Bakar Batu
Bakar Batu
Bakar Batu
satu tradisi ritual bakar batu yang merupakan simbol kebersamaan dan
kesakralan hidup sosial, karena itu setiap peristiwa penting seperti
menyelesaikan perang adat, mas kawin perempuan, perdamaian dengan roh-roh
alam dan juga ketika pesta iman kekristenan yaitu perayaan Natal dan Paskah
selalu ditandai dengan tradisi Ritual Bakar Batu. Kesetiaan mempertahankan dan
menjalankan upacara adat tersebut sebagai kesakralan hidup sosial suku atau
simbol kebersamaan merupakan tanggung jawab masyarakat adat yang
memungkinkan tradisi Bakar Batu dalam masyarakat adat di Distrik Kalome
Kabupaten Puncak Jaya Papua tergantung dari kekuatan sosial yang dimilikinya.
Hal ini akan nampak dalam kesatuan jiwa melalui upacara adat tersebut dan
akan terjadi semacam pertukaran suci yaitu yang sakral menganugerahkan
kekuatan atau daya dan yang profan menyatakan niat untuk menjaga dan
melestarikan simbol kepercayaan suku melalui tradisi ritual bakar batu, relasi
antara leluhur yang telah meninggal dan anggota yang masih hidup terus
dibangun demi mempertahankan nilai-nilai hidup dalam masyarakat. Berkaitan
dengan upacara adat yang dimiliki oleh masyarakat Papua juga memiliki ritual
(upacara) yang sering dilakukan dalam rangka merayakan pesta adat, kelahiran,
kematian, perkawinan, ucapan syukur adi hasil panen dan peristiwa-peristiwa
yang dipandang penting bagi orang Papua. Ritual bakar batu yang dilakukan oleh
masyarakat Papua merupakan sebuah tradisi Vol. 15 No. 2 / April – Juni 2022 3
yang diturunkan dari para leluhur. Ritual bakar batu pada zaman dahulu
dilakukan dalam rangka mempersembahkan persembahan dan juga wujud
ekspresi kegembiraan dan kesedihan kepada pada leluhur dalam setiap
peristiwa yang mereka alami. Ritual ini juga diadakan karena mampu
membangun satu kekuatan jiwa secara bersama-sama untuk menghadirkan
kekuatan supranatural. Jiwa atau roh pelindung klen akan hadir dan berfungsi
sebagai pengontrol dan membantu jiwa pribadi dalam memenuhi tanggung
jawabnya kepada klen atau masyarakat. Ritual bakar batu juga bertujuan untuk
membagikan makanan kepada orang-orang yang belum mempunyai makanan,
seperti ubi,jagung dan sayur-sayur seperti yang ada di dalam ritual bakar batu.
Makanan- makanan tersebut dapat dimakan bersama-sama setelah ritual ini
berakhir. Seiring berjalannya waktu perkembangan terjadi di berbagai bidang.
Berbagai alat teknologi turut mengambil bagian dalam perubahan-perubahan
lingkungan serta mempengaruhi kehidupan masyarakat. Peralatan-peralatan
memasak yang berteknologi tinggi sudah tersedia di berbagai tempat dan
memudahkan proses memasak, hal tersebut mempengaruhi tradisi atau ritual
yang sering dilakukan oleh masyarakat Suku Dani Papua yaitu ritual bakar batu
babi. Sebagian besar masyarakat Papua yang berada di daerah perkotaan jarang
melakukan tradisi bakar batu, akan tetapi hal ini berbeda dengan masyarakat
suku Dani baik yang di desa (perkampungan) maupun di perkotaan masih
melakukan ritual bakar batu di setiap peristiwa-peristiwa yang mereka anggap
penting. Tradisi Ritual Bakar Batu secara harfiah berarti memasak dengan cara
membakar batu terlebih dahulu, kemudian membuat lubang (kolam) kecil, lalu
batu panas dimasukkan ke dalam lubang, disusun sedemikian rupa dengan
daging babi, umbi-umbian dan daun-daunan yang dilengkapi dengan sayur.
