Academia.eduAcademia.edu

LEGAL_OPINION_HUKUM_LINGKUNGAN_002_ACHMAD_HUMAM_8111416176.docx

LEGAL OPINION KASUS PEMBAKARAN HUTAN GUNA PEMBUKAAN LAHAN BARU DI RIAU Disusun oleh: Achmad Humam 8111416176 Hukum Lingkungan Rombel 2 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2017 A.Pendahuluan Telah diketahui bahwa kebakaran hutan sering terjadi di Indonesia, terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan.Dalam sejarah diceritakan bahwa kebakaran hutan telah terjadi di Indonesia sejak abad ke-18.Dimulai dari kebakaran di kawasan hutan antara Sungai Kalanan dan Cempaka (sekarang Sungai Sampit dan Sungai Katingan) propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1877. Dalam buku yang dikarang oleh Purbowaseso (2004)  sekitar 400 tahun lalu ada seorang penjelajah Eropa menemukan pulau ketika para pelautnya mencium bau asap. Mereka menuju pusat bau asap tersebut dan menemukan pulau.Pada tahun 1996-1998 saja telah terjadi kebakaran besar di Indonesia.Menurut Direktorat Jendral Perlindungan Pelestarian Alam (Dirjen PHPA) Departemen Kehutanan pada tahun 1997 kebakaran hutan telah mencapai 96.700 hektar.Kebakaran tersebut terjadi di 13 provinsi dan bahkan mengakibatkan kerugian bagi Indonesia sekitar 30 miliar dan juga mengganggu keseimbangan alam. Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) telah melakukan perhitungan kerugian dampak kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap, salah satunya di provinsi jambi. indikasi kerugian lingkungan saja di Jambi diperkirakan telah mencapai Rp.7 Triliun sampai September 2015. Sedangkan di Riau, kerugian ekonomi dari kebakaran hutan mencapai Rp.20 Triliun yaitu 2.398 hektar cagar biosfer terbakar, 21.914 hektar lahan terbakar, 58.000 orang menderita gangguan pernapasan, ditambah pekerja dan anak sekolah aktifitas sehari-harinya terganggu. WALHI menyebutkan bahwa penyebabnya adalah proses land clearing yaitu kebakaran hutan karena pembukaan lahan untuk perkebunan sawit, pembangunan industri kayu yang tidak diikuti dengan pembangunan hutan tanaman, besarnya kesempatan yang diberikan Pemerintah kepada pengusaha untuk melakukan konversi lahan menjadi perkebunan monokultur skala besar seperti perkebunan kayu dan perkebunan sawit serta penegakan hukum yang lamban untuk menyikapi tindakan konversi dan pembakaran yang dilakukan oleh perusahaan.1 Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Pasal 69 ayat 1 huruf (h) melarang seseorang untuk membuka lahan dengan cara dibakar. 1Erwin, Muhamad, “Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup”, Bandung : PT. Refika Aditama, 2008. Meskipun Indonesia memiliki banyak sekali peraturan yang melarang pembakaran hutan, pada kenyataannya yang terjadi dilapangan penegakan hukum peraturan tersebut masih sangat lemah. Di Indonesia kebakaran hutan dan lahan menjadi hal yang biasa terjadi karena memang sebagian besar wilayahnya terdiri dari hutan-hutan. Penyebab kebakaran hutan yang paling sering terjadi adalah karena pembakaran yang secara sengaja dilakukan baik oleh perusahaan ataupun perseorangan. Ada banyak peraturan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan akan tetapi kebanyakan hanya mengabaikannya. Hal tersebut dikarenakan penegakan hukum dan kesadaran dari manusiannya sendiri yang rendah. Terjadi disfungsi dari komponen-komponen seperti masyarakat, pengusaha, dan pemerintah. Mereka tidak melakukan peran mereka dengan baik sehingga masih banyak terjadi masalah pembakaran hutan dan lahan di Indonesia secara illegal. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama berbagai komponen tersebut dalam upaya melestarikan dan menjaga lingkungan agar tidak terjadi lagi pelanggaran-pelanggaran seperti pembakaran hutan dan sebagainya.Dampak yang ditimbulkan sangatlah besar  bagi masyarakat didaerah tersebut karena terjadinya kabut asap akibat pembakaran hutan. Tetapi masyarakat juga memiliki inisiatif tindakan yaitu dengan membentuk sebuah gerakan. Salah satunya di Riau terdapat Gerakan Riau Melawan Asap. Selain masyarakat bagaimanakah seharusnya peran pemerintah setempat dan bagaimanakah kenyataannya sekarang. Pemerintah sangat diharapkan bisa mencari solusi dalam mengatasi banyaknya pembakaran hutan dan lahan yang menyebabkan banyak masalah. Pemerintah Daerah tersebut  tentunya mengerti kondisi masyarakat dan daerahnya sehingga sudah seharusnya pemerintah memiliki solusi dan penyelesaian dari