Academia.eduAcademia.edu

Perencanaan transportasi dan lingkungan (Makalah)

Oleh : Sudirman Hi Umar ( 145102157 ) MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA 2014/2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hampir tidak ada kota di dunia ini yang dapat menghindar dari bencana modern pencemaran udara. Bahkan kota-kota yang dulu terkenal dengan udaranya yang murni, tak tercemar misalnya Buenos Aires, Denver, dan Madrid sekarang selalu dikepung oleh udara yang begitu tercemarnya sehingga dapat membunuh dan membuat orang baik yang sehat maupun sakit masuk rumah sakit. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 70 persen penduduk kota di dunia pernah sesekali menghirup udara yang tidak sehat, sedangkan 10 persen lain menghirup udara yang bersifat "marjinal". Tetapi bahkan di AS, yang tingkat pencemaran udaranya cenderung jauh lebih rendah daripada di kota-kota di negara berkembang, studi oleh para peneliti di Universitas Harvard menunjukkan bahwa kematian akibat pencemaran udara berjumlah antara 50.000 dan 100.000 per tahun. Pencemaran lebih mempengaruhi anak-anak daripada orang dewasa, dan anakanak miskin yang terpajan pada lebih banyak jenis polutan dan tingkat pencemaran yang lebih tinggi adalah yang paling terpengaruh. Studi telah membuktikan bahwa anakanak yang tinggal di kota dengan tingkat pencemaran udara lebih tinggi mempunyai paru-paru lebih kecil, lebih sering tidak bersekolah karena sakit, dan lebih sering dirawat di rumah sakit. Rendahnya berat badan anak-anak dan kecilnya organ-organ pertumbuhan mereka memberi risiko yang lebih tinggi pula bagi mereka. Demikian pula kebiasaan mereka; bayi menghisap sembarang benda yang tercemar, anak-anak yang lebih besar bermain main di jalanan yang dipenuhi asap kendaraan dan buangan hasil pembakaran bermuatan timah. Pada 1980, misalnya, kota industri Cubatao, Brasilia, melaporkan bahwa sebagai akibat pencemaran udara, 40 dari setiap 1000 bayi yang lahir di kota itu meninggal saat dilahirkan, 40 yang lain kebanyakan cacat, meninggal pada minggu pertama hidupnya. Pada tahun yang sama, dengan 80.000 penduduk,Cubatao mengalami sekitar 10.000 kasus medis darurat yang meliputi TBC, pneumonia, bronkitis, emphysema, asma, dan penyakit-penyakit pernapasan lain. Di kota metropolitan Athena, Yunani, tingkat kematian melonjak 500 persen di hari-hari yang paling tercemari. Bahkan di daerah-daerah yang jauh dari fasilitas industri, pencemaran udara juga dapat menyebabkan kerusakan. Di daerah-daerah hutan tropis di Afrika, misalnya, para ilmuwan melaporkan adanya tingkat hujan asam dan kabut asap yang sama tingginya dengan di Eropa Tengah, kemungkinan karena pembakaran rutin padang rumput untuk melapangkan tanah. Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Menurut Soedomo,dkk, 1990, transportasi darat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap setengah dari total emisi SPM10, untuk sebagian besar timbal, CO, HC, dan NOx di daerah perkotaan, dengan konsentrasi utama terdapat di daerah lalu lintas yang padat, dimana tingkat pencemaran udara sudah dan/atau hampir melampaui standar kualitas udara ambient. Sejalan dengan itu pertumbuhan pada sector transportasi, yang diproyeksikan sekitar 6% sampai 8% per tahun, pada kenyataannya tahun 1999 pertumbuhan jumlah kendaraan di kota besar hampir mencapai 15% per tahun. Dengan menggunakan proyeksi 6-8% maka penggunaan bahan bakar di Indonesia diperkirakan sebesar 2,1 kali konsumsi tahun 1990 pada tahun 1998, sebesar 4,6 kali pada tahun 2008 dan 9,0 kali pada tahun 2018 (World Bank, 1993 cit KLH, 1997). Pada tahun 2020 setengah dari jumlah

MAKALAH PERENCANAAN TRANSPORTASI DAN LINGKUNGAN Polusi Udara Akibat Transportasi dan Solusi Permasalahannya Oleh : Sudirman Hi Umar ( 145102157 ) MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA 2014/2015 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hampir tidak ada kota di dunia ini yang dapat menghindar dari bencana modern pencemaran udara. Bahkan kota-kota yang dulu terkenal dengan udaranya yang murni, tak tercemar misalnya Buenos Aires, Denver, dan Madrid sekarang selalu dikepung oleh udara yang begitu tercemarnya sehingga dapat membunuh dan membuat orang baik yang sehat maupun sakit masuk rumah sakit. