Pengantar Kel 6
Pengantar Kel 6
Pengantar Kel 6
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
ETIKA DALAM KEBIDANAN
Etika pelayanan kebidanan etika dalam pelayanan kebidanan merupakan isu utama
diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi
pelayanan kebidanan terhadap etika.
2.Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan bidan sebagai anggota
tim yang kegiatannya dilakukan bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah
proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3.Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka
rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi, misalnya rujukan dari bidan ke Rumah
Sakit atau sebaliknya. Pelayanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan ibu serta bayinya.
1.Jenis Pelayanan Kebidanan pada Ibu dan Bayi meliputi :
Contoh kasus :
Di suatu desa yang tidak jauh dari kota dimana di desa tersebut ada dua
orang bidan yaitu bidan “A” dan bidan “B” yang sama – sama memilik i
BPS dan ada persaingan di antara dua bidan tersebut.Pada suatu hari
datang seorang pasien yang akan melahirkan di BPS bidan “B” yang
lokasinya tidak jauh dengan BPSbidan “A”. Setelahdilakukan pemeriksaan
ternyata pembukaan masih belum lengkap dan bidan “B” menemukan letak
sungsang dan bidan tersebut tetap akan menolong persalinan tersebut
meskipun mengetahui bahwa hal tersebut melanggar wewenang
sebagaiseorang bidan demimendapatkanbanyakpasien untuk bersaing
dengan bidan “A”.Sedangkan bidan “A” mengetahui hal tersebut. Jika
bidan “B” tetap akan menolong persalinan tersebut,bidan “A” akan
melaporkan bidan “B” untuk menjatuhkan bidan “B” karena di anggap
melanggar wewenang profesibidan.
Issu Moral:
seorang bidan melakukan pertolongan persalinan normal.
Konflik Moral:
menolong persalinan sungsang untuk nendapatkan pasien demi
persaingan atau dilaporkan oleh bidan“A”.
Dilema Moral:
• Bidan “B” tidak melakukan
pertolongan persalinan sungsang
tersebut namun bidan kehilangan satupasien.
• Bidan “B” menolong persalinan tersebut tapi akan
dijatuhkan oleh bidan “A” dengan di laporkan ke
lembaga yangberwewenang
• Issu Etik Bidan dengan Team KesehatanLainnya
Yaitu perbedaan sikap etika yang terjadi pada bidan dengan tenaga medis
lainnya. Sehingga menimbulkan ketidaksepahaman atau kerenggangan
social.
Kasus :
Disuatu desa yang ada sebuah BPS, suatu hari ada seorang Ibu berusia
35 Tahun keadaannya sudah lemah. bidan menanyakan kepada keluarga
pasien apa yang terjadi pada pasien. Dan suami pasien menjawab ketika
dirumah Px jatuh &terjad iperdarahanhebat. Setelahitubidan memberikan
pertolongan , memberikan infuse dst…. Bidan menjelaska n pada keluarga,
agar istrinya di bawa ke rumah sakit untuk dilakukan curretase.Kemudian
keluarga pxmenolak saran bidan tsb, dan meminta bidan yang melakukan
currentase. selang waktu 2 hari pxmenga lami perdarahan lagi kemudian
keluarga merujuk ke RS.Dokter menanyaka n kapeda suami px, apa yang
sebenarnya terjadi dan suami px menjelaska n bahwa 3 hari yang lalu
istrinya mengalamikeguguran& di currentase bidan didesany. dokter
mendatangi bidanterebut.MakaTerjadilah konflik antara bidan &dokter.
Issue Etik :
Mall Praktek Bidan melakukan tindakan diluar wewenangnya.
Konflik :
bidan melakukan currentase diluar wewenangnya sehinggaterjadilahkonflik
antara bidan &dokter.
Dilema :
jika tidak segera dilakukan tindakan takutnya merenggut nyawa px
karena BPS jauh dari RS. Dan jika dilakukan tindakan bidan merasa
melanggar kode etik kebidanan &merasa melakukan tindakan diluar
wewenangnya.
