Pretransfusion Testing
Pretransfusion Testing
Pretransfusion Testing
TESTING
DR. HAIRIAH ASTY
1
UJI KOMPATIBILITAS PADA
PRETRANSFUSION TESTING
Beberapa komponen uji kompatibilitas:
1. Meneliti catatan pasien :
Riwayat penggolongan darah seblmnya,riwayat transfusi terakhir,
alasan transfusi.
Informasi ini mesti diberikan dlm formulir permintaan darah.
2. Melakukan penggolongan darah ABO dan Rh atas sampel darah
pasien , dan memastikannya cocok dengan catatan sebelumnya.
3. Melakukan uji kecocokan terakhir, suatu Cross Match ( Uji silang ).
2
TUJUAN
Memilih komponen darah yang tidak menimbulkan
kerugian
4
MACAM TES
5
GOLONGAN DARAH
ABO dan Rh
6
Sistem ABO : Antibodi alami (Naturally occuring
antibody), sebetulnya merupakan
Non Red Cell Stimulation (NRCS)
7
8
9
Tes serologi :
Penggolongan darah ABO & Rh resipien
Utk menentukan gol ABO resipien:
Eritrosit harus dites dgn anti-A & anti-B (monoklonal)
Serum/plasma dites dgn eritrosit A1 dan B
10
(Lanjutan)
Eritrosit harus dites dgn anti-D
Menggunakan kontrol
11
Penggolongan darah ABO :
Metode slide
Metode tabung
12
Metode Penggolongan Darah
13
METODE SLIDE :
Reagensia :
Antisera A
Antisera B
Antisera AB
Alat :
Obyek glass bersih
Pipet tetes
Batang pengaduk bersih
Kertas tissue
Kaca pembesar (kalau diperlukan)
14
15
Interpretasi
Positif : ada aglutinasi (jenis golongan darah
sesuai dengan jenis anti seranya) ;
terjadi reaksi Ag-Ab
19
Serum Grouping/Reverse Grouping
20
21
22
Golongan Darah Rhesus
• Antigen terdiri dari :
D
d (bukan Ag sebenarnya, menunjukkan
tidak punya Ag D)
C, c, E, e
• Hanya didapatkan pada permukaan SDM
• Terbentuk sempurna sejak dalam kandungan (SDM fetus)
• Ag D imunogenitasnya paling tinggi
D>c>E>C>e
23
• Gol Rhesus positif atau negatif berdasarkan
ada tidaknya Ag D
• Kulit putih :
Rh + 85%
Rh - 15%
• Indonesia / Asia :
Rh + > 99,9%
Rh - < 0,1%
24
DETEKSI
&
IDENTIFIKASI ANTIBODI
25
Pendahuluan
Imunoglobulin adalah antibodi yang terbentuk sebagai hasil dari stimulus
kekebalan (paparan antigen asing).
Pemeriksaan di Bank Darah mengacu pada antibodi yang akan menempel pada sel-
sel darah
Berdasarkan pengamatan terdapat antibodi yang diketahui dapat menimbulkan
reaksi transfusi dan Hemolytic Disease of Newborn (HDN).
Kecuali untuk anti-A, anti-B, dan anti-AB, ini biasanya dari golongan imunoglobulin
IgG.
Istilah lain disebut antibodi IgG yang tidak dapat menyebabkan aglutinasi dengan
antigen sel darah merah dalam medium saline adalah "incomplete antiboby”.
Lanjutan
Antibodi A dan B secara alami terbentuk tanpa ada paparan sebelumnya dengan
sel darah asing.
Antibodi ini diharapkan dan dapat digunakan untuk mengonfirmasi antigen
typing untuk penggolongan sistem ABO.
Sel-sel skrining antibodi digunakan untuk mendeteksi antibodi tak terduga
(irregular antibody).
Dalam kebanyakan kasus ini adalah alloantibodi, yang dibentuk untuk antigen
asing pada sel-sel dari individu lain dalam spesies yang sama.
Oleh karena itu bagi seorang individu untuk membuat alloantibodi mereka akan
kekurangan antigen yang dapat membuat antibodi spesifik karena menganggap
sel dalam tubuh sendiri sebagai benda asing.
Lanjutan
Autoantibodi juga dapat dideteksi dengan cara skrining antibodi.
Antibodi ini yang membuat seseorang melawan antigennya sendiri. Ini bukan
kejadian yang normal dan mungkin menunjukkan adanya anemia hemolitik
autoimun.
Tabung autocontrol dalam skrining antibodi akan mendeteksi jenis antibodi dan
penyebab lain dari Direct Antiglobulin Test yang positif.