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 70 persen penduduk kota di dunia pernah sesekali menghirup udara yang tidak sehat, sedangkan 10 persen lain menghirup udara yang bersifat "marjinal". Tetapi bahkan di AS, yang tingkat pencemaran udaranya cenderung jauh lebih rendah daripada di kota-kota di negara berkembang, studi oleh para peneliti di Universitas Harvard menunjukkan bahwa kematian akibat pencemaran udara berjumlah antara 50.000 dan 100.000 per tahun. Pencemaran lebih mempengaruhi anak-anak daripada orang dewasa, dan anak-anak miskin yang terpajan pada lebih banyak jenis polutan dan tingkat pencemaran yang lebih tinggi adalah yang paling terpengaruh. Studi telah membuktikan bahwa anak-anak yang tinggal di kota dengan tingkat pencemaran udara lebih tinggi mempunyai paru-paru lebih kecil, lebih sering tidak bersekolah karena sakit, dan lebih sering dirawat di rumah sakit. Rendahnya berat badan anak-anak dan kecilnya organ-organ pertumbuhan mereka memberi risiko yang lebih tinggi pula bagi mereka. Demikian pula kebiasaan mereka; bayi menghisap sembarang benda yang tercemar, anak-anak yang lebih besar bermain main di jalanan yang dipenuhi asap kendaraan dan buangan hasil pembakaran bermuatan timah. Pada 1980, misalnya, kota industri Cubatao, Brasilia, melaporkan bahwa sebagai akibat pencemaran udara, 40 dari setiap 1000 bayi yang lahir di kota itu meninggal saat dilahirkan, 40 yang lain kebanyakan cacat, meninggal pada minggu pertama hidupnya. Pada tahun yang sama, dengan 80.000 penduduk,Cubatao mengalami sekitar 10.000 kasus medis darurat yang meliputi TBC, pneumonia, bronkitis, emphysema, asma, dan penyakit-penyakit pernapasan lain. Di kota metropolitan Athena, Yunani, tingkat kematian melonjak 500 persen di hari-hari yang paling tercemari. Bahkan di daerah-daerah yang jauh dari fasilitas industri, pencemaran udara juga dapat menyebabkan kerusakan. Di daerah-daerah hutan tropis di Afrika, misalnya, para ilmuwan melaporkan adanya tingkat hujan asam dan kabut asap yang sama tingginya dengan di Eropa Tengah, kemungkinan karena pembakaran rutin padang rumput untuk melapangkan tanah. Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Menurut Soedomo,dkk, 1990, transportasi darat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap setengah dari total emisi SPM10, untuk sebagian besar timbal, CO, HC, dan NOx di daerah perkotaan, dengan konsentrasi utama terdapat di daerah lalu lintas yang padat, dimana tingkat pencemaran udara sudah dan/atau hampir melampaui standar kualitas udara ambient. Sejalan dengan itu pertumbuhan pada sector transportasi, yang diproyeksikan sekitar 6% sampai 8% per tahun, pada kenyataannya tahun 1999 pertumbuhan jumlah kendaraan di kota besar hampir mencapai 15% per tahun. Dengan menggunakan proyeksi 6-8% maka penggunaan bahan bakar di Indonesia diperkirakan sebesar 2,1 kali konsumsi tahun 1990 pada tahun 1998, sebesar 4,6 kali pada tahun 2008 dan 9,0 kali pada tahun 2018 (World Bank, 1993 cit KLH, 1997). Pada tahun 2020 setengah dari jumlah penduduk Indonesia akan menghadapi permasalahan pencemaran udara perkotaan, yang didominasi oleh emisi dari kendaraan bermotor. Hasil uji emisi gas buang kendaraan bermotor tahun 2001 yang dilakukan di kota Bandung oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) dari jumlah kendaraan sebanyak 1468 buah yang berbahan bakar bensin dan solar, adalah sebagai berikut : Yang berbahan bakar bensin sekitar 56% melampaui Baku Mutu yang ditetapkan Yang berbahan bakar solar sekitar 90% tidak memenuhi Baku Mutu yang ditetapkan Perkiraan hasil studi Bank Dunia tahun 1994 (Indonesia Environment and Development) menunjukkan bahwa kendaraan di Jakarta (diperkirakan kondisi yang sama terjadi pada kota-kota besar lainnya) memberikan kontribusi timbal 100%, SPM10 42%, hidrokarbon 89%, nitrogen oksida 64% dan hampir seluruh karbon monoksida. Hasil kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia tahun 1996, tentang kerugian akibat pencemaran udara di kota Jakarta, mencapai sekitar $ 200 juta US/tahun untuk seluruh jumlah penduduk Jakarta, sementara hasil kajian yang dilakukan oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan (Gunawan, dkk 1997), dengan metoda wawancara dilakukan di kota Bandung dan Surabaya, menyimpulkan bahwa setiap orang mengeluarkan biaya kesehatan rata-rata Rp. 30.000/orang/tahun akibat pencemaran udara. Rumusan Masalah Dalam penulisan makalah ini masalah yang ditinjau adalah Polusi Udara Akibat Transportasi dan Solusi