Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
BIAYA MODAL DAN BIAYA HUTANG DALAM
KEUANGAN ISLAM
COST OF EQUITY AND COST OF DEBT IN ISLAMIC
FINANCE
Ali Muhayatsyah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Lhokseumawe
[email protected]
Abstract
This study discusses financial policies related to costs of capital and
costs of debt (capital structure) in the concept of Islamic finance. For a
long time capital structure theory has evolved and is used as a
reference for evaluating investment decisions for investors and
companies that provide a role for managers in making decisions
related to the use of company capital so as to improve company
performance and value.
The current understanding of the cost of equity only refers to the rate
of return that is the investor's right to invest in the company. While
the cost of debt is understood as the part that must be received from an
investment so that the minimum level of return of creditors is met.
The underlying theory is, such as the Leverage model; MillerModigliani (MM) model; Capital Asset Pricing Model (CAPM);
Arbitrage Price Theory (APT); and Gordon's model which has so far
been used in financial theories relating to capital structure problems.
The concept of capital structure in Islamic finance gives specific
emphasis on the use of capital. The concept of self-regulated capital
must be in accordance with Islamic law. This means that any use of
capital or debt must have a clear purpose in accordance with Islamic
principles with the aim of maximizing the problem so that the
creation of falah. In the concept of Islamic capital, it is permissible to
take a share of profits on capital, but the amount cannot be
determined based on a percentage of capital. The profit is an incentive
for capital used in business projects, the calculation of which is done
after the business process is completed and other obligations have been
fulfilled.
Keywords: Costs of Capital, Costs of Debt, Capital Structure, Islamic
Finance
- ϗ 29
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang kebijakan keuangan yang berkaitan
dengan biaya modal dan biaya hutang (struktur modal) dalam
konsep keuangan Islam. Sejak lama teori struktur modal telah
berkembang dan dijadikan sebagai rujukan penilaian keputusan
investasi bagi investor maupun perusahaan yang memberikan peran
kepada manajer dalam mengambil keputusan terkait penggunaan
modal perusahaan sehingga dapat meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan.
Pemahaman selama ini mengenai biaya ekuitas hanya mengacu
pada tingkat pengembalian yang merupakan hak investor atas
investasinya di perusahaan. Sedangkan biaya hutang dipahami
sebagai bagian yang harus diterima dari suatu investasi agar tingkat
hasil minimum para kreditor terpenuhi. Teori yang melandasi
tersebut seperti, model Leverage; model Miller-Modigliani (MM);
Capital Asset Pricing Model (CAPM); Arbitrage Price Theory (APT);
dan model Gordon yang selama ini digunakan pada teori-teori
keuangan yang berkaitan dengan masalah struktur modal.
Konsep struktur modal dalam keuangan Islam memberikan
penekanan secara spesifik dalam penggunaan modal. Konsep modal
sendiri diatur harus sesuai dengan hukum Islam. Artinya setiap
penggunaan modal atau hutang harus memiliki tujuan yang jelas
sesuai dengan prinsip syariah dengan tujuan untuk
memaksimumkan maslahah sehingga terciptanya falah. Dalam
konsep modal Islam memperbolehkan pengambilan bagian
keuntungan atas modal namun besarannya tidak boleh ditetapkan
berdasarkan persentase dari modal. Laba tersebut merupakan insentif
atas modal yang digunakan dalam proyek bisnis yang
perhitungannya dilakukan sesudah proses bisnis selesai dan
kewajiban-kewajiban lain telah terpenuhi.
Kata kunci: Biaya Modal, Biaya Hutang, Struktur Modal,
Keuangan Islam
30 ϗ -
Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
A. Pendahuluan
Secara historis peranan seorang manajer keuangan mengalami
perkembangan. Semula tugas manajer keuangan hanya sebatas pada
proses pembuatan dan pemeliharaan catatan yang bersangkutan
dengan transaksi keuangan: penyusunan laporan-laporan keuangan
secara periodik. Situasi usaha saat ini telah mengharuskan seorang
manajer keuangan aktif turut menentukan pengelolaan keseluruhan
aktiva yang dimiliki perusahaan dalam artian luas. Manajer
keuangan selain menentukan jumlah dana yang dibutuhkan dan
cara memperoleh dana tersebut, juga harus menentukan
pengalokasian pada berbagai jenis aktiva. Selanjutnya adalah
mengawasi pelaksanaan kegiatan atau usaha pencarian
(pembelanjaan pasif) dan pengalokasian dana (pembelanjaan aktif)
sehingga diperoleh suatu kombinasi sumber serta penggunaan
dana/modal yang seimbang dan efisien (Soeprihanto, 1997, hlm. 1).