Antibodi yang signifikan secara klinis adalah antibodi tersebut yang diketahui dapat
menyebabkan reaksi transfusi dan HDN.
Selain antibodi AB yang beraglutinasi dalam medium saline, IgM, dan sisa antibodi
secara klinis adalah antibodi IgG yang bereaksi (warm antibody), dan hanya dapat
ditunjukkan pada pengujian tahap antiglobulin.
Lanjutan
Antibodi yang muncul pada fase pemerasan langsung yang paling antibodi
gangguan kemungkinan tidak akan menyebabkan reaksi transfusi.
Ini juga akan disebut sebagai aglutinin saline karena antibodi mampu
menyebabkan aglutinasi langsung terhadap antigen yang disuspensikan dalam
medium saline tanpa memerlukan teknik peningkatan.
Antibodi yang secara signifikan adalah antibodi hangat (warm antibody) yang
bereaksi optimal pada suhu diatas 35ºC
Lanjutan
Antibodi ini berbentuk IgM atau IgG, antibodi IgM umumnya dinilai kurang
signifikan dibanding IgG, karena IgM reaktif pada suhu kamar namun tidak pada
suhu tubuh dan jarang menyebabkan hemolisis in vivo.
Indikasi Klinis
Skrining antibodi secara rutin dilakukan bersamaan dengan tes golongan darah
dan crossmatch sebelum pemberian komponen darah, terutama sel darah
merah untuk menghindari reaksi transfusi. Pemeriksaan ini juga dilakukan
dalam skrining antenatal untuk mendeteksi adanya antibodi dalam serum
wanita hamil yang dapat menyebabkan Hemolytic Dissease of Newborn (HDN).
Skrining antibodi dapat dilakukan sebagai lanjutan dari pemeriksaan
crossmatch untuk memungkinkan pengenalan dini dan identifikasi antibodi dan
dengan demikian dapat memungkinkan pemilihan prosedur crossmatch dan sel
darah merah yang tepat.
Metode Pemeriksaan
Tes skrining antibodi meliputi pengujian serum resipien terhadap 2 atau 3 set
sel skrining.
Sel skrining merupakan golongan darah O yang telah diketahui profil antigen
atau fenotip sel darah merahnya; D, C, E, c, e, K, k, Fya, Fyb, Jka, Jkb, M, N, S, s,
P1, Lea, Leb.
Sel skrining merupakan sampel suspensi sel golongan darah O yang telah
diketahui antigen dan fenotipnya. Golongan darah O digunakan karena secara
alami tidak mengandung anti-A dan anti-B yang dapat mengganggu deteksi
“Unexpected antibodies”.
P
r
o
f
i
l
a
n
t
i
g
e
n
Prosedur Pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan dibagi menjadi tiga fase: fase Immediate spin (IS),
fase 37ºC, dan fase Anti-Human Globulin (AHG).
Tujuan fase immediate spin adalah untuk mendeteksi “cold antibodies”, biasanya
dari kelas IgM.
Satu tetes suspensi eritrosit dari masing-masing set sel skrining dimasukkan
kedalam tabung sentrifus dan ditambah 2 tetes serum resipien. Kemudian tabung
tersebut disentrifus kecepatan 3400 rpm selama 15 detik pada suhu kamar untuk
memudahkan interaksi antara antigen dan antibodi. Lalu diamati terjadinya
aglutinasi atau hemolisis.
Lanjutan
Setelah fase immediate spin, tabung tadi di inkubasi pada suhu 37ºC. Kemudian tabung
tersebut disentrifus kecepatan 3400 rpm selama 15 detik. Lalu diamati terjadinya
aglutinasi.
Untuk meningkatkan deteksi terhadap “warm antibodies”, terutama yang berasal dari
kelas IgG, fase seringkali menggunakan teknik terbaru seperti metode Low Ionic
Strength Saline (LISS) dan Polyethylene Glycol (PEG).
LISS biasanya ditambahkan untuk mengurangi penggumpalan yang disebabkan ion Na+
dan Cl- dan meningkatkan kecepatan daya tarik antigen dan antibodi. Dengan
penambahan LISS, waktu inkubasi dapat dikurangi dari 30-60 menit menjadi 10 menit.
PEG, polimer larut air, digunakan untuk mempercepat pengikatan antibodi-SDM oleh
pengeluaran steric dari molekul air dalam larutan pengencer dan untuk meningkatkan
deteksi antibodi
Lanjutan
AHG (Indirect Antiglobulin Test [IAT], Indirect Coombs Test [ICT]): eritrosit pada
tabung pada fase sebelumnya dicuci dengan saline sebanyak 3 kali untuk
menghilangkan antibodi bebas yang tidak terikat pada eritrosit, lalu tambahkan AHG
ke masing-masing tabung. Kemudian tabung tersebut disentrifus kecepatan 3400
rpm selama 15 detik. Lalu diamati terjadinya aglutinasi.