• Issue etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi
adalah suatu topic masalah yang menjadi bahan pembicaraan antara
bidan dengan organisasi profesi karena terjadinya suatu hal-hal yang
menyimpang dari aturan-aturan yang telahditetapkan.
Kasus
Seorangibu yang ingin bersalin di BPS pada bidan A sejak awal kehamilan
ibutersebut memang sudah seringmemeriksaka n kehamilannya. Menurut
hasil pemeriksaanbidan Ibu tersebut mempunya i riwayat hipertensi. Maka
kemungkinan lahir pervaginanyasa ngat beresiko Saat persalinan tiba.
Tekanandarahibu menjaditinggi.Jik atidak dirujuk maka beresiko terhadap
janin dan kondisi si Ibu itu sendiri. Resiko pada janin bisa terjadigawat
janin dan perdarahan pada ibu. Bidan A sudah mengerti resiko yang akan
terjadi. Tapiia ebih memntingka n egonya sendiri karena takut kehilangan
komisinya dari pada dirujuk kerumah sakit. Setelah janin lahir Ibu
mengalami perdarahan hebat, sehingga kejang-kejang danmeninggal.
Saaatberitaituterdengar organisasi profesi ( IBI ), maka IBImemberikan
sanksiyangsetimpal bahwa dari kecerobohannya sudah merugikan orang
lain. Sebagai gantinya,ijin praktek (BPS) bidan A dicabut dan dikenakan
denda sesuai dengan pelanggarantersebut.Issue etik :
• Terjadimalpraktek
• Pelangaran wewenang Bidan
Dilemaetik
Warga yang mengetahui hal tersebut segera melaporkan kepada
organisasi profesi dan diberikanpenangan
Biasanyan beberapa contoh mengenai isu etik dalm pelayananan kebidanan
adalah berhubungan dengan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Agama /kepercayaan.
2. Hubungan denganpasien.
3. Hubungan dokter denganbidan.
4. Kebenaran.
5. Pengambilankeputusan.
6. Pengambilandata.
7. Kematian.
8. Kerahasiaan.
9. Aborsi.
10. AIDS.
11. In_Vitrofertilization
Bidan dituntut untuk berprilaku hati-hati dalm setiap tindakannya dalam
memberikan asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku yang etis dan
profesional.
4. Issue Moral dalam praktekkebidanan
Moral merupakan pengetahuan atau keyakian tentang adanya hal yang baik
dan buruk yang mempengaruhi siakap seseorang. Kesadaran tentang
adanya baik buruk berkembang pada diri seseorang seiring dengan pengaruh
lingkungan, pendidikan, sosial budaya, agama, dll. Hali ini yang disebut
kesadaranmoral.
Isu moral dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang
berhubungan dengan benar dan salah sebagai contoh nilai-nilai yang
berhubungan dalam kehidupan sehari-hari yang ada kaitannya dengan
pelayanan kebidanan menyangkut kasus abortus, euthanasia,keputusan untuk
terminasikehamilan.
Beberapa contoh isu moral dalam kehidupan sehari-hari:
1. Kasusabortus.
2. Euthanansia.
3. Keputusan untuk terminasikehamialn.
4. Isumoral juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam kehidupan
sehari-hari, seperti yang menyangkut konflik danperang.
5. Dilema dan Konflik Moral
Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan dimana
dihadapkan pada dua alternativepilihan, yang kelihatannyasamaatau hampir
sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Kesadaran Moralerat
kaitannya dengan nilai- nilai, keyakinan seseorangdanpadaprinsipnya semua
manusia dewasa tahu akan hal yang baikdan buruk,inilahynag disebut suara
hati. Perkembanan ilmu pengetahuan dan tehnologi berdampak pada
perubahan pola pikir manusia Masyarakat semakin kritis sehingga terjadi
penguatan tuntutan terhadapmutupelayanankebidanan. Mutu pelayanan
kebidanan yang baik butuh landasan komitmen yang kuat dengan basik etik
dan moral yangbaik.
