersandar atau berpatokan pada syarat-syarat dari dalam diri sendiri, sedangkan orang yang memiliki gaya kognitif field dependent melihat syarat lingkungan sebagai petunjuk dalam merespon suatu stimulus. Winkel mengemukakan bahwa orang yang bergaya kognitif field dependent cenderung memandang suatu pola sebagai keseluruhan dan kerap lebih berorientasi pada sesama manusia serta hubungan sosial, sedangkan orang yang bergaya kognitif field independent cenderung untuk lebih memperhatikan bagian dan komponen dalam suatu pola dan kerap pula lebih berorientasi pada penyelesaian tugas dari pada hubungan sosial. Menurut Lamba (2006) gaya kognitif seseorang dapat dilihat dari sikap dan perilaku, seperti keuletan, ketekunan, daya tahan, keberanian menghadapi tantangan, dan kegairahan serta kerja keras.
Gaya Kognitif Field Independent
Menurut Witkin, et.al (dalam Candiasa, 2002) karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif field independent, yaitu: 1) memiliki kemampuan menganalisis untuk memisahkan objek dari lingkungan sekitar, sehingga persepsinya tidak terpengaruh bila lingkungan mengalami perubahan, 2) mempunyai kemampuan mengorganisasikan objek-objek yang belum terorganisir dan mereorganisir objek-objek yang sudah terorganisir, 3) cenderung kurang sensitif, dingin, menjaga jarak dengan orang lain, dan individualistis, 4) memilih profesi yang bisa dilakukan secara individu dengan materi yang lebih abstrak atau memerlukan teori dan analisis, 5) cenderung mendefinisikan tujuan sendiri, dan 6) cenderung bekerja dengan mementingkan motivasi intrinsik dan lebih dipengaruhi oleh penguatan instrinsik.
Secara ringkas ciri-ciri individu field independent dalam belajar yaitu: 1) memfokuskan diri pada materi kurikulum secara rinci, 2) memfokuskan diri pada fakta dan prinsip, 3) jarang melakukan interaksi dengan dosen, 4) interaksi formal dengan dosen hanya dilakukan untuk mengerjakan tugas, dan cenderung memilih penghargaan secara individu, 5) lebih suka bekerja sendiri, 6) lebih suka berkompetisi, dan 7) mampu mengorganiskan informasi secara mandiri (Liu & Ginter, 1999; Musser, 1997).
Musser (1997) mengemukakan kondisi pembelajaran yang dapat menunjang mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent agar belajar secara maksimal, antara lain: 1) pembelajaran yang menyediakan lingkungan belajar secara individual atau mandiri, 2) disediakan lebih banyak kesempatan untuk belajar dan menemukan sendiri suatu konsep atau prinsip, 3) disediakan lebih banyak sumber dan materi belajar, 4) pembelajaran yang hanya sedikit memberikan petunjuk dan tujuan, 5) mengutamakan intruksi dan tujuan secara individual, dan 6) disediakan kesempatan untuk membuat ringkasan, pola, atau peta konsep berdasakan pemikirannya.
Individu yang bergaya kognitif field independent mempunyai kecenderungan untuk mencapai prestasi lebih tinggi dari pada kecenderungannya menghindari kegagalan. Mereka selalu optimis akan berhasil dan cenderung akan mencapai prestasi yang maksimal. Individu yang mempunyai gaya kognitif field independent apabila dihadapkan pada tugas-tugas yang kompleks dan bersifat analitis cenderung melakukannya dengan baik, dan apabila berhasil, antusias untuk melakukan tugas-tugas yang lebih berat lebih baik lagi dan mereka lebih senang untuk bekerja secara mandiri.
Gaya Kognitif Field Dependent
Witkin, et.al (dalam Candiasa, 2002) juga mengidentifikasi 6 karakteristik dari individu yang memiliki gaya kognitif field dependent, yaitu: 1) cenderung berpikir global, memandang objek sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya, sehingga persepsinya mudah terpengaruh oleh perubahan lingkungan, 2) cenderung menerima struktur yang sudah ada karena kurang memiliki kemampuan merestrukturisasi, 3) memiliki orientasi sosial, sehingga tampak baik hati, ramah, bijaksana, baik budi, dan penuh kasih sayang terhadap individu lain, 4) cenderung memilih profesi yang menekankan pada kemampuan sosial, 5) cenderung mengikuti tujuan yang sudah ada, 6) cenderung bekerja dengan mengutamakan motivasi eksternal dan lebih tertarik pada penguatan eksternal, berupa hadiah, pujian atau dorongan dari orang lain.
Ciri-ciri individu field dependent dalam belajar (Liu & Ginter, 1999; Musser, 1997), yaitu: 1) menerima konsep dan materi secara umum, 2) agak sulit menghubungkan konsep-konsep dalam kurikulum dengan pengalaman sediri atau pengetahauan awal yang telah mereka miliki, 3) suka mencari bimbingan dan petunjuk dari dosen, 4) memerlukan hadiah atau penghargaan untuk memperkuat interaksi dengan dosen, 5) suka bekerja dengan orang lain dan menghargai pendapat dan perasaan orang lain, 6) lebih suka bekerja sama daripada bekerja sendiri, dan 7) lebih menyukai organisasi materi yang disiapkan oleh dosen.
Individu yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih cenderug mengantisipasi kegagalan dengan memilih tugas-tugas yang mudah dan sifatnya harus banyak bimbingan.
Menurut Musser (1997) kondisi pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent belajar secara maksimal, antara lain: 1) belajar secara kelompok atau belajar dalam lingkungan belajar sosial, 2) diberikan lebih banyak petunjuk secara jelas dan eksplisit, 3) disediakan strategi tertentu sebelum melakukan suatu instruksi, 4) disajikan lebih banyak umpan balik, 5) disajikan informasi secara umum atau garis–garis besarnya, dan 6) disediakan banyak contoh.
Implikasi gaya kognitif mahasiswa yang field dependen-field independent dalam pembelajaran dapat dirangkum dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Implikasi Gaya Kognitif Mahasiswa dalam Pembelajaran
NO
Gaya kognitif field dependent
Gaya kognitif field independent
1
Penerimaan secara global
Penerimaan secara analitis
2
Memahami secara global struktur yang diberikan
Memahami secara artikulasi dari struktur yang diberikan atau pembatasan
3
Membuat perbedaan yang umum dan luas antara konsep, melihat hubungan/ keterkaitan
Membuat perbedaan konsep yang spesifik dengan sedikit mungkin tumpang tindih
4
Orientasi sosial
Orientasi pada perorangan
5
Belajar materi yang lebih bersifat sosial
Belajar materi sosial hanya sebagai tugas yang disengaja
6
Materi yang baik adalah materi yang relevan dengan pengalamannya
Belajar materi sosial hanya sebagai tugas yang disengaja
7
Memerlukan bantuan luar dan penguatan untuk mencapai tujuan
Tujuan dapat dicapai dengan penguatan sendiri
8
Memerlukan pengorganisasian
Bisa dengan situasi struktur sendiri
9
Lebih dipengaruhi oleh kritik
Kurang dipengaruhi oleh kritik
10
Menggunakan pendekatan penonoton untuk mencapai konsep
Menggunakan pendekatan pengetesan hipotesis dalam pencapaian konsep
(Nurdin, 2005)
Kajian Heller (dalam Lamba, 2006) menyimpulkan ada 6 karakteristik gaya kognitif yang nampak konsisten ditemukan dalam konteks sekolah, yaitu (1) individu yang memiliki field independent lebih menyukai terlibat dalam situasi di mana ada resiko gagal. Sebaliknya, indifidu yang memiliki gaya kognitif field dependent cenderung memilih tugas-tugas yang mudah, (2) faktor kunci yang memotivasi individu bergaya kognitif field independent adalah kepuasan intrinsik dari keberhasilan itu sendiri, bukan pada ganjaran ekstrinsik, seperti uang atau prestise. Individu yang memiliki gaya kognitif field independent akan bekerja keras agar berhasil, (3) cenderung membuat pilihan atau tindakan yang realistis, dalam menilai kemampuannya dengan tugas-tugas yang dikerjakan, (4) Individu yang memiliki gaya kognitif field independent menyukai situasi di mana ia dapat menilai sendiri kemajuannya dan pencapain tujuannya, (5) individu yang bergaya kognitif field independent perspektif waktu jauh ke depan, dan (6) individu yang bergaya kognitif field independent tidak selalu menunjukkan rata-rata nilai yang tinggi di sekolah.
2.1.2 Tinjauan Tentang Konsep Diri
2.1.2.1 Pengertian Konsep Diri
Manusia senantiasa berinteraksi dengan lingkungan baik sesama manusia maupun dengan alam sekitarnya. Dalam konteks interaksi dengan sesama seseorang tidak hanya berusaha mengerti tentang persoalan dan prilaku orang lain, namun juga berusaha untuk mengerti tentang dirinya sendiri dalam rangka mengadaptasi diri. Melalui komunikasi akan akan terbentuk saling pengertian, tumbuh rasa saling menyayangi, persahabatan menyebarkan pengetahuan dan melestarikan peradaban. Demikian pula dengan komunikasi juga dapat menimbulkan permusuhan dan perpecahan serta dapat merintangi kemajuan.
Konsep diri merupakan bagian penting dalam perkembangan kepribadian. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini termasuk persepsi individu terhadap sifat dan kemampuan, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan. Secara umum, Campbell at al., 1966 (dalam Syamsul B. T, 2010) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan pandangan penilaian dan kepercayaan terhadap dirinya, sebagai sekema kognitif tentang diri sendiri yang mencakup sifat-sifat, nilai-nilai, peristiwa-peristiwa dan memori semantik tentang diri sendiri serta control terhadap pengolahan informasi diri yang relevan. Secara lebih luas, konsep diri dirumuskan sebagai skema kognitif atau pandangan dan penilaian tentang diri sendiri, yang mencakup atribut-atribut spesifik yang terdiri atas komponen pengetahuan dan komponen evaluatif. Komponen pengetahuan termasuk sifat-sifat karakteristik fisik, sedangkan komponen evaluatif termasuk peran, nilai-nilai, kepercayaan diri, harga diri dan evaluasi diri global.
Konsep diri menggambarkan pengetahuan tentang diri sendiri yang mencakup konsep diri jasmaniah, konsep diri sosial dan konsep diri akademik. Konsep diri merupakan filter dan mekanisme yang mewarnai keseharian. Siswa yang memiliki konsep diri positif menjadi tidak cemas dalam menghadapi situasi baru, mampu bergaul dengan teman sebayanya, lebih kooperatif dan mampu mengikuti aturan dan norma-norma yang berlaku. Siswa yang menunjukkan konsep diri yang rendah atau negatif, akan memandang dunia di sekitarnya secara negatif. Sebaliknya, siswa yang memiliki konsep diri yang tinggi atau positif, cenderung memandang dunia sekitarnya positif.
Konsep diri sebagai pandangan yang dimiliki setiap orang mengenai dirinya sendiri yang terbentuk, baik melalui pengalaman atau pengamatan terhadap diri sendiri, baik konsep diri secara umum maupun konsep diri secara spesifik termasuk konsep diri dalam kaitannya dalam bidang akademik, karier, atlentik, kemampuan artistik dan fisik. Konsep diri merupakan verifikasi diri, konsisten diri dan kompleksitas diri yang terbuka untuk interprestasi sehingga secara umum berkaitan dengan pembelajaran dan menjadi mediasi variabel motivasi dan pilihan tugas-tugas pembelajaran, Black & Bornholt (2000) (dalam Syamsul B. T., 2010).
Konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu bersangkutan (Chaplin, 2000: 451). Konsep diri dapat diartikan sebagai suatu gambaran mental seseorang mengenai dirinya atau penilaian terhadap dirinya. Dapat pula diartikan sebagai kepercayaan siswa terhadap kemampuan sendiri untuk melakukan suatu tugas/ tindakan yakni tindakan belajar.
Mengacu pada pengertian konsep diri, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan gambaran diri, penilaian diri dan penerimaan diri yang bersifat dinamis, yangterbentuk melalui ersepsi dan interprestasi terhadap diri dan lingkungan, mencakup konsep diri umum (general self-consept) dan konsep yang lebih spesifik (spesifik self-consept) dan konsep diri yang lebih spesifik (spesifik self-consept) termasuk konsep diri akademik, sosial dan fisik.
Konsep diri ini sangat besar peranannya bagi siswa yang bersangkutan, sebab konsep diri ini merupakan pusat semua prilaku individu. Dengan demikian prilaku belajar dan prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh konsep diri. Konsep diri adalah bagaimana orang berpikir tentang dirinya dan nilai apa yang diletakkan pada dirinya. Hal-hal seperti ini akan menentukan konsep dirinya. Konsep diri sangat penting artinya dalam menentukan tujuan yang akan dirumuskan dalam sikap yang dipegang, tingkah laku yang diprakasai dan respon yang dilakukan terhadap orang lain dan lingkungannya (Cohen, 1976).
Berdasarkan kajian di atas dalam penelitian ini meneliti variable konsep diri digunakan dasar teori Cohen (1976). Yang menyatakan bahwa konsep diri adalah pandangan, penilaian dan kepercayaan seseorang mengenai dirinya baik menyangkut aspek fisik, aspek akademis, maupun aspek sosial.
2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri seseorang sebagaimana yang di kemukakan oleh para ahli dalam tulisan-tulisannya. Menurut Louisajanda (1978 :132) yang mengatakan bahwa seseorang anak tidak membawa konsep diri sejak lahir. Menurutnya anak-anak secara perlahan-perlahan belajar untuk mendefinisikan dirinya berpijak pada cara-cara oranglain memperlakukan dirinya. Karena kebanyakan anak-anak memulai interaksinya dirumah, maka orang tua dan pengasuh adalah penentu utama pembentukan konsep diri anak, individu-individu lain yang juga turut berperan adalah saudara kandungnya, teman-temannya, pare guru serta orang-orang lain yang berpengaruh dimata anak. Selain Louisayjanda, ahli lain seperti Ausubel (dalam Dinkmeyer, 1965 :184) juga menyimpulkan bahwa konsep diri individu merupakan produk sosial yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman dengan sesama, orang tua, teman sebaya, maupun masyarakat lainnya.
Konsep yang tidak jauh berbeda dengan kedua ahli di atas dikemukakan oleh Rakhmat (1986 : 126) yang merangkum pendapat beberapa orang ahli. Rakhman menyebutkan bahwa ada dua faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang. Kedua faktor tersebut adalah faktor faktor orang lain dan faktor kelompok rujukan. Dengan melihar pendapat-pendapat di atas, maka berikut ini dipaparkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.
Faktor Orang Lain
Jika seseorang diterima oleh orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, maka orang tersebut juga cenderung akan bersikap menerima dan menghormati dirinya. Sebaliknya, apabila seseorang selalu merasa diremehkan, maka ia cenderung akan bersikap tidak menyenangi dirinya. Selain itu, tetap harus diingat bahwa tidak semua oramg mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri seseorang. Ada beberapa orang yang memberikan pengaruh sangat kuat, yaitu orang-orang yang sangat dekat diri seseorang seperti orang tua, saudara dan orang-orang yang tinggal dalam satu rumah.
Faktor Kelompok Rujukan
Kelompok rujukan yang dimaksud dalam hal ini adalah kelompok yang dikaitkan dengan hubungan sosial di masyarakat. Dalam kaitannya dengan pergaulan di sekolah, perkembangan konsep diri seseorang sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan para guru.
Apabila seseorang merasa dirinya diterima dan dihormati oleh teman sebaya dan oleh guru, hal itu akan membentuk konsep diri yang positif pada dirinya. Akan tetapi, apabila seseorang merasa tidak diterimadan tidak dihormati keberadaannya, maka kondisi ini akan berimplikasi pada terbentuknya konsep diri negatif dalam dirinya.
