Academia.eduAcademia.edu

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu

2023, Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu

https://doi.org/10.23960/jipt.

The study aimed to determine the effect of fermentation time on the physical quality of cow’s rumen content silage. The study used an experimental method based on a completely randomized design (CRD) with 4 treatments of incubation time and 4 replications. The composition of the silage ingredients was as follows: cow’s rumen contents 60% + rice bran 35% + palm sugar 5% + local microorganisms 40 ml. Treatment of the fermentation time was P1: four weeks, P2: six weeks, P3: eight weeks, and P4: ten weeks. The variables observed were color, texture, odor, fungus, and cow’s rumen content silage pH. The results of the Kruskall Wallis Test analysis showed that the treatment had a very significant effect (P <0.01) on texture and odor. Still, they had no significant effect (P>0.05) on color and fungus. The results of ANOVA showed that the treatment had a very significant effect (P<0.01) on the pH value. Based on the results it can be concluded that the different fermentation times affected the texture, odor, and pH value, but not affect the color and fungus existence. The best fermentation time for this research is 8 weeks.

Vol. 11(3): 176-189, November 2023 DOI: http://dx.doi.org/10.23960/jipt. v11i3.p176-189 Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Journal homepage: https://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIPT p-ISSN: 2303-1956 e-ISSN: 2614-0497 Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Fisik Silase Isi Rumen Sapi The Effect Of Time Fermentation On The Physical Quality Of Cow’s Rumen Content Silage Jusril Wina Ton1, Emma D. Wie Lawa1*, Maritje A. Hilakore1, Edwin J. L. Lazarus1 1 Faculty of Animal Husbandry, Marine and Fisheries, Nusa Cendana University, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang, Nusa Tenggara Timur, 85001 * Corresponding Author. E-mail address: [email protected] ARTICLE HISTORY: Submitted:27 July 2023 Accepted: 11 November 2023 KATA KUNCI: Isi rumen sapi Waktu fermentasi Silase Kualitas fisik pH ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu fermentasi terhadap kualitas fisik silase isi rumen sapi. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Komposisi bahan penyusun silase sebagai berikut : Isi Rumen Sapi 60% + Dedak Padi 35% + Gula Lontar 5% + Mikroorganisme Lokal 40 ml. Perlakukan lama waktu fermentasi yaitu P1 : 4 minggu, P2 : 6 minggu, P3 : 8 minggu, dan P4 : 10 minggu. Variabel kualitas fisik yang diamati yaitu warna, tekstur, aroma, jamur dan pH. Hasil analisis Kruskall Wallis Test menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap tekstur dan aroma, dan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap warna dan jamur. Hasil uji sidik ragam juga menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lama waktu fermentasi yang berbeda berpengaruh terhadap tekstur, aroma dan nilai pH, namun tidak mempengaruhi warna dan keberadaan jamur. Waktu fermentasi terbaik adalah 8 minggu. ABSTRACT KEYWORDS: Cow's rumen content Fermentation time Silage Physical quality pH © 2023 The Author(s). Published by the Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Lampung in collaboration with Indonesian Society of Animal Science (ISAS). This is an open-access article under the CC BY 4.0 license: https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/ The study aimed to determine the effect of fermentation time on the physical quality of cow’s rumen content silage. The study used an experimental method based on a completely randomized design (CRD) with 4 treatments of incubation time and 4 replications. The composition of the silage ingredients was as follows: cow’s rumen contents 60% + rice bran 35% + palm sugar 5% + local microorganisms 40 ml. Treatment of the fermentation time was P1: four weeks, P2: six weeks, P3: eight weeks, and P4: ten weeks. The variables observed were color, texture, odor, fungus, and cow’s rumen content silage pH. The results of the Kruskall Wallis Test analysis showed that the treatment had a very significant effect (P <0.01) on texture and odor. Still, they had no significant effect (P>0.05) on color and fungus. The results of ANOVA showed that the treatment had a very significant effect (P<0.01) on the pH value. Based on the results it can be concluded that the different fermentation times affected the texture, odor, and pH value, but not affect the color and fungus existence. The best fermentation time for this research is 8 weeks. 