Perusahaan sebagai sebuah sistem terbuka pada dasarnya
tujuan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan
yang bersifat ideal dan tujuan yang bersifat komersial. Bersifat ideal
antara lain meningkatkan kesejahteraan karyawan, memberi
kesempatan kerja, memberikan pelayanan/memenuhi kebutuhan
kepada masyarakat, meningkatkan pendapatan pemerintah melalui
pajak dan tujuan lain. Tujuan kedua adalah bersifat komersial,
antara lain memperoleh keuntungan maksimal dan dilanjutkan
mengembangkan usaha (ekspansi). Sebagai perusahaan yang terbuka
maka setiap bagian harus senantiasa berupaya memelihara serta
mempertahankan efisiensi usaha secara optimal. Khususnya untuk
bagian keuangan, efisiensi yang optimal dapat tercermin dalam
tingkatan penilaian pihak masyarakat terhadap perusahaan yang
bersangkutan. (Soeprihanto, 1997, hlm. 7)
Berbicara mengenai ekuitas/modal (equity) dan hutang (debt)
tidak bisa dilepaskan pada teori-teori keuangan yang berkaitan
dengan masalah tersebut, terutama perhatian tersebut sering masuk
dalam teori struktur modal. Struktur modal (capital structure)
merupakan kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur keuangan
jangka panjang perusahaan (Arifin, 2005, hlm. 77). Ada beberapa
pokok-pokok penting yang menjadi pembahasan atau keterkaitan
mengenai biaya ekuitas dan biaya utang terutama dalam teori
struktur modal. Pada saat ini terdapat lima konsep teori keuangan
yang berkembang mengenai struktur modal, yaitu model Leverage
- ϗ 31
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
awal; model Miller-Modigliani (MM); Capital Asset Pricing Model
(CAPM); Arbitrage Price Theory (APT); dan model Gordon. (Indra
dan Apriani, 2010, hlm. 145)
Model tersebut terdapat penjasalan secara teori mengapa teori
tersebut muncul, seperti dikemukakan Zaenal (2005) bahwa teori
struktur modal muncul dari teori agency cost/tax shield trade-off model;
pecking order hypothesis; signaling model of financial structure, teori
tersebut merupakan gagasan secara teori munculnya struktur modal
(hlm.80). Tujuan teori tersebut adalah pertimbangan yang paling
pokok perusahaan adalah memaksimumkan kinerja dengan baik.
Artinya kinerja perusahaan memperlihatkan kemampuan
perusahaan untuk memberikan keuntungan dari aset, ekuitas,
maupun hutang. Bisa dikatakan kinerja perusahaan merupakan
prestasi kerja perusahaan.
Sebuah perusahaan apabila produktifitasnya ingin tetap
berlanjut haruslah bisa mengelola keadaan keuangannya. Maka
dibutuhkan kebijakan yang berhubungan dengan dana atau sumber
dana, agar produktifitas perusahaan tetap berjalan. Kebijakan yang
optimal sangat membantu perusahaan terutama pada bagian biaya
modal (cost of equity) dan biaya hutang (cost of debt) yang menjadi
sebuah keharusan perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan
dana yang diperolehnya baik itu dari internal maupun pihak ekternal
perusahaan.
Dalam penelitian mencoba menjelaskan kebijakan keuangan
yang berkaitan dengan biaya modal dan biaya hutang dalam konsep
keuangan Islam. Baik dalam paparan teoritik maupun praktik serta
mencari konsep tentang penggunaan modal dalam keuangan Islam
mengenai cara pandang beberapa pemikiran melalui berbagai
penelitian-penelitian yang telah dilakukan sehingga dapat
mengambil suatu bentuk yang baku untuk dapat dipertimbangkan
perusahaan atau pebisnis dalam menjalankan usaha sesuai dengan
prinsip ekonomi Islam.
B. Gambaran Teori Struktur Modal
Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer
(keuangan) dalam kaitannya dengan kelangsungan operasional
perusahaan adalah keputusan pendanaan atau keputusan struktur
modal, yaitu suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan
komposisi utang, saham preferen dan saham biasa yang harus
32 ϗ -
Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
digunakan oleh perusahaan. Dalam mencari sumber dana manajer
keuangan dihadapkan pada berbagai alternatif, yaitu memanfaatkan
kredit perbankan, perusahaan pembiayaan, melalui pasar modal
dengan cara menerbitkan surat berharga dalam bentuk saham atau
obligasi (sukuk), dan akhir-akhir ini banyak perusahaan publik yang
menerbitkan commercial paper (surat pengakuan hutang jangka
pendek) dalam memenuhi kebutuhan dananya.
Manajer harus mampu menghimpun dana baik yang
bersumber dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan
secara efisien, artinya keputusan pendanaan tersebut merupakan
keputusan pendanaan yang mampu meminimalkan biaya modal
yang harus ditanggung oleh perusahaan. Biaya modal yang timbul
dari keputusan pendanaan tersebut merupakan konsekuensi yang
secara langsung timbul dari keputusan yang dilakukan oleh manajer.
Ketika manajer menggunakan hutang, jelas biaya modal sebesar
biaya bunga yang dibebankan oleh kreditur, sedangkan jika manajer
menggunakan dana internal atau dana sendiri akan timbul
opportunity cost dari dana atau modal sendiri yang digunakan.
Keputusan pendanaan yang dilakukan secara tidak cermat akan
menimbulkan biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang tinggi,
yang selanjutnya dapat berakibat pada rendahnya profitabilitas
perusahaan.
Keputusan struktur modal menurut Brigham & Houston
secara langsung berpengaruh terhadap besarnya risiko yang
ditanggung pemegang saham serta besarnya tingkat pengembalian
atau tingkat keuntungan yang diharapkan. Keputusan struktur
modal yang diambil oleh perusahaan tersebut tidak saja berpengaruh
terhadap profitabilitas perusahaan, tetapi juga berpengaruh terhadap
risiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Risiko keuangan
tersebut meliputi ketidakmampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban-kewajibannya dan kemungkinan tidak tercapainya laba
yang ditargetkan perusahaan (Brigham dan Houston, 2001, hlm. 17).
Dalam kenyataannya seperti yang di kemukakan Suad Husnan,
keputusan pembelanjaan jangka panjang perusahaan dipengaruhi
oleh berbagai faktor, diataranya lokasi distribusi keuntungan,
stabilitas penjualan dan keuntungan, kebijakan dividen,
pengendalian (control), dan risiko kebangkrutan. (Husnan, 1982,
hlm. 262).