2.1.2.3 Ciri-Ciri Konsep Diri
Seperti halnya dengan teori-teori kepribadian lainnya konsep diri secara ekstrim selalu digambarkan berada dalam dua kutub, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Untuk memudahkan mengidentifikasi mereka yang memiliki konsep diri tinggi dan mereka yang memiliki konsep diri rendah maka kita perlu mencari ciri-ciri kedua konsep diri tersebut.
Brooks dan Emmert (1976), sebagaimana yang dikutip oleh Rakhmat (1996: 132), mendeskripsikan mereka yang memiliki konsep diri tinggi dapat diidentifikasi melalui beberapa ciri, yaitu (1) mereka merupakan orang yang yakin akan kemampuannya dalam mengatasi suatu permasalahan, (2) mereka merupakan orang yang sadar benar bahwa masyarakat tidak dapat sepenuhnya menyetujui setiap perasaan, keinginan dan perilakunya. (3) mereka adalah orang yang mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadiannya yang kurang baik dan mengubahnya, (4) mereka adalah orang yang merasa dirinya setara dengan orang lain, dan (5) mereka merupakan tipe orang yang menerima pujian tanpa rasa malu.
Selain ciri di atas, Brooks dan Emmert serta ahli lainnya, yaitu Hamacheck (dalam Rakhmat, 1996 : 132) juga mengidentifikasi bahwa ada sebelas indikator untuk mengenali orang yang memiliki konsep diri positif, yaitu: (1) mereka merupakan orang yang meyakini benar nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu, serta bersedia mempertahankan walaupun menghadapi pendapat kelompok yang lebih kuat. Namun mereka juga merasa lebih kuat untuk mengubah prinsip-prinsipnya apabila pengalaman dan bukti-bukti menunjukkan bahwa mereka memang keliru, (2) mereka adalah orang-orang yang mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah secara berlebihan, atau menyesali tindakannya apabila orang lain tidak menyetujui tindakan mereka, (3) mereka tidak mau membuang-membuang waktu dengan mencemaskan hal-hal yang akan terjadi nanti, hari ini maupun yang telah terjadi, (4) mereka memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika mereka menemui kegagalan atau kemunduran, (5) mereka merasa sama dengan orang lain meskipun mereka sadar bahwa sebagai manusia tiap orang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadap mereka, (6) mereka sanggup menerima dirinya sebagai orang yang mampu dan bernilai bagi orang lain, setidak-tidaknya bagi sahabat-sahabat mereka, (7) mereka dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah, (8) mereka cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya, (9) mereka mampu mengakui pada orang lain bahwa mereka merasakan berbagai dorongan dan keinginan dari perasaan marah sampai cinta, dari perasaan sedih sampai bahagia, serta perasaan kecewa sampai puas yang mendalam pula, (10) mereka mampu menikmati diri mereka secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu, (11) mereka peka pada kebutuhan orang lain, kebutuhan sosial yang telah diterima, terutama sekali pada gagasan mereka tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
Sebaliknya Emmert (dalam Rakhmat), 1996 : 131) juga mengemukakan ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif. Mereka digambarkan melalui lima cirri; (1) ia tidak tahan menerima kritik dan mudah marah. Baginya, koreksi sering dipersepsikan sebagai upaya untuk menjatuhkan dirinya. Ia juga berusaha menghindari dialog yang terbuka serta senantiasa berusaha untuk mempertahankan pendapatnya dengan berbagai cara pembenaran atau logika yang keliru, (2) ia sangat responsif terhadap pujian meskipun sering berpura-pura menghindari pujian, (3) ia bersifat hiperkritis terhadap orang lain dengan selalu mengeluh, mencela, meremehkan apa saja dan siapa saja, (4) ia cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain sehingga ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh. Karena itu , ia tidak dapat menciptakan kehangatan dan keakraban persahabatan, (5) ia bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terlihat dari keengganannya bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.
2.1.3 Tinjauan Tentang Pemahaman Konsep
Menurut Parera (1993) pemahaman mencakup pengertian hubungan baik secara lisan maupun secara tertulis dalam bentuk verbal dan simbolik. Tujuan khas dari pemahaman ini adalah pelajar/mahasiswa dapat mengerti, mengatakan dengan kata-kata sendiri, menerjemahkan, menafsirkan dan sebagainya. Pemahaman merupakan rekonstruksi makna dan hubungan-hubungan, bukan hanya sekedar proses asimilasi dari pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.
Pemahaman adalah suatu proses mental terjadinya adaptasi dan transformasi ilmu pengetahuan (Gardner, 1999b). Artinya bahwa pemahaman bukan hanya sekedar proses asimilasi dari pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya (existing knowledge), tetapi restrukturisasi makna melalui proses akomodasi. Dalam beberapa taksonomi pembelajaran, pemahaman menduduki posisi pada tingkatan kognitif yang berbeda. Berdasarkan taksonomi Gagne, pemahaman berada pada level informasi verbal (verbal information), menurut taksonomi Bloom pada level comprehension, menurut taksonomi Anderson pada level pengetahuan deklaratif (declarative knowlwdge), berdasarkan taksonomi Merrill pada level remember paraphrased, dan menurut taksonomi Reigeluth pada level memahami hubungan-hubungan (understand relationship) (Reigeluth & Moore, 1999). Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa pemamahan memerlukan prasyarat pengetahuan pada level yang lebih rendah dan merupakan prasyarat untuk meraih pengetahuan pada level yang lebih tinggi seperti penerapan, analisis, sintesis, evaluasi, wawasan, dan kebijakan seseorang.
Pemahaman merupakan prasyarat untuk mencapai pengetahuan atau kemampuan pada tingkat yang lebih tinggi, baik pada konteks yang sama maupun pada konteks yang lebih tinggi. Pembelajaran untuk pemahaman harus memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki mahasiswa Dochy, 1996 (dalam Warpala 2006).
Pengertian konsep dikemukan oleh Rosser (Dahar, 2006), menyatakan bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Karena konsep-konsep itu adalah abstraksi berdasarkan pengalaman dan tidak ada dua orang yang memiliki pengalaman yang sama persis, maka konsep-konsep yang dibentuk setiap orang akan berbeda pula. Walau berbeda tetapi cukup untuk berkomunikasi menggunakan nama-nama yang diberikan pada konsep-konsep itu yang telah diterima. Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami konsep, situasi dan fakta yang diketahui, serta dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, dengan tidak mengubah artinya Purwanto (2008: 11). Menurut Bloom (Akhmad sudrajat, 2008), segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Salah satu yang termasuk ke dalam ranah kognitif yaitu pemahaman (comprehension). Pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu tersebut diketahui dan diingat, dengan kata lain memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. Kilpatrick dan Findell (Dasari 2002: 21) mengemukakan indikator pemahaman konsep yaitu: 1) Kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari. 2) Kemampuan memberi contoh dari konsep yang telah dipelajari. 3) Kemampuan mengaitkan berbagai konsep yang telah dipelajari.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep IPA adalah cara seseorang memahami suatu konsep IPA yang telah didapat melalu serangkaian kajadian atau peristiwa yang dilihat maupun didengar yang tersimpan dalam pikiran dan yang nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (Linda, 2012).
2.1.4 Profil Jurusan PGSD Undiksha
2.1.4.1 Identitas Jurusan PGSD Undiksha
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar didirikan pada tanggal 1 September 2006 dengan nomor SK pendirian 3331/D/T/2006. Berdasarkan SK Rektor Universitas Pendidikan Ganesha No.1103/H48/PP/2009 tentang dosen tetap jurusan pendidikan guru sekolah dasar maka jurusan PGSD telah memiliki dosen tetap sebanyak 70 orang dosen (Jurusan PGSD, 2011). Kualifikasi dosen Jurusan PGSD saat ini, S2:53 orang, S3:3 orang, dan S1:1 orang. Dosen yang sedang mengikuti S3:2 orang. Pelaksanaan pembelajaran di PGSD di dukung oleh dosen-dosen dari jurusan lain untuk matakuliah tertentu. Di samping itu, sejak tahun 2009 juga telah diterima dosen tidak tetap sebanyak 16 orang. Pengangkatannya dilakukan berdasarkan SK Rektor sesuai dengan kebutuhan dan usul dari jurusan.
Jurusan PGSD berada di bawah Fakultas Ilmu Pendidikan. Jurusan dipimpin oleh seorang ketua jurusan dibantu oleh sekretaris jurusan dan ketua Lab. Jurusan PGSD membawahi 2 UPP yaitu UPP Singaraja dan UPP Denpasar. Masing-masing UPP dipimpin oleh seorang ketua UPP dibantu oleh sekretaris UPP. Ketua jurusan, sekretaris, dan ketua Lab jurusan PGSD dipilih berdasarkan rapat pimpinan fakultas. Pemilihan ketua dan sekretaris UPP dilakukan melalui rapat dosen UPP. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, pimpinan jurusan termasuk civitas akademika lainnya berpedoman pada pedoman studi yang memuat tentang aturan, disiplin, dan etika yang harus dipenuhi.
Pola kepemimpinan jurusan menggunakan pola kepemimpinan demokratis. Setiap program yang dirancang dan dilaksanakan oleh jurusan ditetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat melalui rapat rutin jurusan setiap bulan atau rapat insidental oleh staf pengelola jurusan. Setiap dosen jurusan PGSD wajib melaksanakan Tri Dharma PT dengan baik. Dosen yang dilibatkan mengajar tidak hanya dari dosen Jurusan PGSD, tetapi juga dosen dari Jurusan lain atau fakultas lain di lingkungan Undiksha. Beberapa mata kuliah diampu oleh dosen luar biasa. Kegiatan dosen dalam P2M dan kegiatan akademik lainnya berjalan dengan baik. Para dosen PGSD diberi kesempatan yang sama dalam bersaing memperebutkan dana penelitian dan P2M dari Fakultas maupun Universitas. Namun demikian, kemampuan para dosen dalam menyusun proposal untuk memperoleh dana di tingkat pusat (Dikti), penulisan menulis karya ilmiah pada majalah nasional dan internasional masih rendah.
Adapun visi jurusan PGSD yakni mewujudkan jurusan PGSD yang mampu mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta menghasilkan guru sekolah dasar yang cerdas dan berdaya saing tinggi, dengan misi menyelenggarakan Tri Dharma Perguruan Tinggi (PT) dalam bidang kependidikan untuk menghasilkan guru sekolah dasar yang cerdas dan berdaya saing tinggi dalam bidang profesi akademik dan profesi. Untuk meraih visi dan misi tersebut maka jurusan PGSD undiksha memiliki target maupun tujuan sebagai indikator keberhasilan mengemban amanah pendidikan. Dengan mencetak tenaga pendidik yang : 1) Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2) Memiliki kesadaran tinggi sebagai warga negara dari masyarakat dan bangsa yang pancasilais, 3) Memiliki kemampuan mengenal peserta didik secara mendalam, 4) Menguasai bidang studi, 5) Memiliki kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, 6) Memiliki kemampuan profesional secara berkelanjutan, 7) Memiliki kebiasaan, nilai, dan kecendrungan pribadi yang menunjang perkembangan profesi, 8) Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara sosial, dan profesional dengan lingkungan sejawat maupun masyarakat, 9) Memiliki kemandirian dan beretos kerja tinggi.
2.1.4.2 Profil Mahasiswa dan Lulusan Jurusan PGSD
1. Sistem Seleksi
Sejak tahun akademik 2008/2009, Jurusan PGSD menerima mahasiswa melalui tiga jalur yaitu: jalur Penerimaan Mahasiswa Jalur Khusus (PMJK), Sistem Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), dan Penerimaan Mahasiswa Jalur Lokal (PMJL) yang dilaksanakan secara terpusat di tingkat institusi. Jumlah mahasiswa yang diterima secara keseluruhan mengacu pada hasil rapat koordinasi yang dilakukan sebelumnya antara lembaga Undiksha dan seluruh Kepala Dinas Pendidikan di Bali. Dalam rapat tersebut, diputuskan banyaknya calon mahasiswa yang akan diterima dari setiap kabupaten/kota.
2. Profil
Jumlah mahasiswa yang diasuh di Jurusan PGSD adalah sebanyak 2321 orang, yang terdiri atas 2000 orang mahasiswa reguler (semester II, IV, VI dan VIII), 321 orang non reguler (alih kredit) (Laporan Evaluasi Diri, 2010). Mahasiswa sebanyak itu adalah mahasiswa yang diterima dalam 4 angkatan, yaitu tahun 2006/2007, 2007/2008, 2008/2009, dan 2009/2010. Pada tahun 2006 mahasiswa yang diterima sebanyak 96 orang dari jalur reguler. Pada tahun 2007, jumlah mahasiswa yang diterima sebanyak 664 orang yang terdiri dari 605 orang mahasiswa program reguler dan 59 orang mahasiswa dari program nonreguler (alih kredit). Pada tahun 2008, jumlah mahasiswa yang diterima sebanyak 723 orang, yang berasal dari 607 orang mahasiswa progran reguler dan 116 orang program non reguler. Pada tahun 2009, jumlah mahasiswa yang diterima adalah 812 orang, yang berasal dari 667 orang mahasiswa program reguler dan 145 orang mahasiswa program nonreguler (alih kredit). Hal ini, menunjukkan bahwa animo masyarakat untuk melanjutkan studi di Jurusan PGSD cukup tinggi.
Dengan adanya sistem seleksi tiga jalur, diharapkan kualitas mahasiswa akan semakin meningkat. Mahasiswa yang diterima sebagian besar berasal dari daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali. Usia mahasiswa berkisar antara 19 tahun sampai dengan 22 tahun. Dilihat dari jenis kelaminnya, mahasiswa Jurusan PGSD lebih banyak wanita dibandingkan dengan pria, dengan rasio sekitar 60 % wanita dan 40 % laki-laki.
Dilihat dari latar belakang sosial ekonominya, sebagian besar mahasiswa berasal dari golongan menengah ke bawah. Sejak tahun 2008, mahasiswa Jurusan PGSD penerima beasiswa PPA sebanyak 93 orang, beasiswa jenis BBM sebanyak 48 orang, beasiswa supersemar 4 orang, beasiswa PPE 1 orang, beasiswa BRI 4 orang, beasiswa Pemda tingkat I sebanyak 4 orang, beasiswa Dikluspora 10 orang, dan beasiswa BKN 96 orang. Untuk tahun 2009 penerima beasiswa terdiri dari PPA 108 orang, beasiswa BBM 82 orang, beasiswa supersemar 31, beasiswa BRI 8 orang, beasiswa Dikluspora 23 orang, dan beasiswa BKN 51 orang. Jumlah dosen yang dilibatkan sebagai pengajar di Jurusan PGSD adalah 70 orang, yang terdiri dari dosen dengan home base PGSD (56 orang), dosen kontrak (4 orang), dan dosen luar biasa (10 orang). Dengan demikian, perbandingan antara jumlah dosen dengan jumlah mahasiswa adalah 1:33.
Kesempatan mahasiswa untuk terlibat dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan kegiatan ekstrakurikluler tergolong tinggi. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis organisasi yang ada di Undiksha, baik Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) PGSD, Senat Mahasiswa Fakultas (SMF), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), maupun Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM). Kegiatan ekstrakurikuler di tingkat jurusan, fakultas, maupun universitas meliputi kegiatan: seni tari, seni tabuh, pramuka, olahraga, pesantian, teater, dan porseni. Namun, tingkat partisipasi mahasiswa dalam kegiatan akademik maupun non akademik masih tergolong rendah, karena persentase keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan akademik seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), seminar, dan penelitian masih tergolong rendah. Saat ini, keterlibatan mahasiswa Jurusan PGSD dalam kegiatan penulisan karya ilmiah baru mencapai 25 orang (0,99%). Demikian pula dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang lain. Manifestasinya adalah keterlibatan mahasiswa Jurusan PGSD dalam organisasi kemahasiswaan (HMJ) baru mencapai 65 orang (2,8%).