Dalam praktik kebidanan seringkali bidan dihadapkan pada beberapa
permasalahan yang dilematis, artinya pengambilan keputusan yang sulit
berkaitan dengan etik. Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral,
pertentangan batin atau pertentangan antara nilai-nilai yang iyakini bidan
dengan kenyataan yangada.
Dilema muncul karena terbentur pada konflikmoral,pertentangan batin, atau
pertentangan antara nilai- nilai yang diyakini bidan dengankenyataan yangada.
Ketika mencari solusi atau pemecahan masalah harus mengingat akan
tanggung jawab profesional,yaitu:
1. Tindakan selalu ditujukanuntuk peningkatankenyamanan kesejahteraan
pasien atauklien.
2. Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang menghilangkansesuatu bagian
[omission], disertai ras tanggung jawab memperhat ikan kondisi dan
keamanan pasien atauklien.
Tuntukan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan salah satunya
adalah karena bidan merupakan profesi yang bertanggung jawab terhadap
keputusan yang dibuat berhubungan dengan klien serta harus mempunya i
tanggung jawab moral terhadap keputusan yang di ambil. Untuk dapat
menjalankan praktik kebidanan dengan baik tidak hanya dibutuhka n
pengetahuan klinik yang baik, serta pengetahuan yang up to date, tetapi
bidan juga harus mempunyai pemahaman isu etik dalam pelayanan
kebidanan.
Konflik moral menurut Johnson adalah bahwa konflik atau dilema pada
dasarnya sama kenyataannya konflik berada
diantaraprinsipmoraldantugas yang mana sering menyebabkandilema.
Ada 2 tipe konflik:
1. Konflik yang berhubungan denganprinsip.
2. Konflik yang berhubungan denganotonomi.
Dua tipe konflik ini merupakan dua bagian yang tidak dapat
dipisahkan. contoh:
Issue Moral
seorang bidan melakukan pertolongan persalinan
normal. Konflik Moral:
menolong persalinan sungsang untuk mendapatkan pasien demi
persaingan atau dilaporkan oleh bidan“A”.
Dilema Moral:
1. Bidan “B” tidak melakukan pertolongan persalinan sungsang
tersebut namun bidan kehilangan satupasien.
2. Bidan “B” menolong persalinan tersebut tapi akan dijatuhkan
oleh bidan “A” dengan di laporkan ke lembaga yang
berwenang.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Keputusan etis didasari oleh kode moral atau kerangka etik yang memberi nilai
“salah” dan “benar” terhadap keputusan yang kita buat Nilai benar dan salah
ditentukan oleh etika atau nilai-nilai dasar yang dimiliki si pengambil keputusan
Dalam pelayanan kebidanan, keputusan dinilai oleh bidan itu sendiri, klien dan
keluarga dan tenaga kesehatanlainnya yang terlibat sehingga besar kemungkinan
muncul berbagai penilaian.
INFORMET CONSENT
A. Pengertian Informend Consent
Pada awal mulanya, dikenal hak atas Persetujuan Consent, baru kemudian dikenal hak
atas informasi kemudian menjadi ‘Informed Consent”. Sebagai penerima jasa pelayanan
dalam kontrak terapi pasien mempunyai hak, antara lain hak atas persetujuan tindakan
yang dilakukan pada tubuhnya, hak atas rahasia dokter, hak atas informasi, dan hak atas
second opinion. Saat ini, telah mulai diatur mengenai Informed Consent, yaitu suatu
persetujuan yang diberikan oleh pasien dan keluarganya atas dasar informasi dan
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. 1
Informed consent dimuat dalam beberapa peraturan, meskipun demikian masih
diperlukan pengaturan hukum yang lebih lengkap mengenai hal ini, karena dibutuhkan
suatu pengaturan hukum yang tidak hanya melindungi pasien dari kesewenangan dokter,
tetapi juga diperlukan untuk melindungi dokter dari kesewenangan pasien yang
melanggar batas – batas hukum dan perundang – undangan. Persetujuan (Informed
Consent) ini sangat penting mengingat tindakan medis tidak dapat dipaksakan karena
tidak ada yang tahu pasti hasil akhir dari pelayanan kedokteran tersebut.