- ϗ 33
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
Kebijakan struktur modal secara umum dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor fundamental atau internal perusahaan (seperti:
struktur aktiva, ukuran perusahaan, pertumbuhan, profitabilitas,
risiko, kesempatan investasi) dan faktor eksternal perusahaan
(seperti: tingkat bunga, situasi politik, dan kondisi pasar modal).
Faktor-faktor dari luar perusahaan tidak dapat dikendalikan untuk
menentukan struktur modal yang optimal, dimana struktur modal
yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan
keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga
memaksimumkan harga saham. (Soesan, 2006, hlm. 5)
Struktur modal (capital structure) merupakan pembiayaan
permanen perusahaan, terutama hutang jangka panjang, struktur
modal dalam suatu perusahaan dapat diukur dengan menghitung
rasio total utang terhadap total ekuitasnya (debt to equity ratio)
(Anshari, 2009, hlm. 3). Menurut trade off theory yang dikemukakan
Fama (1978) manajer dapat memilih rasio utang untuk
memaksimalkan nilai perusahaan. Fama berpendapat bahwa nilai
perusahaan akan tercermin dari harga pasar saham. Jensen (2001)
menjelaskan bahwa untuk memaksimalkan nilai perusahaan tidak
hanya dengan nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi juga
semua sumber keuangan seperti hutang, warran, maupun saham
preferen.
Fama dan French (1998) berpendapat bahwa optimalisasi nilai
perusahaan merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui
fungsi manajemen keuangan dan satu keputusan keuangan diambil
akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak
pada nilai perusahaan. Nilai pasar perusahaan merupakan nilai
pasar dari suatu ekuitas perusahaan ditambah nilai pasar hutang
(Helfert, 1997). Dengan demikian, penambahan dari jumlah ekuitas
perusahaan dengan hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai
perusahaan (Anshari, 2009, hlm. 4).
Modigliani-Miller (MM) (1976) dalam Sartono melalui model
adanya pajak penghasilan terdapat adanya pengaruh leverage
terhadap nilai perusahaan jika terdapat pajak perusahaan dan
perseorangan. Dalam pendekatan MM kondisi adanya pajak
penghasilan perusahaan benar, maka nilai perusahaan akan
meningkat terus karena penggunaan hutang yang semakin besar.
Tetapi harus diketahui bahwa nilai sekarang financial distress dan
nilai sekarang agency costs dapat mengakibatkan turunnya nilai
34 ϗ -
Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
perusahaan yang memiliki leverage. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa, struktur modal yang optimal dapat dicapai
dengan menyeimbangkan keuntungan perlindungan pajak dengan
beban biaya sebagai akibat penurunan hutang yang semakin besar.
(Sartono, 2001, hlm. 242).
Dari paparan di atas, ada beberapa teori yang terdapat dalam
teori struktur modal, diataranya adalah teori agesi (agency theory),
teori signal (signaling theory), trade-oof theory, pecking order theory, dan
yang paling populer hingga saat ini adalah teori dari ModiglianiMiller (MM).
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H.
Meckling pada tahun 1976, manajemen merupakan agen dari
pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang
saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka
sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat
melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan
insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat
dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen,
pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap
keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan
pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut
dengan biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan
Wachowicz adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan
pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen
bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual
perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham. Menurut
Horne dan Wachowicz, salah satu pendapat dalam teori agensi
adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya
yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham
(Horne dan Machowicz, 1988, hlm. 482).
2. Teori Signal (Signaling Theory)
Teori signalling dikembangkan dalam ilmu ekonomi dan
keuangan untuk memperhitungkan kenyataan bahwa orangdalam (insiders) perusahaan pada umumnya memiliki informasi
yang lebih baik dan lebih cepat berkaitan dengan kondisi
mutakhir dan prospek perusahaan dibandingkan dengan
investor luar. Munculnya asymmetric information tersebut
- ϗ 35
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
menyulitkan investor dalam menilai obyektif berkaitan dengan
kualitas perusahaan. Munculnya masalah asymmetric information
ini membuat investor secara rata-rata memberikan penilaian
yang lebih rendah terhadap semua saham perusahaan. Dalam
bahasa teori signalling, kecenderungan ini disebut pooling
equilibrium karena perusahaan berkualitas bagus dan perusahaan
berkualitas jelek dimasukkan dalam “pool” penilaian yang sama
(Arifin, 2005, hlm. 11-12).
Teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya
sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna
laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa
yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan
keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi
lain yang menyatakan bahwa prospek perusahaan tersebut lebih
baik daripada perusahaan lain. Informasi-informasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan akan menjadi daya tarik bagi para
investor untuk membeli atau menjual saham yang dipunyai,
karena dengan kondisi keuangan yang baik dimungkinkan
dapat menaikkan harga saham perusahaan tersebut sehingga
informasi tersebut memberikan sinyal yang positif bagi
pemegang saham.
Salah satu contoh perusahaan dapat memberikan sinyal
kepada pihak luar adalah dengan membayarkan dividen tunai
dalam jumlah yang relatif besar. Dividen yang besar memang
akan mengurangi jumlah capital expenditure sehingga
pertumbuhan perusahaan mungkin akan terganggu namun
karena kinerja perusahaan bagus, perusahaan tetap dapat
menghasilkan laba bahkan masih tetap tumbuh.
Investor yang paham dan berpikir rasional akan
memberi nilai yang lebih tinggi pada perusahaan yang
membagikan dividen besar dan memberi nilai rendah pada
perusahaan yang dividennya rendah atau dapat diistilahkan
dengan separating equilibrium. Selain dividen, keputusan manajer
yang juga dapat dijadikan sinyal bahwa perusahaan berkinerja
baik adalah ketika perusahaan memutuskan mengambil dana
dari eksternal untuk membiayai suatu proyek merupakan sinyal
bahwa proyek tersebut memiliki nilai intrinsik yang tinggi.
