Academia.eduAcademia.edu

Permenkes

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam pelayanan rangka kesehatan, meningkatkan dibutuhkan kualitas tindakan yang komprehensif dan responsif terhadap kejadian tidak diinginkan di fasilitas pelayanan kesehatan agar kejadian serupa tidak terulang kembali; b. bahwa Peraturan Menteri 1691/MENKES/Per/VIII/2011 Pasien Rumah Sakit perlu Kesehatan Nomor tentang Keselamatan disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga perlu disempurnakan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien; -2- Mengingat : 1. Undang-Undang Kedokteran Nomor (Lembaran 29 Tahun Negara 2004 Republik Praktik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3441); 2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 4. Undang-Undang Tenaga Nomor Kesehatan Indonesia Tahun 36 Tahun (Lembaran 2014 2014 Negara Nomor 298, tentang Republik Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor tentang Standar 1438/MENKES/PER/X/2010 Pelayanan Kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 464); 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 413); 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1049); -3- 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG KESELAMATAN PASIEN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Keselamatan membuat Pasien asuhan adalah pasien suatu lebih sistem aman, yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan disebabkan mencegah oleh terjadinya kesalahan akibat cedera yang melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. 2. Insiden Keselamatan Pasien yang selanjutnya disebut Insiden, adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. 3. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. -4- 4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 5. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang membidangi pelayanan kesehatan. 6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 2 Pengaturan Keselamatan meningkatkan mutu Pasien pelayanan bertujuan fasilitas untuk pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. BAB II KOMITE NASIONAL KESELAMATAN PASIEN Pasal 3 (1) Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di membentuk fasilitas Komite pelayanan kesehatan, Menteri Nasional Keselamatan Pasien untuk meningkatkan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan organisasi fungsional dibawah koordinasi Direktorat Jenderal, serta bertanggung jawab kepada Menteri. (3) Keanggotaan Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri atas usulan Direktur Jenderal. -5- (4) Keanggotaan Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, kementerian/lembaga terkait, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan, dan organisasi profesi terkait. Pasal 4 (1) Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 memiliki tugas memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri dalam rangka penyusunan kebijakan nasional dan peraturan Keselamatan Pasien. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite Nasional Keselamatan Pasien menyelenggarakan fungsi: a. penyusunan standar dan pedoman Keselamatan Pasien; b. penyusunan dan pelaksanaan program Keselamatan Pasien; c. pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan Insiden, analisis, dan penyusunan rekomendasi Keselamatan Pasien; d. kerja sama dengan berbagai institusi terkait baik dalam maupun luar negeri; dan e. monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Keselamatan Pasien. BAB III PENYELENGGARAAN KESELAMATAN PASIEN Bagian Kesatu Standar, Tujuh Langkah Menuju, dan Sasaran Keselamatan Pasien Pasal 5 (1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan menyelenggarakan Keselamatan Pasien. harus -6- (2) Penyelenggaraan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembentukan sistem pelayanan yang menerapkan: (3) a. standar Keselamatan Pasien; b. sasaran Keselamatan Pasien; dan c. tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien. Sistem pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menjamin pelaksanaan: a. asuhan pasien lebih aman, melalui upaya yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien; b. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak lanjutnya; dan c. implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan melaksanakan oleh suatu kesalahan tindakan atau akibat tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. (4) Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi standar: a. hak pasien; b. pendidikan bagi pasien dan keluarga; c. Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan; d. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan peningkatan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien; e. peran kepemimpinan Keselamatan Pasien; f. pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien; dan g. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai Keselamatan Pasien. (5) Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi tercapainya hal-hal: a. mengidentifikasi pasien dengan benar; -7- b. meningkatkan komunikasi yang efektif; c. meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai; d. memastikan prosedur lokasi yang pembedahan benar, yang benar, pembedahan pada pasienyang benar; e. mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan f. (6) mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh. Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas: a. membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien; b. memimpin dan mendukung staf; c. mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko; d. mengembangkan sistem pelaporan; e. melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien; f. belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien; dan g. mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien. Pasal 6 (1) Standar hak pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf a merupakan hak pasien dan keluarganya untuk mendapatkan informasi tentang diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, dan perkiraan biaya pengobatan. (2) Kriteria standar hak pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. harus ada dokter penanggung jawab pelayanan; b. rencana pelayanan dibuat penanggung jawab pelayanan; dan oleh dokter -8- c. penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya dilakukan oleh dokter penanggung jawab pelayanan. Pasal 7 (1) Standar pendidikan kepada pasien dan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b berupa kegiatan mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. (2) Kriteria Standar keluarga pendidikan sebagaimana kepada dimaksud pasien pada dan ayat (1) meliputi: a. memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap, dan jujur; b. mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga; c. mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti; d. memahami konsekuensi pelayanan; e. mematuhi nasihat dokter dan menghormati tata tertib fasilitas pelayanan kesehatan; f. memperlihatkan sikap saling menghormati dan tenggang rasa; dan g. memenuhi kewajiban finansial yang disepakati. Pasal 8 (1) Standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf c merupakan upaya kesehatan di bidang fasilitas pelayanan Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. (2) Kriteria standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: -9- a. pelayanan secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, pemindahan pasien, rujukan, dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan; b. koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan ketersediaan sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan; c. koordinasi pelayanan komunikasi untuk dalam meningkatkan memfasilitasi dukungan keluarga, asuhan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi, rujukan, dan tindak lanjut lainnya; dan d. komunikasi