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang kajian gaya kognitif telah dilakukan oleh Darmayanti (2013) yang berjudul Pengaruh Model Collaborative Teamwork Learning Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Pemahamanan Konsep Fisika ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa SMA. Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Gianyar. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara model pembelajaran dan gaya kognitif siswa dalam pencapaian keterampilan proses sains dan pemahaman konsep fisika siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Madiya (2012) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Prestasi Belajar Kimia dan Konsep Diri Siswa SMA Ditinjau dari Gaya Kognitif menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap prestasi belajar kimia dan konsep diri siswa SMA N 1 singaraja. Penelitian yang dilakukan oleh Rini (2012) dengan judul Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia dan Gaya Kognitif terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Negeri Lubuk Pakam menunjukkan hasil berupa terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis multimedia dan gaya kognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.
Penelitian Reta (2012) tentang Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa kelas X SMAN 1 Gianyar menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis antara kelompok siswa yang belajar melalui model PBLdengan kelompok siswa yang belajar dengan model PK pada kelompok tipe gaya kognitif. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Dona, dkk (2012) dengan judul Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Sesuai Dengan Gaya Kognitif Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013, diperoleh hasil terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis dalam pemecahan masalah matematika sesuai dengan tipe gaya kognitif siswa. Sulistyowati (2010) telah meneliti tentang Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dan Gaya Kognitif terhadap Sikap Nasionalisme Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Kuta Kabupaten Badung Tahun Pelajaran 2009-2010, dengan hasil terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara pembelajaran Kontekstual dan gaya kognitif siswa terhadap sikap nasionalisme dengan FAB(Hitung) = 254,358 yang signifikan pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan temuan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dan gaya kognitif dapat meningkatkan sikap nasionalisme siswa.
Penelitian tentang gaya kognitif juga dilakukan oleh Eka (2014) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Perubahan Konseptual Terhadap Pemahaman Konsep Siswa Ditinjau Dari Gaya Kognitif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan terdapat perbedaan pemahaman konsep antara kelompok siswa yang belajar dengan perubahan konseptual dan konvensional untuk siswa yang memiliki gaya kognitif.
Penelitian tentang kajian konsep diri telah dilakukan oleh Qondias (2012) yang meneliti tentang Determinasi Ketahanmalangan dan Konsep Diri terhadap Motivasi Berprestasi dalam Kaitannya dengan Hasil Belajar IPS kelas VIII SMP N 3 Singaraja, menunjukkan bahwa ketahanmalangan dan konsep diri serta motivasi berpretasi berkontribusi terhadap hasil belajar siswa. Penelitian oleh Chadidjah dan Diah Arina S (2011) dengan judul Kefektifan Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Metode Diskusi untuk Mengembangkan Konsep Diri Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Wonosari Tahun pelajaran 2011/2012, membuktikan layanan bimbingan kelompok dengan metode diskusi efektif untuk mengembangkan konsep diri pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Wonosari dengan hasil yang sangat signifikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Niyoko dan Salamah (2010) tentang Hubungan Antara Konsep Diri Kemampuan Akademik dan Prestasi Belajar IPS dengan Kesehatan Mental Siswa Kelas V, SD Kanisius Demangan Baru Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun pelajaran 2008/2009, Terdapat hubungan positif dan signifikan antara konsep diri kemampuan akademik dengan kesehatan mental. Resti A. dan Khairani (2013) telah meneliti Korelasi antara Konsep Diri Sosial dengan Hubungan Sosial (Studi Korelasional terhadap Siswa SMP Negeri 2 Padang Panjang), hasilnya terdapat korelasi yang signifikan antara konsep diri sosial dengan hubungan sosial siswa SMP Negeri 2 Padang Panjang.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2012) tentang determinasi konsep diri, ketahanmalangan dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar ekonomi siswa kelas X SMA Saraswati Singaraja menjukkan bahwa terdapat determinasi yang sgnifikan antara konsep diri terhadap hasil belajar ekonomi siswa. Suardana (2010) dalam penelitiannya juga menyatakan pentingnya faktor konsep diri terhadap prestasi belajar. Kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan konsep diri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kualitas layanan guru dalam pembelajaran di SD kecamatan Denpasar Timur, seperti yang diteliti oleh Masna (2011) tentang kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan konsep diri (studi tentang persepsi guru sekolah dasar di kecamatan Denpasar Timur). Hasil penelitian dari Supriadi (2013) dengan judul efek kausal konsep diri akademik dan minat keguruan terhadap ekspektasi karier sebagai guru dan hubungannya dengan sikap profesionalisme keguruan mahasiswa PGSD Undiksha tahun Ajaran 2012/2013 menunjukkan bahwa terdapat efek langsung ekspektasi karier sebagai guru, konsep diri akademik dan minat keguruan terhadap sikap profesionalisme keguruan.
2.3 Kerangka Berpikir
2.3.1 Kontribusi Gaya Kognitif Terhadap Pemahaman Konsep IPA
Gaya kognitif didefinisikan sebagai karakteristik individu dalam merasakan, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Gaya kognitif juga merupakan variasi cara individu dalam menerima, mengingat, dan memikirkan informasi atau sebagai perbedaan cara memahami, menyimpan, mentransfer, menyusun atau mengolah, dan memanfaatkan informasi dan pengalaman-pengalaman yang berasal dari alam sekitar. Gaya kognitif bersifat bipolar (memiliki dua kutub) yakni gaya kognitif field independent dan field dependent, namun dalam hal ini tidak menunjukkan keunggulan salah satu kutub terhadap kutub lainnya. Masing-masing kutub memiliki dampak positif pada situasi tertentu dan memiliki dampak negatif pada situasi yang lain.
Dalam pembelajaran, individu yang memiliki gaya kognitif field independent akan memfokuskan diri pada fakta dan prinsip, jarang melakukan interaksi dengan pengajar, interaksi formal dengan pengajar hanya dilakukan untuk mengerjakan tugas, lebih suka bekerja sendiri, lebih suka berkompetisi, lebih menyukai motivasi intrinsik, lebih suka pada hal-hal yang memerlukan analisis, dan mampu mengorganisasikan informasi secara mandiri. Kemampuan seperti ini, tentunya akan sangat menunjang kinerja mereka dalam pembelajaran yang menghadirkan masalah real yang memerlukan analisis yang lebih kompleks. Siswa yang memiliki gaya kognitif field independent akan lebih tekun belajar, bekerja keras, berusaha semaksimal mungkin, dan tidak membuang-buang waktu karena merasa tertantang, mereka ingin berprestasi.
Individu yang memiliki gaya kognitif field independent lebih tertarik pada desain materi pembelajaran yang memberikan kebebasan untuk mengorganisasikan kembali materi pembelajaran sesuai dengan keperluannya. Materi pembelajaran tersebut cenderung tidak diterima apa adanya melainkan dianalisis terlebih dahulu dan kemudian disusun kembali dengan bahasanya sendiri.
Sedangkan individu yang memiliki gaya kognitif field dependent dalam pembelajaran cenderung menerima konsep dan materi secara umum, agak sulit menghubungkan konsep-konsep dalam kurikulum dengan pengalaman sendiri atau pengetahuan awal yang telah mereka miliki, suka mencari bimbingan dan petunjuk dari pengajar, dan memerlukan hadiah atau penghargaan untuk memperkuat interaksi dengan pengajar, dan lebih menyukai organisasi materi yang disiapkan oleh pengajar. Untuk masalah yang memerlukan analisis yang lebih kompleks individu yang memiliki gaya kognitif field dependent akan mengalami kesulitan dalam memecahkannya.
Berdasarkan karakteristik gaya kognitif individu jika dihubungkan dengan kemampuan pemahaman konsep, maka siswa yang memiliki gaya kognitif field independent akan memiliki pemahaman konsep yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent.
2.3.2 Kontribusi Konsep Diri Terhadap Pemahaman Konsep IPA
Konsep diri individu secara umum dibagi menjadi dua, yaitu : konsep diri tinggi dan konsep diri rendah. Seseorang individu yang memiliki konsep diri tinggi akan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi terhadap kemampuannya sendiri dalam melakukan tugas. Seseorang yang memiliki konsep diri tinggi akan memiliki karakter-karakter seperti : (1) yakin akan kemampuannya untuk mengatasi masalah, (2) merasa setaraf dengan orang lain, (3) menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, gagasan dan perilaku yang tidak seluruhnya sama dengan yang lain, (4) mampu memperbaiki dirinya dan berusaha untuk mengubahnya. Dalam belajar, individu dengan karakter seperti ini selalu ingin mengemukakan gagasannya untuk dapat memperbaiki apabila ada gagasan yang tidak sesuai dengan konsep yang benar.
Individu yang memiliki konsep diri yang tinggi akan yakin dengan kemampuannya untuk mengubah gagasannya yang keliru menjadi konsep yang benar, tanpa selalu meniru orang lain. Sebaliknya seseorang yang konsep dirinya rendah akan memiliki kepercayaan diri yang rendah terhadap kemampuanya dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Orang yang memiliki konsep diri yang rendah memiliki karakter seperti : (1) sangat tidak tahan terhadap kritik yang diterimanya, ia mudah marah, (2) cenderung menghindari dialog dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru, (3) responsive sekali terhadap pujian, bagi orang-orang ini segala embel-embel yang menjunjung haega dirinya selalu menjadi pusat perhatiannya, (4) akan bersikap pesimis terhadap kompetisi dan menganggap dirinya tidak akan berdaya untuk menghadapi persaingan.
Orang yang konsep dirinya rendah sulit dan takut untuk mengungkapkan gagasannya, hal ini disebabkan karena dia takut salah dan tidak senang menerima kritik dari orang lain, serta selalu menghindari dialog. Seseorang yang konsep dirinya rendah, dalam belajar selalu ingin melihat kebenaran dari orang lain terlebih dahulu, baru setelahnya berani dan mau melakukannya karena hal itu telah diyakini benar oleh orang lain dan dirinya sendiri.
2.3.3 Kontribusi Gaya Kognitif Dan Konsep Diri Terhadap Pemahaman Konsep IPA
Karakteristik siswa dilihat dari segi gaya kognitif sangat mempengaruhi kemampuan mahasiswa terhadap pemahaman konsep IPA. Gaya kognitif dapat digolongkan menjadi gaya kognitif field independent dan gaya kognitif field dependent. Field independent lebih mengoptimalkan pengelolaan dan analisis informasi secara mandiri. Mahasiswa yang memiliki gaya kognitif ini sangat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent masih sangat bergantung dengan bimbingan guru.
Berdasarkan perbedaan cara pandang, cara berpikir dan kemampuan menganalisis terhadap informasi maka kemampuan pemahaman konsep IPA setiap individu juga akan berbeda. Individu yang memiliki konsep diri tinggi maka kepercayaan akan dirinya juga tinggi serta mampu mengkomfirmasi permasalahan ke orang lain dan lingkungan dengan baik hingga menemukan jawabannya. Namun seseorang dengan konsep diri yang rendah akan sebaliknya, takut, pesimis serta kurang mau bekerjasama menyebabkan individu dengan karakter ini menjadi sulit dan lambat dalam belajar.
Seseorang dengan konsep diri tinggi dan memiliki gaya kognitif field independent akan lebih baik pemahaman konsepnya, serta seseorang dengan konsep diri rendah dan memiliki gaya kognitif field dependent akan kurang pemahaman konsepnya karena perlu bimbingan serta klarifikasi dari orang lain terlebih dahulu.
2.4 Perumusan Hipotesis
Berdasarkan uraian dari landasan teori dan kerangka berpikir yang diungkapkan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.
Terdapat kontribusi antara gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD Undiksha.
Terdapat kontribusi antara konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD Undiksha.
Terdapat kontribusi antara gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD Undiksha.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yaitu suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih. Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variabel-variabel pada suatu faktor berkaitan dengan variabel-variabel pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2006). Dalam penelitian ini akan dicari kontribusi antara variabel gaya kognitif dan variabel konsep diri terhadap variabel pemahaman konsep IPA.
Desain korelasional dasar yaitu, dua atau lebih skor yang diperoleh dari setiap jumlah sampel yang dipilih, satu skor untuk setiap variabel yang diteliti, dan skor berpasangan kemudian dikorelasikan. Koefisien korelasi yang dihasilkan mengindikasikan tingkatan/derajat hubungan antara kedua variabel tersebut. Studi yang berbeda menyelidiki sejumlah variabel,dan beberapa penggunaan prosedur statistik yang kompleks, namun desin dasar tetap sama dalam semua studi korelasional.
Penelitian korelasional mempunyai bermacam jenis rancangan, yaitu (1) korelasi bivariat, (2) regresi dan prediksi (3) regresi jamak, (4) analisis faktor, dan (5) rancangan korelasi yang digunakan untuk membuat kesimpulan kausal. Shaughnessy & Zechmeister, 2000 (dalam Jati R.A., 2013)
1.Korelasi Bivariat
Rancangan penelitian korelasi bivariat adalah suatu rancangan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara dua variabe;. Hubungan antara dua variabel diukur. Hubungan tersebut mempunyai tingkatan dan arah.
Tingkat hubungan (bagaimana kuatnya hubungan) biasanya diungkapkan dalam angka antara -1 dan +1, yang dinamakan koefisien korelasi. Korelai zero (0) mengindikasikan tidak ada hubungan. Koefisiensi korelasi yang bergerak ke arah -1 atau +1, merupakan korelasi sempurna pada kedua ekstrem.
Arah hubungan diindikasikan bahwa semakin tinggi skor pada suatu variabel, semakin tinggi pula skor pada variabel lain atau sebaliknya.
2.Regresi dan Prediksi
Jika terdapat korelasi antara dua variabel, dan kita mengetahui skor pada salah satu variabel, skor pada variabel kedua dapat diprediksikan. Regresi merujuk pada seberapa baik kita dapat membuat prediksi ini. Sebagaimana pendekatan koefisien korelasi baik -1 maupun +1, prediksi kita dapat lebih baik.
3. Regresi Jamak (Multiple Regression)
Regresi jamak merupakan perluasan regresi dan prediksi sederhana dengan penambahan beberapa variabel. Kombinasi beberapa variabel ini memberikan lebih banyak kekuatan kepada kita untuk membuat prediksi yang akurat. Apa yang kita prediksikan disebut variabel kriteria (criterion variabel). Apa yang kita gunakan untuk membuat prediksi, variabel-variabel yang sudah diketahui, disebut variabel prediktor (predictor variables).
4. Analisis faktor
Prosedur statistik ini mengidentifikasi pola variabel yang ada. Sejumlah besar variabel dikorelasikan dan terdapatnya antarkorelasi yang tinggi mengindikasikan suatu faktor penting yang umum.
5. Rancangan Korelasional yang Digunakan untuk Menarik Kesimpulan Kausal
Terdapat dua rancangan yang dapat digunakan untuk membuat pernyataan-pernyataan tentang sebab dan akibat menggunakan metode korelasional. Rancangan tersebut adalah rancangan analisis jalur (path analysis design) dan rancangan panel lintas-akhir (cross-lagged panel design).
Analisis jalur digunakan untuk menentukan mana dari sejumlah jalur yang menghubungkan satu variabel dengan variabel lainnya.
6. Analisis Sistem (System Analysis)
Desain ini melibatkan penggunaan prosedur matemetik yang kompleks/rumit untuk menentukan proses dinamik, seperti perubahan sepanjang waktu, jerat umpan balik, serta unsur dan aliran hubungan.
3.2 Populasi dan Sampling
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karkateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2006). Menurut Zuriah (2006 : 116) populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan faktor manusianya. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). dapat disimpulkan populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang memiliki ciri-ciri yang akan diteliti. Sedangkan sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi. Penarikan sampel diperlukan jika populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti memiliki keterbatasan untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu mendefinisikan populasi target dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan jumlah sampel dan teknik sampling yang digunakan.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester III-VIII Jurusan S1 PGSD Undiksha Tahun Ajaran 2012/2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik strata random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Pupolasi dibagi menjadi tiga stratum, yaitu semester IV, VI dan VIII. Dari masing-masing stratum tersebut kemudian dilakukan pengambilan sampel secara random.