Pentingnya Informed Consent ini juga dikaitkan dengan adanya Pasal 351 KUHP tentang
penganiayaan, yang bisa saja dituduhkan kepada pihak dokter atau rumah sakit, terkait
tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien. Sebagai contoh, dengan melakukan
operasi, memasukkan atau menggoreskan pisau ke badan seseorang hingga menimbulkan
luka, atau membius orang lain, dapat dikatakan sebagai suatu penganiayaan. Meskipun
yang melakukan tindakan tersebut seorang dokter, tetap dapat dianggap sebagai
penganiayaan, kecuali jika :
Untuk itu, wajib hukumnya bagi rumah sakit ataupun dokter untuk memberikan informasi
dan keterangan kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit
pasien, tindakan yang akan dilakukan dan resiko apa yang mungkin terjadi dari suatu
tindakan, sebelum tindakan itu dilakukan. Informasi dan penjelasan dianggap cukup,
apabila telah mencakup beberapa hal dibawah ini, yaitu:
Informasi dan penjelasan tersebut dapat disampaikan secara lisan, sedangkan secara
tulisan dilakukan sebagai pelengkap penjelasan dari penjelasan lisan tersebut. Bagi
pasien, untuk menyatakan persetujuannya dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan.
Persetujuan tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medik yang mengandung resiko
tinggi, sedangkan persetujuan medik yang mengandung resiko tinggi, sedangkan
persetujuan lisan diperlukan untuk tindakan medik yang tidak beresiko tinggi. Penjelasan
juga hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah dimengerti karena penjelasan
merupakan landasan untuk memberikan persetujuan. Aspek lain yang juga sebaiknya
diberikan penjelasan yaitu yang berkaitan dengan pembiayaan. 3
Informed consent secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu informed dan consent.
Informed berarti telah mendapat penjelasan atau informasi; sedangkan
Consent artinya persetujuan, atau lebih “tajam” lagi, ”izin”. Jadi Informed consent adalah
persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang berhak kepada dokter untuk
melakukan tindakan medis pada pasien, seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-
lain untuk menegakkan diagnosis, memberi obat, melakukan suntikan, menolong
bersalin, melakukan pembiusan, melakukan pembedahan, melakukan tindak-lanjut jika
terjadi kesulitan, dsb. Selanjutnya kata Informed terkait dengan informasi atau penjelasan.
Dapat disimpulkan bahwa Informed Consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien
(atau keluarga yang berhak) kepada dokter untuk melakukan tindakan medis atas dirinya,
setelah kepadanya oleh dokter yang bersangkutan diberikan informasi atau penjelasan
yang lengkap tentang tindakan itu. Mendapat penjelasan lengkap itu adalah salah satu hak
pasien yang diakui oleh undang- undang sehingga dengan kata lain Informed consent
adalah Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).
Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain (second opinion), dan dokter
yang merawatnya. Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien
terhadap suatu tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting
mengenai sifat serta konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat berdasarkan
prinsip autonomi, beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar pada martabat manusia
di mana otonomi dan integritas pribadi pasien dilindungi dan dihormati. Persetujuan
tindakan medis (informend consent) dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu hal
yang wajib dilakukan oleh dokter terhadap pasien ditinjau dari aspek hukumnya. 6
Untuk itu perlu diperhatikan dalam implementasinya persetujuan tindakan medis
itu.Kemudian soal informend consent mau lisan atau tulisan, sebelum memeriksa, wajib
meminta izin. Tubuh pasien sepenuhnya adalah hak otonomi mereka, yang pihak
medispun tidak bisa memaksakan untuk melakukan tindakan atau pemeriksaan apapun,
fungsi sebagai pihak medis bukan semata-mata memeriksa dan dan memberikan obat.