Sedangkan makna umumnya adalah ritual memasak tradisional yang merupakan
dari rentetan adat-istiadat di pegunungan Papua. Pada perkembangannya,
Tradisi Ritual Bakar Batu ini dipraktikkan dalam berbagai peristiwa sosial di
Papua dengan berbagai istilah atau Jurnal Holistik ISSN: 1979-0481 4 nama,
misalnya masyarakat suku Mee di Paniai menyebutnya (Gapiia), dan suku Dani di
Kalome menyebutnya (Jugum Paga Lakwi), versi lainnya menyebutnya (Barapen).
Makna Tradisi Ritual Bakar Batu yang dilakukan pada saat Penyambutan
Kelahiran, upacara Pernikahan dan, upacara Kematian dalam kaitannya
merupakan suatu tradisi yang memang sudah ada sejak nenek moyang Suku
Dani ada, sehingga pada prosesnya jika ada suatu keluarga yang istrinya dalam
masa hamil dan akan melahirkan maka para kaum pria termaksud suami dari
istri yang akan bersalin dalam waktu dekat sambil menunggu proses persalinan
mereka akan menyiapkan segala macam bahan untuk melangsungkan upacara
penyambutan kelahiran yaitu dengan kebudayaan Tradisi Ritual Bakar Batu.
Upacara pernikahan dan disertai dengan kebudayaan tradisi bakar batu untuk
makan bersama dari kedua belah pihak. Upacara kematian di mana jika ada
orang yang meninggal dalam keadaan yang tidak wajar, dibunuh ataupun
meninggal dalam keadaan sakit maka pihak keluarga akan mengadakan duka
selama tiga hari tiga malam dan pada hari penutupan dari pihak keluarga
mengatakan duka akan ditutup sehingga mereka akan melakukan kebudayaan
tradisi bakar batu untuk makan bersama sebagai tanda bahwa duka sudah
selesai atau berakhir. Pengertian Tradisi Tradisi dalam kamus antropologi sama
dengan adat istiadat, yakni kebiasaan-kebiasaan yang bersifat magis-religius dari
kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi mengenai nilai-nilai
budaya,norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan
kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap serta
mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk
mengatur tindakan sosial. Sedangkan dalam kamus sosiologi, di artikan sebagai
adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun-temurun dapat dipelihara.
Tradisi adalah kesamaan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu
namun masih ada hingga kini dan belum di hancurkan atau di rusak. Tradisi
dapat diartikan sebagai warisan yang benar atau warisan masa lalu. Vol. 15 No. 2
/ April – Juni 2022 5 Namun demikian tradisi yang terjadi berulang-ulang
bukanlah dilakukan secara kebetulan atau di sengaja. Lebih khusus lagi, tradisi
dapat melahirkan kebudayaan dalam masyarakat itu sendiri. A rriyono dan
Siregar, Aminuddi (1985). Tradisi bakar batu merupakan salah satu tradisi
penting di Papua yang berupa ritual memasak bersama-sama warga satu
kampung yang bertujuan untuk bersyukur, bersilaturahmi (mengumpulkan sanak
saudara dan kerabat, menyambut kebahagiaan kelahiran, perkawinan adat,
penobatan kepala suku), atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang.