Tabel 3.1 Populasi Penelitian
Semester
Kelas
Jumlah (orang)
Total
Semester IV
A
B
43
39
82 orang
Semester VI
A
B
C
D
E
F
G
H
I
47
45
48
45
45
45
46
44
45
410 orang
Semester VIII
42
42
42
42
41
42
42
42
42
41
42
461 orang
Total POPULASI 952
Sampel kemudian diambil secara simple random sampling dan diperoleh 39 orang dari semester IV kelas B, semester VI kelas A (47 orang) dan kelas B (45 orang), serta semester VIII kelas A (42 orang) dan kelas B (42 orang). Total keseluruhan sampel berjumlah 215 orang.
Variabel Penelitian dan Definisi Variabel
Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel, antara lain: pemahaman konsep sebagai variabel terikat (dependent), gaya kognitif, dan konsep diri sebagai variabel bebas (independent).
Definisi Variabel
Definisi Konsep
Gaya kognitif
Gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam merasakan, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan (Candiasa, 2002). Gaya kognitif adalah cara seseorang dalam memproses, menyimpan, maupun menggunakan informasi untuk merespon suatu tugas atau merespon berbagai jenis situasi lingkungannya
Konsep diri
Konsep Diri adalah keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri (Chaplin, 2002). Konsep diri terbentuk dari interaksi dari individu dengan lingkungannya secara terus menerus mulai sejak lahir. Semenjak masa kanak-kanak, seseorang telah belajar berpikir dan merasakan dirinya ditentukan oleh orang lain dan lingkungannya, seperti orang tua, dosen, teman-teman, atau orang lain disekitarnya.
Pemahaman Konsep IPA
Pemahaman Konsep IPA adalah pemahaman mencakup pengertian hubungan baik secara lisan maupun secara tertulis dalam bentuk verbal dan simbolik (Parera, 1993). Pemahaman merupakan rekonstruksi makna dan hubungan-hubungan, bukan hanya sekedar proses asimilasi dari pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Pemahaman adalah suatu proses mental terjadinya adaptasi dan transformasi ilmu pengetahuan (Gardner, 1999b). Artinya bahwa pemahaman bukan hanya sekedar proses asimilasi dari pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya (existing knowledge), tetapi restrukturisasi makna melalui proses akomodasi.
Definisi Operasional
Gaya kognitif merupakan skor yang diperoleh mahasiswa dalam mengerjakan tes GEFT. Tes GEFT terdiri dari 25 buah soal gambar.
Konsep Diri merupakan skor yang diperoleh siswa dalam menyelesaikan kuesioner yang mencakup 3 indikator, yaitu 1) Pandangan, penilaian dan kepercayaan siswa terhadap kemampuan dan prestasi akademiknya, 2) Tahu keadaan diri sendiri, bisa memposisikan diri, sikap jujur, 3) Pandangan, penilaian dan kepercayaan siswa terhadap bentuk fisik dan penampilannya. Kuisioner yang digunakan berjumlah 37 buah pernyataan dengan rentang skor 1 sampai 5.
Pemahaman Konsep IPA merupakan skor yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal tes pemahaman konsep IPA yang terdiri dari 3 indikator, yaitu 1) Mahasiswa dapat mendefinisikan materi dan perubahannya, 2) Mahasiswa dapat membedakan zat murni dan campuran, membedakan senyawa ion dan kovalen, 3) Mahasiswa dapat membedakan sifat asam, basa, dan garam.
Konstelasi Variabel
Hubungan atau konstelasi variabel gaya kognitif, variabel konsep diri dan variabel pemahaman konsep IPA dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.1 Konstelasi Variabel
Keterangan:
X1 = Variabel Gaya kognitif
X2 = Variabel Konsep Diri
Y = Variabel Pemahaman Konsep IPA
Metode Pengumpulan Data dan Instrumentasi
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu hal yang harus dilakukan guna mencapai tujuan penulisan. Dalam penelitian ini akan digunakan beberapa metode pengumpulan data berupa tes GEFT, kuesioner dan tes pemahaman konsep. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti dimana tiap pertanyaannya berkaitan dengan masalah penelitian. Kuesioner tersebut pada akhirnya diberikan kepada responden untuk dimintakan jawaban. Data gaya kognitif dikumpulkan dengan menggunakan tes GEFT. Data konsep diri akan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Data pemahaman konsep IPA akan di kumpulkan dengan tes pemahaman konsep IPA.
Instrumentasi
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan tiga buah instrumen, yaitu: instrumen Gaya kognitif, instrumen konsep diri dan instrumen pemahaman konsep IPA.
Instrumen Gaya Kognitif
Instrumen yang digunakan untuk mengukur Gaya kognitif adalah tes GEFT. Gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam merasakan, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan terdiri dari komitmen, tanggung jawab, kerjasama, kreatifitas dan etika.
Instrumen Konsep Diri
Instrumen yang digunakan untuk mengukur konsep diri adalah kuesioner yang berisikan skala konsep diri. Dimensi konsep diri terdiri dari kendali, asal-usul, pengakuan, jangkauan dan daya tahan. Kisi-kisi instrumen konsep diri dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen Konsep Diri
Aspek konsep diri
Indikator
No Butir
Jumlah
Konsep diri akademik
Pandangan, penilaian dan kepercayaan siswa terhadap kemampuan dan prestasi akademiknya
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11
11
Konsep diri Umum
Tahu keadaan diri sendiri
Bisa memposisikan diri
Sikap jujur
12,13,14,15,16,17,18,19,20, 21,22,23,24
13
Konsep diri fisik
Pandangan, penilaian dan kepercayaan siswa terhadap bentuk fisik dan penampilannya
25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37
13
Jumlah Total
30
Kuesioner dapat dilihat pada lampiran 2 hal. 116
Instrumen Pemahaman Konsep IPA
Instrumen yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep IPA adalah tes berkriteria. Pemahaman dalam pembelajaran IPA dimaksudkan sebagai kemampuan untuk: (1) mengingat dan mengulang konsep, prinsip, dan prosedur, (2) mengidentifikasi dan memilih konsep, prinsip, dan prosedur, (3) menerapkan konsep, prinsip, dan prosedur dalam kaitannya dengan materi IPA. Pemahaman adalah basic thinking skill yang merupakan dasar untuk pencapaian keterampilan berpikir kritis. Kisi-kisi instrumen pemahaman konsep dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep IPA
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator
Tahap
No Soal
3 Memahami konsep-konsep materi dan perubahannya
3.1 Memahami konsep unsur, senyawa, campuran, atom, ikatan kimia, asam, basa, dan garam
Mahasiswa dapat mendefinisikan materi dan perubahannya.
C2K
1,2, 3, 4, 13,14, 15,17,18,19,20
Mahasiswa dapat membedakan zat murni dan campuran, membedakan senyawa ion dan kovalen.
C4K
5,6,7,8,9,10,11,12,16
Mahasiswa dapat membedakan sifat asam, basa, dan garam
C4K
21,22,23,24,25,26,27,28,29,30
Tes dapat dilihat pada lampiran 3 hal. 120
Masing-masing instrumen diuji validitasnya dan reabilitasnya. Uji validitas adalah uji untuk membuktikan apakah instrumen penelitian valid sedangkan uji reliabilitas adalah uji untuk membuktikan apakah instrumen penelitian reliabel. Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono, 2006). Teknik untuk mengukur validitas kuesioner adalah sebagai berikut dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus korelasi product moment. Item Instrumen dianggap valid jika r hitung > r tabel (kritis). Tingkat signifikansi () yang dipakai adalah 5%. Untuk melihat tabel, baris yang dilihat adalah N-2, dimana N adalah jumlah responden.
Uji Reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. Banyak rumus yang dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas diantaranya adalah rumus Spearman Brown. Untuk mengetahui reliabilitas adalah dengan membandingkan nilai r hasil dengan r tabel. Dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil adalah nilai Alpha Cronbach’s. Ketentuannya adalah bila r Alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel.
Pengukuran validitas dan reliabilitas mutlak dilakukan, karena jika instrumen yang digunakan sudah tidak valid dan reliabel maka dipastikan hasil penelitiannya pun tidak akan valid dan reliable (Sugiyono, 2006).
Validasi Instrumen
Validitas Isi
Validitas isi kuesioner konsep diri dan pemahaman konsep dilakukan melalui uji ahli atau profesional (expert) judment oleh dua pakar. Untuk mengetahui tingkat validitas isi digunakan rumusan Gregory (2000):
Validitas Isi =
Keterangan:
A
=
sel yang menunjukkan kedua penilai/ pakar menyatakan tidak relevan
B dan C
=
sel yang menunjukkan perbedaan pandangan antara penilai/ pakar
D
=
sel yang menunjukkan kedua penilai/ pakar menyatakan relevan
Kriteria validitas isi :
0,80 – 1,00 : validitas isi sangat tinggi
0,60 – 0,79 : validitas isi tinggi
0,40 – 0,59 : validitas isi sedang
0,20 – 0,39 : validitas isi rendah
0,00 – 0,19 : validitas isi sangat rendah
Hasil perhitungan validitas isi oleh dua pakar adalah sebagai berikut:
Validitas Isi Kuesioner Konsep diri
Validitas Isi
= 0,91
Jadi, berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kuesioner konsep diri memiliki validitas isi yang sangat tinggi.
Validitas Isi Tes Pemahaman Konsep IPA
Validitas Isi
= 1
Jadi, berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tes pemahaman konsep IPA memiliki validitas isi yang sangat tinggi.
Validitas Butir
Validitas butir kuesioner konsep diri dan pemahaman konsep IPA dipertimbangkan berdasarkan koefisien korelasi antara skor total dengan skor item. Untuk validitas butir digunakan korelasi product moment dengan rumus :
(Arikunto, 2001)
Keterangan:
X = skor butir
Y = skor total
N = banyaknya responden
Pengujian validitas butir kuesioner dalam penelitian ini dilakukan pada 40 orang mahasiswa semester IV jurusan S1 PGSD Undiksha. Perhitungan dilakukan dengan bantuan program exel. Data hasil uji coba untuk perhitungan validitas disajikan pada tabel-tabel di bawah ini.
Tabel 3.4 Hasil Uji Coba Validitas Kuesioner Konsep Diri
No. Butir
rxy hitung
r(0,05;40)
> atau <
Validitas
Keputusan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
0.450
0.318
0.540
0.536
0.314
0.365
0.649
0.497
0.515
0.688
0.509
0.326
0.140
0.481
0.370
0.329
0.459
0.334
0.314
0.364
0.425
0.508
0.517
0.535
0.404
0.512
0.229
0.412
0.545
0.354
0.409
0.409
0.356
0.342
0.337
0.365
0.091
0.325
0.450
0.235
0.451
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
<
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
<
>
>
>
>
>
>
>
>
>
<
>
>
<
>
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
drop
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
drop
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
drop
valid
valid
drop
valid
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Gugur
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Gugur
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Gugur
Digunakan
Digunakan
Gugur
Digunakan
(Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4 hal. 127)
Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Validitas Tes Pemahaman Konsep IPA
No. Butir
rxy hitung
r(0,05;40)
> atau <
Validitas
Keputusan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
0,336
0.516
0.633
0.580
0.432
0.607
0.559
0.531
0.477
0.672
0.612
0.522
0.743
0.689
0.494
0.303
0.573
0.747
0.149
0.184
0.723
0.222
0.255
0.501
0.681
0.635
0.164
0.749
0.715
0.778
0.592
0.534
0.758
0.769
0.595
0.694
0.678
0.535
0.637
0.538
0.688
0.437
0.479
0.475
0.697
0.505
0.544
0.002
0.005
-0.031
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
0,279
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
<
<
>
<
<
>
>
>
<
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
<
<
<
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
drop
drop
valid
drop
drop
valid
valid
valid
drop
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
drop
drop
drop
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Gugur
Gugur
Digunakan
Gugur
Gugur
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Gugur
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Gugur
Gugur
Gugur
(Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 hal. 139)
Reliabilitas Instrumen
Untuk mengetahui tingkat keajegan (reliabilitas) kuesioner konsep diri, dan pemahaman konsep IPA dilakukan dengan membuang item yang tidak valid, selanjutnya ditentukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:
Keterangan :
k = banyakanya butir tes
SDt2 = varians skor total
SDt2 = varians skor butir ke – i
Kriteria reliabilitas instrumen :
0,00 – 0,20 : derajat reliabilitasnya sangat rendah
0,21 – 0,40 : derajat reliabilitasnya rendah
0,41 – 0,60 : derajat reliabilitasnya sedang
0,61 – 0,80 : derajat reliabilitasnya tinggi
0,81 – 1,00 : derajat reliabilitasnya sangat tinggi
Pengujian reliabilitas merupakan kelanjutan dari uji validitas yang telah dilakukan pada 40 orang mahasiswa semester IV jurusan S1 PGSD Undiksha. Perhitungan dilakukan dengan bantuan program exel. Data hasil uji coba untuk perhitungan reliabilitas disajikan pada Tabel 3.6 di bawah ini.
Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Reliabilitas Instrumen
No
Nama Instrumen
Nilai r
Kriteria
Keterangan
1
Kuesioner Konsep Diri
0,846
reliabilitas sangat tinggi
perhitungan pada lampiran 5 hal. 133
2
Tes Pemahaman Konsep IPA
0,935
reliabilitas sangat tinggi
perhitungan pada lampiran 7 hal. 146
Metode Analisis Data
Uji Prasyarat Analisis
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam penelitian. Peneliti harus memastikan pola analisis yang akan digunakan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi ganda. Untuk itu perlu dilakukan uji prasyarat sebagai berikut.
Uji Normalitas Sebaran Data
Uji normalitas sebaran data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam suatu variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk membuktikan model-model penelitian tersebut adalah data yang memiliki distribusi normal. Untuk mengetahui bentuk distribusi data akan digunakan grafik distribusi. Penggunaan grafik distribusi merupakan cara yang paling mudah dan sederhana. Cara ini dilakukan karena bentuk data yang terdistribusi secara normal akan mengikuti pola distribusi normal dimana bentuk grafiknya mengikuti bentuk lonceng. Santosa (2005).
Selain itu uji normalitas dapat menggunakan grafik PP plots. Data akan terdistribusi secara normal jika nilai probabilitas yang diharapkan adalah sama dengan nilai probabilitas pengamatan, yang ditunjukkan dengan garis diagonal yang merupakan perpotongan antara garis probabilitas harapan dan probabilitas pengamatan dimana nilai plot PP terletak disekitar garis diagonal atau tidak menyimpang jauh dari garis diagonal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS.
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi di antara data penelitian atau tidak. Adanya autokorelasi dapat mengakibatkan penaksir mempunyai varian tidak minimum dan uji-t tidak dapat digunakan, karena akan memberikan kesimpulan yang salah. Ada tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini dideteksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Ukuran yang digunakan untuk menyatakan ada tidaknya autokorelasi, yaitu apabila nilai statistik Durbin-Watson mendekati angka 2, maka dapat dinyatakan bahwa data penelitian tersebut tidak memiliki autokorelasi, dalam hal sebaliknya, maka akan dinyatakan terdapat autokorelasi (Sudarmanto, 2005). Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan program SPSS.
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi yang kuat di antara variabel-variabel independen yang diikutsertakan dalam pembentukan model. Untuk mendeteksi apakah model regresi linier mengalami multikolinearitas atau tidak, dapat diperiksa menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing veriabel independen, yaitu jika suatu variabel independen mempunyai nilai VIF mendekati 1 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antar variabel bebas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS.
Uji Heterokedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi liner kesalahan pengganggu (e) mempunyai varians yang sama atau tidak dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heterokedastisitas dilakukan dengan bantuan program SPSS. Hasil dari penggunaan SPSS akan tampak sebuah diagram pencar residual. Heterokedastisitas tidak terjadi jika diagram pencar residual tidak membentuk pola tertentu.