176 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 1. Pendahuluan Pakan merupakan kebutuhan yang harus selalu diperhatikan untuk kelangsungan hidup dan pemeliharaan ternak agar dapat berproduksi dengan baik. Ketersediaan pakan dari segi kualitas maupun kuantitas sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak, yaitu pertumbuhan dan pertambahan bobot badan ternak. Hal ini membuat para peternak harus mengeluarkan biaya yang relatif mahal untuk memenuhi ketersediaan pakan sumber protein dan zat gizi bagi ternak. Mahalnya bahan pakan yang dibutuhkan untuk menunjang produktivitas ternak membuat peternak perlu mencari sumber pakan alternatif yang relatif murah. Salah satu sumber pakan dimaksud adalah limbah peternakan seperti isi rumen sapi yang merupakan limbah dari rumah potong hewan (RPH). Isi Rumen Sapi (IRS) adalah pakan yang belum dicerna secara sempurna pada lambung pertama ternak sapi, mengandung saliva, mikroba anaerob, selulosa, hemiselulosa, protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin (Koesnoto, 2002). IRS dipilih sebagai sumber pakan alternatif karena mudah diperoleh dan ketersediaannya yang kontinyu, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Pada umumnya IRS yang dihasilkan di RPH hanya dibuang atau dibiarkan begitu saja sehingga dapat mencemari lingkungan baik dari bau yang sangat menyengat maupun dari sifatnya yang mudah busuk sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Untuk mengatasi hal tersebut IRS dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Akan tetapi penggunaan IRS untuk pakan tidak dapat langsung diberikan karena bau yang menyengat sehingga ternak tidak akan memakannya. Selain itu kadar air dalam IRS juga cukup tinggi (80-90%) sehingga dapat membuat IRS cepat membusuk dan kandungan nutrien yang ada di dalamnya mengalami kerusakan (Utomo dkk., 2007). Upaya pencegahan pembusukan IRS dapat dilakukan dengan teknologi pengolahan pakan yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Salah satu metode pengolahan adalah dengan cara basah yaitu silase. Pengolahan basah akan menyebabkan beberapa proses yang menguntungkan, diantaranya menghilangkan bau yang tidak diinginkan, meningkatkan daya cerna, menambah flavour, dan menghasilkan warna yang cenderung lebih menarik. Proses fermentasi dapat berjalan dengan baik apabila terdapat probiotik atau mikroorganisme lokal (MOL). 177 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 Mikroorganisme lokal adalah kumpulan dari beberapa mikroorganisme yang bisa dikulturkan dan berfungsi sebagai starter dalam pembuatan kompos, pupuk cair ataupun pakan ternak. MOL dapat dimanfaatkan sebagai inokulum untuk memfermentasi bahan pakan. MOL yang dipakai berasal dari cairan rumen ternak ruminansia yang lebih murah dan mudah didapatkan. Cairan rumen sapi mengandung berbagai mikroorganisme baik bakteri, fungi maupun protozoa yang berperan dalam proses fermentasi agar dapat berjalan dengan baik (Kamra, 2005). Dalam proses fermentasi pakan, lama waktu merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Fermentasi yang terlalu singkat mengakibatkan terbatasnya kesempatan bagi mikroorganisme untuk berkembang sehingga komponen substrat yang akan dirombak menjadi massa sel juga akan sedikit. Oleh karena itu diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama agar mikroorganisme memiliki lebih banyak kesempatan untuk tumbuh dan berkembang biak dan beraktifitas merombak substrat. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana pengaruh lama waktu fermentasi terhadap kualitas fisik silase isi rumen sapi. 2. Materi dan Metode 2.1. Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah isi rumen sapi bali yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan (RPH) Bimoku Kota Kupang, dedak padi dan gula lontar diperoleh dari toko bahan pakan, cairan rumen sapi diperoleh dari RPH dan air kelapa. Peralatan yang digunakan antara lain timbangan duduk merek Boeco Germany kapasitas 6000 gr dengan kepekaan 1gr, ember, termos, gelas ukur, tabung ukur, kantung plastik polyethylene ukuran 40x60 cm sebagai silo, isolasi, botol aqua, selang dan lem tembak. 2.2. Metode Penelitian ini dilakukan selama 12 minggu yang terdiri dari masa persiapan selama 2 minggu dan tahap pelaksanaan 10 minggu, bertempat di Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana Kupang. Penelitian dilaksanakan dengan metode eksperimental, disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Komposisi bahan 178 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 penyusun silase sebagai berikut : Isi Rumen Sapi 60% + Dedak Padi 35% + Gula Lontar 5% + Mikroorganisme Lokal 40 ml. Perlakuan lama waktu fermentasi adalah : P1 : 4 minggu. P2 : 6 minggu. P3 : 8 minggu. P4 : 10 minggu. 2.2.1. Pembuatan Mikroorganisme Lokal Cairan rumen sapi diambil dari sapi yang ada di RPH Bimoku Kota Kupang. Sebelum pengambilan cairan rumen sapi, termos terlebih dahulu diisi dengan air panas. Selanjutnya air panas dalam termos dibuang. Cairan rumen sapi disaring menggunakan kain kasa dan ditampung dalam termos sampai terisi penuh. Di laboratorium, cairan rumen sapi dipindahkan ke labu beaker. MOL dibuat dengan cara mencampurkan cairan rumen sapi dan air kelapa dengan ratio 2:1 (800ml : 400ml) hingga merata (homogen), kemudian diisi dalam botol yang sudah disambung dengan selang plastik ke botol berisi air dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruangan dalam suasana anaerob. 2.2.2. Proses Fermentasi IRS, dedak padi dan gula lontar ditimbang terlebih dahulu berdasarkan bahan kering, kemudian ditambahkan MOL. Setelah dilakukan pencampuran, sampel dimasukkan ke dalam plastik polyethylene, dipadatkan dan divakum sampai tidak ada udara dalam plastik, kemudian diisolasi dan disimpan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari sesuai lama waktu fermentasi (perlakuan). 2.2.3. Tahap Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan sesuai dengan lama waktu fermentasi. Sampel diambil sebanyak 300-400 gr, dikeringkan pada suhu 600C selama 2-3 hari. Kualitas fisik dan pengukuran pH dilakukan pada saat pembongkaran sampel fermentasi. Pengukuran pH dilakukan pada saat pembongkaran sampel fermentasi. 179 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 2.2.4. Teknik Pengukuran Parameter 2.2.4.1. Potential of Hydrogen (pH) Pengukuran pH dilakukan dengan cara: 10 gr sampel dimasukan ke dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 100 ml aquades. Setiap perlakuan diukur dengan menggunakan pH meter yang telah distandarisasi dengan larutan buffer pada pH 7 selama 10 menit kemudian di standarisasi kembali dengan pH 4 (Christi dkk., 2014). Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH normal memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH >7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa sedangkan nilai pH < 7 menunjukkan keasaman (Yusuf dkk., 2018). 2.2.4.2. Uji Organoleptik Uji kualitas fisik silase diamati secara organoleptik yang dilakukan oleh 15 orang panelis. Pengamatan dilakukan dengan membuat skor untuk setiap kriterianya. Nilai skor setiap kriteria yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Penentuan kualitas fisik silase dengan menggunakan skala likert berdasarkan Departemen Pertanian Republik Indonesia (1980). Tabel 1. Nilai Skor Kualitas Fisik Silase Kriteria Karakteristik Hijau kecoklatan Hijau kekuningan Warna Hijau pucat Hijau kehitaman Tidak berlendir dan padat Padat dan sedikit berlendir Tekstur Lembek dan berlendir Hancur dan banyak lendir Harum keasaman Agak asam Aroma Agak busuk Berbau busuk Tidak berjamur Sedikit berjamur Jamur Banyak jamur Banyak sekali jamur 180 Skor 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 2.2.5. Analisis Data Data nilai pH dianalisis menggunakan analisis Sidik Ragam (Analysis of Variance) untuk melihat pengaruh pada perlakuan dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan sesuai petunjuk Gomes dan Gomes (1995) untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Untuk parameter Organoleptik, data dianalisis menggunakan Kruskall Wallis Test dan dilanjutkan dengan uji lanjut Mann Whitney untuk melihat perbedaan antar perlakuan (Siegel, 1997). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Uji Kualitas Fisik Pengaruh perlakuan terhadap kualitas fisik silase isi rumen sapi dengan lama fermentasi yang berbeda (4, 6, 8, 10 minggu) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Aroma, Jamur dan pH Silase Isi Rumen Sapi Perlakuan Parameter P1 P2 P3 Warna 4,00±0,00 4,00±0,00 4,00±0,00 a a Tekstur 4,00±0,00 4,00±0,00 4,00±0,00a Aroma 3,70±0,46ab 3,58±0,49b 3,78±0,41a Jamur 4,00±0,00 4,00±0,00 4,00±0,00 a b pH 4,72±0,05 4,07±0,05 4,00±0,00b Keterangan: Warna, Tekstur, P4 4,00±0,00 3,8±0,40b 3,30±0,46c 4,00±0,00 4,52±0,13c P-Velue 1,000 0,000 0,000 1,000 0,000 Superskrip yang berbeda pada baris rataan tekstur, aroma dan pH menunjukan adanya perbedaan sangat nyata (P˂0,01). 3.1.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Warna Berdasarkan analisis Kruskall Wallis Test menunjukkan lama waktu fermentasi silase isi rumen sapi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap warna silase. Warna silase yang dihasilkan setelah proses fermentasi berakhir masih sama seperti warna awal silase isi rumen sapi. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil fermentasi terhadap warna silase isi rumen sapi memiliki kualitas yang baik dan masih serupa dengan warna awalnya yaitu hijau kecoklatan. Gambaran ini sesuai dengan pernyataan Utomo dkk. (2013) yang menyatakan bahwa warna yang dihasilkan tidak menyimpang dari warna asal merupakan silase yang berkualitas baik dan silase yang berkualitas rendah warnanya menyimpang dari warna asalnya. 181 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 Warna silase isi rumen sapi yang dihasilkan setelah proses fermentasi masih sama seperti warna awal isi rumen sapi atau berwarna hijau kecoklatan dikarenakan dalam proses ensilase oksigen telah habis terpakai, sehingga pernapasan akan terhenti dan menjadi suasana anaerob sehingga bakteri asam laktat saja yang aktif bekerja yang membuat suasana menjadi asam; dalam keadaan tersebut dapat menurunkan pH silase, dan jamur juga tidak dapat tumbuh sehingga warna silase isi rumen sapi yang dihasilkan pun tidak mengalami perubahan dan masih sama seperti warna awal pembuatannya. Penambahan bahan aditif yaitu dedak padi dan MOL juga dapat dengan cepat membuat pertumbuhan bakteri asam laktat pada fermentasi anaerob meningkat. Hal ini karena dedak padi merupakan substrat yang dimanfaatkan sebagai sumber energi dan media pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat, begitu juga dengan penambahan MOL yang mengandung mikroba seperti bakteri asam laktat akan meningkatkan kandungan asam laktat sehingga menekan pertumbuhan jamur dan menurunkan pH dengan cepat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa membuat warna silase yang dihasilkan tidak terjadi perubahan warna atau menyimpang dari warna awalnya. Hasil penilitian ini berbeda dengan penelitian Utomo dkk. (2013) dimana silase isi rumen sapi dengan penambahan onggok sebagai aditif pada lama waktu inkubasi 14 sampai 28 hari menghasilkan warna coklat kehijauan. Luthfiawan dkk. (2020) pada silase pakan komplit berbahan dasar azolla dan lama waktu fermentasi 21 hari menghasilkan warna terbaik yaitu coklat kekuningan. 