Tradisi bakar batu umumnya dilakukan oleh suku Dani yang berada di
pedalaman atau pegunungan Papua. Disebut “bakar batu” karena masyarakat
Papua memasak menggunakan batu yang terlebih dahulu dibakar. Bakar batu
merupakan sebuah tradisi budaya nenek moyang masyarakat Papua dan
diwariskan hingga kini. Bakar batu memiliki arti khusus yaitu memasak segala
Janis makanan menggunakan batu, bukan menggunakan kompor atau alat
teknologi modern lainnya. Sesuai dengan Namanya, dalam memasak dan
mengolah makanan untuk pesta tersebut, suku-suku di Papua menggunakan
metode bakar batu. Masyarakat suku dani di Distrik Kalome kabupaten puncak
jaya menyebutnya “lago lakwi”, masyarakat Wamena menyebutnya “kit abo
isago”, sedangkan masyarakat Biak menyebutnya dengan “barapen”. Namun
tampaknya “(barapen)” menjadi istilah yang paling umum digunakan. Dari situ
mereka mulai berkembang untuk membuat tradisi bakar batu. Semakin lama
semakin berkembang di seluruh pelosok daerah pegunungan tengah sampai
kini. Walaupun masakannya dengan dedaunan maupun umbi-umbian tetapi
mereka tak bisa meninggalkan tradisi ini, karena ini merupakan makanan khas
mereka dan makanan ini pun tidak mengandung zat kimia dan proteinnya lebih
tinggi. Istilah tradisi dimaknai sebagai pengetahuan, doktrin, kebiasaan, dan lain-
lain yang dipahami sebagai pengetahuan yang telah diwariskan secara turun-
temurun termasuk cara penyampaian doktrin. Jadi tradisi merupakan suatu
kebiasaan yang dilakukan oleh Jurnal Holistik ISSN: 1979-0481 6 masyarakat dulu
sampai sekarang. Adapun pengertian tradisi dibagi menjadi dua, yaitu great
tradition (Tradisi Besar) adalah suatu tradisi mereka sendiri, dan suka berpikir
dan dengan sendiri mencakup jumlah orang yang relatif sedikit. Sedangkan little
tradition (Tradisi Kecil) adalah suatu tradisi yang berasal dari mayoritas orang
yang tidak pernah memikirkan secara mendalam pada tradisi yang mereka
miliki. Sehingga mereka tidak pernah mengetahui seperti apa kebiasaan
masyarakat dulu, karena mereka kurang peduli dengan budaya mereka (Funk
dan Wagnalls, 2013) Kearifan lokal Suku Dani Suku Dani sendiri menyebut
mereka sebagai Suku Parim. Suku Dani atau suku Parim ini termasuk suku yang
masih memegang teguh kepercayaan mereka. Salah satu adalah selalu memberi
hormat pada orang-orang yang sudah meninggal. Hal tersebut dilakukan dengan
cara mengadakan upacara serta penyembelihan babi. Suku Dani juga merupakan
salah satu suku di Papua yang masih menggunakan “koteka” (penutup kemaluan
pria) yang dari kunden atau labu kuning. Dan para wanitanya pun masih
menggunakan pakaian berjuluk Wah yang berasal dari rumput/serat dan tinggal
di “honai-honai”(sebuah gubuk yang beratapkan jerami atau ilalang). Sebagian
masyarakat Suku Dani sudah memeluk agama Kristen, akibat pengaruh
misionaris Eropa yang pernah datang ke lokasi tersebut sekitar tahun 1935.
Walaupun demikian Suku Dani masih memiliki kepercayaan adat yang lebih
dikenal dengan konsep yang dinamakan “atou” yang dipercaya bahwa segala
kesaktian yang dimiliki oleh para leluhur suku Dani diberikan secara
turuntemurun kepada kaum lelaki. Kesaktian tersebut antara lain kesaktian
menjaga kebun, kesaktian mengobati atau menyembuhkan penyakit sekaligus
menghindarinya, serta kesaktian untuk memberi kesuburan pada tanah yang
digunakan untuk bercocok tanam. Suku Dani juga memiliki simbol mereka yang
dinamakan kaneka. Lambang tersebut dipakai saat upacara tradisi yang bersifat
keagamaan. Dikutip dari situs halaman wordpress, Suku Dani mempunyai
hubungan keluarga yang sangat unik. Budaya Suku Dani dalam Vol. 15 No. 2 /
April – Juni 2022 7 menjalani hubungan antar masyarakat menggunakan sistem
yang terbagi dalam tiga jenis tingkat hubungan kekeluargaan, yaitu : 1.