Uji Linieritas
Uji Linieritas merupakan kunci yang digunakan untuk masuk ke model regresi linier. Uji linieritas ini berkaitan dengan suatu pembuktian apakah model garis linier yang diterapkan benar-benar sesuai dengan keadaan ataukah tidak (Sudarmanto, 2005). Pengujian ini perlu dilakukan sehingga hasil analisis yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan dalam pengambilan beberapa kesimpulan penelitian yang diperlukan. Pengujian linieritas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan atau analisis tabel Anova dengan menggunakan bantuan program SPSS.
Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini terdapat tiga uji hipotesis, sebagai berikut: 1) kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa, 2) kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa, 3) kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa.
Uji hipotesis pertama, dan kedua
Uji Hipotesis Pertama
H0 : tidak terdapat kontribusi Gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Ha : terdapat kontribusi Gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Uji Hipotesis Kedua
H0 : tidak terdapat kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Ha : terdapat kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Untuk uji hipotesis pertama dan kedua digunakan uji korelasi sederhana yaitu korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut:
Untuk mengetahui korelasi masing-masing variabel dilanjutkan dengan korelasi parsial, dengan rumus sebagai berikut:
(Sutrisno Hadi, 1987)
Korelasi parsial menunjukkan variabel-variabel bebas punya pengaruh secara parsial (terpisah atau sendiri-sendiri) terhadap variabel terikat.
Uji signifikansi menggunakan Uji-t, dengan rumus sebagai berikut:
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara sendiri-sendiri terhadap variabel dependennya. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel. Apabila nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel, maka variabel bebas tersebut secara individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas. Kesimpulan ini dapat juga dilihat dari nilai signifikansi t-hitung. Bila signifikansinya lebih tinggi daripada tingkat keyakinan (α = 0,05) maka variabel tersebut tidak punya pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya, begitupun sebaliknya. Bila signifikansinya lebih kecil daripada tingkat keyakinan (α = 0,05) maka variabel tersebut punya pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya.
Pernyataan Hipotesis yang hendak diuji sebagai berikut :
H0-1 : thitung < ttabel, Gaya kognitif tidak berpengaruh secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Ha-1 : thitung > ttabel, Gaya kognitif berpengaruh secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
H0-2 : thitung < ttabel, konsep diri tidak berpengaruh secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Ha-2 : thitung > ttabel, konsep diri berpengaruh secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Uji Hipotesis Ketiga
Untuk uji hipotesis ketiga digunakan uji regresi ganda, dengan rumus sebagai berikut:
Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut.
H0 : tidak terdapat kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Ha : terdapat kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Uji signifikansinya menggunakan uji F, dengan rumus sebagai berikut:
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05.
Hipotesis yang diuji sebagai berikut.
H0 = Gaya kognitif dan konsep diri secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Ha = Gaya kognitif dan konsep diri secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa
Apabila nilai F hasil perhitungan lebih besar daripada nilai F menurut tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya, apabila nilai F hasil perhitungan lebih kecil daripada nilai F menurut tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Sumbangan Relatif (SR) dan Sumbangan Efektif (SE)
Sumbangan Relatif (SR) masing-masing variabel adalah:
Sumbangan Relatif Variabel Pertama/Gaya kognitif (X1)
Sumbangan Relatif Variabel Kedua/Konsep Diri (X2)
Keterangan:
SR : sumbangan relatif
∑x1y : jumlah produk X1
∑x2y : jumlah produk X2
b : beta
JKreg : jumlah kuadran regresi
Sumbangan Efektif (SE) masing-masing variabel adalah:
Sumbangan Efektif Variabel Pertama/Gaya kognitif (X1)
SEx1 = SRx1.R2
Sumbangan Efektif Variabel Kedua/Konsep Diri (X2)
SEx2 = SRx2.R2
Keterangan:
SE : sumbangan efektif
SRx1 : sumbangan relatif variabel pertama (X1)
SRx2 : sumbangan relatif variabel kedua (X2)
R2 : koefisien determinasi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Umum Hasil Penelitian
Deskripsi data merupakan gambaran dari data yang diteliti meliputi, gaya kognitif, konsep diri, dan pemahaman konsep IPA. Berikut ini akan disajikan deskripsi data secara keseluruhan yang meliputi distribusi data gaya kognitif, konsep diri, dan pemahaman konsep IPA. Distribusi data gaya kognitif, konsep diri, dan pemahaman konsep IPA dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Data Gaya Kognitif, Konsep Diri, dan Pemahaman Konsep IPA
Statistik
Variabel
Skor min
Skor max
Mean
Mo
Md
SD
Varian
Range
Gaya Kognitif
8
25
20,35
25
21
4,26
18,18
17
Konsep diri
115
160
137,78
149
137
12,04
144,86
45
Pemahaman Konsep IPA
102
119
113,74
117
115
4,21
17,75
17
Deskripsi Data Gaya Kognitif
Data tentang gaya kognitif dengan jumlah sampel 215 yaitu, skor minimun 8, skor maksimum 25, rentangan 17, rata-rata 20,35, simpangan baku 4,26, varian 18,18, modus 25 dan median 21. Berikut ini disajikan distribusi frekuensi data gaya kognitif (perhitungan pada lampiran 8) dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Data Gaya Kognitif
No
Interval
Nilai Tengah
Frekuensi Absolut
Frekuensi Relatif
1
8 – 9
8,5
8
3,7
2
10 – 11
10,5
7
3,2
3
12 – 13
12,5
5
2,3
4
14 – 15
14,5
3
1,4
5
16 – 17
16,5
20
9,3
6
18 – 19
18,5
24
11,2
7
20 - 21
20,5
42
19,5
8
22 - 23
22,5
53
24,7
9
24 - 25
24,5
53
24,7
Total
215
100
Grafik yang menunjukkan kelompok skor gaya kognitif ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik Kelompok Skor Gaya Kognitif
Deskripsi Data Konsep Diri
Data tentang konsep diri dengan jumlah sampel 215 yaitu, skor minimun 115, skor maksimum 160, rentangan 45, rata-rata 137,78, simpangan baku 12,04, varian 144,86, modus 149 dan median 137. Berikut ini disajikan distribusi frekuensi data konsep diri (perhitungan pada lampiran 8) dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Data Konsep Diri
No
Interval
Nilai Tengah
Frekuensi Absolut
Frekuensi Relatif
1
114 –119
116,5
10
4,7
2
120– 125
122,5
25
11,6
3
126–131
128,5
41
19,1
4
132– 137
134,5
34
15,8
5
138 – 143
140,5
30
14,1
6
144 – 149
146,5
36
16,7
7
150 - 155
152,5
18
8,3
8
156 - 161
158,5
21
9,7
Total
215
100
Grafik yang menunjukkan kelompok skor konsep diri ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik Kelompok Skor Konsep Diri
Deskripsi Data Pemahaman Konsep IPA
Data tentang pemahaman konsep IPA dengan jumlah sampel 215 yaitu, skor minimun 102, skor maksimum 119, rentangan 17, rata-rata 113,74, simpangan baku 4,21, varian 17,75, modus 117 dan median 115. Berikut ini disajikan distribusi frekuensi data pemahaman konsep IPA (perhitungan pada lampiran 8) dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Data Pemahaman Konsep IPA
No
Interval
Nilai Tengah
Frekuensi Absolut
Frekuensi Relatif
1
102 – 103
102,5
6
2,8
2
104 – 105
104,5
11
5,1
3
106 – 107
106,5
0
0
4
108 – 109
108,5
15
7,0
5
110 – 111
110,5
22
10,2
6
112 – 113
112,5
22
10,2
7
114-115
114,5
52
24,2
8
116-117
116,5
64
29,8
9
118-119
118,5
23
10,7
Total
215
100
Jika data tersebut disajikan dalam bentuk grafik frekuensi akan terlihat jelas nilai tertinggi dan frekuensi terbanyak. Grafik yang menunjukkan kelompok skor pemahaman konsep IPA ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Grafik Kelompok Skor Pemahaman Konsep IPA
Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa dari 215 orang responden, kelompok skor pemahaman konsep IPA tertinggi berada pada interval 116,5 – 118,5 dengan frekuensi sebanyak 64 orang (29,8%).
Uji Prasyarat Analisis
Uji Normalitas Sebaran Data
Uji normalitas data dilakukan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas data terhadap masing-masing variabel dilakukan dengan bantuan program SPSS. Variabel yang diuji normalitasnya adalah data gaya kognitif, konsep diri, dan pemahaman konsep IPA. Hasil analisis uji normalitas disajikan Gambar 4.4 di bawah ini.
Gambar 4.4 Histogram dengan SPSS
Dari grafik hasil uji normalitas dengan SPSS dapat dilihat bahwa bentuk garis mengikuti bentuk distribusi normal dengan bentuk histogram yang hampir sama dengan bentuk distribusi normal. Distribusi normal adalah salah satu distribusi yang digambarkan dalam grafik berbentuk lonceng. Berbentuk dua bagian yang simetris, dimulai dari sebelah kiri, menaik mencapai titik puncak tertentu selanjutnya mulai menurun namun tidak menyentuh garis horizontal. Suatu kelompok data dikatakan mempunyai distribusi normal atau fungsi normal jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Data dapat diukur dan data yang memiliki nilai ekstrim (terlalu besar atau terlalu kecil) tidak terlalu banyak. 2) Data yang mendekati nilai rata–rata jumlahnya terbanyak. Setengah data memiliki nilai lebih kecil atau sama dengan nilai rata–rata dan setengah lagi memiliki nilai lebih besar atau sama dengan nilai rata–ratanya (Arifin, 2008).
Distribusi normal (gaussian) mungkin merupakan distribusi probabilitas yang paling baik dalam teori maupun aplikasi statistik. Sekurang - kurangnya ada empat alasan mengapa distribusi normal menjadi distribusi yang paling penting, yaitu :1) Distribusi normal terjadi secara alamiah. Banyak peristiwa di dunia nyata yang terdistribusi secara normal. 2) Beberapa variabel acak yang tidak terdistribusi secara normal dapat dengan mudah ditransformasi menjadi suatu distribusi variabel acak yang normal. 3) Banyak hasil dan teknik analisis yang berguna dalam pekerjaan statistik hanya bisa berfungsi dengan benar jika model distribusinya merupakan distribusi normal. 4) Ada beberapa variabel acak yang tidak menunjukkan distribusi normal pada populasinya namun distribusi dari rata–rata sampel yang diambil secara random dari populasi tersebut ternyata menunjukkan distribusi normal (Harinaldi, 2005).
Gambar 4.5 Grafik P-P Plot dengan SPSS
Dari grafik hasil uji normalitas dengan SPSS juga dapat dilihat bahwa bentuk garis mengikuti bentuk distribusi normal dengan nilai PP plots tidak menyimpang jauh dari garis diagonal, sehingga bisa diartikan bahwa data berdistribusi normal.
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Berikut ini adalah hasil uji autokorelasi menggunakan program SPSS dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi dengan SPSS
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1
0.935a
0.874
0.873
1.49936
1.398
a. Predictors: (Constant), Konsep Diri, Gaya Kognitif
b. Dependent Variable: Pemahaman Konsep IPA
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa nilai uji Durbin-Watson sebesar 1,398 dan nilainya mendekati angka 2, maka setelah dilakukan uji autokorelasi disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi antara gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA.
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi yang kuat di antara variabel-variabel independen yang diikutsertakan dalam pembentukan model. Uji multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Berikut ini adalah hasil uji multikolinieritas menggunakan program SPSS dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinieritas dengan SPSS
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
1
Gaya Kognitif
0.503
1.990
Konsep Diri
0.503
1.990
a. Dependent Variable: Pemahaman Konsep IPA
Dari hasil perhitungan uji multikolinieritas yang telah dilakukan dengan menggunakan program SPSS ternyata nilai VIF mendekati 1 untuk semua variabel bebas, demikian pula dengan nilai tolerance yang mendekati 1 untuk semua variabel bebas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam regresi antara variabel gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA tidak terjadi multikolinieritas antar variabel bebas.
Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi liner kesalahan pengganggu (e) mempunyai varians yang sama atau tidak dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Berikut ini adalah hasil uji heteroskedastisitas menggunakan program SPSS dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Hasil Uji Heterokedastisitas dengan SPSS
Dari hasil pengujian heterokedastisitas yang telah dilakukan dengan menggunakan program SPSS dapat dilihat pada grafik di atas tampak titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, dan tidak terjadi pola tertentu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas.
Uji Linieritas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test for Linearity dengan pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05. Pengujian linieritas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan atau analisis tabel Anova dengan menggunakan bantuan program SPSS. Berikut ini adalah hasil uji linieritas menggunakan program SPSS dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.
Tabel 4.7 Hasil Uji Linieritas Y*X1 dengan SPSS
ANOVA Table
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Pemahaman Konsep IPA * Gaya Kognitif
Between Groups
(Combined)
3085.013
17
181.471
50.182
0.000
Linearity
3002.035
1
3002.035
830.151
0.000
Deviation from Linearity
82.977
16
5.186
1.434
0.129
Within Groups
712.401
197
3.616
Total
3797.414
214
Tabel 4.8 Hasil Uji Linieritas Y*X2 dengan SPSS
ANOVA Table
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Pemahaman Konsep IPA * Konsep Diri
Between Groups
(Combined)
3050.092
44
69.320
15.769
.000
Linearity
2631.897
1
2631.897
598.701
.000
Deviation from Linearity
418.195
43
9.725
2.212
0.102
Within Groups
747.322
170
4.396
Total
3797.414
214
Dari hasil pengujian linieritas tersebut dibuat ringkasan hasil uji linieritas yang dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Ringkasan Hasil Uji Linieritas Garis Regresi
Keterangan
Sig
Alpha
F-hit
F-tab
Keterangan
Y*X1
0,129
0,05
1,434
3,04
Linier
Y*X2
0,102
0,05
2,212
3,04
Linier
Ket:
X1 : Gaya Kognitif
X2 : Konsep Diri
Y : Pemahaman Konsep IPA
Dari hasil pengujian Linieritas yang telah dilakukan dengan menggunakan program SPSS diketahui bahwa nilai Sig. > Alpha dan nilai F-hit < F-tab, maka dapat disimpulkan bahwa garis regresi tersebut berbentuk linier.
Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini terdapat tiga pengujian hipotesis, sebagai berikut: 1) kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD, 2) kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD, dan 3) kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD.
Untuk pengujian hipotesis pertama dan kedua menggunakan rumus korelasi sederhana dengan uji signifikansi menggunakan uji-t, kemudian dilanjutkan dengan menghitung korelasi parsialnya untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat. Untuk Pengujian hipotesis ketiga menggunakan rumus regresi dengan uji signifikansinya menggunakan uji F. Pengujian hipotesisnya sebagai berikut.
Pengujian Hipotesis Pertama
Kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD. Hasil perhitungan uji-r untuk korelasi sederhananya menunjukkan bahwa rhitung sebesar 0,69 (perhitungan pada lampiran 10). Kemudian nilai rtabel pada taraf signifikansi 5% dengan sampel (N = 215) sebesar 0,138. Dengan demikian rhitung (0,69) > rtabel (0,138). Ini berarti, H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD ditolak. Sebaliknya, Ha yang menyatakan bahwa terdapat kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD diterima.
Demikian pula dengan uji signikansi yang dihitung melalui uji-t menunjukkan bahwa thitung sebesar 13,86 (perhitungan pada lampiran 10). Nilai ttabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan (n-2) sebesar 1,96. Dengan demikian, 13,86 > 1,96 atau thitung > ttabel. Ini berarti, H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat kontribusi gaya kognitif secara signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD ditolak. Sebaliknya, Ha yang menyatakan bahwa terdapat kontribusi gaya kognitif secara signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD diterima.