3.1.2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tekstur Berdasarkan analisis Kruskall Wallis Test, lama waktu fermentasi silase isi rumen sapi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur silase. Penambahan bahan aditif yaitu dedak padi selain berfungsi sebagai sumber karbohidrat untuk media pertumbuhan bakteri asam laktat selama proses ensilase, juga dapat mengurangi kadar air pada bahan silase, karena dengan penambahan dedak padi dapat menambahkan kandungan bahan kering sehingga tekstur yang dihasilkan tidak berlendir dan tetap utuh. Kurnianingtya dkk. (2012) menyatakan bahwa penambahan akselerator mampu mengurangi kadar air pada silase karena penambahan akselerator dapat menambahkan kandungan bahan kering. Despal dkk. (2011) menyatakan bahwa dedak padi yang digunakan sebagai akselerator dapat menghasilkan tekstur utuh, halus dan tidak berlendir pada silase. 182 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney menunjukkan perlakuan P1-P2, P1-P3, P2-P3 tidak berbeda nyata (P>0,05) sedangkan perlakuan P1-P4, P2-P4, P3-P4 berbeda nyata (P<0,05) terhadap tekstur silase. Tekstur silase yang baik ditunjukkan pada perlakuan P1, P2 dan P3 dengan lama waktu fermentasi 4, 6 dan 8 minggu dikarenakan tekstur yang dihasilkan tetap padat dan komponen seratnya tidak mudah dipisahkan atau seperti tekstur awal pembuatan silase. Hal ini dapat dijelaskan bahwa karena lama waktu fermentasi yang singkat sehingga bakteri Clostridia sebagai penghasil asam butirat yang dapat menyebabkan tekstur silase lembek akibat pembusukan belum berkembang. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Kojo dkk. (2015) bahwa tekstur yang tidak terlalu lunak dan masih sesuai dengan tekstur bahan awal fermentasi merupakan tekstur fermentasi yang baik. Hasil penelitian ini sama dengan yang dilaporkan Kurniawan dkk. (2015) pada silase berbasis limbah pertanian dengan penambahan starter cairan rumen 4% dengan lama fermentasi 21 hari menghasilkan tekstur padat dan tidak lembek. Penelitian Hasanah dkk. (2022) pada silase rumput odot dengan penambahan dedak padi sebagai aditif menghasilkan tekstur silase yang baik (tidak berlendir, tidak menggumpal dan remah). 3.1.3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Aroma Berdasarkan analisis Kruskall Wallis Test menunjukkan lama waktu fermentasi silase isi rumen sapi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aroma silase. Dalam proses ensilase apabila oksigen telah habis terpakai maka pernapasan akan berhenti dan suasana menjadi anaerob, dalam keadaan demikian jamur tidak dapat tumbuh dan hanya bakteri saja yang masih aktif bekerja terutama bakteri pembentuk asam sehingga membuat aroma silase menjadi asam. Kim dkk. (2017) menyatakan bahwa dalam proses fermentasi bakteri anaerob aktif bekerja dan menghasilkan asam organik sehingga asam laktat dapat terbentuk dan menghasilkan aroma asam. Berdasarkan hasil uji Mann-whitney menunjukkan perbedaan antar perlakuan yaitu pada P1-P2, P1-P3 tidak berbeda nyata (P>0,05) sedangkan antara P1-P4, P2-P3, P2P4, P3-P4 berbeda nyata (P<0,05) terhadap aroma silase. Hasil dari setiap perlakuan tersebut menunjukan bahwa aroma silase yang dihasilkan baik atau menghasilkan aroma asam. Hasil terbaik dan mendekati aroma harum keasaman (wangi segar) khas silase berada pada perlakuan P3 dengan lama waktu fermentasi 8 minggu. Hal ini diduga 183 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 karena adanya asam-asam organik yang dihasilkan oleh bakteri anaerob yang semakin aktif bekerja pada saat proses ensilase berlangsung sehingga menghasilkan asam laktat semakin banyak dan mengubah karbohidrat mudah larut pada proses ensilase semakin baik sehingga membuat aroma silase menjadi asam. Pernyataan ini sesuai dengan Rukana dkk. (2014) yang menyatakan bahwa fermentasi dalam keadaan anaerob membuat aktifitas bakteri asam laktat merombak karbohidrat menjadi asam laktat. Saun dan Heinrichs (2008) menyatakan bahwa silase yang mengandung asam laktat akan menghasilkan aroma khas fermentasi segar bukan aroma menyengat akibat tercampur dengan asam asetat. Hasil penelitian ini sama dengan yang dilaporkan Luthfiawan dkk. (2020) pada silase pakan komplit berbahan dasar Azolla dengan lama fermentasi 21 hari yang menghasilkan aroma asam. Penelitian Utomo dkk. (2013) pada silase isi rumen sapi dengan penambahan level aditif onggok sampai 15% dan lama fermentasi 4 minggu menghasilkan aroma silase yang baik yaitu asam. 