Penambahan hutang baru juga dapat menjadi sinyal karena
36 ϗ -
Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
hanya perusahaan yang prospek pendapatan relatif stabil yang
berani menambah hutang (Herlambang, 2001, hlm. 1).
3. Trade Off Theory
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001),
“Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang
tertentu, di mana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan
hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial
distress)”. Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah
biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan
biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari
turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Trade-off theory dalam
menentukan struktur modal yang optimal memasukkan
beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs)
dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap
mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan asymmetric
information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang.
Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan
pajak mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan
keuangan. Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer
akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan
pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur
modal. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi
akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan
rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan
mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer
keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961)
melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal
perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah.
Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off
theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat
profitabilitas dan rasio hutang (Jurnal SDM, 2012).
4. Pecking Order Theory
Menurut Myers (1984) pecking order theory menyatakan bahwa
”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru
tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang
- ϗ 37
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang
berlimpah.” Dalam teori ini tidak terdapat struktur modal yang
optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan
preferensi dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory
terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber
pendanaan, yaitu:
a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber
dana dari dalam atau pendanaan internal daripada
pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari
laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional
perusahaan.
b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan
akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling
aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke
hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi
konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.
c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan
akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang
konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan
tersebut untung atau rugi.
d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena
adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari
tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka
perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang
lancar tersedia.
Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur
modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan.
Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang
optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi.
Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan
yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru
mempunyai tingkat hutang yang kecil. Dalam kenyataannya,
terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan
dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario
urutan (hierarki) yang disebutkan dalam teori ini. Penelitian
yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995)
menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara
berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada
berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini
38 ϗ -
Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa
perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih
dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan
pendanaan eksternal (Jurnal SDM, 2012).
5. Teori Modigliani-Miller
a. Teori MM tanpa pajak
Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori
MM. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak
relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. MM
mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori
mereka, yaitu: tidak terdapat agency cost, tidak ada
pajak, investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga
yang sama dengan perusahaan, investor mempunyai
informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek
perusahaan di masa depan, tidak ada biaya kebangkrutan,
Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi
oleh penggunaan dari hutang, para investor adalah pricetakers, jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual
pada harga pasar (market value).
Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan
dua preposisi yang dikenal sebagai preposisi MM tanpa
pajak. Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang
sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang.
Implikasi dari preposisi I ini adalah struktur modal dari
suatu perusahaan tidak relevan, perubahan struktur modal
tidak mempengaruhi nilai perusahaan dan Weighted Average
Cost Of Capital (WACC) perusahaan akan tetap sama tidak
dipengaruhi oleh bagaimana perusahaan memadukan
hutang dan modal untuk membiayai perusahaan. Preposisi
II: biaya modal saham akan meningkat apabila perusahaan
melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Risk of
the equity bergantung pada risiko dari operasional
perusahaan (business risk) dan tingkat hutang perusahaan
(financial risk).
Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan
dari teori MM tanpa pajak ini yaitu tidak membedakan
antara perusahaan berhutang atau pemegang saham
berhutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar yang
- ϗ 39
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
sempurna. Nilai perusahaan tidak bergantung pada struktur
modalnya. Dengan kata lain, manajer keuangan tidak
dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan merubah
proporsi debt dan equity yang digunakan untuk membiayai
perusahaan.
b. Teori MM dengan pajak.
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan
kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam
teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang
berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa
digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa
dipakai sebagai pengurang pajak. Dalam teori MM dengan
pajak ini terdapat dua preposisi yaitu: Preposisi I: nilai dari
perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari
perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan
penghematan pajak karena bunga hutang. Implikasi dari
preposisi I ini adalah pembiayaan dengan hutang sangat
menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur
modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang.
Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat
dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan
pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan
nilai karena kenaikan biaya modal saham. Implikasi dari
preposisi II ini adalah penggunaan hutang yang semakin
banyak akan meningkatkan biaya modal saham.
Menggunakan hutang yang lebih banyak, berarti
menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal
hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya modal
saham), sehingga akan menurunkan biaya modal rata-rata
tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat).
Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori
tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan
hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak ada
perusahaan yang mempunyai hutang sebesar itu, karena
semakin tinggi tingkat hutang suatu perusahaan, akan
semakin tinggi juga kemungkinan kebangkrutannya. Inilah
yang melatarbelakangi teori MM mengatakan agar
perusahaan menggunakan hutang sebanyak-banyaknya,
40 ϗ -
Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
karena MM mengabaikan biaya kebangkrutan (Jurnal
SDM, 2012).
C. Mekanisme Biaya Modal dan Hutang
Modal adalah dana yang digunakan untuk membayai aktiva
dan operasi perusahaan. Modal terdiri dari hutang, saham biasa,
saham preferen, dan laba ditahan. Biaya modal merupakan konsep
penting dalam analisis investasi karena dapat menunjukkan tingkat
minimum laba investasi yang harus diperoleh dari investasi tersebut.
Jika investasi itu tidak dapat menghasilkan laba investasi sekurangkurangnya sebesar biaya yang ditanggung maka investasi itu tidak
perlu dilakukan. Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata
biaya dana yang akan dihimpun untuk melakukan suatu investasi.
Dapat pula diartikan bahwa biaya modal suatu perusahaan adalah
bagian yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memberi kepuasan
pada para investornya pada tingkat risiko tertentu (Blogely, 2012).