Hubungan kekeluargaan yang paling kecil. Meliputi sebuah kumpulan yang
terdiri dari dua sampai tiga keluarga yang secara Bersama-sama tinggal di
sebuah kompleks yang ditutup dengan pagar. Sistem ini dinamakan ukul atau
klan yang kecil. 2. Hubungan antar Suku Dani yang di dalamnya terdapat
beberapa kelompok ukul. Hubungan ini diberi nama ukul oak atau ukul besar. 3.
Hubungan teritorial, yaitu kesatuan dari teritorial paling kecil Suku Dani.
Merupakan gabungan dari ukul besar yang diberi nama “uma”. Kelompok ini
selalu dipimpin oleh laki-laki. Persiapan Ritual Bakar Batu Bakar batu adalah
sebuah proses memasak makanan dengan menggunakan peralatan tradisional
yang sudah lakukan oleh nenek moyang orang Papua. Ketika nenek moyang suku
Dani hidup, belum ada peralatan memasak seperti sekarang ini sehingga agar
dapat bertahan hidup mereka mengambil bahan-bahan makan seperti ubi,
jagung dan sayursayuran dari lingkungan sekitar dan memasaknya dengan
menggunakan cara tradisional yaitu memanaskan batu-batuan kemudian
mereka mulai memasak hasil kebun tersebut. Proses memasak seperti ini juga
dirasakan sangat bermanfaat bahkan sampai saat ini dalam kehidupan
masyarakat Distrik Kalome, mereka masih melakukannya dengan menggunakan
semua bahan makanan yang ada akan dimasukkan ke dalam lubang yang sudah
dibuat dan diisi batu-batuan panas sehingga proses memasak tidak terjadi
berulang kali tetapi sekali memasak mereka sudah bisa memakan berbagai jenis
makan. Tahap persiapan diawali dengan pencarian kayu bakar dan batu yang
akan dipergunakan untuk memasak. Batu dan kayu bakar disusun dengan urutan
sebagai berikut: Pada bagian paling bawah ditata batu-batu berukuran besar, di
atasnya ditutupi dengan kayu bakar, kemudian ditata lagi batuan yang berukuran
lebih kecil, dan seterusnya hingga bagian atas Jurnal Holistik ISSN: 1979-0481 8
ditutupi dengan kayu. Kemudian tumpukan tersebut dibakar hingga kayu habis
terbakar dan batuan menjadi panas. Proses ini memakan waktu 1-2 jam. Semua
ini umumnya dikerjakan oleh kaum pria. Kemudian setelah semuanya sudah
disiapkan maka kaum pria akan mengeluarkan babi dari dalam kandang dan babi
yang akan dijadikan hidangan haruslah dibunuh dengan cara dipanah tepat di
jantungnya. Menurut kepercayaan masyarakat adat suku Dani, babi yang
langsung mati pada saat sekali panah menandakan ketulusan hati si pemilik
acara dan menandakan bahwa acara tersebut akan sukses, namun bila babi tidak
langsung mati, diyakini secara adat ada yang tidak beres dengan acara tersebut,
artinya masih ada ganjalan yang perlu diungkapkan oleh si pemilik acara agar
acara yang diadakan dapat berjalan dengan sukses. Para ibu-ibu atau wanita
akan bernyanyi dengan diiringi taritarian sambil menyiapkan ubiubian, sayur-
sayuran, jagung, alang-alang seperti daun pisang, bumbu, dan bahan makanan
lainnya yang biasa dimasak pada saat bakar batu. Bakar Babi /Memasak Pada
tahap memasak kaum pria akan membersihkan babi yang telah dibunuh dengan
cara membakar rambut babi di atas api yang sudah disediakan pada tahap I, babi