Dokter sendiri berasal dari bahasa latin Docere yang berarti mengajar / mengedukasi.
Sebisa mungkin mengedukasi pasien yang awalnya tidak tahu mengenai kondisinya
menjadi aware, dan berhak memilih tindakan yang harus dilakukan pada tubuhnya. Baik
pemeriksaan, pengobatan atau tindakan yang invansif, semua hal tersebut memerlukan
informend consent dan pasien harus benar-benar mengerti bukan karena paksaan. Karena
hubngan dokter-pasien bukan satu arah bukan memaksakan kehendak pihak medis, tapi
agar tercipta kepercayaan antara dokter dengan pasien. Diingatkan bahwa rahasia medis
itu sangat penting, jika mengumbar hasil pemeriksaan pasien didepan umum sama dengan
melanggar kode etik.
Jadi untuk diperhatikan pula hambatan dan solusi mengatasi dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan kepada pasien, sehingga terdapat adanya
perlindungan hukum baik bagi dokter maupun pasien. Jika pasien tidak kompeten, maka
persetujuan diberikan oleh keluarga atau wali sah. Jika keluarga/wali hadir tetapi tidak
kompeten juga, maka tenaga medis harus memutuskan sendiri untuk melakukan tindakan
medis tertentu sesuai keadaan pasien. Informed consent terutama dibutuhkan dalam
kasus-kasus luar biasa (exraordinary means). Namun untuk pasien kritis atau darurat
yang harus segera diambil tindakan medis untuk menyelamatkannya, proxy consent tidak
dibutuhkan. Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan
kedokteran dilaksanakan adalah:8
a. Diagnosa yang telah ditegakkan.
b. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
c. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
d. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kedokteran tersebut.
e. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah
alternatif cara pengobatan yang lain.
f. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Informed consent merupakan suatu bentuk dari menghargai sesama manusia, dengan
berbuat baik melalui penilaian risiko dan keuntungan tindakan medis, serta suatu keadilan
pada mana pilihan tindakan medis diberikan pada subjek, pasien. Ungkapan risiko dan
keuntungan tindakan medis kadang merupakan masalah, karena demikian banyak resiko,
begitu pula keuntungan tindakan medis, yang selain banyak menyita waktu untuk
penjelasan adalah juga kadang membingungkan pasien dan keluarga. Umumnya resiko
yang dikemukakan adalah yang dapat difahami oleh pasien dalam memutuskan suatu
pilihan dengan
Sang Gede Purnama, “Modul Etika Dan Hukum Kesehatan Informed Consent (Universitas
Udayana)”. Hlm 2
alternative tindakan medis lainnya, jadi nampaknya hanya risiko dan keuntungan yang
dapat dimengerti oleh pasien yang harus dikemukakan
Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis
(pasien), maka pelaksanaan “informed consent”, bertujuan: Melindungi pengguna jasa
tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa
sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-
wenang, tindakan malpraktik yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar
profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau
“over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya.
Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-
tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan
bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan
walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi
medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat
dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau
karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh
teman sejawat lainnya.
Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai
beberapa fungsi sebagai berikut :
7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Pada prinsipnya informed consent diberikan di setiap pengobatan oleh dokter. Akan
tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa dalam kasus-kasus
sebagai berikut :
Hubungan ini dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis
aktif-pasif. Dalam hubungan tersebut rupanya hanya terlihat superioritas dokter terhadap
pasien dalam bidang ilmu biomedis, hanya ada kegiatan pihak dokter sedangkan pasien
tetap pasif. Pada umumnya mulainya hubungan perjanjian terapeutik dimulai saat seorang
pasien meminta pertolongan kepada dokter untuk mengobati penyakitnya dan dokter
menyanggupinya. Menurut Hukum Perdata, hubungan profesional antara dokter dengan
pasien dapat terjadi Berdasarkan perjanjian (ius contractus) yang berbentuk kontrak
Terapeutik secara sukarela antara dokter dengan pasien berdasarkan kehendak bebas.