Biaya modal yang tepat untuk semua keputusan adalah ratarata tertimbang dari seluruh komponen modal (Weighted Cost of
Capital atau WACC). Namun tidak semua komponen modal
diperhitungkan dalam menentukan WACC. Hutang dagang
(accounts payable) tidak dperhitungkan dalam perhitungan WACC.
Hutang wesel (notes payable) atau hutang jangka pendek yang
berbunga dimasukkan dalam perhitungan WACC hanya jika hutang
tersebut merupakan bagian dari pembelanjaan tetap perusahaan
bukan merupakan pembelanjaan sementara (Blogely, 2012).
Pada umumnya hutang jangka panjang dari modal sendiri
merupakan unsur untuk menghitung WACC. Dengan demikian kita
harus menghitung: 1) Biaya hutang (cost of debt), 2) Biaya laba
ditahan (cost of retained earning), 3) Biaya saham biasa baru (cost of
new common stock), dan 4) Biaya saham preferen (cost of preferred
stock). Biaya modal harus dihitung berdasarkan suatu basis setelah
pajak (after tax basis) karena arus kas setelah pajak adalah yang
paling relevan untuk keputusan investasi (Blogely, 2012).
Adapun faktor-faktor yang menentukan biaya modal antara
lain: (Blogely, 2012)
a. Keadaan-keadaan
umum
perekonomian.
Faktor ini
menentukan tingkat bebas risiko atau tingkat hasil tanpa risiko.
- ϗ 41
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
b. Daya jual saham suatu perusahaan. Jika daya jual saham
meningkat, tingkat hasil minimum para investor akan turun dan
biaya modal perusahaaan akan rendah.
c. Keputusan-keputusan operasi dan pembiayaan yang dibuat
manajemen. Jika manajemen menyetujui penanaman modal
berisiko tinggi atau memanfaatkan utang dan saham khusus
secara ekstensif, tingkat risiko perusahaan bertambah. Para
investor selanjutnya meminta tingkat hasil minimum yang lebih
tinggi sehingga biaya modal perusahaan meningkat pula.
d. Besarnya pembiayaan yang diperlukan. Permintaan modal
dalam jumlah besar akan meningkatkan biaya modal
perusahaan.
Pada dasarnya biaya ekuitas disini hanya mengacu pada
tingkat pengembalian yang merupakan hak investor atas
investasinya di perusahaan tertentu (Ross, 1998). Dalam subyek cost
of capital secara keseluruhan, maka cost of equity ini adalah yang
paling sulit, karena tidak ada cara untuk mengamati atau
mengetahui secara langsung tingkat return yang diharapkan oleh
investor. Menurut Botosan (1997), biaya ekuitas dipengaruhi oleh
tingkat disclosure, risiko (BETA) dan nilai pasar ekuitas. Menurut
Ross dalam menentukan cost of equity, terdapat dua pendekatan,
yaitu The Dividend Growth Model Approach dan The SML (Security
Market Line) Approach atau CAPM (Capital Asset Pricing Models)
(Juniarti, 2003, hlm.154).
Leuz dan Verrecchia (2000) melakukan penelitian dengan
sampel penelitian perusahaan-perusahaan yang berada di Jerman.
Pada awalnya Jerman menggunakan standar disclosure berdasarkan
German GAAP, di mana telah dinyatakan tingkat disclosure-nya relatif
rendah yang mengakibatkan tingginya tingkat asimetri informasi.
Kemudian, mereka tertarik untuk melakukan penelitian apakah
dengan penggunaan IAS atau US GAAP yang mempunyai tingkat
disclosure yang lebih tinggi, dapat menurunkan asimetri informasi,
yang pada akhirnya mengakibatkan rendahnya biaya modal.
Hasilnya menyatakan bahwa komitmen perusahaan untuk
mempertinggi tingkat disclosure memberikan suatu keuntungan
ekonomi yang siginifikan, yaitu menurunkan biaya modal yang
timbul dari asimetri informasi (Juniarti, 2003, hlm.154).
42 ϗ -
Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
Komalasari dan Baridwan (2001) melakukan penelitian yang
mengambil unsur asimetri informasi dalam mengukur biaya modal.
Mereka menyimpulkan bahwa sebaiknya perusahaan memberikan
informasi yang akurat secara lebih baik karena semakin banyak
disclosure yang dilakukan maka asimetri informasi yang terjadi di
pasar juga semakin kecil dan biaya modalnya juga semakin rendah
(Juniarti, 2003, hlm.154).
Dhankar dan Boora (1996) menemukan adanya hubungan
negatif antara struktur modal dengan biaya ekuitas, penemuan ini
sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa penurunan biaya
ekuitas disebabkan oleh kenaikan rasio utang dikarenakan biaya
utang masih lebih kecil. Dalam penelitiannya mereka juga
menemukan tidak ada hubungan dan pengaruh yang signifikan
struktur modal terhadap nilai perusahaan secara khusus. Hal ini
disebabkan nilai perusahaan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya risiko reputasi, kondisi ekonomi regional, kondisi
politik dan kebijakan pemerintah (Anshari, 2009, hlm. 9).
Sementara itu biaya hutang dapat didefinisikan sebagai bagian
yang harus diterima dari suatu investasi agar tingkat hasil minimum
para kreditor terpenuhi. Jika perusahaan menggunakan obligasi
sebagai sarana untuk memperoleh dana dari hutang jangka panjang,
maka biaya hutang adalah sama dengan Kd atau Yield To Maturity
(YTM) yaitu tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemegang
atau pembeli obligasi. Dalam menghitung WACC, yang relevan
adalah biaya hutang setelah pajak (after-tax cost debt). Biaya hutang
dapat dicari dengan cara: Biaya hutang sesudah pajak (Kd) = Biaya
hutang sebelum pajak (Kd) x (1 - tingkat pajak (t)) (Blogely, 2012).