yang sudah dibersihkan rambutnya akan dibelah mulai dari bagian bawa leher
hingga selangkang kaki belakang. Seluruh isi perut babi dikeluarkan menyisakan
daging dan lemak tebal yang menempel di kulit, dan kaum pria lainnya akan
menggali lobang dengan lebar lobang minimal dua meter dan kedalaman kurang
lebih 50 cm hingga satu meter hingga menyerupai wajan, kemudian pada dasar
lobang akan dialas dengan alang-alang yang biasa disebut dalam bahasa Lani
“elawi” lalu di atasnya diletakkan batu-batu yang tadi sudah dipanaskan. Di atas
batu-batu panas itu diletakkan berhelai - helai daun pisang dengan
menggunakan pando (jepit kayu) yang nantinya berfungsi sebagai alat memasak,
Baru setelah itu dimasukkanlah sayur-sayuran berupa bingga atau hipereka
(daun ubi), tirubug (daun singkong), Vol. 15 No. 2 / April – Juni 2022 9 kopae
(daun papaya), nagamburunga (daun labu siam), dan bato atau tuwambuk
(jagung), hipere atau mbi (umbi-umbian) serta daging-daging hewan yang utuh
seperti wam (daging babi) dan ikena atau tuwe (daging ayam) serta bumbu-
bumbu yang digunakan untuk memasak bakar batu. Setelah bahan makanan
dimasukkan, lalu ditutupi lagi dengan daun-daunan pisang dan batu-batu panas
kemudian ditutupi tanah sebagai penahan agar uap panas dari batu tidak
menguap. Proses memasak semua bahan makan ini memakan waktu setidaknya
2 jam. Sewaktu menunggu makanan masak acara selanjutnya adalah seremonial
berupa kata sambutan dari tokohtokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh gereja
dan juga nyanyinyanyian dengan Bahasa (Dani atau Lani) yang dibawakan oleh
masyarakat. Ritual bakar batu di Distrik Kalome dilakukan secara turuntemurun
oleh nenek moyang sampai sekarang tempat pelaksanaannya masih ada dan
merupakan lahan kosong yang disediakan oleh masyarakat. Tradisi ritual bakar
batu yang dilakukan di Kalome juga tidak menggunakan batu-batu khusus
sebagai ciri dari masing-masing kelompok,sebagian orang juga tidak memakai
pakaian tradisional seperti yang terjadi dulu dan acaraacara yang besar seperti
gerejawi dan penyelesaian konflik yang terjadi di Papua, ritual bakar batu di
Kalome lebih bersifat terbuka kepada lingkungan sekitar, semua orang dapat
mengambil bagian di dalam ritual bakar batu. Makan Bersama Pada tahap
makan bersama, Sembari menunggu hidangan matang para tamu undangan
yang datang akan duduk secara berkelompok, sebagian dari mereka yang datang
menggunakan baju adat seperti moge (rok rumbairumbai jerami untuk wanita
khas Papua), kobewak (koteka untuk laki-laki Papua) dan menghias tubuh
dengan dua inggen atau yowa (kalung manik-manik ). Setelah makanan yang di
masak sudah matang ,maka gundukan batu mulai dibongkar, daging babi, ubi,
dan sayuran yang sudah matang itu siap dihidangkan, mereka akan duduk secara
berkelompok, mulai dari anak – Jurnal Holistik ISSN: 1979-0481 10 anak sampai
orang tua, Inilah acara makan bersama sebagai puncak acara pesta bakar bakar
batu. Ketika hidangan matang, para ibu akan membagikan sayur-mayur dan ubi-