3.1.4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Jamur Berdasarkan analisis Kruskall Wallis Test menunjukkan lama waktu fermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap keberadaan jamur pada silase. Keberadaan jamur merupakan salah satu penentu kualitas fisik silase. Silase yang berkualitas baik tidak terdapat jamur karena jika terdapat jamur pada keseluruhan silase maka silase tersebut dikatakan gagal dan berkualitas rendah, dikarenakan jamur tidak dapat hidup pada lingkungan yang asam, sehingga semakin banyak jamur pada silase maka dapat dikatakan kualitas silase tersebut kurang baik karena suasana asam tidak terjadi. Jika proses fermentasi berhasil dengan baik maka jamur tidak akan tumbuh dikarenakan dalam proses fermentasi terdapat bakteri yang aktif bekerja terutama bakteri pembentuk asam. Kojo dkk. (2015) menyatakan bahwa dalam keadaan asam jamur tidak bisa tumbuh, hanya bakteri saja yang aktif bekerja terutama bakteri pembentuk asam. Pada penelitian ini tidak terdapat jamur pada setiap perlakuan yang menunjukkan bahwa lama waktu fermentasi dalam penelitian ini masih dapat ditolerir untuk tidak berkembangnya janur. Di samping itu penerapan perlakuan dilakukan dengan teliti, yaitu pengisian isi rumen sapi ke dalam silo untuk proses fermentasi, dilakukan dengan cara dipadatkan dan divakum sampai tidak ada udara yang berada dalam silo sehingga 184 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 kondisi anaerob di dalam silo tercapai dengan baik sehingga jamur sukar untuk tumbuh. Utomo (1999) mengemukakan bahwa faktor lingkungan serta kepadatan material dapat memengaruhi kualitas fermentasi anaerob. Kojo dkk. (2015) menambahkan bahwa jamur tidak dapat tumbuh dikarenakan tidak adanya oksigen dalam silo, dan hanya bakteri anaerob yang masih aktif dalam proses ensilase. Selain itu hasil penelitian ini tidak terdapat jamur dikarenakan adanya penambahan bahan aditif yang mengandung asam-asam organik atau karbohidrat mudah larut yang sangat efektif dalam mencegah pertumbuhan jamur dan fase anaerob juga dengan cepat dapat dicapai karena bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat dengan memanfaatkan penambahan dedak padi dan MOL untuk menurunkan pH menjadi lebih rendah sehingga jamur maupun bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald (1981) bahwa dalam proses ensilase salah satu tujuan penambahan bahan akselerator pada silase adalah untuk menghambat pertumbuhan jamur tertentu. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jaelani dkk. (2018) pada silase batang pisang dengan lama penyimpanan 7 hari tidak berpengaruh terhadap keberadaan jamur. Ketidakberadaan Jamur pada penelitian ini lebih baik dari pada penelitian Luthfiawan dkk. (2020) pada silase pakan komplit berbahan dasar Azolla dengan lama fermentasi 21 hari terdapat sedikit jamur di bagian atas permukaan silo. 3.1.5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Potential of Hydrogen (pH) Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan lama waktu fermentasi silase isi rumen sapi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH silase. Nilai pH silase menurun sesuai lama waktu fermentasi. Menurut Ratnakomala dkk., (2006) silase yang baik dinilai dari segi kualitatif dapat ditinjau dari beberapa parameter seperti pH, suhu, tekstur, warna dan kandungan asam laktatnya. Tingkat keasaman (pH) silase dapat dijadikan salah satu kriteria untuk mengevaluasi fermentasi silase. pH silase yang lebih rendah mengindikasikan proses ensilase dan pengawetan yang lebih baik dan lebih stabil (Seglar, 2003). Hasil uji lanjut berganda Duncan menunjukkan perlakuan P1-P2, P1-P3, P1-P4, P2-P4, P3-P4 berbeda nyata (P<0,05) sedangkan perlakuan P2-P3 tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai pH dengan lama waktu fermentasi 4 minggu masih tinggi namun masih dalam kisaran nilai pH yang normal. 