Tuntutan dapat dilakukan bila terjadi “wanprestasi”, yakni peningkatan terhadap hal
yang diperjanjikan. Dasar tuntutan adalah tidak, terlambat, salah melakukan, ataupun
melakukan sesuatu yang tidak boleh adalah tidak, terlambat, salah melakukan, ataupun
melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan menurut perjanjian itu. Berdasarkan
hukum (ius delicto) berlaku prinsip siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti
rugi.
Ajaran mengenai wanprestasi atau cedera janji dalam hukum perdata dikatakan, bahwa
seorang dianggap melakukan wanprestasi apabila:
1. Tidak melakukan apa yang disepakati untuk dilakukan.
2. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat.
3. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.
4. Melakukan sesuatu yang menurut hakikat perjanjian tidak boleh dilakukan
Persetujuan tindakan Kedokteran telah diatur dalam Pasal 45 Undang – undang Nomor 29
tahun 2004 tentang praktik Kedokteran. Sebagaimana dinyatakan setiap tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan sebagaimana dimaksud
diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap, sekurang – kurangnya
mencakup: diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan,
Persetujuan tersebut dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. 14 Dihubungkan
dengan kewajiban dokter dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2) UU Nomor 29 Tahun 2004,
untuk terjadinya perikatan hukum – pasien, penawaran itu harus diikuti penjelasan secara
lengkap mengenai pelbagai hal seperti diagnosis dan terapi oleh dokter, dan apabila
kemudian pasien memberikan persetujuan untuk pengobatan atau perawatan, maka
terjadilah perikatan hukum yang disebut kontrak terapeutik atau transaksi terapeutik.
Persetujuan pasien itu disebut dengan informend consent.
Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter –atau profesional lain di dunia kedokteran dan
kesehatan- kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Malpraktik yang menjadi penyebab
dokter bertanggung-jawab yang ,mengakibatkan resiko medis secara profesi bisa
digolongkan sebagai Tidak Punya Keahlian (Jahil) Yang dimaksudkan di sini adalah
melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki
keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi
bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran
kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam sabda beliau:
Apabila tidak mendapatkannya, maka ia berpuasa dua bulan berturut-turut serta tidak ada
qishash bagi pembunuhnya
2.Kecakapan
Kecakapan disini artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan
memberikan persetujuan, jika orang itu mampu melakukan tindakan hokum,
dewasa dan tidak gila. Apabila pasien seorang anak, maka yang berhak
memberikan persetujuan adalah orang tuanya. Dalam undang-undang disebutkan
bahwa orang yang dalam kedaan sakit, tidak dapat berpikir sempurna. Apabila
karena suatu hal sehingga ia dipaksa untuk memberikan persetujuannya, misalnya
tidak ada suami atau keluarganya, maka apabila tindakan yang dilakukan bidan
tidak berhasil, maka persetujuan tersebut dianggap tidak sah.
Contoh apabila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan yang hebat, maka
ia tidak dapat berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat
diberikan oleh suaminya.
3. Suatu hal tertentu Obyek dalam persetujuan antara bidan dan pasien harus
disebutkan dengan jelas dan terinci. Misalnya dalam persetujuan harus ditulis
dengan jelas identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, alamat, suami atau
wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang memberikan
persetujuan.