ubian kepada tiap-tiap kelompok, sementara kepala suku dan asistennya akan
mengangkat dan memotong daging babi, Setelah daging dipotong maka seorang
ibu akan datang membawa noken (tas tradisional Papua) dan memasukkan
dagingdaging itu ke dalam noken untuk selanjutnya dibagikan kepada kelompok-
kelompok tamu undangan yang hadir. Sebelum proses memakan makanan yang
telah dimasak dimulai dengan doa yang dipimpin kepala suku atau tokoh lain
(gembala, pendeta, atau tamu undangan yang dianggap paling utama). Aturan
lazim dalam upacara bakar batu adalah setiap orang wajib menikmati hidangan
di tempat acara dan tidak sebaiknya membawa pulang daging tersebut. Dalam
proses makan bersama biasanya setiap kelompok akan membuat lingkaran
berdasarkan klen-klennya atau di Kalome lebih sering disebut paguyuban. Jadi
paguyuban Tolikara, paguyuban Wamena, paguyuban Lanny Jaya, paguyuban
Nduga, paguyuban Puncak Papua dan paguyuban Puncak Jaya. Setiap
paguyuban ini duduk dan membentuk sebuah lingkaran dalam
kelompokkelompok itulah hasil bakar batu akan dibagikan, siapa saja boleh
ambil bagian dalam proses bakar batu. Apabila ia datang sebagai tamu
undangan dalam sebuah acara yang kami selenggarakan maka orang tersebut
akan duduk di lingkaran tamu, karena orang itu tidak termasuk dalam anggota
paguyuban yang ada. Masyarakat suku Dani Papua yang berada di Distrik Kalome
juga tidak ketinggalan mengambil bagian dalam ritual bakar batu. Analisa Tradisi
Bakar Batu bagi Kehidupan Masyarakat Suku Dani di Distrik Kalome ditinjau dari
Perspektif Antropologi Tradisi ritual berkaitan dengan kepercayaan sekelompok
masyarakat. Untuk menjelaskan ritual bakar batu yang dilakukan oleh
masyarakat suku Dani di Distrik Kalome, maka teori Durkheim pada bagian dua
akan menolong kita untuk menganalisa perilaku masyarakat yang berkaitan
dengan sistem kepercayaan. Durkheim berbicara tentang agama masyarakat, inti
dari teori Durkheim Vol. 15 No. 2 / April – Juni 2022 11 menekankan pada
masyarakat sebagai bagian yang penting dari realita yang sakral dan ketika
Durkheim berbicara tentang ” yang sakral dan profane” maka selalu memikirkan
tentang masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut. Dalam
pandangan Durkheim bahwa unsur mendasar dari agama yaitu: kepercayaan
dan ritual. Ritual merupakan sebuah rana komunikasi dengan hakikat yang ilahi
atau yang transenden. Berkaitan dengan ritual bakar batu yang dilakukan
merupakan bentuk dari sejarah kehidupan dan kepercayaan yang dimiliki oleh
masyarakat Distrik Kalome. Ritual bakar batu yang dilakukan masyarakat suku
Dani di Distrik Kalome merupakan sebuah sarana pemujaan kepada sosok ilahi
yang mereka percaya akan memberikan bantuan, menjadi dan melindung
kehidupan masyarakat Distrik Kalome. Sosok ilahi yang mereka percaya termuat
dalam bentuk kepercayaan akan nenek moyang yang mereka anggap memiliki
kekuatan dan berkuasa dalam klen atau kelompok mereka. Dengan demikian
ritual yang dilakukan tidak bisa terlepas dari sebuah komunitas pelaksananya.