Permasalahannya. BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Teori Polusi Udara Akibat Transportasi Perkembangan volume lalu lintas di perkotaan Indonesia mencapai 15% pertahun. Transportasi di kota-kota besar merupakan sumber pencemaran udara yang terbesar, dimana 70% pencemaran udara diperkotaan disebabkan oleh aktivitas kendaraan bermotor. Parameter polusi udara dari kendaraan bermotor seperti karbonmonoksida (CO), Nitrogen oksida (NOx), Methane (CH4), nonmethane (NonCH4), Sulful dioksida (SOx) dan Partikel (SPM10) dapat menimbulkan efek terhadap pemanasan global. Hasil monitoring tingkat pencemaran udara di ruas-ruas jalan kota besar seperti : Surakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar (Bali), dan Serang (Banten), serta kota-kota yang dilalui Jalur Pantura tingkat pencemaran udara sudah dan/atau hampir melampaui standar kualitas udara ambient khususnya untuk parameter oksida nitrogen (NOx), partikel (SPM10) dan hidrokarbon (HC). Rentang tingkat pencemaran udara ambient untuk CH4: 1,0 – 1,97 ppm; NonCH4: 1,5 -3,78 ppm, NOx: 0,06 – 0,490 ppm; Sox: 0,001 – 0,276 ppm; CO: 0,01 -11,53 ppm dan partikel (SPM10): 6,0-260 ug/m3. Bila dilakukan evaluasi dengan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan Hidup No. 45 tahun 1997, kondisinya sudah termasuk kategori ”sedang” dengan penjelasan bahwa tingkat kualitas udara tersebut tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan sensitif dan nilai estetika. Beberapa strategi pengelolaan kualitas udara di lingkungan jalan yang mungkin diterapkan dalam upaya-upaya pengelolaan lingkungan jalan adalah : Pertimbangan dan penerapan kebijakan serta aturan dibidang lingkungan menjadi satu hal yang penting untuk dilaksanakan dalam seluruh siklus tahap pembangunan/peningkatan jalan. Penyertaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, baik pemilik kendaraan, dan pengguna jalan serta masyarakat sekitar lingkungan jalan. Penggunaan bahan bakar dan kendaraan yang ramah lingkungan. Penataan dan penerapan teknologi pereduksi polusi udara diantaranya: penataan land-scape diruas-ruas jalan dengan tanaman pereduksi polusi udara. Memperhatikan kondisi di atas maka perlu dilakukan program pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara di daerah perkotaan. Sebagai langkah awal dapat dilakukan kegiatan monitoring untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencemaran udara diperkotaan sehingga dapat menentukan prioritas pengelolaan dan pengendalian yang harus dilakukan. Oleh karena itu sejak tahun 1997 sampai dengan 2005 Pusat Litbang Jalan dan Jembatan telah bekerjasama dengan BPLHDKota Bandung dalam kegiatan monitoring dan pengendalian pencemaran udara di kota-kota besar Indonesia. Kegiatan ini lebih diutamakan kepada pencemaran udara akibat kendaraan bermotor, terhadap parameter-parameter : nitrogen oksida (Sox), ozon (O3), partikulat (SPM10) dengan ukuran 10 mikron, dan total hidrokarbon (HC) serta kondisi lalu lintas. 2.2. Metode Pengukuran Polusi Udara Dalam pengukuran polusi udara, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, melakukan pengukuran langsung dibeberapa ruas jalan kota-kota besar dengan harapan tingkat polusi udara yang terjadi benar-benar berasal dari kendaraan. Adapun frekuensi pengamatan adalah sebagai berikut : Pengamatan dilakukan secara kontinyu selama 24 jam, dengan menggunakan mobil unit Laboratorium Polusi Udara dan untuk beberapa lokasi dilakukan semi kontinyu dengan menggunakan larutan kimia (Absorbant). Gambar 1: mobil unit laboratorium polusi udara Metoda pengukuran yang dilakukan diperlihatkan secara jelas pada Tabel 1. Sebagai berikut : No Pengukuran Metoda 1 SO2 Ultraviolet Fluorescene 2 NOx Chemiluminescent 3 O3 Ultraviolet absorption 4 Dust < 10 μm β-absorption 5 CO Non-dispersive infrared 6 HC Gas chromatography 7 Partikulat HVS Table 1: Metoda Pengukuran Polusi Udara Sedangkan untuk standar kualitas udara, mengacu pada peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 tahun 1999 tentang standar kualitas udara ambient adalah seperti ditunjukkan pada Tabel berikut: Parameter Baku mutu yang diperkenangkan NOx 0,05 ppm/24 jam CO 20 ppm/8 jam SOx 0,10 ppm/24 jam O3 0,10 ppm/24 jam SPM10 100 ppm/24 jam HC 0,24 ppm/3 jam Table 2 : standar baku mutu udara 2.3. Transportasi Dan Lingkungan Pembangunan berwawasan lingkungan : Upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Tujuan Utama