dan penyampaian informasi antar profesi kesehatan sehingga tercapai proses peningkatan kinerja koordinasi yang efektif. Pasal 9 (1) Standar penggunaan metode untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf d merupakan kegiatan mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang telah ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta Keselamatan Pasien. (2) Kriteria standar kinerja untuk peningkatan penggunaan metode melakukan evaluasi Keselamatan Pasien peningkatan dan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik; -10- b. setiap fasilitas melakukan pelayanan pengumpulan kesehatan data harus kinerja yang antara lain terkait dengan pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, dan keuangan; c. setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi semua insiden dan secara proaktif melakukan evaluasi 1 (satu) proses kasus risiko tinggi setiap tahun; dan d. setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data dan informasi hasil evaluasi dan perubahan analisis sistem untuk (redesain) menentukan atau membuat sistem baru yang diperlukan, agar kinerja dan Keselamatan Pasien terjamin. (3) Proses perancangan (desain) yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan mengacu pelayanan pada visi, misi, kesehatan, dan kebutuhan tujuan fasilitas pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien. Pasal 10 (1) Standar peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf e merupakan kegiatan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dalam: a. mendorong dan menjamin implementasi Keselamatan Pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien; b. menjamin berlangsungnya kegiatan identifikasi risiko Keselamatan Pasien dan menekan atau mengurangi insiden secara proaktif; -11- c. menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang Keselamatan Pasien; d. mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan Keselamatan Pasien; dan e. mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi setiap unsur dalam meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien. (2) Kriteria standar meningkatkan peran kepemimpinan Keselamatan Pasien dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. terdapat tim antar disiplin untuk mengelola Keselamatan Pasien; b. tersedia kegiatan atau program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan Insiden; c. tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam Keselamatan Pasien; d. tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap Insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko, dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis; e. tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan Insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang analisis akar masalah Kejadian Nyaris Cedera (KNC), KTD, dan kejadian sentinel pada saat Keselamatan Pasien mulai dilaksanakan; -12- f. tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis Insiden, atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian sentinel; g. terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan antar disiplin; h. tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan Keselamatan Pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut; dan i. tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya. Pasal 11 (1) Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf f merupakan kegiatan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien. (2) Kriteria Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki: a. setiap fasilitas memiliki pelayanan program kesehatan pendidikan, pelatihan harus dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik Keselamatan Pasien masing-masing; sesuai dengan tugasnya -13- b. setiap fasilitas pelayanan mengintegrasikan topik kesehatan Keselamatan harus Pasien dalam setiap kegiatan pelatihan/magang dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan Insiden; dan c. setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama tim (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien. Pasal 12 (1) Standar komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf g merupakan kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan dalam merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi Keselamatan Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal yang tepat waktu dan akurat. (2) Kriteria standar komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki: a. tersedianya anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan Keselamatan Pasien; dan b. tersedianya mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada. Pasal 13 Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Keselamatan Pasien, Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien, dan Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. -14- Bagian Kedua Insiden Paragraf 1 Umum Pasal 14 (1) (2) Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi: a. Kondisi Potensial Cedera (KPC); b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC); c. Kejadian Tidak Cedera (KTC); dan d. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Kondisi Potensial Cedera (KPC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. (3) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. (4) Kejadian Tidak Cedera (KTC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera. (5) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. Paragraf 2 Penanganan Insiden Pasal 15 (1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan penanganan Insiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. (2) Selain penanganan Insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan penanganan kejadian sentinel. -15- (3) Kejadian sentinel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan suatu Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien. (4) Kejadian sentinel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disebabkan oleh hal lain selain Insiden. Pasal 16 (1) Penanganan Insiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien. (2) Penanganan Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembentukan tim Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pelaksana kegiatan penanganan Insiden. (3) Dalam melakukan Penanganan Insiden, tim keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan kegiatan berupa pelaporan, verifikasi, investigasi, dan analisis penyebab Insiden tanpa menyalahkan, menghukum, dan mempermalukan seseorang. Pasal 17 (1) Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) bertanggung jawab langsung kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Keanggotaan Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas unsur manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan unsur klinisi di fasilitas pelayanan kesehatan. -16- (3) Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas: a. menyusun kebijakan dan pengaturan di bidang Keselamatan Pasien untuk ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan; b. mengembangkan program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan kesehatan; c. melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian tentang penerapan program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan kesehatan; d. melakukan pelatihan Keselamatan Pasien bagi fasilitas pelayanan kesehatan; e. melakukan pencatatan, pelaporan Insiden, analisis insiden termasuk melakukan RCA, dan mengembangkan solusi untuk meningkatkan Keselamatan Pasien; f. memberikan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien; g. membuat laporan kegiatan kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan; dan h. mengirim laporan Insiden secara kontinu melalui e-reporting sesuai dengan pedoman pelaporan Insiden. (4) Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan menjadi Komite Keselamatan Pasien fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan. (5) Dalam hal tim Keselamatan Pasien belum dapat dibentuk karena keterbatasan tenaga, fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki petugas yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pasien sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. -17- Pasal 18 (1) Setiap Insiden harus dilaporkan secara internal kepada tim Keselamatan Pasien dalam waktu paling lambat 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam dengan menggunakan format laporan sebagaimana tercantum pada Formulir 1. (2) Laporan sebagaimana diverifikasi oleh tim dimaksud pada Keselamatan ayat Pasien (1) untuk memastikan kebenaran adanya Insiden. (3) Setelah melakukan verifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim Keselamatan Pasien melakukan investigasi dalam bentuk wawancara dan pemeriksaan dokumen. (4) Berdasarkan hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim Keselamatan Pasien menentukan derajat insiden (grading) dan melakukan Root Cause Analysis (RCA) dengan metode baku untuk menemukan akar masalah. (5) Tim keselamatan pasien harus memberikan rekomendasi keselamatan pasien kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan hasil Root Cause Analysis (RCA) sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Root Cause Analysis (RCA) diatur dalam pedoman yang disusun oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien. Pasal 19 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pelaporan Insiden, secara online atau tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien sesuai dengan format laporan tercantum pada Formulir 2 dan Formulir 3 Peraturan Menteri ini. (2) Pelaporan Insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setelah dilakukan analisis, serta mendapatkan rekomendasi dan solusi dari Keselamatan Pasien fasilitas pelayanan kesehatan. tim -18- (3) Pelaporan insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan mengoreksi untuk sistem menurunkan dalam rangka insiden dan meningkatkan Keselamatan Pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming). (4) Pelaporan insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), dan tidak mudah diakses oleh orang yang tidak berhak. Pasal 20 Setelah menerima pelaporan Insiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Komite Nasional Keselamatan Pasien melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) berupa rekomendasi Keselamatan Pasien dalam rangka mencegah berulangnya kejadian yang sama di fasilitas pelayanan kesehatan lain secara nasional. Pasal 21 Setiap dokumen pelaporan dan analisis Insiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 tidak diperuntukkan sebagai alat bukti hukum dalam proses peradilan. BAB IV PENANGANAN KEJADIAN SENTINEL YANG BERDAMPAK LUAS/NASIONAL Bagian Kesatu Umum Pasal 22 (1) Kejadian meliputi sentinel yang berdampak kejadian sentinel yang luas/nasional memiliki potensi berdampak luas dan/atau kejadian sentinel yang melibatkan berbagai fasilitas pelayanan kesehatan lain. -19- (2) Kejadian sentinel yang berdampak luas/nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (3) Ketentuan melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk kejadian sentinel yang disebabkan oleh hal lain selain Insiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4). Pasal 23 (1) Kejadian sentinel yang berdampak luas/nasional dilaporkan sesegera mungkin paling lama 1 (satu) jam setelah diketahuinya kejadian sentinel. (2) Pelaporan dilakukan sebagaimana secara lisan dimaksud melalui pada ayat media (1) telepon kemudian dilengkapi dengan laporan tertulis. (3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia tanpa menyebutkan identitas pasien dan tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan. (4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. lokasi kejadian; b. kronologis kejadian; c. waktu kejadian; d. akibat kejadian; dan e. jumlah pasien yang mengalami kematian atau cedera berat akibat kejadian sentinel. Bagian Kedua Investigasi Pasal 24 (1) Dinas Kesehatan menindaklanjuti laporan Kabupaten/Kota sebagaimana dalam dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) melalui kegiatan: a. mencegah kejadian sentinel tidak meluas; b. menyelamatkan barang bukti; -20- c. mengendalikan situasi; dan d. berkoordinasi dengan Komite Nasional Keselamatan Pasien dan/atau instansi terkait. (2) Mencegah kejadian sentinel tidak meluas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling sedikit berupa kegiatan membatasi/melokalisir dan mengurangi dampak kejadian sentinel. (3) Menyelamatkan barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit berupa tindakan mengidentifikasi, memastikan keamanan dan keutuhan barang bukti, serta membuat berita acara. (4) Mengendalikan situasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit berupa mengamankan lokasi kejadian, mengendalikan informasi dan media massa, dan menenangkan pasien, keluarga pengunjung, dan tenaga kesehatan. Pasal 25 (1) Direktur Jenderal menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dengan melakukan investigasi (2) Investigasi sebagaimana dilakukan tim dimaksud pada investigasi yang ayat ditetapkan (1) oleh Direktur Jenderal. (3) Tim investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Kementerian Kesehatan, Komite Nasional Keselamatan Pasien, organisasi profesi, tenaga pengawas, dan instansi lain terkait. (4) Tim investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan penanganan kejadian sentinel yang berdampak luas/nasional wajib berkoordinasi dengan tim keselamatan pasien dan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat. Dinas Kesehatan -21- Pasal 26 (1) Tim investigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 bertugas mengumpulkan informasi dan barang bukti, menganalisis penyebab, solusi pencegahan perluasan dan/atau pengulangan kejadian sentinel yang berdampak luas/nasional, dan melaporkannya kepada Direktur Jenderal. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tim investigasi memiliki fungsi: a. mendalami informasi dengan melakukan wawancara kepada semua pihak yang terlibat atau yang mengetahui kejadian; b. mengamankan barang bukti; c. mendata korban; d. mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk dokumen, gambar, atau foto; e. melakukan uji laboratorium; f. membuat analisis dari seluruh informasi dan temuan, menyimpulkan penyebabnya serta merekomendasikan solusi pencegahan perluasan dan/ atau pengulaangan kejadian; dan/atau g. (3) menyusun laporan. Fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diperoleh dari: a. pengkajian Komite Nasional Keselamatan Pasien; b. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan; c. tenaga kesehatan yang terlibat atau mengetahui kejadian; d. pasien/keluarga sebagai penerima pelayanan kesehatan; e. fasilitas pelayanan kesehatan lain atau institusi lain yang berhubungan secara langsung dengan kejadian; f. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat; dan/atau g. sumber lainnya yang langsung dengan kejadian. berhubungan secara -22- Pasal 27 (1) Setiap orang dilarang merusak, mengubah, atau menghilangkan barang bukti kecuali untuk penyelamatan korban. (2) Dalam rangka mengamankan dan menjaga keutuhan barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tim investigasi dapat memindahkan barang bukti dengan membuat berita acara. (3) Mengamankan dan menjaga keutuhan barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sampai dengan berakhirnya pelaksanaan investigasi kejadian sentinel oleh tim investigasi. Pasal 28 (1) Fasilitas pelayanan melakukan kesehatan pengamanan setempat sarana wajib prasarana dan perbekalan kesehatan serta lokasi kejadian. (2) Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan guna: a. melindungi setiap orang dan fasilitas di lokasi kejadian; dan b. mencegah terjadinya tindakan yang dapat mengubah letak, merusak, dan menghilangkan barang bukti. Bagian Ketiga Pelaporan Hasil Investigasi Pasal 29 (1) Hasil kerja tim investigasi dibuat dalam bentuk laporan hasil investigasi yang ditujukan kepada Direktur Jenderal. (2) Laporan hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. laporan awal; dan b. laporan akhir. -23- (3) Laporan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat paling sedikit berupa kesimpulan awal tentang kejadian sentinel dan rekomendasi pencegahan perluasan kejadian sentinel dalam waktu paling lama 3x24 (tiga kali dua puluh emapat) jam sejak kejadian sentinel dilaporkan. (4) Laporan akhir sebagaimana dimaksud pada (2) huruf b memuat: a. informasi fakta; b. analisis fakta penyebab kejadian sentinel; c. kesimpulan penyebab yang paling memungkinkan terjadinya kejadian sentinel; d. saran tindak lanjut untuk pencegahan pengulangan dan perbaikan; dan e. lampiran hasil investigasi dan dokumen pendukung lainnya. (5) Laporan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan ketua tim investigasi kepada Direktur Jenderal paling lama 4 (empat) bulan setelah laporan awal disampaikan. (6) Dalam kondisi tertentu, waktu laporan akhir investigasi Kejadian Sentinel sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan dapat diperpanjang permohonan dengan perpanjangan cara kepada Direktur Jenderal. Pasal 30 (1) Kejadian sentinel yang mengandung dugaan tindak pidana Direktur harus dilaporan Jenderal tim dengan investigasi kepada rekomendasi untuk dilakukan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). (2) Barang bukti kejadian sentinel yang mengandung dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diserahkan tim investigasi kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). -24- Pasal 31 Dalam hal tim investigasi telah selesai melakukan tugasnya namun ditemukan penyebab informasi terjadinya baru Kejadian yang memperjelas Sentinel, pelaksanaan investigasi dilakukan kembali oleh tim investigasi atau tim investigasi lanjutan yang dibentuk oleh Direktur Jenderal. Pasal 32 Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan kejadian sentinel yang berdampak luas/nasional diatur dalam pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 33 (1) Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara berjenjang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai tugas dan fungsi masing-masing. (2) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengikutsertakan asosiasi fasilitas kesehatan, Badan Pengawas Rumah Sakit, dan organisasi profesi. (3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien. Pasal 34 Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan secara berkala wajib melakukan evaluasi terhadap kegiatan Keselamatan Pasien yang kesehatannya. dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan -25- BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 (1) Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang telah ada masih tetap melaksanakan tugas sepanjang Komite Nasional Keselamatan Pasien belum terbentuk. (2) Komite Nasional Keselamatan Pasien harus dibentuk dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 541), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 37 Peraturan Menteri diundangkan. ini mulai berlaku pada tanggal -26- Agar setiap pengundangan orang mengetahuinya, Peratuan Menteri memerintahkan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Februari 2017 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NILA FARID MOELOEK Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Februari 2017 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 308 Telah diperiksa dan disetujui Plt. Kepala Biro Hukum dan Direktur Jenderal Pelayanan Sekretaris Jenderal Orgaisasi Kesehatan tanggal tanggal tanggal Paraf Paraf Paraf -27- LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN STANDAR KESELAMATAN PASIEN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien fasilitas pelayanan kesehatan yang merupakan acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya. Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu: 1. hak pasien. 2. mendidik pasien dan keluarga. 3. keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan. 4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien. 5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien. 6. mendidik staf tentang keselamatan pasien. 7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut: STANDAR I. HAK PASIEN Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden. -28- Kriteria: 1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan. 1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan. 1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden. STANDAR II. MENDIDIK PASIEN DAN KELUARGA Standar: Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriteria: Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di fasilitas pelayanan kesehatan harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat: 1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur. 2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga. 3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti. 4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan. 5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan kesehatan. 6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa. 7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati. STANDAR III. KESELAMATAN PASIEN DALAM KESINAMBUNGAN PELAYANAN Standar: Fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. -29- Kriteria: 3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan. 3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar. 3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya. 3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif. STANDAR IV. PENGGUNAAN METODE-METODE PENINGKATAN KINERJA UNTUK MELAKUKAN EVALUASI DAN PROGRAM PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN Standar: Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Kriteria: 4.1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan fasilitas pelayanan kesehatan, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktorfaktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien”. 4.2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan. 4.3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi -30- intensif terkait dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi. 4.4. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin. STANDAR V. PERAN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN Standar: 1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien“. 2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden. 3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien. 4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan keselamatan pasien. 5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien. Kriteria: 5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien. 5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden. Insiden meliputi Kondisi Potensial Cedera (KPC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Diharapkan Kejadian (KTD). Selain Tidak Cedera Insiden (KTC), diatas, Kejadian terdapat KTD Tidak yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien yang dikenal dengan -31- kejadian sentinel Contoh Kejadian sentinel antara lain Tindakan invasif/pembedahan pada pasien yang salah, Tindakan invasif/ pembedahan pada bagian tubuh yang keliru, Ketinggalan instrumen/alat/ benda-benda lain di dalam tubuh pasien sesudah tindakan pembedahan, Bunuh diri pada pasien rawat inap, Embolisme gas intravaskuler yang mengakibatkan kematian/kerusakan neurologis, Reaksi Haemolitis transfusi darah akibat inkompatibilitas ABO, Kematian ibu melahirkan, Kematian bayi “Full-Term” yang tidak di antipasi, Penculikan bayi, Bayi tertukar, Perkosaan /tindakan kekerasan terhadap pasien, staf, maupun pengunjung. Selain contoh kejadian sentinel diatas terdapat kejadian sentinel yang berdampak luas/nasional diantaranya berupa Kejadian yang sudah terlanjur di “ blow up” oleh media, Kejadian yang menyangkut pejabat, selebriti dan publik figure lainnya, Kejadian yang melibatkan berbagai institusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain, Kejadian yang sama yang timbul di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan dalam kurun waktu yang relatif bersamaan, Kejadian yang menyangkut moral, misalnya : perkosaan atau tindakan kekerasaan. 