masalah tersebut.2 Masalah kebakaran hutan telah menjadi isu nasional yang patut mendapat perhatian serius dari pemerintah. Kejadian ini terjadi setiap tahun secara berulang, khususnya di Provinsi Riau dan Provinsi lainya. Perlu dipahami bahwa, instansi pemerintah dan masyarakat, termasuk petani, perusahaan-perusahaan perkebunan dan HTI (Hutan Tanama Indusri), merupakan mata rantai yang tidak terputus yang terkait langsung dengan kebakaran hutan ini. 2Supriadi,S.H.,M.Hum. Hukum Lingkungan Indonesia .Jakarta: Sinar Grafika.2008. Dampak kebakaran hutan yang paling menonjol adalah terjadinya kabut asap yang merugikan kesehatan masyarakat dan terganggunya sistem transportasi sungai, darat, laut, dan udara serta mempengaruhi sendi-sendi perekonomian lainnya. B . Analisis Hukum Dalam kasus tersebut pembakaran hutan memang sudah menjadi sebuah permasalahan hukum yang sangat sulit diatasi.Dari gambaran diatas berikut analisis hukum pembakaran hutan berdasarkan undang – undang yang berlaku. 1.    Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Peraturan ini mengamanatkan adanya perlindungan terhadap kawasan hutan agar penyelenggaraan kehutanan itu sesuai dengan asas dan tujuannya. Peraturan ini juga mengatur pemberian sanksi administrasi dan sanksi pidana kepada pihak-pihak yang sengaja membakar hutan. Hal ini dikarenakan kedudukan hutan sebagai penentu sistem penyangga kehidupan, hutan memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestarianya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global sehingga keterkaitanya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, tetap mengutamakan kepentingan nasional. Sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan daerah, maka pelaksanaan sebagian pengurusan hutan yang bersifat operasional diserahkan kepada pemerintah daerah. Tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten atau Kota. 2. Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan Dalam peraturan undang-undang ini memberikan sanksi pidana bagi orang-perorangan yang sengaja membuka dan atau mengelola lahan dengan cara pembakaran yang berakibatkan pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup. Artinya sudah sangat jelas di dalam undang-undang ini, baik pihak individu maupun perusahan yang ingin membuka lahan dengan cara membakar tidak diperkenankan karen dampak yang timbul akibat kebakaran sangat berbahaya. Sanksi : Pasal 108 Undang-undang Nomor. 39 Tahun 2014. 3. Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengaturan tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur dengan Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebagian besar daratan Provinsi Riau sehingga mendesak dibuatnya beberapa peraturan daerah guna pencegahan kebakaran hutan dan lahan.3 Adapun peraturan yang dikeluarkan Gubernur Provinsi Riau yang berkaitan dengan pembakarn hutan yaitu: 1.      PERGUB Riau Nomor.27 Tahun 2014 Tentang Prosedur Tetap Pengendalian Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan Peraturan Gubernur ini memuat tentang tata cara pengendalian bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan mengingat bencana asap tidak hanya dirasakan oleh masyarakat disekitar hutan yang terbakar tetapi sudah dirasakan oleh masyarakat di negara tetangga. Pelaksanaan tatacara pengendalian bencana asap ini akibat kebakaran hutan dan lahan dilakukan mulai dari pra bencana, saat bencana dan pasca bencana yang dilakukan oleh organisasi terstruktur yang dibentuk oleh peraturan ini. 2.        PERGUB Riau Nomor.11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian  Kebakaran Hutan dan Lahan Sebagai upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan harus dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. 3Republik Indonesia UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Pasal 69 ayat 1 huruf (h) . Peraturan ini sengaja dibentuk untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan sebagai wujud kepedulian pemerintah daerah terhadap bencana asap yang tidak hanya melanda daerah sekitar kebakaran tetapi juga melanda negara tertangga. Dalam peraturan ini dibentuk Tim Reaksi Cepat yang bertugas untuk melakukan pencegahan serta pemadaman ketika terjadi kebakaran bersama dengan tim lainnya yang juga dibentuk sebagai pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan.  