pengelolaan lingkungan : Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. Kebutuhan sarana prasarana untuk mendukung kehidupan manusia tidak hanya memikirkan kehidupan sesaat dan terbatas tetapi harus ditujukan untuk kehidupan yang akan datang. TIGA aspek utama yang menentukan intensitas dampak terhadap lingkungan, khususnya pencemaran udara, kebisingan dan penggunaan energi, yaitu : Aspek perencanaan transportasi (barang dan manusia) Aspek rekayasa transportasi (pola aliran moda, sarana jalan, sistem lalu lintas dan lainnya) Aspek teknik mesin dan sumber energi alat transportasi. Grafik 1: Konsumsi bahan bakar di sektor industri dan transportasi Pada dasarnya permasalahan transportasi dibagi menjadi permasalahan inti sebagai berikut: Peningkatan arus lalu lintas telah mengakibatkan peningkatan pencemaran udara Kebutuhan akan transportasi yang menghasilkan kemacetan, tundaan, kecelakaan dan masalah lingkungan; Waktu dan jarak tempuh yang lebih panjang akibat kemacetan menimbulkan kerugian ekonomi sebesar Rp. 2.5 triliun per tahun di wilayah Jabodetabek, sementara biaya operasional kendaraan dan waktu tempuh akibat kemacetan Rp. 5.5 triliun per tahun di wilayah Jabodetabek (SITRAMP 2004). Berdasarkan studi Jabodetabek Pubic Transportation Policy Implimentation Strategy (JAPTrapis) pada tahun 2011, sebanyak 3,6 juta orang dari Bodetabek melakukan perjalanan  ke Ibu kota setiap harinya dimana sebanyak 1.158.486 orang dari Tangerang, 1.330.544 orang dari Bekasi, dan 1.185.403 orang dari Bogor dan Depok. Dimana jumlah penduduk DKI sekitar 9.607.000 orang sehingga jumlah orang yang beraktivitas di DKI ketika hari kerja sekitar 13.281.433 orang. Beberapa unsur yang mempengaruhi tingginya tingkat kemacetan lalu lintas kendaraan bermotor di jalur jalan-jalan di perkotaan di Indonesia antara lain: Kondisi jalan dan pedestrian Sikap dan kebiasaan pengguna jalan dan angkutan umum. Pergerakan transportasi yang melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada dan melebihi daya tampung wilayah perkotaan. Pengemudi angkutan umum Perilaku pengemudi yang kurang benar dalam mengemudikan kendaraannya sangat mempengaruhi besarnya pemakaian bahan bakar pada kendaraan bermotor, antara lain sebagai berikut : Kebiasaan mengemudi dengan kecepatan melibihi kecepatan optimal; Penggunaan gigi persneling tidak sesuai dengan kecepatan; Mengemudikan kendaraan dengan kejutan dan menyentak pedal gas. Kebiasaan mengisi tangki bahan bakar terlalu penuh dan sampai tumpah. Perilaku tersebut di atas apabila tidak diikuti dengan perawatan kendaraan secara baik, akan mengakibatkan kualitas polusi udara akibat emisi gas buang semakin tinggi. Infrastruktur perkotaan yang belum optimal dalam pemanfaatan sarana jalan (Terlalu besarnya kebutuhan akan pergerakan lalu lintas transportasi dibanding dengan sistem prasarana transportasi yang tersedia) atau pergerakan transportasi yang melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada. Penggunaan kenderaan pribadi lebih tinggi dibandingkan penggunaan kendaraan umum (volume kenderaan pribadi menurunkan efektivitas penggunaan ruang jalan). Sistem transportasi yang ada belum terintegrasi dalam pengembangan tataruang; Sistem transportasi umum masih belum tertata dengan baik, yaitu dalam hal: Sistem transportasi berorientasi “jalan”; Transportasi berbasis rel belum berkembang; Jaringan transportasi bus belum memiliki interkoneksi yang memadai; Rute bus yang masih tumpang tindih (dapat mencapai 60%); Manajemen terminal masih lemah; Sistem transportasi cepat dan massal belum mencukupi. Infrastruktur transportasi tidak bermotor belum tersedia; Pengelolaan kebutuhan transportasi belum efektif; kebutuhan perjalanan dari dan ke sentra bisnis masih tinggi pada jam-jam padat; Sistem pelayanan angkutan umum perkotaan. Belum adanya standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh pengelola angkutan umum, misalnya terkait dengan aspek keamanan, kenyamanan, menyebabkan lemahnya tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga mengakibatkan keengganan masyarakat untuk beralih menggunakan angkutan umum. Selain itu lemahnya interkoneksi antar moda menyebabkan efisiensi waktu yang rendah dan menambah keengganan masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. Kelemahan tingkat pelayanan, dalam hal: sarana dan prasarana yang kurang memadai Kapasitas angkut kendaraan umum masih terbatas; pengaturan waktu dan wilayah layanan bus masih belum memadai; waktu tempuh yang cukup lama Pemantauan kualitas layanan bus belum dilaksanakan dengan baik; jumlah penumpang yang melebihi kapasitas angkut tingkat kenyamanan yang rendah Tingkat keamanan yang rendah Tidak ada perhatian yang memadai bagi orang tua dan penyandang cacat aksesibilitas yang sulit untuk beberapa daerah tertentu. 