185 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 Nilai pH yang berbeda pada setiap perlakuan sangat terkait dengan pertumbuhan bakteri asam laktat yang dihasilkan. Semakin lama waktu fermentasi nilai pH yang dihasilkan semakin baik atau semakin rendah. Lama waktu fermentasi memengaruhi nilai pH silase yang dihasilkan karena semakin lama waktu fermentasi maka bakteri asam laktat yang dihasilkan juga akan semakin meningkat sehingga memberikan pengaruh terhadap pH silase. Dilihat dari lama waktu fermentasi, maka 8 minggu merupakan waktu paling baik untuk nilai pH yang dihasilkan, hal ini kemungkinan akibat pertumbuhan bakteri asam laktat yang berkembang dengan baik sehingga asam laktat yang dihasilkan meningkat selama proses ensilase yang mengakibatkan kondisi silase menjadi asam yang ditandai dengan penurunan pH silase. Jasin (2014) mengemukakan bahwa pada proses ensilase, semakin banyak jumlah koloni bakteri asam laktat maka mampu mempercepat penurunan pH silase. Penurunan pH dengan cepat juga dikarenakan adanya penambahan bahan aditif yang berpengaruh terhadap nilai pH silase yang dihasilkan karena terdapat hubungan positif antara karbohidrat terlarut dan penurunan pH, dimana bakteri asam laktat akan memecah substrat karbohidrat menjadi asam laktat sehingga pH yang dihasilkan menjadi rendah. Cherney dkk. (2004) menyatakan bahwa adanya hubungan yang positif antar karbohidrat mudah larut dan pH. Penambahan dedak padi sebagai bahan aditif dapat mempercepat proses ensilase karena mengandung karbohidrat yang relatif tinggi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri penghasil asam laktat. Dengan penambahan dedak padi mampu menyediakan lingkungan optimal bagi pertumbuhan bakteri asam laktat. Aktivitas bakteri asam laktat yang memecah substrat karbohidrat menjadi asam laktat sehingga membuat pH silase dapat menurun dengan cepat. Selain itu juga penambahan MOL yang digunakan sebagai inokulun dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat yang dapat mempercepat terjadinya proses ensilase sehingga nilai pH yang dihasilkan lebih rendah. Pada hasil penelitian ini nilai pH terbaik yang dihasilkan terdapat pada lama waktu fermentasi 8 minggu yaitu 4,0. Hal ini sejalan dengan pendapat Sandi dkk. (2010) yang mengkategorikan nilai pH untuk kualitas silase yang sangat baik 3,5-4,2, baik 4,2-4,5, sedang 4,5-4,8 dan jelek lebih dari 4,8. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian Kurniawan dkk. (2015) pada penelitian silase berbasis limbah pertanian dengan penambahan starter cairan rumen 186 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 sampai 4% dengan lama fermentasi 21 hari menghasilkan nilai pH 4,35, tetapi lebih tinggi dari penelitian David dkk. (2021) pada silase sorghum dengan lama pemeraman 21 hari dengan nilai pH 3,45. 4. Kesimpulan Semakin meningkat lama waktu fermentasi sampai lama waktu 10 minggu berpengaruh terhadap kualitas fisik silase isi rumen sapi khususnya tekstur, aroma dan nilai pH, namun tidak mempengaruhi warna dan jamur. Lama waktu fermentasi 8 minggu menghasilkan kualitas fisik silase isi rumen sapi yang terbaik. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada staf di Laboratorium Kimia Pakan, Fakultas Peternakan dan kelautan, Universitas Nusa Cendana atas bantuan dalam menyediakan tempat dan peralatan laboratorium untuk penelitian ini. Daftar Pustaka Cherney, D.J., Cherney, H., and Cox, W.J. 2004. Fermentation Characteristics of Corn Forage Ensiled in Mini Silos. Journal of Dairy Science, 87(12): 4238-4246. DOI: 10.3168/jds.S0022-0302(04)73569-9 Christi, R.F., Rochana, A., and Hernaman, I. 2014. Kualitas Fisik dan Palatabilitas Konsentrat Fermentasi dalam Ransum Kambing Perah Peranakan Ettawa. Jurnal Ilmu Ternak, 18(2): 121-125. David, L.A., Bagau, B., and Telleng, M.M. 2021. Pengaruh Lama Pemeraman Berbeda Terhadap Kualitas Fisik dan pH Silase Sorgum. Zootec, 41(2): 464-471. Departemen Pertanian. 1980. Silase Sebagai Makanan Ternak. Departemen Pertanian, Balai Informasi Pertanian. Laporan Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor. Despal, I.G., Permana, Safarina, S.N. dan Tatra, A.J. 2011. Penggunaan Berbagai Sumber Karbohidrat Terlarut Air untuk Meningkatkan Kualitas Silase Daun Rami. Media Peternakan. 34(1): 69-76. Gomes, K. A. and Gomes, A.A. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta. Hasanah, N., Pradana, E.A, Kustiawan, E., Nurkholis, dan Haryuni, N. 2022. Pengaruh Imbangan Dedak Padi dan Polard sebagai Aditif terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Odot. Conference Proceeding Series, 3: 157–161. Jaelani, A., Rostini, dan Misransyah, T. 2018. Pengaruh Penambahan Suplemen Organik Cair (SOC) dan Lama Pnyimpanan Terhadap Derajat Keasaman (pH) dan kualitas fisik pada silase batang pisang (Musa paradisiaca L). Ziraa’ah, 43(3): 312–320. 187 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 Jasin, I. 2014. Pengaruh Penambahan Molases dan Isolat Bakteri Asam Laktat dari Cairan Rumen Sapi PO terhadap kualitas silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Agripet, 14(1): 50-55. Kamra, D.N. 2005. Rumen Microbial Ecosystem. Special Section: Microbial Diversity. Kim, J.G., Ham, J.S., Li , Y.W., Park, H.S., Huh, C.S., and Park, B.C. 2017. Development of a new lactic acid bacterial inoculant for fresh rice straw silage. Asian-Australasian Journal of Animal Science, 30(7): 950-956 DOI: 10.5713/ajas.17.0287. Koesnoto, S. 2002. Teknologi Manipulasi Isi Rumen Sapi Menjadi Pakan Ternak Untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Kambing Peranakan Etawa. Program Pasca Sarjana. Universitas Arilangga, Surabaya. Kojo, R.M., Rustandi, D., Tulung, Y.R.L. dan Malalantang, S.S. 2015. Pengaruh Penambahan Dedak Padi dan Tepung Jagung terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Cv. Hawai), Jurnal Zootek, 35(1): 21-29. Kurnianingtyas, I. B., Pandansari, P.R., Astuti, I., Widyawati, S.D., dan Suprayogi, W.P. 2012. Pengaruh Macam Akselerator terhadap Kualitas Fisik, Kimiawi, dan Biologis Silase Rumput Kolonjono. Tropical Animal Husbandry, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 7-14. Kurniawan, D., Erwanto, dan Fathul, F. 2015. Pengaruh Penambahan Berbagai Starter pada Pembuatan Silase Terhadap Kualitas Fisik dan pH Silase Ransum Berbasis Limbah Pertanian. Jurnal Ilmu Peternakan Terpadu, 3(4): 191195. Luthfiawan, M., Astuti, N., dan Sundari. 2020. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Fisik Silase Pakan Komplit Berbahan Dasar Azolla (Azolla microphylaa). Skripsi. Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana, Yogyakarta. McDonald, P. 1981. Biochemistry of Silage. John Wiley and Sons, New York. Ratnakomala, S., Ridwan, R., Kartina, G., dan Widyastuti, Y. 2006. Pengaruh Inokulum Lactobacillus plantarim 1A-2 dan 1B-L terhadap kualitas Silase Rumput Gajah. Biodiversitas, 7(2): 131-134. Rukana, A.E.H. dan Fitra, D. 2014. Karakteristik Fisik Silase Jerami Jagung (Zea Mays) Dengan Lama Fermentasi Dan Level Molases Yang Berbeda. Jurnal Peternakan, 11(2): 64-68. Sandi S., Laconi, E.B.A., Sudarman, Wiryawan, K.G.,dan Mangundjaja , D. 2010. Kualitas Nutrisi Silase Berbahan Baku Singkong yang Diberi Enzim Cairan Rumen Sapi dan Leuconostoc mesenteroides. Media Peternakan, 33(1): 2530. Saun, R.J.V. and Heinrich , A.J. 2008. Trouble Shooting silage problem. In Proceedings of the Mid-Atlantic Conference: Pennsylvania. Pen State’s College. Pp 2-10. Seglar, B. 2003. Fermentation Analysis and Silage Quality Testing. Proceedings of the Minnesota Dairy Health Conference, College of Veterinary Medicine, University of Minnesota. Siegel, S. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Utomo, R., Yusiati, L., Umiyasih, L.M., Aryogi, U. dan Isnandar. 2007. Pemanfaatan isi rumah potong hewan sebagai pakan alternatif pengganti hijauan. Laporan 188 Ton et al. (2023) Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 11(3): 176-189 Penelitian. Universitas Gadjah Mada, Bekerjasama dengan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DEPTAN. Utomo, R., Budhi , S.P.S., dan Astuti, I.F. 2013. Pengaruh Level Onggok Sebagai Aditif terhadap Kualitas Silase Isi Rumen Sapi. Buletin Peternakan, 37(3): 173180. Yusuf, D.M., Azwardi , A., dan Amin, M.M. 2018. Alat pendeteksi kadar keasaman sari buah, soft drink, dan susu cair menggunakan sensor pH berbasis mikrokontroler arduino UNO atmega328. Teknika, 12(1): 1-11. 189