Tradisi ritual bakar batu dilakukan ketika semua masyarakat suku Dani
berkumpul Bersama. Durkheim menekankan pentingnya sebuah masyarakat
untuk berkumpul secara kolektif. Dalam suasana berkumpul ini maka masyarakat
akan memperkuat lagi ide-ide kelompok yang menjadi dasar pembentukan
kesatuan, dan pembentukan personalitas. Ide-ide tersebut juga diperkuat
dengan tindakan-tindakan simbolis seperti nyanyian, tarian dan doa, dan
kegiatan-kegiatan kelompok yang dapat membangun semangat kolektif dan
kebersamaan. Dalam kehidupan masyarakat suku Dani Distrik Kalome secara
keseluruhan baik masyarakat Dani yang berada di pegunungan Papua dan
masyarakat suku Dani yang ada di Kalome. Ritual bakar batu memiliki makna
mendasar dalam kehidupan mereka. 1. Tradisi ritual bakar batu menjadi sarana
pemajuan dalam peribadatan yang berfungsi untuk mengungkapkan rasa syukur
dan terima kasih kepada kekuatan-kekuatan yang lebih besar dari mereka, yang
telah menjadi dan memelihara kehidupan mereka, serta mem- Jurnal Holistik
ISSN: 1979-0481 12 berikan kesuburan serta kesuksesan dan bidang pertanian,
perburuan dan peternakan. 2. Sebagai media penyambutan kelahiran,
merayakan pernikahan, penghormatan terakhir atas kematian dan ucapan
syukur atas berkat dari hasil panen. Tradisi ritual bakar batu menjadi alat dalam
kehidupan masyarakat suku Dani bukanlah hal yang mereka jumpai tetapi sudah
mendarah daging dalam diri mereka. Kehidupan masyarakat suku Dani yang dulu
hidup dalam homogenitas kini hidup dalam kehidupan masyarakat yang
beragam. Masyarakat Distrik Kalome mengalami perjumpaan dengan budaya-
budaya lain serta kemajuan teknologi yang sangat pesat. Hal-hal tersebut
mempengaruhi tradisi ritual bakar batu yang dilakukan. Tradisi ritual bakar batu
yang dilakukan masyarakat suku Dani di Distrik Kalome mendapat penambahan
makna baru yang penulis temukan berdasarkan data terbagi menjadi empat
bagian yaitu: Solidaritas Tradisi ritual bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat
suku Dani di Distrik Kalome meningkatkan solidaritas antar masyarakat suku
Dani yang kini hidup dalam lingkungan yang berbeda yang tidak sama seperti
lingkungan di desa. Ketika hidup di desa mereka hidup dalam satu
perkampungan yang memungkinkan mereka untuk selalu bertemu dan
menolong dalam berbagai hal. Oleh sebab itu tradisi ritual bakar batu menjadi
sebuah sarana untuk memperkumpulkan masyarakat suku Dani dan
mewujudkan solidaritas sosial diantara mereka. Mempertahankan Identitas
Tradisi yang ada masih dipertahankan oleh masyarakat suku Dani di Distrik
Kalome yaitu tradisi ritual bakar batu babi merupakan simbol kebersamaan dan
kesakralan hidup sosial, karena itu setiap peristiwa penting seperti penyambutan
kelahiran, merayakan pernikahan, penghormatan terakhir atas kematian dan
ucapan syukur atas berkat dari hasil panen kebun ditandai dengan tradisi ritual
bakar batu babi, umbiumbian,jagung dan sayur-sayuran. Tradisi ritual bakar batu
sebagai Vol. 15 No. 2 / April – Juni 2022 13 relasi antara leluhur yang telah
meninggal dan anggota yang masih hidup terus dibangun demi
mempertahankan nilai-nilai hidup dalam masyarakat suku Dani. Pewarisan
Tradisi ritual bakar batu dilakukan untuk melestarikan budaya leluhur yang
dimiliki oleh masyarakat suku Dani. Ritual ini juga berguna sebagai sarana
memberikan pengetahuan kepada anggota suku Dani yang memiliki keturunan,
anak-anak mereka belajar tentang budaya suku Dani dan pada saat itu anak-
anak mereka memperoleh identitas sosial sebagai masyarakat suku Dani. Proses
pewarisan ini seperti yang dilakukan dalam tradisi yahudi. Pada saat hari raya
paskah, para orang tua menceritakan tentang kisah perjalanan bangsa mereka,
bukan hanya fakta-fakta keluar dari Mesir saja yang didengarkan. Melainkan
identitas mereka sebagai bangsa yang terpilih sedang mendarah daging dalam
diri setiap anggota keluarga. Proses pewarisan kebudayaan suku Dani serta nilai-
nilai luhur dari proses bakar batu sedang diajarkan oleh para orang tua dalam
tradisi ritual bakar batu yang dilakukan di Distrik Kalome. Kegiatan mewariskan
budaya merupakan sebuah tindakan yang batik agar generasi penerus yang
hidup di era globalisasi ini tidak melupakan kebudayaan yang dimiliki oleh
leluhur. Memperkenalkan Kebudayaan Tradisi ritual bakar batu yang dilakukan
oleh masyarakat suku Dani di Distrik Kalome berfungsi untuk memperkenalkan
budaya mereka kepada masyarakat pendatang yang ada di Distrik Kalome. Ada
keinginan agar bukan hanya dikenal sebagai orang Papua dari bentuk fisik tetapi
dikenal dari kebudayaan yang mereka miliki Sehingga, pelaksanaan tradisi ritual
bakar batu menjadi sarana MEM kebudayaan suku Dani kepada masyarakat luas.