6. Emisi kenderaan bermotor Lebih dari 50% kendaraan yang beroperasi di jalan tidak memenuhi ambang batas emisi; Ambang batas emisi gas buang kendaraan yang berlaku saat ini masih longgar; Tidak ada sistem kontrol emisi terhadap sebagian besar kendaraan yang beroperasi di jalan; Sistem Pengujian Kendaraan Bermotor (kelaikan jalan dan persyaratan teknis kendaraan umum) tidak efektif karena mekanisme pengawasan, pemantauan, dan evaluasi kinerja PKB belum diterapkan secara konsisten; Pemeriksaan emisi di jalan sebagai bagian dari penegakan hukum belum dilaksanakan; Pengujian kendaraan tipe baru sesuai standar EURO-2 belum dilaksanakan secara konsisten karena keterbatasan fasilitas; Perawatan kendaraan untuk mengurangi emisi dan meningkatkan kinerja kendaraan belum dilaksanakan secara rutin; Pengembangan dan penggunaan kendaraan dengan teknologi yang dapat mereduksi emisi dan menghemat bahan bakar masih terhambat; Belum ada sistem disinsentif untuk membatasi jumlah kendaraan penghasil polusi tinggi dan sistem insentif untuk kendaraan hemat BBM dan menggunakan bahan bakar alternatif ramah lingkungan; Kapasitas institusi pelaksana sistem transportasi dan pengujian kendaraan bermotor di daerah masih rendah; Pemantauan dan evaluasi kinerja pengujian kendaraan bermotor belum efektif; BAB III SOLUSI PERMASALAHAN POLUSI AKIBAT TRANSPORTASI 3.1. Langkah-Langkah Yang Perlu Dilakukan. Bagi banyak daerah perkotaan, usaha melengkapi kendaraan, seperti angkutan kota, skuter, dan mobil dengan perangkat kendali yang canggih, walaupun efektif, tidak mengurangi pencemaran udara dengan cukup cepat dan menyeluruh. Kota-kota ini telah menjalankan berbagai program, mulai dari pemberlakuan hari tanpa berkendaraan, sampai pelarangan parkir di kota, yang kesemuanya dikenal dengan istilah "upaya mengendalikan transportasi" ("transportation control measures/TCM"). Banyak TCM dipusatkan pada pengurangan kepadatan lalu lintas, dengan menggunakan sistem yang berkisar dari metode fisik, seperti lampu lalu lintas yang terkoordinasi, jalan satu arah, dan bermobil patungan atau jalur bus yang terpisah, sampai metode penggunaan insentif ekonomi, misalnya "tarif jalur padat" yang mengharuskan pengemudi membayar jika melalui jalan raya di saat lalu lintas padat. Langkah kongkrit Negara-negara maju dan berkembang Larangan Masuk. Pada tahun 1977 Buenos Aires melarang kendaraan pribadi memasuki jalan-jalan pusat keramaian kota dari pukul 10 pagi sampai 7 malam pada hari-hari kerja. Bus dan taksi diperbolehkan hanya pada beberapa jalan tertentu. Larangan ini mengatasi kepadatan lalu lintas dan pencemaran udara yang disebabkan oleh satu juta orang yang memadati pusat kota Buenos Aires setiap hari kerja. Pada awalnya barikade polisi digunakan untuk melaksanakan larangan ini, saat ini rambu-rambu kecil yang menjelaskan kebijaksanaan ini sudah memadai. Larangan bagi mobil secara sebagian atau total sudah pula diberlakukan di sebagian besar kota besar Italia, termasuk Roma, Florensia, Napoli, Bologna, dan Genoa dan di kota-kota kecil. Dari pukul 7.30 pagi sampai 7.30 malam, hanya bus, taksi, kendaraan pengirim barang, dan mobil-mobil pemilik rumah di daerah itu yang boleh memasuki daerah pusat Roma dan Florensia. Larangan serupa juga diberlakukan di Athena, Amsterdam, Barcelona, Budapest, Kota Mekiko, dan Munich. Dalam waktu sepuluh tahun mendatang Bordeaux, Prancis, berniat menghapus kendaraan bermotor dari separo jalan-jalan di kota ini, dan memberikan jalan-jalan itu pada para pejalan kaki dan pengendara sepeda. Larangan Parkir. Larangan parkir membatasi jumlah mobil yang boleh parkir di suatu daerah, tapi tidak berpengaruh apapun pada jumlah mobil yang boleh lewat. Salah satu cara untuk mengatasi masalah yang diakibatkan oleh berlimpahnya kendaraan adalah sama sekali melarang semua kendaraan memasuki pusat-pusat kota. "Zona bebas mobil", sebagai suatu cara untuk mengurangi pencemaran udara, menggalakkan pariwisata, dan meningkatkan kualitas kehidupan, akhir-akhir