Hasil perhitungan uji-r untuk korelasi parsialnya menunjukkan bahwa rhitung sebesar 0, 69 (perhitungan pada lampiran 11). Kemudian nilai rtabel pada taraf signifikansi 5% dengan sampel (N = 215) sebesar 0,138. Dengan demikian rhitung (0,69) > rtabel (0,138). Hasil perhitungan signifikansinya melalui uji-t untuk korelasi parsialnya menunjukkan bahwa thitung sebesar 13,86 (perhitungan pada lampiran 11). Nilai ttabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan (n-2) sebesar 1,96. Dengan demikian, 13,86 > 1,96 atau thitung > ttabel. Ini berarti, H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat kontribusi gaya kognitif secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD ditolak. Sebaliknya, Ha yang menyatakan bahwa terdapat kontribusi gaya kognitif secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi gaya kognitif yang signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD dan gaya kognitif berkontribusi secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD pada taraf signifikansi 5%.
Pengujian Hipotesis Kedua
Kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD. Hasil perhitungan uji-r untuk korelasi sederhananya menunjukkan bahwa rhitung sebesar 0,50 (perhitungan pada lampiran 10). Kemudian nilai rtabel pada taraf signifikansi 5% dengan sampel (N = 215) sebesar 0,138. Dengan demikian diperoleh rhitung (0,5) > rtabel (0,138). Ini berarti, H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD ditolak. Sebaliknya, Ha yang menyatakan bahwa terdapat kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD diterima.
Hasil perhitungan uji-t untuk korelasi sederhananya menunjukkan bahwa thitung sebesar 8,45 (perhitungan pada lampiran 10). Nilai ttabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan (n-2) sebesar 1,96. Dengan demikian, 8,45 > 1,96 atau thitung > ttabel. Ini berarti, H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat kontribusi konsep diri secara signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD ditolak. Sebaliknya, Ha yang menyatakan bahwa terdapat kontribusi konsep diri secara signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD diterima.
Hasil perhitungan uji-r untuk korelasi parsialnya menunjukkan bahwa rhitung sebesar 0,5 (perhitungan pada lampiran 11). Kemudian nilai rtabel pada taraf signifikansi 5% dengan sampel (N = 215) sebesar 0,138. Dengan demikian rhitung (0,69) > rtabel (0,138). Hasil perhitungan uji-t untuk korelasi parsialnya menunjukkan bahwa thitung sebesar 8,45 (perhitungan pada lampiran 11). Nilai ttabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan (n-2) sebesar 1,96. Dengan demikian, 8,45 > 1,96 atau thitung > ttabel. Ini berarti, H0 yang menyatakan bahwa konsep diri tidak berpengaruh secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD ditolak. Sebaliknya, Ha yang menyatakan bahwa konsep diri berkontribusi secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD dan konsep diri berkontribusi secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD pada taraf signifikansi 5%.
Pengujian Hipotesis Ketiga
Berdasarkan perhitungan regresi diperoleh rhitung sebesar 0,79 (perhitungan pada lampiran 12) dan rtabel sebesar 0,13. Dengan demikian 0,79 > 0,13 atau rhitung > rtabel. Ini berarti, H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD ditolak. Sebaliknya, Ha yang menyatakan bahwa terdapat kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD diterima.
Selanjutnya hasil perhitungan uji signifikansi dengan menggunakan uji F diperoleh Fhitung sebesar 172,95 (perhitungan pada lampiran 12) dan Ftabel sebesar 3,04. Dengan demikian 172,95 > 3,04 atau Fhitung > Ftabel. Ini berarti, H0 yang menyatakan bahwa gaya kognitif dan konsep diri secara simultan tidak berkontribusi signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD ditolak. Sebaliknya, Ha yang menyatakan bahwa gaya kognitif dan konsep diri secara simultan berkontribusi signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD diterima.
Hasil analisis regresi dapat dilihat pada tabel ringkasan analisis regresi berikut ini.
Tabel 4.10 Ringkasan Analisis Regresi
Sumber Variasi
db
JK
RK
Freg
Regresi (reg)
Residu (res)
2
213
2354,40
1443,02
1177,2
6,81
172,95
-
Total (T)
215
3797,42
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap kemampuan pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD dan gaya kognitif dan konsep diri secara simultan berkontribusi signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD.
Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif
Sumbangan Relatif (SR)
Hasil perhitungan bobot sumbangan relatif diketahui bahwa sumbangan totalnya sebesar 100% yang terdiri dari sumbangan relatif gaya kognitif sebesar 0,69 (69%), dan sumbangan relatif dari konsep diri sebesar 0,31 (31%) (perhitungan pada lampiran 13). Jadi, dapat disimpulkan bahwa variabel gaya kognitif memberikan sumbangan relatif yang paling besar lalu diikuti oleh variabel konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD.
Sumbangan Efektif (SE)
Hasil perhitungan bobot sumbangan efektif diketahui bahwa sumbangan totalnya sebesar 61% yang terdiri dari sumbangan efektif gaya kognitif sebesar 0,42 (42%), dan sumbangan efektif dari konsep diri sebesar 0,19 (19%) (perhitungan pada lampiran 13). Jadi, dapat disimpulkan bahwa variabel gaya kognitif memberikan sumbangan efektif yang paling besar lalu diikuti oleh variabel konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD.
Pembahasan
Secara umum hasil analisis data di atas telah menggambarkan kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD. Secara lebih rinci akan dipaparkan sebagai berikut.
Kontribusi Gaya Kognitif Terhadap Pemahaman Konsep IPA
Berdasarkan hasil analisis data telah terbukti bahwa terdapat kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD Undiksha (r = 0,69; p < 0,05). Koefisien korelasi (r) dapat diinterprestasi hubungannya dengan variabel pemahaman konsep IPA sesuai dengan Tabel 4.11 berikut.
Tabel 4.11 Pedoman Interprestasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat Rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
(Sumber : Sugyono, 2006)
Berdasarkan tabel interprestasi tersebut maka tingkat hubungan gaya kognitif dengan pemahaman konsep IPA termasuk kategori kuat. Koefisien determinasi diperoleh dengan mengkuadratkan koefisien korelasi (r2). Koefisien determinasi dari gaya kognitif adalah sebesar (0,69)2 atau 0,48. Hal ini berarti varian yang terjadi pada variable pemahaman konsep IPA 48% dapat dijelaskan melalui variabel gaya kognitif. Berdasarkan hasil uji signifikansi maka kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD dapat digeneralisasi (t = 13,86; p < 0,05). Gaya kognitif juga berkontribusi secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD (r = 0,69; p < 0,05 dan t = 13,86; p < 0,05). Dari hasil perhitungan juga diperoleh sumbangan relatif dan sumbangan efektif dinyatakan bahwa sumbangan relatif gaya kognitif sebesar 69% dan sumbangan efektifnya sebesar 42%.
Gaya kognitif memberikan kontribusi terhadap pemahaman konsep IPA dikarenakan beberapa alasan. Secara teoritis, Gaya kognitif adalah langkah yang ditempuh individu untuk memproses informasi dan menggunakan strategi untuk melakukan tugas (Nurdin, 2005). Mahasiswa PGSD secara alami memiliki perbedaan cara merespon dan memproses suatu tugas atau informasi yang diperolehnya. Perbedaan cara merespon inilah masing-masing mempengaruhi suatu tugas atau informasi tersebut dapat dilakukan dan diproses dengan baik atau tidak. Gaya kognitif seseorang secara sederhana dapat diketahui melalui tindakan atau tingkah laku individu tersebut dalam memilih pendekatan dalam melaksanakan tugas, cara berkomunikasi dalam kehidupan sosial sehari-hari, cara pandang terhadap objek di sekitarnya, mata pelajaran yang cenderung dipilih atau digemari, model pembelajaran yang cenderung dipilih, cara mengorganisir informasi, dan cara berinteraksi dengan dosen.
Gaya kognitif dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu gaya kognitif field independent dan gaya kognitif field dependent (Abdurahman, 2003). Pengertian dari masing-masing gaya kognitif tersebut, yaitu: a) field independent adalah gaya kognitif seseorang dengan tingkat kemandirian yang tinggi dalam mencermati suatu rangsangan tanpa ketergantungan dari faktor-faktor luar dan kurang dapat bekerja sama, b) field dependent adalah gaya kognitif seseorang yang cenderung dan sangat bergantung pada sumber informasi dari luar dan bekerja sama lebih baik dengan orang lain. Mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent, yaitu: 1) memiliki kemampuan menganalisis untuk memisahkan objek dari lingkungan sekitar, sehingga persepsinya tidak terpengaruh bila lingkungan mengalami perubahan, 2) mempunyai kemampuan mengorganisasikan objek-objek yang belum terorganisir dan mereorganisir objek-objek yang sudah terorganisir, 3) cenderung kurang sensitif, dingin, menjaga jarak dengan orang lain, dan individualistis, 4) memilih profesi yang bisa dilakukan secara individu dengan materi yang lebih abstrak atau memerlukan teori dan analisis, 5) cenderung mendefinisikan tujuan sendiri, dan 6) cenderung bekerja dengan mementingkan motivasi intrinsik dan lebih dipengaruhi oleh penguatan instrinsik.
Secara ringkas ciri-ciri individu field independent dalam belajar yaitu: 1) memfokuskan diri pada materi kurikulum secara rinci, 2) memfokuskan diri pada fakta dan prinsip, 3) jarang melakukan interaksi dengan dosen, 4) interaksi formal dengan dosen hanya dilakukan untuk mengerjakan tugas, dan cenderung memilih penghargaan secara individu, 5) lebih suka bekerja sendiri, 6) lebih suka berkompetisi, dan 7) mampu mengorganiskan informasi secara mandiri (Liu & Ginter, 1999; Musser, 1997).
Musser (1997) mengemukakan kondisi pembelajaran yang dapat menunjang mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent agar belajar secara maksimal, antara lain: 1) pembelajaran yang menyediakan lingkungan belajar secara individual atau mandiri, 2) disediakan lebih banyak kesempatan untuk belajar dan menemukan sendiri suatu konsep atau prinsip, 3) disediakan lebih banyak sumber dan materi belajar, 4) pembelajaran yang hanya sedikit memberikan petunjuk dan tujuan, 5) mengutamakan intruksi dan tujuan secara individual, dan 6) disediakan kesempatan untuk membuat ringkasan, pola, atau peta konsep berdasakan pemikirannya.
Individu yang bergaya kognitif field independent mempunyai kecenderungan untuk mencapai prestasi lebih tinggi dari pada kecenderungannya menghindari kegagalan. Mereka selalu optimis akan berhasil dan cenderung akan mencapai prestasi yang maksimal. Individu yang mempunyai gaya kognitif field independent apabila dihadapkan pada tugas-tugas yang kompleks dan bersifat analitis cenderung melakukannya dengan baik, dan apabila berhasil, antusias untuk melakukan tugas-tugas yang lebih berat lebih baik lagi dan mereka lebih senang untuk bekerja secara mandiri.
Gaya kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa akan memberikan dampak atau pengaruh yang positif apabila disediakan lingkungan dan kondisi yang tepat, sehingga mahasiswa dapat belajar secara optimal. Mahasiswa yang belajar secara optimal akan mencapai hasil belajar yang baik. Namun, jika kondisi atau lingkungan belajar mahasiswa tidak sesuai dengan gaya kognitif yang dimilikinya akan membuat mahasiswa tidak dapat belajar secara optimal. Hal ini akan berdampak negatif pada hasil belajar mahasiswa itu sendiri. Jadi dalam menerapkan pembelajaran di kelas harus memperhatikan jenis gaya kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Darmayanti (2013) dan Madiya (2012) yang menyatakan bahwa gaya kognitif berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Begitu juga penelitian yang dilakukan Rini (2012), Reta (2012) dan Sulistyowati (2010) yang menyatakan gaya kognitif berpengaruh terhadap variabel hasil belajar.
Kontribusi Konsep Diri Terhadap Pemahaman Konsep IPA
Berdasarkan hasil analisis data telah terlihat bahwa terdapat kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD (r = 0,5; p < 0,05). Berdasarkan Tabel 4.11 maka interprestasi tingkat hubungan konsep diri dengan pemahaman konsep IPA termasuk kategori sedang. Koefisien determinasi diperoleh dengan mengkuadratkan koefisien korelasi (r2). Koefisien determinasi dari gaya kognitif adalah sebesar (0,5)2 atau 0,25. Hal ini berarti varian yang terjadi pada variable pemahaman konsep IPA 25% dapat dijelaskan melalui variabel konsep diri. Kemudian berdaarkan uji signifikansinya juga diperoleh hasil bahwa kontribusi konsep diri adalah signifikan terhadap pemahaman konsep IPA (t = 8,45; p < 0,05) . Konsep diri juga berkontribusi secara parsial terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD (r = 0,5; p < 0,05 dan t = 8,45; p < 0,05). Dari hasil perhitungan sumbangan relatif dan sumbangan efektif dinyatakan bahwa sumbangan relatif konsep diri sebesar 31% dan sumbangan efektif konsep diri sebesar 19%.
Konsep diri mampu memberikan kontribusi terhadap pemahaman konsep IPA. Jika dikaji secara teoritis konsep diri merupakan pandangan penilaian dan kepercayaan terhadap dirinya, sebagai sekema kognitif tentang diri sendiri yang mencakup sifat-sifat, nilai-nilai, peristiwa-peristiwa dan memori semantik tentang diri sendiri serta control terhadap pengolahan informasi diri yang relevan. Secara lebih luas, konsep diri dirumuskan sebagai skema kognitif atau pandangan dan penilaian tentang diri sendiri, yang mencakup atribut-atribut spesifik yang terdiri atas komponen pengetahuan dan komponen evaluatif. Komponen pengetahuan termasuk sifat-sifat karakteristik fisik, sedangkan komponen evaluatif termasuk peran, nilai-nilai, kepercayaan diri, harga diri dan evaluasi diri global, Campbell at al., 1966 (dalam Syamsul B. T, 2010)
Konsep diri sebagai pandangan yang dimiliki setiap orang mengenai dirinya sendiri yang terbentuk, baik melalui pengalaman atau pengamatan terhadap diri sendiri, baik konsep diri secara umum maupun konsep diri secara spesifik termasuk konsep diri dalam kaitannya dalam bidang akademik, karier, atlentik, kemampuan artistik dan fisik. Konsep diri merupakan verifikasi diri, konsisten diri dan kompleksitas diri yang terbuka untuk interprestasi sehingga secara umum berkaitan dengan pembelajaran dan menjadi mediasi variabel motivasi dan pilihan tugas-tugas pembelajaran. Konsep diri ini sangat besar peranannya bagi mahasiswa yang bersangkutan, sebab konsep diri ini merupakan pusat semua prilaku individu. Dengan demikian prilaku belajar dan prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh konsep diri. Konsep diri adalah bagaimana orang berpikir tentang dirinya dan nilai apa yang diletakkan pada dirinya. Hal-hal seperti ini akan menentukan konsep dirinya. Konsep diri sangat penting artinya dalam menentukan tujuan yang akan dirumuskan dalam sikap yang dipegang, tingkah laku yang diprakasai dan respon yang dilakukan terhadap orang lain dan lingkungannya (Cohen, 1976).
Konsep diri terbentuk dari interaksi dari individu dengan lingkungannya secara terus menerus mulai sejak lahir. Semenjak masa kanak-kanak, seseorang telah belajar berpikir dan merasakan dirinya ditentukan oleh orang lain dan lingkungannya, seperti orang tua, dosen, teman-teman, atau orang lain disekitarnya. Louisajanda (1978 :132) juga menjelaskan bahwa seseorang anak tidak membawa konsep diri sejak lahir. Menurutnya anak-anak secara perlahan-perlahan belajar untuk mendefinisikan dirinya berpijak pada cara-cara oranglain memperlakukan dirinya. Karena kebanyakan anak-anak memulai interaksinya dirumah, maka orang tua dan pengasuh adalah penentu utama pembentukan konsep diri anak, individu-individu lain yang juga turut berperan adalah saudara kandungnya, teman-temannya, pare guru serta orang-orang lain yang berpengaruh dimata anak.