AHG adalah antibodi hewan yang terikat dengan bagian Fc imunoglobulin manusia.
AHG mendeteksi ikatan antibodi SDM yang tidak menimbulkan aglutinasi direk
(antibodi tersensitasi). Terbentuknya aglutinasi dengan penambahan AHG
menunjukkan pengikatan antibodi dengan antigen sel darah merah yang spesifik.
Dua fase terakhir (fase 37ºC dan AHG) diperlukan untuk mendeteksi antibodi IgG
yang signifikan secara klinis.
Interpretasi Hasil
Jika pada tes skrining didapatkan hasil positif diantara ketiga fase
dengan sel skrining yang manapun, maka harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk mengindentifikasi spesifitas antibodi. Bila hasil skrining
negatif, darah tersebut dapat diberikan kepada resipien untuk keperluan
transfusi.
Identifikasi Antibodi
Pemeriksaan identifikasi antibodi adalah pemeriksaan lanjutan bila
pada tahap skrining antibodi didapatkan hasil positif. Identifikasi
antibodi dibutuhkan untuk keperluan transfusi dan merupakan
komponen penting pada tes kompatibilitas. Tes ini digunakan untuk
mengidentifikasi “unexpected antibodies” dalam serum pasien.
Identifikasi dilakukan dengan mereaksikan serum pasien dengan
minimal 10 set sel skrining, yang disebut panel antibodi.
Tabel sel skrining
Tabel panel antibodi
Setiap sel panel sudah diketahui tipe antigennya (ditampilkan pada antigram). (+) menunjukkan adanya
antigen dan (0) menunjukkan tidak adanya antigen.
Antigram sel panel
Contoh: Sel panel no. 10 memiliki 9 antigen: c, e, f, M, s, Leb, k, Fya, dan Jka.
Baris Autocontrol
Seluruh sel panel di uji terhadap serum pasien dan dilengkapi dengan tes autocontrol
Fase-fase identifikasi antibodi
Sama halnya dengan skrining antibodi, identifikasi antibodi juga dilakukan dalam tiga fase;
fase immediate spin (IS), fase 37ºC, dan fase Anti Human-Globulin (AHG).
Prosedur Pemeriksaan
Tabung di label untuk masing-masing sel panel serta satu tabung untuk autocontrol. Seluruh tabung
(kecuali autocontrol) diisi 1 tetes sel panel dan 2 tetes serum pasien. Sedangkan tabung autocontrol
diisi dengan 1 tetes sel pasien + 2 tetes serum pasien
Lakukan fase immediate spin (IS) dengan memutar tabung tersebut pada kecepatan 3400 rpm selama 15 detik
dalam suhu kamar. Lalu tetapkan derajat aglutinasinya; amati juga bila terjadi hemolisis. Catat hasil yang
didapat pada kolom IS
Hasil fase Immediate Spin
Selanjutnya tabung tadi di inkubasi pada suhu 37ºC selama 30-60 menit (10-15 menit bila
ditambahkan 2 tetes LISS), lalu disentrifus pada kecepatan 3400 rpm selama 15 detik.
Amati dan tetapkan derajat aglutinasinya. Catat hasil yang didapat pada kolom 37oC
Hasil fase 37oC
Fase Anti Human-Globulin (AHG), menguji kemungkinan serum pasien
bereaksi terhadap sel darah merah secara in vitro. Terdapat tiga macam
Anti Human-Globulin (AHG); polispesifik, Anti-IgG, dan Anti komplemen.
INGAT!!
Antibodi hanya akan bereaksi terhadap yang antigen yang homolog; antibodi
tidak akan bereaksi dengan sel yang tidak memiliki antigen yang sama.
Contoh Melakukan Interpretasi Panel
Ruling Out
Eliminasi antigen yang tidak menunjukkan reaksi di fase manapun; eliminasi
hanya dilakukan pada sel darah merah yang memiliki ekspresi antigen
homozigot (hanya terdapat salah satu antigen diantara antigen yang
sepasang.
Contohnya, jika dalam sel terdapat Fy(a+b-) dan tidak bereaksi dengan
plasma, maka Fya boleh dieliminasi. Hal ini untuk menghindari eliminasi
antibodi yang memiliki dosage effect.
Ruling Out
Lingkari antigen yang tidak tereliminasi
Melihat reaksi umum setiap antibodi
Lea merupakan Cold-Reacting antibody (IgM), maka mungkin saja bila kita menemukan reaksi pada
fase immediate spin; sedangkan antigen E biasanya bereaksi pada suhu yang lebih hangat.