ini semakin populer di Eropa. Pengalaman yang terjadi di AS lebih terbatas; zona pembatasan mobil biasanya hanya berlaku pada daerah pariwisata atau pertokoan kecil, dan hanya berdampak kecil pada pola transportasi kota secara keseluruhan. "Sel" Lalu Lintas. Gothenburg, Swedia, membagi pusat kotanya menjadi lima sektor berbentuk "pastel" pada 1970 sebagai suatu cara untuk membatasi lalu lintas yang lewat dan menggalakkan transportasi umum. Kendaraan darurat, angkutan lokal masal, sepeda dan moped dapat melintas dari satu zona ke zona lain, tapi mobil tidak dapat. Berkurangnya kepadatan di pusat kota Gothenburg telah menimbulkan layanan transit yang lebih baik dan tingkat kecelakaan yang lebih rendah. Pendekatan yang disebut "sel lalu lintas" ini, yang berasal dari Bremen, Jerman, juga digunakan di Groningen, Belanda, dan Besancon, Prancis. Hari Tanpa Mengemudi. Pada akhir 1991, Roma, Milano, Napoli, Turino, dan tujuh kota lain di Italia mencanangkan "perang" terhadap pencemaran dengan cara membatasi jumlah mobil di jalan. Dalam peraturan ini, mobil berplat nomor ganjil dilarang berjalan di satu hari, sedang mobil berplat nomor genap dilarang berjalan hari berikutnya. Banyak pengemudi yang merasa jengkel dengan adanya kekangan dan larangan atas hak mereka untuk mengemudi, lalu mengabaikan aturan genap-ganjil ini. Dalam satu hari saja di bulan Desember, para polisi lalu lintas mencatat 12. 983 pelanggaran, menilang para pelanggar aturan yang mengemudi di hari yang salah, atau yang mengubah plat nomor kendaraan mereka. Namun demikian, dengan penggalakan peraturan secara keras, menteri lingkungan hidup Italia yakin larangan mengemudi berseling hari itu dapat mengurangi polusi sebesar 20 sampai 30 persen. Bersepeda. Sebagai bentuk transportasi yang paling lazim di dunia, bersepeda kini mulai "naik daun", sejalan dengan usaha pemerintah beberapa negara untuk menggalakkan bersepeda melalui program khusus. Jumlah sepeda di planet ini lebih dari 800 juta, hampir dua kali jumlah kendaraan umum, tetapi untuk lebih menggalakkan kegiatan bersepeda, negara-negara seperti Belanda, Denmark, Belgia, dan Jerman mengembangkan jaringan jalan untuk sepeda, masing-masing dengan hak guna jalan yang terpisah dari jalan mobil. Tempat parkir yang terpisah, persewaan sepeda dengan uang jaminan yang akan dikembalikan, bahkan garasi khusus sepeda, semuanya diusahakan untuk lebih menggalakkan kegiatan bersepeda. Program semacam itu mempunyai dampak amat besar terhadap cara orang melihat pilihan yang mereka miliki untuk sarana transportasi. Misalnya, kegiatan bersepeda di Erlangen, Jerman, meningkat dua kali lipat setelah jalan sepeda sepanjang 160 km selesai dibangun. Banyak kota di Cina memiliki jalan sepeda selebar lima atau enam jalur. Sesungguhnyalah, sepeda amat penting di Cina, dan pemantauan lalu lintas di kota Tianjin telah mendata lebih dari 50.000 sepeda melintas di satu persimpangan jalan dalam waktu satu jam. Jam Kerja Lentur. Selama Olimpiade Musim Panas tahun 1984, Los Angeles menggilir jam kerja, dan dengan demikian menurunkan pencemaran udara ke titik terendah selama beberapa waktu terakhir ini. Sekarang banyak kota mencari jalan untuk menghambat pencemaran udara dengan cara memulai jam kerja atau sekolah satu atau dua jam lebih awal, atau dengan mengakhirinya lebih awal, dan dengan demikian mengurangi kepadatan lalu lintas. Kota-kota lain mengusulkan empat hari kerja seminggu sebagai cara lain mengurangi kemacetan lalu lintas. Misalnya di kantor PU Los Angeles para karyawan bekerja 10 jam sehari dari Senin sampai Kamis. Pada hari Jumat seluruh gedung ditutup, dan hal ini tidak saja mengurangi asap kabut dan kemacetan, tapi juga menghemat biaya operasi 1,7 juta dollar AS setahun. Kerja Jarak Jauh (Telecommuting). Suatu strategi lain, yaitu cara "kerja jarak jauh", atau mengizinkan karyawan bekerja di rumah dengan menggunakan telepon dan komputer, akan mengurangi biaya tambahan kantor dan sekaligus menghemat waktu dan uang para karyawan. Para pegawai di Los Angeles berharap akan mengurangi 3 juta perjalanan ke tempat kerja dengan adanya program kerja di rumah dan kerja jarak jauh. Pusat Penelitian Masa Depan meramalkan bahwa lima juta orang Amerika memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan komputer dan dapat dikerjakan di rumah menjelang tahun 1993. Dan dari suatu studi yang dilakukan oleh Asosiasi