Penelitian lainnya dilakukan Rudolf Lumbantobing (2008)
dalam disertasinya berupa implementasi dari teori stuktur modal
menjelaskan kebijakan dividen memperkuat pengaruh investasi dan
utilisasi aktiva pada rasio hutang korporasi, dan pangsa pasar
sebagai cerminan konsentrasi industri memoderasi hubungan
kausalitas investasi dengan struktur modal. Ketika perusahaan
memiliki pangsa pasar yang besar, maka efek penambahan hutang
akan semakin meningkatkan penciptaan proyek-proyek investasi
yang besar. Sebaliknya efek peningkatan investasi yang besar akan
semakin membutuhkan biaya tambahan dalam berbisnis, dan
sumber dananya dapat berasal dari penggunaan hutang. Temuan
penelitian ini menunjukkan bukti bahwa mekanisme kontrol melalui
- ϗ 43
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
kebijakan hutang perusahaan sebagai substitusi kebijakan dividen
yang dilakukan perusahaan efektif menurunkan konflik keagenan;
maka sebagai implikasi praktis bagi pedoman pemberdayaan
investor, perlunya perusahaan mensinergikan kekuatan kreditur atau
debtholder dengan kekuatan pihak manajemen dan pemegang saham
ketika perusahaan memperbaiki struktur modalnya.
D. Biaya Modal dan Hutang dalam Keuangan Islam
Dalam menghitung beban biaya modal menurut Islam yang
dikemukakan oleh Vogel, adalah tidak sama dengan konsep dalam
keuangan konvensional. Perhitungan yang sering digunakan
konvensional adalah dengan menimbang masing-masing komponen
modal yang digunakan oleh perusahaan menurut nilai pasarnya.
Hasil perimbangan ini kemudian dikalikan dengan biaya dari
berbagai sumber modal setelah di potong pajak. Karena jarangnya
harga pasar yang dapat diandalkan bagi sebagian besar komponen
modal Islam, maka biasanya perlu mengacu pada nilai buku
komponen modal untuk mendapatkan timbangan yang tepat.
Langkah selanjutnya adalah mengaitkan biaya yang tepat bagi
masing-masing komponen modal tersebut (Vogel dan Hayes, 2007,
hlm. 256).
Dalam teori biaya modal Islam yang dikemukakan oleh Vogel
berpendapat bahwa bisnis memiliki risiko tertentu, perusahaan
tentunya membutuhkan prospek laba tahunan yang lebih tinggi
daripada laba tahunan dari proyek yang memiliki risiko lebih
rendah. Disamping itu, semakin banyak penggunaan hutang, maka
semakin tinggi risiko kegagalan keuangannya. Hal ini juga
meningkatkan keuntungan modal minimal yang dapat diterima,
dengan demikian akan mementukan tarif diskonto yang lebih tinggi.
Sejauh ini pemikir ekonomi Islam masih enggan memperbolehkan
komponen pengembalian investasi yang secara eksplisit dinamakan
sebagai imbangan bagi melemahnya daya beli. Mereka tidak
mengakui adanya perbedaan antara tingkat pengembalian nominal
dengan tingkat pengembalian riil (Vogel dan Hayes, 2007, hlm. 246).
Dalam analisis keseimbangan terhadap kesepakatan
pembagian laba Vogel menjelaskannya dengan memberikan contoh
sederhana. Bayangkan sebuah kontrak bagi hasil mudharabah telah
disetujui oleh para investor dan pengusaha. Misalkan bahwa tersedia
banyak proyek untuk investasi, dan banyak investor yang ingin
44 ϗ -
Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
berinvestasi dalam sebuah proyek khusus yang ada. Investor
memiliki batas biaya kesempatan modal ekuitas lebih rendah, dan
pengusaha memiliki batas yang lebih tinggi dalam pembayaran
modal. Pengusaha akan menggunakan uang investor jika biaya
modal tidak langsungnya kurang dari atau sama dengan biaya yang
ditanggung dari sumber lain. Investor akan berinvestasi pada proyek
tertentu jika pengembalian yang diharapkan lebih besar atau sama
dengan tingkat investasi alternatifnya yang disesuaikan risiko.
Sekalipun pengusaha memberikan informasi yang cukup
tentang prospeknya (misalnya, aneka tahap pelaksanaan dan
konsekuensinya, dan sebagainya) agar investor dapat mengambil
keputusan yang matang, estimasi kemungkinan yang diberikan pada
hasil ini akan berbeda bagi investor dan pengusaha akibat
ketimpangan informasinya (pengusaha biasanya memiliki informasi
lebih baik). Oleh sebab itu, taksiran biaya modal pengusaha akan
berbeda dengan pengembalian yang diharapkan oleh investor.
Kontrak bagi hasil hanya dapat diterima oleh kedua belah pihak jika
syarat yang dinyatakan sebelumnya dipenuhi. (Vogel dan Hayes,
2007, hlm. 251).
Dalam memilih struktur modal yang tepat, Vogel menegaskan
bahwa struktur modal yang serba modal sendiri akan optimal jika
tersedia dana modal sendiri secukupnya. Diperkirakan modal sendiri
menjadi solusi yang efisien dalam konteks Islam jika alasan baku
mengapa perusahaan pada umumnya lebih menyukai dana hutang
daripada modal sendiri (ekuitas). Hal ini termasuk juga nilai
perlindungan pajak yang disediakan melalui pembayaran bunga di
sebagian besar pendapatan, dan bunga pinjaman yang lebih murah.