Tindakan memperkenalkan budaya kepada masyarakat luas merupakan tindakan
yang baik karena hal tersebut merupakan sebuah bentuk edukasi tentang
kebersamaan budaya di negara Indonesia kepada masyarakat luas dan secara
khusus masyarakat pendatang yang ada di Distrik Kalome kabupaten puncak
jaya. Dengan usaha memperkenalkan tradisi ritual bakar batu kepada Jurnal
Holistik ISSN: 1979-0481 14 masyarakat pendatang maka setiap orang
mempunyai tanggung jawab bersama untuk ikut melestarikan budaya-budaya
yang dimiliki oleh bangsa kita. Pada akhirnya tradisi ritual bakar batu yang
dilakukan oleh masyarakat suku Dani di Distrik Kalome merupakan bentuk
menjaga identitas sosial. Ketika mereka hidup sebagai masyarakat Dani di
daerah pegunungan Papua. Identitas sosial tidak menjadi hal terpenting dalam
proses tradisi ritual bakar batu, tetapi bagi masyarakat suku Dani yang ada di
Distrik Kalome proses tradisi ritual bakar batu menjadi sebuah pendukung
identitas sosial di tengah-tengah realita kemajemukan. Kesimpulan Disebut
“bakar batu” karena masyarakat suku Dani memasak menggunakan batu yang
terlebih dahulu dibakar. Tradisi ini mempunyai banyak makna bagi masyarakat
Papua. Bakar batu sendiri terdiri dari 3 tahap dalam pelaksanaannya yaitu: tahap
persiapan, tahap memasak dan tahap makan Bersama. 1. Tradisi ritual bakar
batu merupakan sebuah upacara adat suku Dani di dalam acara memasak
sebuah hidangan berupa beberapa ekor babi sebagai menu utamanya dan butuh
yang telah dibakar sebagai media memasaknya. Yang mana tradisi ini berasal
dari warga suku Dani dari lembah Baliem yang hingga kini meluas di tengah-
tengah masyarakat suku Dani. 2. Bagi masyarakat suku Dani di Papua hewan babi
memiliki nilai historis sebagai simbol yang dijadikan hidangan utama di dalam
tradisi ritual bakar batu. 3. Tradisi bakar batu dilaksanakan sebagai wujud rasa
syukur masyarakat suku Dani di Papua terhadap tuhan sebagai sebuah ungkapan
senang, kesedihan dan sebagai agenda rutin di dalam acara besar mereka
seperti penyambutan pernikahan, kelahiran, penghormatan terakhir atas
kematian dan ucapan syukur atas berkat dari hasil panen. 4. Di dalam tradisi
ritual bakar batu terdiri atas 3 tahapan di dalam rangkaian kegiatannya dari
persiapan, eksekusi hewan kurban (babi) dan memasak. Yang mana kegiatan ini
akan di akhiri dengan makan Bersamasama.