Pemerintahan California Selatan ditemukan bahwa jika satu dari delapan karyawan memilih untuk bekerja di rumah, atau di stasiun kerja "satelit" yang dihubungkan secara elektronis dengan kantor pusat, maka kemacetan lalu lintas di jalan-jalan raya daerah tersebut dapat dikurangi hampir sepertiganya. Pemeriksaan dan Pemeliharaan. Program pemeriksaan dan pemeliharaan kendaraan yang dilaksanakan secara keras untuk memastikan kepatuhan masyarakat merupakan suatu pelengkap yang penting dalam penetapan standar emisi. Pengotak-atikan dan pemeliharaan yang buruk dapat dengan cepat membuat pengendalian emisi menjadi tidak efektif. Usia juga cenderung menurunkan kinerja perangkat polusi. Karena itu program untuk menghapus kendaraan tua dari jalan dengan menawarkan suatu imbalan mungkin dapat sangat mengurangi emisi kendaraan. 3.2. Strategi Pengendalian Dari hasil evaluasi tingkat pencemaran udara dari kota-kota besar, selain bahan bakar dan jenis kendaraan dan volume kendaraan yang mempengaruhi tingkat pencemaran udara, factor lain adalah keadaan topografi daerah, faktor meteorologi dan reaktifitas kimia setiap parameter. Sehingga didalam melakukan pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara, faktor tersebut diatas harus dipertimbangkan. Penerapan Kebijakan Dalam melakukan pengendalian pencemaran udara di kota-kota besar pemerintah melakukan pengelolaan terhadap dua sumber yaitu sumber tidak bergerak (industri dan rumah tangga) dan sumber bergerak (kendaraan bermotor). Salah satu strategi yang diterapkan untuk pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak adalah penetapan kebijakan dan aturan serta program pengendalian lingkungan yang meliputi : Standar emisi kendaraan serta persyaratan pemeriksaan dan pemeliharaan kendaraan Menghentikan pemakaian atau retrofitting kendaraan yang boros bahan bakar dan menimbulkan pencemaran tinggi; Teknologi dan kualitas bahan bakar Manajemen efisiensi lalu lintas Investasi transportasi missal yang lebih baik, seperti bus dan kereta api; Program penghijauan dengan memanfaatkan lahan sekitar lingkungan jalan dan sekitar lingkungan rumah; Program pemeriksaan dan perawatan kendaraan bermotor dengan melibatkan peran serta masyarakat. Pengendalian Lingkungan pada Siklus Proyek Jalan (Biaya Lingkungan) Selain penerapan kebijakan, peraturan dan program pengendalian kualitas udara yang dilakukan oleh pemerintah, pengalaman dilapangan menunjukkan bahwa kegiatan pengendalian kualitas udara masih mengalami beberapa kendala diantaranya pada pendanaan proyek, dimana umumnya proyek tidak menyediakan dana yang memadai untuk pengendalian kualitas udara tersebut dan juga proses kegiatan pengendalian kualitas udara pada proyek pembangunan/peningkatan jalan belum terintegrasi dengan baik. Untuk itu perlu dipertimbangkan adanya strategi manajemen kualitas udara (biaya lingkungan) pada proyek pembangunan/ peningkatan jalan, yaitu dengan mengintegrasikan kegiatan pengendalian kualitas udara ini ke dalam siklus proyek jalan pada tahapan-tahapan sebagai berikut : pra studi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan teknis, pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi yang dalam pelaksanaannya dapat melibatkan peran masyarakat. Penyertaan Masyarakat Dalam kondisi negara yang masih berkembang maka strategi penyertaan masyarakat dalam melakukan pengelolaan dan pengendalian kualitas udara merupakan alternatif yang sangat penting. Bagian yang sangat kritis dalam pengembangan konsep kota berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan adalah mengubah atau mempengaruhi kebiasaan pola konsumsi atau pola pikir masyarakat. Untuk itu perlu dikembangkan program atau strategi penyuluhan dan pendidikan yang melibatkan peran serta masyarakat, melakukan kampanye melalui mass-media mengenai keuntungan- keuntungan dalam penerapan program pengelolaan lingkungan berkelanjutan di masa yang akan datang. Beberapa kegiatan yang dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pengendalian kualitas udara diantaranya adalah : Penghijauan sekitar lingkungan tempat tinggal dan jalan Pemeliharaan dan pengujian emisi kendaraan secara teratur Penggunaan dan cara mengendarai kendaraan yang efektif dan efisien Pemeliharaan lingkungan sekitar jalan dengan menjaga kebersihan Kesadaran masyarakat pengguna jalan untuk menjaga kelancaran lalu lintas dan kebersihan lingkungan. Aplikasi