Pada hakikatnya semakin tinggi konsep diri seseorang maka akan semakin mudah ia mencapai keberhasilan. Dengan konsep diri yang tinggi seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani mengambil resiko, penuh percaya diri, antusias, merasa dirinya berharga, dan berani menetapkan tujuan hidup. Sebaliknya, semakin rendah konsep diri mahasiswa, maka semakin sulit seseorang untuk berhasil karena konsep diri yang rendah akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak percaya diri, takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal-hal baru dan menantang, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa tidak berguna, pesimis, serta bebagai perasaan dan perilaku inferior lainnya. Brooks dan Emmert (1976), sebagaimana yang dikutip oleh Rakhmat (1996: 132), mendeskripsikan mereka yang memiliki konsep diri tinggi dapat diidentifikasi melalui beberapa ciri, yaitu (1) mereka merupakan orang yang yakin akan kemampuannya dalam mengatasi suatu permasalahan, (2) mereka merupakan orang yang sadar benar bahwa masyarakat tidak dapat sepenuhnya menyetujui setiap perasaan, keinginan dan perilakunya. (3) mereka adalah orang yang mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadiannya yang kurang baik dan mengubahnya, (4) mereka adalah orang yang merasa dirinya setara dengan orang lain, dan (5) mereka merupakan tipe orang yang menerima pujian tanpa rasa malu.
Selain ciri di atas, Brooks dan Emmert serta ahli lainnya, yaitu Hamacheck (dalam Rakhmat, 1996 : 132) juga mengidentifikasi bahwa ada sebelas indikator untuk mengenali orang yang memiliki konsep diri positif, yaitu: (1) mereka merupakan orang yang meyakini benar nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu, serta bersedia mempertahankan walaupun menghadapi pendapat kelompok yang lebih kuat. Namun mereka juga merasa lebih kuat untuk mengubah prinsip-prinsipnya apabila pengalaman dan bukti-bukti menunjukkan bahwa mereka memang keliru, (2) mereka adalah orang-orang yang mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah secara berlebihan, atau menyesali tindakannya apabila orang lain tidak menyetujui tindakan mereka, (3) mereka tidak mau membuang-membuang waktu dengan mencemaskan hal-hal yang akan terjadi nanti, hari ini maupun yang telah terjadi, (4) mereka memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika mereka menemui kegagalan atau kemunduran, (5) mereka merasa sama dengan orang lain meskipun mereka sadar bahwa sebagai manusia tiap orang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadap mereka, (6) mereka sanggup menerima dirinya sebagai orang yang mampu dan bernilai bagi orang lain, setidak-tidaknya bagi sahabat-sahabat mereka, (7) mereka dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah, (8) mereka cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya, (9) mereka mampu mengakui pada orang lain bahwa mereka merasakan berbagai dorongan dan keinginan dari perasaan marah sampai cinta, dari perasaan sedih sampai bahagia, serta perasaan kecewa sampai puas yang mendalam pula, (10) mereka mampu menikmati diri mereka secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu, (11) mereka peka pada kebutuhan orang lain, kebutuhan sosial yang telah diterima, terutama sekali pada gagasan mereka tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
Sebaliknya Emmert (dalam Rakhmat), 1996 : 131) juga mengemukakan ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif. Mereka digambarkan melalui lima cirri; (1) ia tidak tahan menerima kritik dan mudah marah. Baginya, koreksi sering dipersepsikan sebagai upaya untuk menjatuhkan dirinya. Ia juga berusaha menghindari dialog yang terbuka serta senantiasa berusaha untuk mempertahankan pendapatnya dengan berbagai cara pembenaran atau logika yang keliru, (2) ia sangat responsif terhadap pujian meskipun sering berpura-pura menghindari pujian, (3) ia bersifat hiperkritis terhadap orang lain dengan selalu mengeluh, mencela, meremehkan apa saja dan siapa saja, (4) ia cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain sehingga ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh. Karena itu , ia tidak dapat menciptakan kehangatan dan keakraban persahabatan, (5) ia bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terlihat dari keengganannya bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.
Konsep diri yang positif akan memberikan dampak baik terhadap pemahaman konsep IPA, begitu pula sebaliknya konsep diri negatif akan memberikan hasil yang kurang terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Qondias (2012), Maulana (2012) dan Suardana (2010) yang menyatakan bahwa konsep diri berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Begitu pula hasil penelitian oleh Masna (2011) dan Supriadi (2013) yang menyatakan ada kontribusi positif konsep diri terhadap keprofesionalan guru.
Kontribusi Gaya Kognitif dan Konsep Diri Terhadap Pemahaman Konsep IPA
Berdasarkan hasil analisis data telah terbukti bahwa terdapat kontribusi gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD (r = 0,79; p < 0,05). Berdasarkan Tabel 4.11 maka interprestasi tingkat hubungan gaya kognitif dan konsep diri dengan pemahaman konsep IPA termasuk kategori kuat. Koefisien determinasi diperoleh dengan mengkuadratkan koefisien korelasi (r2). Koefisien determinasi dari gaya kognitif adalah sebesar (0,79)2 atau 0,63. Hal ini berarti varian yang terjadi pada variable pemahaman konsep IPA 63% dapat dijelaskan melalui variabel gaya kognitif dan konsep diri. Gaya kognitif dan konsep diri juga secara simultan berkontribusi terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD (F = 172,95; p < 0,05). Dari hasil perhitungan sumbangan efektif dinyatakan bahwa total sumbangan efektif gaya kognitif dan konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD adalah sebesar 61%. Ini berarti bahwa gaya kognitif dan konsep diri berkontribusi sebesar 61% terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD dan sebanyak 39% dikontribusi oleh faktor-faktor lain.
Gaya kognitif dan konsep diri yang dimiliki oleh setiap mahasiswa memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa. Dengan gaya kognitif mahasiswa tahu cara mengorganisasikan, merepresentasikan, dan memahami pengetahuan yang ia peroleh dari hasil interaksi dengan lingkungan (Amrina, 2004). Gaya kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa akan memberikan dampak atau pengaruh yang positif apabila disediakan lingkungan dan kondisi yang tepat, sehingga mahasiswa dapat belajar secara optimal. Mahasiswa yang belajar secara optimal akan mencapai hasil belajar yang baik. Supaya proses penyerapan informasi bisa optimal sangat penting mengetahui jenis atau tipe gaya kognitif. Jenis gaya kognitif seseorang secara sederhana dapat diketahui melalui tindakan atau tingkah laku individu tersebut dalam memilih pendekatan dalam melaksanakan tugas, cara berkomunikasi dalam kehidupan sosial sehari-hari, cara pandang terhadap objek di sekitarnya, mata pelajaran yang cenderung dipilih atau digemari, model pembelajaran yang cenderung dipilih, cara mengorganisir informasi, dan cara berinteraksi dengan dosen. Secara umum ada dua jenis atau tipe gaya kognitif yaitu gaya kognitif field independent dan gaya kognitif field dependent (Abdurahman, 2003). Pengertian dari masing-masing gaya kognitif tersebut, yaitu: a) field independent adalah gaya kognitif seseorang dengan tingkat kemandirian yang tinggi dalam mencermati suatu rangsangan tanpa ketergantungan dari faktor-faktor luar dan kurang dapat bekerja sama, b) field dependent adalah gaya kognitif seseorang yang cenderung dan sangat bergantung pada sumber informasi dari luar dan bekerja sama lebih baik dengan orang lain.
Secara bersama-sama konsep diri yang tinggi akan menjadikan seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani mengambil resiko, penuh percaya diri, antusias, merasa dirinya berharga, dan berani menetapkan tujuan hidup. Konsep diri ini sangat besar peranannya bagi mahasiswa yang bersangkutan, sebab konsep diri ini merupakan pusat semua prilaku individu. Dengan demikian prilaku belajar dan prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh konsep diri. Konsep diri adalah bagaimana orang berpikir tentang dirinya dan nilai apa yang diletakkan pada dirinya. Konsep diri sangat penting artinya dalam menentukan tujuan yang akan dirumuskan dalam sikap yang dipegang, tingkah laku yang diprakasai dan respon yang dilakukan terhadap orang lain dan lingkungannya (Cohen, 1976).
Implikasi Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa baik itu gaya kognitif dan juga konsep diri berimplikasi terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha. Implikasi temuan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, gaya kognitif memberikan dampak yang signifikan terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa. Dengan mengetahui tipe gaya kognitif mahsiswa, maka dosen hanya perlu menciptakan kondisi dan menyesuaikan model pembelajaran yang mampu menunjang dan mengoptimalkan penyerapan informasi oleh mahasiswa tersebut. untuk itu dalam pembelajaran di kelas dosen perlu memberikan tes GEFT untuk mengetahui gaya kognitif mahasiswa untuk mengetahui jenis gaya kognitif yang dimiliki mahasiswa agar mendapatkan proses pembelajaran yang optimal.
Kedua, konsep diri sangat erat kaitanya dengan motivasi mahasiswa. Dengan konsep diri positif yang tinggi, mahasiswa akan memiliki motivasi tinggi untuk sukses. Konsep diri yang positif juga mampu mengembangkan mahasiswa menguasai konsep dan menyerap informasi lebih optimal. Untuk itu dosen harus mampu mengetahui jenis konsep diri yang dimiliki mahasiswa agar mendapatkan proses pembelajaran yang optimal.
BAB V
PENUTUP
5.1 Rangkuman
Tujuan dari pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Nomor 20/2003) maka, melalui pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi maupun masyarakat, serta mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional.
Dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia dari sektor pendidikan perlu adanya peningkatan kompetensi lulusan perguruan tinggi yang merupakan muara dari penciptaan SDM. Oleh karena itu Undiksha yang merupakan salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang berhaluan pendidikan perlu berkembang dalam kaitannya dengan kompetensi lulusan. S1 PGSD yang merupakan salah satu jurusan di Undiksha yang mencetak tenaga pengajar guru pendidikan dasar harus memperhatikan kompetensi lulusan. Berdasarkan hasil analisis SWOT Jurusan PGSD undiksha tahun 2010 diperoleh bahwa kelemahan (W) yang ada adalah: (1) kemampuan dosen Jurusan PGSD dalam menerapkan pembelajaran yang inovatif masih rendah, (2) jumlah mahasiswa Jurusan PGSD relatif banyak, (3) Tidak semua mahasiswa dapat terlibat dalam program HMJ , (4) Mahasiswa mempunyai kemampuan akademik sangat variatif, (5) Masih cukup banyak mahasiswa yang IPK-nya relatif rendah (Laporan Evaluasi Diri, 2010). Kelemahan-kelemahan tersebut akan mempengaruhi mutu lulusan. Jika melihat faktor jumlah mahasiswa yang banyak dan bervariasi dalam kemampuan akademik, kemudian pembelajaran masih kurang inovatif serta minimnya keterlibatan mahasiswa dalam HMJ maka harus dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran. Khususnya faktor dalam diri (internal) mahasiswa seperti gaya kognitif dan konsep diri.
Gaya kognitif adalah cara individu menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman yang berasal dari alam sekitar (Amrina, 2004). Gaya kognitif merupakan cara individu untuk mengorganisasikan, merepresentasikan, dan memahami pengetahuan yang ia peroleh dari hasil interaksi dengan lingkungan Riding dan Rayner (dalam Chen dan Macredie, 2002). Gaya kognitif dapat didefinisikan sebagai langkah yang ditempuh individu untuk memproses informasi dan menggunakan strategi untuk melakukan tugas (Candiasa, 2002). Jenis gaya kognitif seseorang secara sederhana dapat diketahui melalui tindakan atau tingkah laku individu tersebut dalam memilih pendekatan dalam melaksanakan tugas, cara berkomunikasi dalam kehidupan sosial sehari-hari, cara pandang terhadap objek di sekitarnya, mata pelajaran yang cenderung dipilih atau digemari, model pembelajaran yang cenderung dipilih, cara mengorganisir informasi, dan cara berinteraksi dengan dosen.
Gaya kognitif dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu gaya kognitif field independent dan gaya kognitif field dependent (Abdurahman, 2003). Pengertian dari masing-masing gaya kognitif tersebut, yaitu: a) field independent adalah gaya kognitif seseorang dengan tingkat kemandirian yang tinggi dalam mencermati suatu rangsangan tanpa ketergantungan dari faktor-faktor luar dan kurang dapat bekerja sama, b) field dependent adalah gaya kognitif seseorang yang cenderung dan sangat bergantung pada sumber informasi dari luar dan bekerja sama lebih baik dengan orang lain. Menurut Witkin, et.al (dalam Candiasa, 2002) karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif field independent, yaitu: 1) memiliki kemampuan menganalisis untuk memisahkan objek dari lingkungan sekitar, sehingga persepsinya tidak terpengaruh bila lingkungan mengalami perubahan, 2) mempunyai kemampuan mengorganisasikan objek-objek yang belum terorganisir dan mereorganisir objek-objek yang sudah terorganisir, 3) cenderung kurang sensitif, dingin, menjaga jarak dengan orang lain, dan individualistis, 4) memilih profesi yang bisa dilakukan secara individu dengan materi yang lebih abstrak atau memerlukan teori dan analisis, 5) cenderung mendefinisikan tujuan sendiri, dan 6) cenderung bekerja dengan mementingkan motivasi intrinsik dan lebih dipengaruhi oleh penguatan instrinsik. Witkin, et.al (dalam Candiasa, 2002) juga mengidentifikasi 6 karakteristik dari individu yang memiliki gaya kognitif field dependent, yaitu: 1) cenderung berpikir global, memandang objek sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya, sehingga persepsinya mudah terpengaruh oleh perubahan lingkungan, 2) cenderung menerima struktur yang sudah ada karena kurang memiliki kemampuan merestrukturisasi, 3) memiliki orientasi sosial, sehingga tampak baik hati, ramah, bijaksana, baik budi, dan penuh kasih sayang terhadap individu lain, 4) cenderung memilih profesi yang menekankan pada kemampuan sosial, 5) cenderung mengikuti tujuan yang sudah ada, 6) cenderung bekerja dengan mengutamakan motivasi eksternal dan lebih tertarik pada penguatan eksternal, berupa hadiah, pujian atau dorongan dari orang lain.
Mahasiswa sebagai individu yang unik sudah tentu memiliki gaya kognitif yang berbeda dengan teman-temannya dalam satu kelas. Gaya kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa akan memberikan dampak atau pengaruh yang positif apabila disediakan lingkungan dan kondisi yang tepat, sehingga mahasiswa dapat belajar secara optimal. Mahasiswa yang belajar secara optimal akan mencapai hasil belajar yang baik. Namun, jika kondisi atau lingkungan belajar mahasiswa tidak sesuai dengan gaya kognitif yang dimilikinya akan membuat mahasiswa tidak dapat belajar secara optimal. Hal ini akan berdampak negatif pada hasil belajar mahasiswa itu sendiri. Jadi dalam menerapkan pembelajaran di kelas harus memperhatikan jenis gaya kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa.
Konsep diri sangat besar peranannya bagi mahasiswa, yaitu konsep diri mahasiswa mempengaruhi perilaku belajar dan prestasi belajar mahasiswa. Sebab pada hakikatnya semakin tinggi konsep diri seseorang maka akan semakin mudah ia mencapai keberhasilan. Konsep diri merupakan bagian penting dalam perkembangan kepribadian. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini termasuk persepsi individu terhadap sifat dan kemampuan, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan. Secara umum, Campbell at al., 1966 (dalam Syamsul B. T, 2010) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan pandangan penilaian dan kepercayaan terhadap dirinya, sebagai sekema kognitif tentang diri sendiri yang mencakup sifat-sifat, nilai-nilai, peristiwa-peristiwa dan memori semantik tentang diri sendiri serta control terhadap pengolahan informasi diri yang relevan. Secara lebih luas, konsep diri dirumuskan sebagai skema kognitif atau pandangan dan penilaian tentang diri sendiri, yang mencakup atribut-atribut spesifik yang terdiri atas komponen pengetahuan dan komponen evaluatif. Komponen pengetahuan termasuk sifat-sifat karakteristik fisik, sedangkan komponen evaluatif termasuk peran, nilai-nilai, kepercayaan diri, harga diri dan evaluasi diri global.