5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien. 5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. 5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (KNC/Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan. 5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”. 5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan -32- kesehatan dengan pendekatan antar disiplin. 5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut. 5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya. STANDAR VI. MENDIDIK STAF TENTANG KESELAMATAN PASIEN Standar: 1. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas. 2. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien. Kriteria: 6.1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing. 6.2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden. 6.3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien. -33- STANDAR VII. KOMUNIKASI SEBAGAI KUNCI BAGI STAFF UNTUK MENCAPAI KESELAMATAN PASIEN Standar: 1. Fasilitas pelayanan kesehatan merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. 2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Kriteria: 7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan pasien. 7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada. -34- SASARAN KESELAMATAN PASIEN NASIONAL (SKPN) Tujuan SKP adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien. Sasaran sasaran dalam SKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam perawatan kesehatan, memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat para pakar. Dengan mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran biasanya sedapat mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem. SASARAN KESELAMATAN PASIEN NASIONAL Di Indonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan,diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien Nasional yang terdiri dari : SKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar SKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan Pada PasienYang Benar SKP.5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan SKP.6 Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh SASARAN 1: MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR Fasilitas pelayanan Kesehatan menyusun pendekatan untuk memperbaiki ketepatan identifikasi pasien MAKSUD DAN TUJUAN Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam -35- fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain. Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (-identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN: 1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien. 2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah. 3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan / prosedur. 4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi. -36- SASARAN 2: MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF Fasilitas pelayanan kesehatan menyusun pendekatan agar komunikasi di antara para petugas pemberi perawatan semakin efektif. MAKSUD DAN TUJUAN Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito. Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN: 1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut. 2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut. 3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut 4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui telepon. -37- SASARAN 3: MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS DIWASPADAI Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai. MAKSUD DAN TUJUAN Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike/ LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati. -38- KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN: 1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai 2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan 3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan. 4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted). SASARAN4: MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR, PROSEDUR YANG BENAR, PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG BENAR Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi. MAKSUD DAN TUJUAN Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada -39- tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang). Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk : − memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; − memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; − Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan. Tahap “Sebelum insisi”/Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum dilakukan tindakan. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN: Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan/pemberi tanda. 1. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional. 2. Tim operasi yang “sebelum lengkap menerapkan dan mencatat prosedur insisi/time-out” tepat prosedur/tindakan pembedahan. sebelum dimulainya suatu -40- 3. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi. SASARAN 5: MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN KESEHATAN Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. MAKSUD DAN TUJUAN Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO, fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di Fasilitas pelayanan Kesehatan. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN: 1. Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety). 2. Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene yang efektif. 3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan -41- SASARAN 6 : MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh. MAKSUD DAN TUJUAN. Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun. Program tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN : 1. Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan. 2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko -42- TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat menilai kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih aman. Dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien Fasilitas pelayanan Kesehatan dapat memperbaiki keselamatan pasien, melalui perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh langkah ini akan membantu memastikan bahwa asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah ini juga bisa membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan mencapai sasaran-sasarannya untuk Tata Kelola Klinik, Manajemen Risiko, dan Pengendalian Mutu. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari : 1. membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien. Ciptakan budaya adil dan terbuka 2. memimpin dan mendukung staf. Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan anda. 3. mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan 4. mengembangkan sistem pelaporan Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal ) maupun eksternal (nasional). 5. melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien. 6. belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien. Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden. 7. mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama. -43- LANGKAH 1 BANGUN BUDAYA KESELAMATAN Segala upaya harus dikerahkan di Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan tidak menyalahkan sehingga aman untuk melakukan pelaporan. Ciptakan budaya adil dan terbuka. Dimasa lalu sangat sering terjadi reaksi pertama terhadap insiden di Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah menyalahkan staf yang terlibat, dan dilakukan tindakan-tindakan hukuman. Hal ini, mengakibatkan staf enggan melapor bila terjadi insiden. Penelitian menunjukkan kadang-kadang staf yang terbaik melakukan kesalahan yang fatal, dan kesalahan ini berulang dalam lingkungan Fasilitas pelayanan Kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan lingkungan dengan budaya adil dan terbuka sehingga staf berani melapor dan penanganan insiden dilakukan secara sistematik. Dengan budaya adil dan terbuka ini pasien, staf dan Fasilitan Kesehatan akan memperoleh banyak manfaat. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan : a. Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang harus dilakukan oleh staf apabila terjadi insiden, bagaimana dilakukan investigasi dan dukungan apa yang harus diberikan kepada pasien, keluarga, dan staf. b. Pastikan dalam kebijakan tersebut ada kejelasan tentang peran individu dan akuntabilitasnya bila terjadi insiden. c. Lakukan survei budaya keselamatan untuk menilai budaya pelaporan dan pembelajaran di Fasilitas pelayanan Kesehatan anda. Untuk tingkat Unit/Pelaksana : a. Pastikan teman anda merasa mampu berbicara tentang pendapatnya dan membuat laporan apabila terjadi insiden. b. Tunjukkan kepada tim anda tindakan-tindakan yang sudah dilakukan oleh Fasilitas pelayanan Kesehatan menindak lanjuti laporan-laporan tersebut secara adil guna pembelajaran dan pengambilan keputusan yang tepat. LANGKAH 2 PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan anda. -44- Keselamatan pasien melibatkan setiap orang dalam Fasilitas pelayanan Kesehatan anda. Membangun budaya keselamatan sangat tergantung kepada kepemimpinan yang kuat dan kemapuan organisasi mendengarkan pendapat seluruh anggota. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN : Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan : a. Pastikan ada anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang keselamatan pasien. Anggota eksekutif di rumah sakit merupakan jajaran direksi rumah sakit yang meliputi kepala atau direktur rumah sakit dan pimpinan unsur-unsur yang ada dalam struktur organisasi rumah sakit, sedangkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan jajaran pimpinan organisasi jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. b. Tunjuk penggerak/champion keselamatan pasien di tiap unit. c. Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda pertemuan-pertemuan pada tingkat manajemen dan unit. d. Masukkan keselamatan pasien ke dalam program-program pelatihan bagi staf dan pastikan ada pengukuran terhadap efektifitas pelatihanpelatihan tersebut. Untuk tingkat Unit/Pelaksana : a. Calonkan penggerak/champion untuk keselamatan pasien. b. Jelaskan pentingnya keselamatan pasien kepada anggota unit anda. c. Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda sehingga staf merasa dihargai dan merasa mampu berbicara apabila mereka berpendapat bahwa insiden bisa terjadi. LANGKAH 3 INTEGRASIKAN KEGIATAN MANAJEMEN RISIKO ANDA Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan. Sistem manajemen risiko akan membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan mengelola insiden secara efektif dan mencegah kejadian berulang kembali. Keselamatan pasien adalah komponen kunci dari manajemen risiko, dan harus di integrasikan dengan keselamatan staf, manajemen komplain, penanganan litigasi dan klaim serta risiko keuangan dan lingkungan. Sistem manajemen risiko ini harus di dukung oleh strategi -45- manajemen risiko Fasilitas pelayanan Kesehatan, yang mencakup progamprogram asesmen risiko secara pro-aktif dan risk register. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN : Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan : a. Pelajari kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko klinis dan non klinis, dan pastikan hal ini sudah terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf komplain dan risiko keuangan serta lingkungan. b. Kembangkan indikor-indikator kinerja untuk sistem manajemen risiko anda sehingga dapat di monitor oleh pimpinan. c. Gunakan informasi-informasi yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk perbaikan pelayanan pasien secara pro-aktif. Untuk tingkat Unit/Pelaksana : a. Giatkan forum-forum diskusi tentang isu-isu manajemen risiko dan keselamatan pasien, berikan feedback kepada manajemen. b. Lakukan asesmen risiko pasien secara individual sebelum dilakukan tindakan c. Lakukan proses asesmen risiko secara reguler untuk tiap jenis risiko dan lakukan tindaka-tindakan yang tepat untuk meminimalisasinya. d. Pastikan asesmen risiko yang ada di unit anda masuk ke dalam proses asesmen risiko di tingkat organisasi dan risk register. LANGKAH 4 BANGUN SISTEM PELAPORAN Sistem pelaporan sangat vital di dalam pengumpulan informasi sebagai dasar analisa dan penyampaikan rekomendasi. Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal) maupun eksternal (nasional). KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN : Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan: Bangun dan implementasikan sistem pelaporan yang menjelaskan bagaimana dan cara Fasilitas pelayanan Kesehatan melaporkan insiden secara nasional ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP). Untuk tingkat Unit/Pelaksana : Dorong kolega anda untuk secara aktif melaporkan insiden-insiden keselamatan pasien baik yang sudah terjadi maupun yang sudah di cegah -46- tetapi bisa berdampak penting unutk pembelajaran. Panduan secara detail tentang sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan di susun oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP). LANGKAH 5 LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN MASYARAKAT Peran aktif pasien dalam proses asuhannya harus diperkenalkan dan di dorong. Pasien memainkan peranan kunci dalam membantu penegakan diagnosa yang akurat, dalam memutuskan tindakan pengobatan yang tepat, dalam memilih fasilitas yang aman dan berpengalaman, dan dalam mengidentifikasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) serta mengambil tindakan yang tepat. Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN : Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan : a. Kembangkan kebijakan yang mencakup komunikasi terbuka dengan pasien dan keluarganya tentang insiden yang terjadi b. Pastikan pasien dan keluarganya mendapatkan informasi apabila terjadi insiden dan pasien mengalami cidera sebagai akibatnya. c. Berikan dukungan kepada staf, lakukan pelatihan-pelatihan dan dorongan agar mereka mampu melaksanakan keterbukaan kepada pasien dan keluarganya . Untuk tingkat Unit/Pelaksana : a. Pastikan anggota tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluargannya secara aktif waktu terjadi insiden. b. Prioritaskan kebutuhan untuk memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya waktu terjadi insiden, dan berikan informasi yang jelas, akurat dan tepat waktu c. Pastikan pasien dan keluarganya menerima pernyataan ”maaf” atau rasa keprihatinan kita dan lakukan dengan cara terhormat dan simpatik. LANGKAH 6 BELAJAR DAN BERBAGI TENTANG PEMBELAJARAN KESELAMATAN Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan siapa yang harus disalahkan tetapi bagaimana dan mengapa insiden itu terjadi. -47- Salah satu hal yang terpenting yang harus kita pertanyakan adalah apa yang sesungguhnya terjadi dengan sistem kita ini. Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN : Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan : a. Yakinkan staf yang sudah terlatih melakukan investigasi insiden secara tepat sehingga bisa mengidentifikasi akar masalahnya. b. Kembangkan kebijakan yang mencakup kriteria kapan fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan Root Cause Analysis (RCA). Untuk tingkat Unit/Pelaksana : a. Lakukan pembelajaran di dalam lingkup unit anda dari analisa insiden keselamatan pasien. b. Identifikasi unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan berbagilah proses pembelajaran anda secara luas. LANGKAH 7 IMPLEMENTASIKAN SOLUSI-SOLUSI UNTUK MENCEGAH CIDERA Salah satu kekurangan Fasilitas pelayanan Kesehatan di masa lalu adalah ketidakmampuan dalam mengenali bahwa penyebab kegagalan yang terjadi di satu Fasilitas pelayanan Kesehatan bisa menjadi cara untuk mencegah risiko terjadinya kegagalan di Fasilitas pelayanan Kesehatan yang lain. Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN : Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan : a. Gunakan informasi yang berasal dari sistem pelaporan insiden, asesmen risiko, investigasi insiden, audit dan analisa untuk menetapkan solusi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hal ini mencakup redesigning system dan proses, penyelarasan pelatihan staf dan praktek klinik. -48- b. Lakukan asesmen tentang risiko-risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan. c. Monitor dampak dari perubahan-perubahan tersebut d. Implementasikan solusi-solusi yang sudah dikembangkan eksternal. Hal ini termasuk solusi yang dikembangkan oleh KNKP atau Best Practice yang sudah dikembangkan oleh Fasilitas Klesehatan lain Untuk tingkat Unit/Pelaksana : a. Libatkan tim anda dalam pengambangan cara-cara agar asuhan pasien lebih baik dan lebih aman. b. Kaji ulang perubahan-perubahan yang sudah dibuat dengan tim anda untuk memastikan keberlanjutannya c. Pastikan tim anda menerima feedback pada setiap followup dalam pelaporan insiden. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NILA FARID MOELOEK -49- Formulir 1 FORMULIR LAPORAN INSIDEN KE TIM KESELAMATAN PASIEN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN Nama Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain ................................. LAPORAN INSIDEN (INTERNAL) RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAKSIMAL 2 x 24 JAM A. DATA PASIEN Nama No MR Umur Keompok Umus* : : : : ............................................................................... ..................................... Ruangan : ..................... …. Bulan …. Tahun  0-1 bulan  > 1 bulan - 1 tahun  > 1 tahun - 5 tahun  > 5 tahun - 15 tahun  > 15 tahun - 30 tahun  > 30 tahun - 65 tahun  > 65 tahun Jenis kelamin Penanggung biaya pasien :  Laki-laki  Perempuan :  Pribadi  Pemerintah  Asuransi Swasta  Perusahaan*  BPJS  Lain-lain Tanggal Masuk Rumah Sakit/ Fasyankes lain : ....................................... B. Jam : ...................... RINCIAN KEJADIAN 1. Tanggal dan Waktu Insiden Tanggal : ........................................... Jam ...................................... 2. Insiden : ............................................................................................. 3. Kronologis Insiden ................................................................................................................ ................................................................................................................ ............................................................................................................... 4. Jenis Insiden* :  Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss)  Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian Sentinel (Sentinel Event) -50 Kejadian Tidak Cedera / KTC  KPC 5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*  Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya  Pasien  Keluarga / Pendamping pasien  Pengunjung  Lain-lain .......................................................................... (sebutkan) 6. Insiden terjadi pada* :  Pasien  Lain-lain ........................................................................................... (sebutkan) Mis : karyawan / Pengunjung / Pendamping / Keluarga pasien, lapor ke K3 RS/unit K3 Fasyankes lain 7. Insiden menyangkut pasien :  Pasien rawat inap  Pasien UGD  Pasien rawat jalan  Lain-lain .......................................................................................... (sebutkan) 8. Tempat Insiden Lokasi kejadian ................................................................ (sebutkan) (Tempat pasien berada) 9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)  Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya  Anak dan Subspesialisasinya  Bedah dan Subspesialisasinya  Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya  THT dan Subspesialisasinya  Mata dan Subspesialisasinya  Saraf dan Subspesialisasinya  Anastesi dan Subspesialisasinya  Kulit dan Kelamin dan Subspesialisasinya  Jantung dan Subspesialisasinya  Paru dan Subspesialisasinya  Jiwa dan Subspesialisasinya  Lain-lain .......................................................................... (sebutkan) 10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden Unit kerja penyebab ............................................................ (sebutkan) 11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :  Kematian -51 Cedera Irreversibel / Cedera Berat  Cedera Reversibel / Cedera Sedang  Cedera Ringan  Tidak ada cedera 12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya : ................................................................................................................ ................................................................................................................ ................................................................................................................ 13. Tindakan dilakukan oleh* :  Tim : terdiri dari : ......................................  Dokter  Perawat  Petugas lainnya ................................................................................ 14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?*  Ya  Tidak Apabila ya, isi bagian dibawah ini. Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada Unit kerja tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama? ............................................................................................................... ................................................................................................................ Pembuat Laporan : ............................ Penerima Laporan : ........................... Paraf : ............................ Paraf : ........................... Tgl Terima : .............................. Tgl Lapor : ........................... Grading Risiko Kejadian* (Diisi oleh atasan pelapor) : BIRU HIJAU NB. * = pilih satu jawaban. KUNING MERAH -52- Formulir 2 Form data Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain untuk pelaporan insiden ke Komite Nasional Keselamatan Pasien melalui Pos Silahkan Isi User name Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain UNTUK MELAPORKAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN KE KOMITE NASIONAL KESELAMATAN PASIEN User name Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain:______________ Bagi Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain yang belum mengetahui user name rumah sakit, silahkan melakukan registrasi isi Formulir Data Fasilitas Pelayanan Kesehatan dibawah ini, yang dapat diakses lewat : http://www.buk.depkes.go.id -53- Formulir Laporan Insiden Keselamatan Pasien ke KNKP Melalui Pos RAHASIA KOMITE NASIONAL KESELAMATAN PASIEN LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN KNKP (Patient Safety Incident Report) Nomor ........ • Laporan ini hanya dibuat jika timbul kejadian yang menyangkut pasien. Laporan bersifat anonim, tidak mencantumkan nama, hanya diperlukan • rincian kejadian, analisa penyebab dan rekomendasi. Untuk mengisi laporan ini sebaiknya dibaca Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP), bila ada kerancuan persepsi, isilah sesuai dengan • • pemahaman yang ada. Isilah semua data pada Laporan Insiden Keselamatan Pasien dengan lengkap. Jangan dikosongkan agar data dapat dianalisa. Segera kirimkan laporan ini langsung ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) KODE RS/Fasyankes Lain : .............. A. (lewat : ttp://www.buk.depkes.go.id) DATA PASIEN Umur Kelompok umur : …. Bulan …. Tahun :  0-1 bulan  > 1 tahun - 5 tahun > 1 bulan - 1 tahun > 5 tahun - 15 tahun  > 15 tahun - 30 tahun > 30 tahun - 65 tahun  > 65 tahun Jenis kelamin Penanggung biaya pasien :  Laki-laki  Perempuan :  Pribadi  Asuransi Swasta  Pemerintah  BPJS  Perusahaan*  Lain-lain -54- Tanggal Masuk RS/Fasyankes Lain : ....................................... Jam ................................. B. RINCIAN KEJADIAN 1. Tanggal dan Waktu Insiden Tanggal : ............................................. Jam ................................ 2. Insiden : ......................................................................................... 3. Kronologis Insiden ................................................................................................................ ................................................................................................................ ................................................................................................................ 4. Jenis Insiden* :  Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss)  Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian Sentinel (Sentinel Event)  Kejadian Tidak Cedera / KTC 5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*  Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya  Pasien  Keluarga / Pendamping pasien  Pengunjung  Lain-lain .......................................................................... (sebutkan) 6. Insiden terjadi pada* :  Pasien  Lain-lain ........................................................................... (sebutkan) Mis : karyawan / Pengunjung / Pendamping / Keluarga pasien, lapor ke K3 RS/Unit K3 Fasyankes Lain. 7. Insiden menyangkut pasien :  Pasien rawat inap D Pasien rawat jalan D Pasien UGD  Lain-lain ........................................................................... (sebutkan) 8. Tempat Insiden Lokasi kejadian ..................................................................... (sebutkan) (Tempat pasien berada) 9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)  Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya  Anak dan Subspesialisasinya  Bedah dan Subspesialisasinya  Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya  THT dan Subspesialisasinya -55 Mata dan Subspesialisasinya  Saraf dan Subspesialisasinya  Anastesi dan Subspesialisasinya  Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya  Jantung dan Subspesialisasinya  Paru dan Subspesialisasinya  Jiwa dan Subspesialisasinya  Lain-lain ........................................................................... (sebutkan) 10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden Unit kerja penyebab ............................................................. (sebutkan) 11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :  Kematian  Cedera Irreversibel / Cedera Berat  Cedera Reversibel / Cedera Sedang  Cedera Ringan  Tidak ada cedera 12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya : .............................................................................................................. ................................................................................................................ 13. Tindakan dilakukan oleh* :  Tim :  Dokter terdiri dari : ........................................................................  Perawat  Petugas lainnya ................................................................................. 14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?*  Ya  Tidak Apabila ya, isi bagian dibawah ini. Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada Unit kerja tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama? ............................................................................................................... ............................................................................................................... C. TIPE INSIDEN Insiden : .................................................................................... Tipe Insiden : .................................................................................... Subtipe Insiden : .................................................................................... -56- D. ANALISA PENYEBAB INSIDEN Dalam pengisian penyebab langsung atau akar penyebab masalah dapat menggunakan Faktor kontributor (bisa pilih lebih dari 1) a. Faktor Eksternal / di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan b. Faktor Organisasi dan Manajemen c. Faktor Lingkungan kerja d. Faktor Tim e. Faktor Petugas / Staf f. Faktor Tugas g. Faktor Pasien h. Faktor Komunikasi 1. Penyebab langsung (Direct / Proximate/ Immediate Cause) ............................................................................................................... ............................................................................................................... ............................................................................................................... ............................................................................................................... 2. Akar penyebab masalah (underlying - root cause) ............................................................................................................... ................................................................................................................ ............................................................................................................... ............................................................................................................... 3. No Rekomendasi / Solusi Akar Masalah Rekomendasi/Solusi NB. * : pilih satu jawaban, kecuali bila berpendapat lain. Saran : baca Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) -57- Formulir 3 Laporan Insiden Eksternal (Panduan e- report bagi Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain) • • • Akses Website KKPRS yaitu : http://www.buk.depkes.go.id Klik Banner Keselamatan Pasien di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di sebelah kanan atas. Setelah tampil terdapat 2 isian yang perlu diperhatikan yaitu : Bagi Rumah Sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan lain yang telah mempunyai kode rumah sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan lain untuk melanjutkan ke form laporan Insiden keselamatan pasien KNKP • Bagi Rumah sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan lain yang belum mempunyai kode rumah sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan lain diharapkan mengisi Form data isian RS untuk mendapatkan kode rumah sakit yang dapat digunakan untuk melanjutkan ke form Laporan Insiden, KNKP. Apabila masih kurang jelas silahkan hubungi : SEKRETARIAT KNKP DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN d/a Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling 4-9 Kotak Pos 3097, 1196 Jakarta 12950 Telepon / fax : (021) 5274915 Surat elektronik : [email protected] -58- Formulir 4 Alur Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit *untuk Fasilitas pelayanan kesehatan lain menyesuaikan