Menemukan Pola yang tepat
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam serum pasien yang diuji terdapat Anti-Lea.
Pedoman Interpretasi
Harus selalu diingat bahwa:
Autocontrol
◦ Negatif - alloantibodi
◦ Positif – autoantibodi
Fase-fase
IS – cold antibodies(IgM)
37°C - cold (beberapa memiliki rentang suhu yang lebih tinggi) atau
warm reacting
AHG – warm antibodies (IgG)
Lanjutan
◦ Kekuatan reaksi tergantung pada dosage effect
Dosage effect adalah kondisi dimana sel darah merah yang berasal dari individu yang
homozigot mengandung lebih banyak antigen per sel darah merahnya dibandingkan
dengan yang berasal dari individu heterozigot. Efek tersebut menyebabkan terjadinya
reaksi yang lebih kuat antara antibodi dengan sel yang homozigot. Sedangkan reaksi
antara antibodi dengan sel yang heterozigot lebih lemah atau bahkan non-reaktif
sehingga antigen heterozigot tidak boleh di eliminasi (lihat contoh interpretasi
sebelumnya).
Antigen yang memiliki dosage effect; Rhesus (C, c, E, e), MNS, Lu, Rh, Kidd, Duffy.
Sedangkan sistem antigen Kell secara tipikal tidak menunjukkan dosage effect.
Lanjutan
◦ Rule of 3 and 3
Untuk memastikan antibodi yang di identifikasi sudah benar, maka Rule of 3
and 3 harus terpenuhi. Plasma pasien HARUS:
Positif terhadap 3 sel yang mengandung antigen
Negatif terhadap 3 sel yang tidak mengandung antigen
The Rule of 3 and 3
Lanjutan
Sel panel 1, 4, and 7 mengandung antigen dan menunjukkan reaksi pada fase
immediate spin. Sedangkan sel panel 8, 10, dan 11 tidak mengandung antigen
dan tidak menunjukkan reaksi pada fase immediate spin.
Menguji plasma pasien dengan minimal 3 sel yang positif memiliki antigen dan 3
sel yang negatif memiliki antigen akan meghasilkan nilai probabilitas (P) 0,05.
(Nilai P adalah ukuran statistik terhadap kemungkinan suatu keadaan tertentu
terjadi karena ketidaksengajaan). Jika the rule of 3 and 3 terpenuhi maka hasil
identifikasi antibodi tersebut 95% tepat.
Namun, jika sel dalam panel tidak cukup untuk memenuhi the Rule of 3 and 3,
maka harus digunakan sel tambahan dari panel yang lainnya. Kebanyakan
laboratorium memiliki jumlah sel panel tambahan yang berbeda.
UJI KOMPATIBILITAS
(uji cocok serasi/uji silang serasi)
62
Kadang istilah kompatibilitas dikelirukan dengan crossmatch
CROSSMATCH : bagian dari uji kompatibilitas
64
IMMEDIATE SPIN CROSSMATCH
Procedure:
Serum pasien + sel donor
Sentrifus segera(IS)
Baca hemolisis atau aglutinasi
65
Fungsi uji cocok serasi :
67
Uji cocok serasi meliputi:
1.Major (reaksi antara sel donor dan serum atau plasma resipien)
2.Minor (reaksi antara serum atau plasma donor dengan sel
resipien)
69
Uji cocok serasi melibatkan antiglobulin test
(AHG)
Fase crossmatch:
•Fase I : suhu kamar, medium salin
•Fase II : inkubasi 37°C dlm bovine albumin
•Phase III : fase antiglobulin phase (IAT)
70
71
72
73
74
Interpretasi
•Bila mayor dan minor fase 1 sampai fase 3 tidak
menunjukkan reaksi aglutinasi dan atau hemolisis, hasil
diinterpretasikan kompatibel (cocok) darah dapat
keluar
•Bila mayor dan minor fase 1 sampai fase 3 menunjukkan
adanya reaksi aglutinasi dan atau hemolisis, hasil
diinterpretasikan inkompatibel (tidak cocok) darah
tidak dapat keluar
75
Crossmatch (DiaMed gel test)
•Ambil suspensi sel dgn pipet masukkan gel
•Tambahkan serum/plasma
•Inkubasi -15 menit
•Centrifuge and reading the result
Tanpa pencucian
76
Principle of Gel Technology
•Gell material with “Sephadex”
•Large agglutination will take place on top
•Smaller agglutinasi will pass downward through the gel
(depend on their size)
•Unagglutinated cells will directly sediment to the bottom of
the gel
77
78
79
80
81