Kedua ketentuan tersebut dibentuk untuk memfasilitasi pemerintahan dan masyarakat dalam menanggulangi masalah kebakaran hutan dan lahan. Namun dalam praktiknya, penegakan hukum dilapangan sering tidak sesuai dengan penegakan hukum yang seharusnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya putusan hakim Pengadilan Negeri Siak Sri Indrapura, Kabupaten Siak, Provinsi Riau dalam Putusan Nomor.328/Pid.B/2013/PN.Siak yang menjatuhkan hukuman pidana penjaras elama 3 bulan penjara kepada Rustam, pelaku pembakaran hutan dan lahan yang tertangkap tangan sedang melakukan pembakaran lahan di Jalan Lintas RAPP Desa Sengkemang Koto Gasib, Kabupaten Siak. Dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum hanya menuntut pelaku dengan pidana penjara selama 6 bulan. Hal ini tentu menjadi cerminan bahwa penegakan hukum dilapangan masih sangat lemah meskipun undang-undang telah menetapkan sanksi pidana minimun khusus terhadap tindak pidana pembakaran hutan dan lahan. C . Uji Syarat Dalam kasus pembakaran di Riau ditemui fakta-fakta yang menjadikan kasus tersebut melanggar aturan yang berlaku dan sangat merugikan masyarakat maupun Negara .Alasan tersebut antara lain Karena kebakaran hutan di Riau berakibat pada : 1)   Terganggunya aktivitas sehari-hari; Asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan secara otomatis mengganggu aktivitas manusia sehari-hari, apalagi bagi yang aktivitasnya dilakukan di luar ruangan. 2)   Menurunnya produktivitas; Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi produktivitas dan penghasilan. 3)   Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan; Selain itu, bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari mengolah hasil hutan, dengan terbakarnya hutan berarti hilang pula area kerja (mata pencarian). 4)   Meningkatnya Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak keseimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatangkehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan seperti hariamau, gajah, monyet, dan binatang lain. 5)   Terganggunya kesehatan; Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan (ISPA), sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain. 6)   Tersedotnya anggaran negara; Setiap tahunnya diperlukan biaya yang besar untuk menangani (menghentikan) kebakaran hutan. 7)   Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah. Selain itu, menurunnya produktivitas akibat kebakaran hutan pun pada akhirnya berpengaruh pada devisa negara. 8.)    Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Bebrabagai spesies endemik(tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan. 9.)    Erosi, Hutan dengan tanamannya berfungsi sebagai penahan erosi. Ketika tanaman musnah akibat kebakaran hutan akan menyisakan lahan hutan yang mudah terkena erosi baik oleh air hujan bahkan angin sekalipun. 10.)   Alih fungsi hutan; Kawasan hutan yang terbakar membutuhkan waktu yang lama untuk kembali menjadi hutan. Bahkan sering kali hutan mengalami perubahan peruntukan menjadi perkebunan atau padang ilalang. 11.)  Penurunan kualitas air; Salah satu fungsi ekologis hutan adalah dalam daur hidrologis. Terbakarnya hutan memberikan dampak hilangnya kemampuan hutan menyerap dan menyimpan air hujan. 12.) Pemanasan global; Kebakaran hutan menghasilkan asap dan gas CO2 dan gas lainnya. Selain itu, dengan terbakarnya hutan akan menurunkan kemampuan hutan sebagai penyimpan karbon. Keduanya berpengaruh besar pada perubahan iklim dan pemansan global. D . Kesimpulan       Penyebab Kebakaran Hutan di Riau merupakan akibat dari ulah manusia yang tuuan utamanya adalah untuk membuka lahan .Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yaitu dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan, Pasal 69 Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 50 ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan beberapa peraturan daerah didaerah sering terjadi kebakaran hutan dan lahan. Namun penegakan dilapangan masih sangat lemah.     Pemerintah belum mengeluarkan kebijakan atau regulasi khusus yang mengatur dampak dari pembakaran hutan dan lahan namun berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan pembakaran hutan dan lahan. DAFTAR PUSTAKA Erwin, Muhamad, “Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup”, Bandung : PT. Refika Aditama, 2008. Supriadi,S.H.,M.Hum. Hukum Lingkungan Indonesia .Jakarta: Sinar Grafika.2008. Republik Indonesia UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Pasal 69 ayat 1 huruf (h) .