Teknologi Pereduksi Pencemaran Udara Dampak-dampak pencemaran udara kendaraan bermotor dapat dicegah dengan cara pemilihan rute lalu lintas yang cukup jauh dari areal berpenduduk dan mengurangi kemacetan lalu lintas, misalnya pembuatan jalan bypass tidak memasuki areal permukiman, mempertahankan integritas komersial dan sosial jalan, tapi masih membolehkan akses ke jalan raya. Selain itu dapat dilakukan mitigasi perbaikan desain untuk meminimalkan pencemaran udara akibat kendaraan bermotor meliputi: pemilihan alinyemen jalan tidak melalui daerah dekat permukiman, sekolah dan perkantoran; menyediakan kapasitas jalan yang memadai untuk menghindari kemacetan lalu lintas, dengan proyeksi peningkatan arus lalu lintas di masa yang akan datang; menghindari penempatan perpotongan jalan yang sibuk; memperhitungkan pengaruh arah angin dalam penentuan lokasi jalan dan bangunan pelengkapnya, seperti pompa bensin di dekat permukiman; sedapat mungkin menghindari lereng curam dan belokan tajam yang akan mendorong penurunan atau peningkatan kecepatan serta shifting; Laburi jalan-jalan yang berdebu, terutama di daerahdaerah padat penduduk penanaman vegetasi yang tinggi, berdaun lebat dan rapat diantara jalan dan pemukiman untuk menyaring pencemaran. Hasil studi dari Puslitbang Jalan dan Jembatan (Nanny K, dkk, 1998),pengendalian polusi udara untuk polutan NOx dan SO2 dengan pemanfaatan tanaman jenis pohon dapat mereduksi 16,70 – 67,39%, jenis perdu 6,56 – 80,0% dan jenis semak 18,13 – 67,33%. Besarnya reduksi tersebut, antara lain tergantung dari : macam tanaman, kerapatan daun, konsentrasi polutan eksisting pada lokasi yang bersangkutan. BAB IV PENUTUP Kesimpulan Dua puluh lima tahun yang lalu orang akan tertawa jika mendengar usulan untuk mengurangi pencemaran udara dengan cara mengatur mesin cuci atau bola lampu. Tetapi ledakan pertumbuhan penduduk dan pencemaran tidak memberikan banyak pilihan pada pemerintah, terutama pemerintah kota. Akibat yang terjadi adalah ledakan teknologi baru: mobil, pabrik pembangkit tenaga, cat dengan pencemaran udara nol atau hampir nol, dan bola lampu, mesin cuci, serta alat pemotong rumput yang juga hampir tidak menimbulkan pencemaran udara. Sejumlah teknologi lingkungan mutakhir kini menjadi semakin lazim sehingga kita hampir tidak menganggapnya sebagai teknologi baru lagi. Kapan semua itu akan berakhir tidak dapat diramalkan. Sesungguhnyalah, revolusi industri baru ini mungkin, seperti pencemaran udara dan hal-hal yang menimbulkannya, akan berhenti hanya bila industri itu sendiri berhenti. Dan itu mungkin tidak akan pernah terjadi. Berdasarkan tulisan yang saya susun diatas, maka empat pendekatan strategi yang mungkin diterapkan dalam upaya-upaya pengendalian pencemaran udara akibat transportasi di adalah: Penurunan laju emisi pencemaran udara dari setiap kendaraan untuk kilometer jalan yang ditempuh, diantaranya : penerapan baku mutu emisi kendaraan bermotor, dan pemeliharaan, konversi bahan bakar gas, perbaikan aliran arus lalu lintas, jalan searah dan waktu kerja. Penurunan jumlah dan kerapatan total kendaraan di dalam suatu daerah tertentu, diantaranya : pembatasan dan pengaturan lalu lintas, pengaturan parkir dengan tariff tinggi dan perbaikan angkutan umum. Penyertaan Mayarakat dalam program-program pengelolaan lingkungan jalan Penataan dan penerapan teknologi pereduksi polusi udara diantaranya : penataan land-scape diruas-ruas jalan dengan tanaman pereduksi polusi udara. Saran Tugas-tugas yang berkaitan penyusunan makalah dan artikel-artikel ilmiah lainnya harap lebih intens diberikan sehingga menjadi bahan latihan bagi mahasiswa dalam pengembangan metode penulisan ilmiah kedepan. Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan untuk itu saran dan masukan kearah perbaikan dari semua pihak sangatlah diharapkan. DAFTAR PUSTAKA Makalah hijau, Mutu Udara Kota oleh Curtis Moore Jurnal ilmiah, POLUSI UDARA AKIBAT AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PERKOTAAN PULAU JAWA DAN BALI, oleh Nanny Kusminingrum dan G. Gunawan, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan Bahan ajar, Perencanaan Transportasi dan Lingkungan, Imam Basuki FOTO-FOTO PENCEMARAN UDARA DARI TRANSPORTASI AKAN LEBIH BAIK JIKA TRANSPORTASI KITA SEPERTI INI BEFORE AFTER Kota yang sehat adalah kota dimana warganya dapat berjalan dan bermain di luar, bukan didalam mobil dan mall.. ENRIQUE PANALOSA