Dengan mempertimbangkan tingginya kredit macet yang mengarah
pada kegagalan dan kemungkinan bangkut, perusahaan yang
berkualitas rendah akan menggunakan lebih sedikit hutang dalam
struktur modalnya (Vogel dan Hayes, 2007, hlm. 257).
Dalam konteks Islam, alasan perlindungan pajak cukup
lemah, karena tidak adanya biaya bunga langsung (meskipun
pembayaran sewa, dengan bunga tidak langsungnya tetap dapat
dipotong) dan sebagian karena sedikitnya pajak pendapatan yang
dibayarkan. Demikian juga dengan prospek kebangkurutan yang
seharusnya tidak menyurutkan semangat perusahaan Islam karena
hukum Islam melarang penarikan beban tambahan sebagai
konsekuensi dari kegagalan (“kenaikan harga atas kenaikan harga”
- ϗ 45
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
tidak diperbolehkan). Namun, prospek kegagalan memang
meningkatkan risiko bagi pemberi penjaman dan secara logis
tentunya tercermin dalam beban bunga riil yang lebih tinggi yang
dimasukkan ke dalam kontrak hutang Islam (Vogel dan Hayes,
2007, hlm. 257).
Diantara tujuan dagang yang terpenting ialah meraih laba,
yang merupakan cerminan pertumbuhan harta. Laba ini muncul
dari proses pemutaran modal dan pengopersiannya dalam aksi-aksi
dagang dan moneter. Islam sangat mendorong pendayagunaan
harta/modal yang melarang menyimpannya sehingga tidak habis
dimakan zakat, sehingga harta itu dapat merealisasikan peranannya
dalam aktivitas ekonomi. Dalam Islam, laba memiliki pengertian
khusus yang merupakan pertambahan pada modal pokok
perdagangan atau dapat juga dikatakan sebagai tambahan nilai yang
timbul karena barter atau ekpedisi dagang.
Dalam memperoleh laba dalam aktivitas bisnis diperlukan
yang namanya modal, baik itu bersumber dari modal sendiri
maupun modal yang bersumber dari hutang guna untuk membiayai
aktivitas bisnis tersebut. Dalam ekonomi Islam konsep modal sendiri
diatur harus sesuai dengan yang dianjurkan oleh hukum Islam.
Artinya setiap penggunaan modal atau hutang harus memiliki
tujuan yang jelas sesuai dengan prinsip syari’ah dengan tujuan untuk
memaksimumkan maslahah sehingga terciptanya falah.
Pentingnya kegunaan modal bisa menjadi jembatan
penghubung antara modal yang satu kepada modal yang berikutnya.
Dalam sistem ekonomi Islam modal diharuskan terus berkembang
agar sirkulasi uang tidak berhenti. Jika modal atau uang berhenti
(ditimbun/stagnan) maka harta itu tidak dapat mendatangkan
manfaat bagi orang lain, namun seandainya jika uang di
investasikan dan digunakan untuk melakuakan bisnis maka uang
tersebut akan mendatangkan manfaat bagi orang lain, termasuk
diantaranya jika ada bisnis berjalan maka akan bisa menyerap
tenaga kerja.
Pengembangan bisnis yang memerlukan modal dalam Islam
harus berorientasi syari’ah, sebagai pengendali agar bisnis itu tetap
berada dijalur yang benar sesuai dengan ajaran Islam. Dengan
kendali syari’ah aktivitas bisnis dihrapkan bisa mencapai target hasil
berupa profit (materi) dan benefit (non materi), mengalami
pertumbuhan yang meningkat dari setiap profit yang diperoleh,
46 ϗ -
Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
bertahan (keberlangsungan), dan memperoleh keberkahan atau
keridhoan Allah yang merupakan puncak kebahagiaan muslim.
(Fuhto, 2012).
Sebagaimana Mannan (1993) menjelaskan bahwa Islam
mengakui modal serta peranannya dalam kegiatan perusahaan. Hal
ini berarti bahwa sebenarnya Islam memperbolehkan pengambilan
bagian keuntungan atas modal namun besarannya tidak boleh
ditetapkan berdasarkan persentase dari modal. Laba tersebut
merupakan insentif atas modal yang digunakan dalam proyek bisnis
yang perhitungannya dilakukan sesudah proses bisnis selesai dan
kewajiban-kewajiban lain telah terpenuhi.
Teori Islam mengenai modal lebih realistis, luas, mendalam
dan etik. Dikatakan realistis karena produktivitas modal sksn
mrngslsmi perubahan berkaitan dengan kenyataan produksi yang
tumbuh secara dinamis. Luas dan mendalam karena Islam
memperhatikan semua aspek kehidupan ekonomi seperti uang,
jumlah penduduk, kebiasaan, taraf hidup dan lainnya. Etik
maksudnya Islam menekankan landasan keadilan yang
membebaskan perilaku ekploitasi terhadap perilaku produksi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa laba merupakan
pembayaaran untuk asumsi risiko bagi perusahaan. Pendapatan
pemilik modal tidak bersifat pasti karena beruapa sisa sehingga
kadang lebih besar dan kadang mengalami kerugian. Berbeda
dengan bunga yang sama sekali tidak mengandung risiko kerugian,
karena sifatnya yang tetap dan pasti serta ditentukan berdasarkan
persentase modal. pada intinya Islam membolehkan adanya imbalan
laba bagi peranan modal dalam proses bisnis yang bersifat tidak
tetap sesuai dengan kondisi perusahaan yang suatu saat mengalami
keuntungan serta asumsi pada suatu saat akan mengalami kerugian
(Muhamad, 2016, hlm. 316-317).