Brooks dan Emmert (1976), sebagaimana yang dikutip oleh Rakhmat (1996: 132), mendeskripsikan mereka yang memiliki konsep diri tinggi dapat diidentifikasi melalui beberapa ciri, yaitu (1) mereka merupakan orang yang yakin akan kemampuannya dalam mengatasi suatu permasalahan, (2) mereka merupakan orang yang sadar benar bahwa masyarakat tidak dapat sepenuhnya menyetujui setiap perasaan, keinginan dan perilakunya. (3) mereka adalah orang yang mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadiannya yang kurang baik dan mengubahnya, (4) mereka adalah orang yang merasa dirinya setara dengan orang lain, dan (5) mereka merupakan tipe orang yang menerima pujian tanpa rasa malu.
Sebaliknya Emmert (dalam Rakhmat), 1996 : 131) juga mengemukakan ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif. Mereka digambarkan melalui lima cirri; (1) ia tidak tahan menerima kritik dan mudah marah. Baginya, koreksi sering dipersepsikan sebagai upaya untuk menjatuhkan dirinya. Ia juga berusaha menghindari dialog yang terbuka serta senantiasa berusaha untuk mempertahankan pendapatnya dengan berbagai cara pembenaran atau logika yang keliru, (2) ia sangat responsif terhadap pujian meskipun sering berpura-pura menghindari pujian, (3) ia bersifat hiperkritis terhadap orang lain dengan selalu mengeluh, mencela, meremehkan apa saja dan siapa saja, (4) ia cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain sehingga ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh. Karena itu , ia tidak dapat menciptakan kehangatan dan keakraban persahabatan, (5) ia bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terlihat dari keengganannya bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Dengan konsep diri yang tinggi seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani mengambil resiko, penuh percaya diri, antusias, merasa dirinya berharga, dan berani menetapkan tujuan hidup. Sebaliknya, semakin rendah konsep diri mahasiswa, maka semakin sulit seseorang untuk berhasil karena konsep diri yang rendah akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak percaya diri, takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal-hal baru dan menantang, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa tidak berguna, pesimis, serta bebagai perasaan dan perilaku inferior lainnya (Suardana, 2010).
Pemahaman adalah suatu proses mental terjadinya adaptasi dan transformasi ilmu pengetahuan (Gardner, 1999b). Artinya bahwa pemahaman bukan hanya sekedar proses asimilasi dari pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya (existing knowledge), tetapi restrukturisasi makna melalui proses akomodasi. Dalam beberapa taksonomi pembelajaran, pemahaman menduduki posisi pada tingkatan kognitif yang berbeda. Berdasarkan taksonomi Gagne, pemahaman berada pada level informasi verbal (verbal information), menurut taksonomi Bloom pada level comprehension, menurut taksonomi Anderson pada level pengetahuan deklaratif (declarative knowlwdge), berdasarkan taksonomi Merrill pada level remember paraphrased, dan menurut taksonomi Reigeluth pada level memahami hubungan-hubungan (understand relationship) (Reigeluth & Moore, 1999). Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa pemamahan memerlukan prasyarat pengetahuan pada level yang lebih rendah dan merupakan prasyarat untuk meraih pengetahuan pada level yang lebih tinggi seperti penerapan, analisis, sintesis, evaluasi, wawasan, dan kebijakan seseorang. Pemahaman merupakan prasyarat untuk mencapai pengetahuan atau kemampuan pada tingkat yang lebih tinggi, baik pada konteks yang sama maupun pada konteks yang lebih tinggi. Pembelajaran untuk pemahaman harus memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki mahasiswa Dochy, 1996 (dalam Warpala, 2006).
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yaitu suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih. Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2006). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester III-VIII Jurusan S1 PGSD Undiksha Tahun Ajaran 2012/2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik strata random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Pupolasi dibagi menjadi tiga stratum, yaitu semester IV, VI dan VIII dengan total populasi diperoleh sebanyak 952 orang. Dari masing-masing stratum tersebut kemudian dilakukan pengambilan sampel secara simple random sampling dan diperoleh 39 orang dari semester IV kelas B, semester VI kelas A (47 orang) dan kelas B (45 orang), serta semester VIII kelas A (42 orang) dan kelas B (42 orang). Total keseluruhan sampel berjumlah 215 orangDalam penelitian ini akan dicari kontribusi antara variabel gaya kognitif dan variabel konsep diri terhadap variabel pemahaman konsep IPA.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Berdasarkan hasil analisis data telah diperoleh bahwa terdapat kontribusi gaya kognitif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD Undiksha (r = 0,69; p < 0,05). Dari hasil perhitungan juga diperoleh sumbangan relatif dan sumbangan efektif dinyatakan bahwa sumbangan relatif gaya kognitif sebesar 69% dan sumbangan efektifnya sebesar 42%. Dengan demikian, gaya kognitif berkontribusi terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa PGSD Undiksha. Berdasarkan hasil analisis data telah terlihat bahwa terdapat kontribusi konsep diri terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa jurusan S1 PGSD (r = 0,5; p < 0,05). Dari hasil perhitungan sumbangan relatif dan sumbangan efektif dinyatakan bahwa sumbangan relatif konsep diri sebesar 31% dan sumbangan efektif konsep diri sebesar 19%. Dapat disimpulkan konsep diri mampu memberikan kontribusi terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa PGSD Undiksha.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik beberapa simpulan yaitu sebagai berikut.
Gaya kognitif berkontribusi terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa S1 PGSD Undiksha (r = 0,69; p < 0,05 dan t = 13,86; p < 0,05). Gaya kognitif memiliki sumbangan relatif sebesar 69% dan sumbangan efektifnya sebesar 42% terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa S1 PGSD Undiksha.
Konsep diri berkontribusi terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa S1 PGSD Undiksha (r = 0,5; p < 0,05 dan t = 8,45; p < 0,05). Konsep diri memiliki sumbangan relatif sebesar 31% dan sumbangan efektifnya sebesar 19% terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa S1 PGSD Undiksha.
Gaya kognitif dan konsep diri berkontribusi terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa S1 PGSD Undiksha (r = 0,79; p < 0,05 dan F = 172,95; p < 0,05). Gaya kognitif dan konsep diri memiliki total sumbangan efektif terhadap pemahaman konsep IPA mahasiswa S1 PGSD Undiksha sebesar 61%.
Saran
Melihat besarnya kontribusi gaya kognitif dan konsep diri dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep IPA mahasiswa Jurusan S1 PGSD Undiksha, maka:
Dalam kegiatan pembelajaran bisa dikembangkan perangkat pembelajaran yang mengacu pada peningkatan kontribusi gaya kognitif dan konsep diri dalam pembelajaran di kelas.
Dosen perlu memperhatikan faktor gaya kognitif dan konsep diri mahasiswa sehingga memudahkan dalam proses pembelajaran di kelas.
Mahasiswa hendaknya mengetahui gaya kognitif dan konsep diri yang dimiliki sehingga mempermudah penyerapan informasi dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Amrina, Z. 2004. Hubungan Antara Gaya Kognitif Dengan Hasil Belajar Matematika Mahasiswa Kelas II SMU Negeri Di Kota Padang. Jurnal Pembelajaran 27(1), 57-69.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bundu, P. 2003. Pengaruh Evaluasi Formatif dan Gaya Kognitif Terhadap Hasil Belajar IPA. Jurnal Edukasi. 4(1). 31-38.
Jurusan PGSD. 2011. Borang Akreditasi Jurusan PGSD. Undiksha
Candiasa, I M. 2002. Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Gaya Kognitif Terhadap Kemampuan Memprogram Komputer. Desertasi (tidak diterbitkan). Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.
Candiasa, I M. 2004. Statistik Multivariat Dilengkapi Aplikasi Dengan Spss. Singaraja: Unit Penerbitan IKIP Negeri Singaraja.
Chaplin.J.P. 2000. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Grafindo Persada
Chadidjah dan Diah Arina S. 2011. Kefektifan Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Metode Diskusi untuk Mengembangkan Konsep Diri Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Wonosari Tahun pelajaran 2011/2012. Tesis (tidak dipublikasikan). Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret
Chen, S.Y. and Macredie, R.D. 2002. Cognitive Styles and Hypermedia Navigation: Development of a Learning Model. J. of the American Society for Information Sciences and technolog. 53(1), 3-15.
Cohen, L. 1976. Educational Research in Classroom and School. London : Harper and Row Publisher
Darmayanti, N W S. 2013. Pengaruh Model Collaborative Teamwork Learning Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Pemahamanan Konsep Fisika ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa SMA. Tesis (tidak diterbitkan). Pasca Sarjana Undiksha
Daryanto, H. M. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Dinkmeyer, D. 1965. Child Development The Emerging Self. New Jersey : Prentice-Hall, Inc
Dewi, R. A. A. 2006. Penanganan Kelompok Bermasalah Melalui “One By One Plus” Dalam Pembelajaran Koopreratif “Tai” Berorientasi Gaya Kognitif Sebagai Upaya Meningkatkan Interaksi Dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri 6 Banjar Jawa. Skripsi (tidak diterbitkan). IKIP Negeri Singaraja.
Dona, dkk. 2012. Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Sesuai Dengan Gaya Kognitif Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013. Tesis (tidak dipublikasikan). Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret
Eka, P. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Perubahan Konseptual Terhadap Pemahaman Konsep Siswa Ditinjau Dari Gaya Kognitif. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Program Studi IPA.Volume 4 Tahun 2014
Fraenkel, J. R., & Wallen, N. E. 1993. In Education. Second edition. New York: McGraw-Hill, INC.
Hair, J. E., Anderson, R. E., Tatham, R. L., & Black, W. C. 1995. Multivariate Data Analysis. Firth Edition. Prentice-Hall International, Inc.
Jati, R.A. 2013. http://jati-rinakriatmaja.blogspot.com/2013/02/contoh-penelitian-korelasional.html
Kerlinger, F. N. 2000. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Terjemahan: Foundation behavioral research, oleh: Simatupang, L. R., & Koesoemanto, H. J. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Laporan Evaluasi Diri. 2010. Laporan Evaluasi Diri Jurusan PGSD.Undiksha
Linda, D. 2012. Peningkatan Motivasi Dan Pemahaman Konsep IPA Dengan Penggunaan VCD Pembelajaran Pada Siswa Kelas IV Sdn Karangmojo III Gunungkidul Tahun Ajaran 2011/2012. Universitas Negeri Yogyakarta
Liu, Y. & Ginter, D. 1999. Cognitive Styles and Distance Education. http:// www.westga.edu/~distance/liu23.html.
Louisajanda, V. 1978. Personal Adjustment The Psychology of Everyday Life. Canada : Silver Burdett Company
Madiya, I W. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Prestasi Belajar Kimia dan Konsep Diri Siswa SMA Ditinjau dari Gaya Kognitif. Tesis (tidak diterbitkan). Pasca Sarjana Undiksha
Masna. I. W. 2011. Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Professional, dan Konsep Diri (Studi Tentang Persepsi Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Denpasar Timur). Tesis (tidak diterbitkan). Pasca Sarjana Undiksha
Maulana, M.R. 2012. Determinasi Konsep Diri, Ketahanmalangan Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas X Sma Saraswati Singaraja. Tesis (tidak diterbitkan). Pasca Sarjana Undiksha
Montgomery, D. C. 1991. Design and Analysis of Experiment. Third edition. New York: John Wiley & Sons.
Mehrens, W. A., & Lehmann, I. J. 1973. Measurement and Evalution in Education and Phychology. New York: Rinehart and Winston.
Musser, T. 1997. Individual Differences: How field dependence-independence affects learners. http:// www.personal.psu.edu/staff/t/x/txm4/paper1.html.
Niyoko dan Salamah. 2010. Hubungan Antara Konsep Diri Kemampuan Akademik dan Prestasi Belajar IPS dengan Kesehatan Mental Siswa Kelas V, SD Kanisius Demangan Baru Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun pelajaran 2008/2009. Jurnal Sosialita Volume 1 Nomor 1 Maret 2010
Nurdin. 2005. Analisis Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif Guru Dan Gaya Kognitif Siswa Pada Kelas II SMU Negeri 3 Makassar. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 11(55), 469-489.
Parera, D. 1993. Keterampilan Bertanya dan Menjelaskan. Jakarta: Erlangga.
Pujiantoro. 2010. Menjadi Cerdas atau Berkualitas. http://gemapendidikan.com/2010/04/menjadi-cerdas-atau-berkualitas/
Qondias, D. 2012. Determinasi Ketahanmalangan dan Konsep Diri terhadap Motivasi Berprestasi dalam Kaitannya dengan Hasil Belajar IPS kelas VIII SMP N 3 Singaraja. Tesis (tidak diterbitkan). Pasca Sarjana Undiksha
Rakhmat. 1996. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Cet.Ke-10. Bandung : Remaja Rosdakarya
Resti A. dan Khairani. 2013. Korelasi antara Konsep Diri Sosial dengan Hubungan Sosial (Studi Korelasional terhadap Siswa SMP Negeri 2 Padang Panjang). Jurnal Ilmiah Konseling. Volume 2 Nomor 1 Januari 2013
Reta. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa. Tesis (tidak diterbitkan). Pasca Sarjana Undiksha
Rini, D. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia dan Gaya Kognitif terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Negeri Lubuk Pakam. Jurnal Teknologi Pendidikan.Vol.5 No.2.236-243
Rosyada, D. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media
Santosa, P. B dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Exel dan SPSS. Yogyakarta: Andi.
Santyasa, I W. 2003. Asesmen dan Kriteria Penilaian Hasil Belajar Fisika Berbasis Kompetensi. Makalah. Disajikan dalam seminar Lokakarya Bidang Peningkatan Relevansi Program DUE-LIKE Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja, tanggal 15-16 Agustus 2003 di Singaraja.
Santyasa, I W. 2005. Implementasi Pembelajaran Inovatif Dalam Praktik Pengalaman Lapangan. Makalah. Disajikan dalam pembekalan awal pelaksanaan program hibah kemitraan LPPL IKIP Negeri Singaraja dengan Sekolah Laboratorium IKIP Negeri Singaraja, tanggal 18-20 Juli 2005 di Singaraja.
Suardana. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Inquiri TerbimbingTerhadap Prestasi Belajar IPA Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Dawan Ditinjau Dari Konsep Diri Siswa. Tesis (tidak diterbitkan). Pasca Sarjana Undiksha
Sudarmanto, R. G. 2004. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS. Bandar Lampung: Graha Ilmu.
Sudarmanto, G. 2005. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sulistyowati. 2010. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dan Gaya Kognitif terhadap Sikap Nasionalisme Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Kuta Kabupaten Badung Tahun Pelajaran 2009-2010. Tesis (tidak diterbitkan). Pasca Sarjana Undiksha
Sukri. 2003. Pengaruh Bimbingan Belajar dan Gaya Kognitif terhadap Motivasi Belajar (eksperimen di SMU Negeri 1 Rogojampi). Tesis (tidak diterbitkan). Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, Program Pasca Sarjana Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan.
Supriadi. 2013. Efek Kausal Konsep Diri Akademik dan Minat Keguruan Terhadap Ekspektasi Karier Sebagai Guru dan Hubungannya dengan Sikap Profesionalisme Keguruan Mahasiswa PGSD Undiksha Tahun Ajaran 2012/2013. Tesis (tidak diterbitkan). Pasca Sarjana Undiksha
Suryabrata, S. 2006. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Syamsul B.T. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Wimperis Aplikatif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Depdiknas.
Wiersma, W. 1990. Research Methods in Education: An introduction. Fifth edition. London: Allyn dan Bacon.
Wiersma, W. & Jurs, S. G. 1990. Educational Measurement and Testing. Second Edition. London: Allyn and Bacon.
Zuriah, N. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
PAGE \* MERGEFORMAT 1
X1
X2
Y