E. Kesimpulan
Keputusan yang diambil oleh manajer dalam kaitannya
dengan kelangsungan operasional perusahaan adalah keputusan
struktur modal, yaitu suatu keputusan keuangan yang berkaitan
dengan komposisi utang dan modal yang harus digunakan oleh
perusahaan. Keputusan pendanaan tersebut merupakan keputusan
pendanaan yang mampu meminimalkan biaya modal yang harus
ditanggung oleh perusahaan.
- ϗ 47
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
Keputusan struktur modal yang diambil perusahaan
berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercenrmin dari tingkat
profitabilitas dan risiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Risiko
keuangan berupa ketidakmampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban-kewajibannya dan kemungkinan tidak tercapainya laba
yang ditargetkan perusahaan. Jika investasi itu tidak dapat
menghasilkan laba investasi, maka investasi itu tidak perlu
dilakukan. Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata
biaya dana yang akan dihimpun untuk melakukan suatu investasi.
Dapat pula diartikan bahwa biaya modal suatu perusahaan adalah
bagian yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memberi kepuasan
pada para investornya pada tingkat risiko tertentu.
Dalam penentuan imbalan kepada pemilik modal terdapat
perbandingan cara yang diterapkan konvensional dengan Islam.
Imbalan yang ditentukan di depan secara fixed berdasarkan jumlah
modalnya bertentangan dengan sistem Islam karena pengambilan
imbalan dimuka (bunga) termasuk riba yang berarti
melipatgandakan harta secara tetap dan tanpa risiko kerugian.
Sedangkan penentuan imbalan kepada modal atas partisipasinya
dalam kegiatan usaha (mudharabah) menurut Islam adalah bersifat
tidak tetap serta mengandung risiko bila terjadi kerugian. Penentuan
besarnya imbalan harus sesuai dengan kesepakatan antara pemilik
modal (shaibul maal) dan pengelola modal (mudharib) sedangkan
kerugian ditanggung pemilik modal. Sedangkan apabila berdasarkan
prinsip musyarakah, maka penentuan imbalan kepada modal adalah
sesuai dengan besarnya proporsi modal atau sesuai dengan
kesepakatan, namun bila terjadi kerugian maka setiap mitra usaha
menanggung sebesar proporsi modalnya.
48 ϗ -
Jurnal J-Iscan Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2019
Daftar Pustaka
Arifin, Zaenal, 2005, Teori Keuangan dan Pasar Modal, Yogyakarta:
Ekonisisa.
Blogely
Ekonomi,
2012
“Biaya
Modal,”
http://blogelytekonomi.blogspot.com/2008/02/biayamodal.html, akses 22 Mei 2012.
Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston, 2001,
Keuangan, Jakarta: Erlangga.
Manajemen
Futho, 2012, “Kode Etik Pengembangan Modal dalam Islam,”
http://futho-mystudy.blogspot.com/2011/08/kode-etikpengembanagan-modal-dalam.html, akses tanggal 22 Mei
2012.
Herlambang, Tedy, dkk, 2001, Ekonomi Makro: Teori, Analisis, dan
Kebijakan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Horne, James Van dan John M. Machowicz, 1998, Prinsip-Prinsip
Manajemen Keuangan, Jakarta: Salemba Empat
Husnan, Suad, 1982, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (Pembelanjaan
Perusahaan), Yogyakarta: Liberty.
Juniarti, 2003, “Pengaruh Tingkat Disclosure Terhadap Biaya
Ekuitas,” Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.5. No.2
(November 2003).
Jurnal Sumber Daya Manusia, 2012, “Teori Struktur Modal,”
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/teori-strukturmodal.html, akses 22 Mei 2012.
Lumbantobing, Rudolf, 2008, “Studi Mengenai Perbedaan Struktur
Modal Perusahaan Penanaman Modal Asing Dengan
Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri Yang Go
Public di Pasar Modal Indonesia (Perspektif Teori Dasar
Struktur Modal, Teori Keagenan dan Teori Kontingensi
Dalam Upaya Mengoptimalkan Struktur Modal
- ϗ 49
Biaya Modal Dan Biaya Hutang Dalam Keuangan Islam
Perusahaan)”, Disertasi Program Doktor Ilmu Ekonomi
Universitas Diponegoro Semarang.
Mannan, Muhammad Abdul, 1993, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek,
Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Muhamad, 2016, Ekonomi Mikro Islam, Edisi Revisi, Yogyakarta:
BPFE.
Nasution, Budi Anshari, 2009, “Pengaruh Struktur Modal, Biaya
Ekuitas (Cost of Equity) dan Pertumbuhan Perusahaan
Terhadap Nilai Perusahaan dengan Klasifikasi Perusahaan
dan Kepemilikan Asing Sebagai Variabel Moderating Pada
Perusahaan Lembaga Keuangan yang Terdaftar di BEI,”
Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatra Utara.
Sartono, Agus, 2001, Manejemen Keuangan: Teori dan Aplikasi,
Yogyakarta: BPFE.
Setyawan, Indra dan Apriani Dorkas Rambu Atahau, 2010, “Cost of
Capital Pada Bank Syariah Mandiri Periode 2004-2008,”
Jurnal Keuangan dan Perbankan, Volume.14. Nomor.1,
Januari 2010.
Soeprihanto, John, 1997, Manajemen Modal Kerja, Yogyakarta:
BPFE.
Soesan, Fitriah, 2006, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Struktur Modal Pada Perusahaan Asuransi Yang Go Public
Di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Tahun 2001-2004,” Skripsi:
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Vogel, Frank E. dan Samuel L Hayes III, 2007, Hukum Keuangan
Islam: Konsep, Teori dan Praktik, Bandung: Nusamedia.
50 ϗ -