4.Suatu sebab yang halalMaksudnya adalah isi persetujuan tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum
sebagai contoh tindakan abortus provocatus pada seorang pasien oleh bidan,
meskipun dengan persetujuan si pasien, dan persetujuan telah disepakati kedua
belah pihak, tetapi dianggap tidak sah sehingga dapat dibatalkan demi hukum.
Dengan demikian persetujuan yang demikian tidak dapat ditarik kembali oleh
salah satu pihak selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-
alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Setelah cukup mendapat informasi, pasien berhak memberikan atau tidak
memberikan persetujuannya. Untuk dapat mengambil keputusan pasien harus
mendapatkan informasi yang jelas. Dalam hubungan dengan ini ada kalanya bidan
merasa telah jelas memberikan informasi kepada pasien, namun pasien belum
memahaminya, tetapi karena perasaan takut atau malu kepada bidan ia tidak
berani bertanya. Oleh sebab itu dalam memberikan informasi, seorang bidan harus
melihat keadaan si pasien. Misalnya latar belakang pendidikan. Seorang bidan
dalam memberikan informasi tidak boleh bersifat menakut-nakuti atau memaksa.
Seorang bidan harusdapat mempertimbangkan antara memberitahu keadaan
sebenarnya atau tetap menjaga kestabilan jiwa pasien agar tidak dihinggapi rasa
takut berlebihan. Untuk kasus seperti ini bidan harus memberitahu keadaan
sebenarnya kepada keluarga terdekat pasien
b.Ayat 2: hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku pada:
1)Penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam
masyarakat yang lebih luas.
2)Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri.
3)Gangguan mental berat.
INFORMET CHOICE
Informed Consent
1. Memberikan informasi yang lengkap pada ibu, jujur, tidak bias, dapat
dipahami oleh klien, menggunakan alternatif media dan paling baik
dilakukan secara tatap muka.
2. Bidan harus dapat membantu klien menggunakan hak otonomi nya dalam
memutuskan apa yang diinginkan dalam asuhan kebidanan yang akan
diterimanya. Tenaga kesehatan harus dapat menjamin bahwa sebelum
keputusan diambil, semua informasi yang diperlukan telah disampaikan
secra jelas dan lengkap.
3. Pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan,
mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan standara dan
prosedur yang ada agar sesuai dengan perkembangan ilmu penelitian dan
teknologi serta dinamika sosial serta etika yang ada.
4. Menjaga fokus asuhan berdasarkan bukti ilmiah / base on evidence,
dengan menekan konflik serendah mungkin.
5. Tidak perlu takut kepada konflik tetapi menganggapnya sebagai suatu
kesempatan untuk saling berbagi, dan melakukan penilaian ulang yang
objektif, bermitra dengan ibu dan keluarga.
1. Inform consent
2. Negosiasi
3. Persuasi
4. Komite etik
Sepakat dari pihak bidan maupun klien tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan
setelah diberi informasi sejelas – jelasnya.
2. Kecakapan
Contoh kasus : Bila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan hebat maka
ia tidak dapat berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat
diberikan oleh suaminya. Bila tidak ada keluarga atau suaminya dan bidan
memaksa ibu untuk memberikan persetujuan melakukan tindakan dan pada saat
pelaksanaan tindakan tersebut gagal maka persetujuan dianggap tidak sah.
Obyek persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas dan
terinci.
Contoh : Dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi nama,
jenis kelamin, alamat, nama suami atau wali. Kemudian yang terpenting harus
dilampirkan identitas yang membuat persetujuan
Contoh :
Menurut Culver dan Gert dalam Wahyuningsih dan Zein (2005), terdapat empat
komponen yang harus dapat dipahami dalam consent / persetujuan antara lain:2
1. Sukarela / volunteriness
Pilihan dibuat secara sukarela oleh klien, bukan dipaksa oleh bidan, berdasarkan
pada informasi yang lengkap dan jelas dan pertimbangan yang matang dengan
memprioritaskan kebaikan klien.
2. Informasi / information
3. Kompetensi / competence
Klien harus dapat kompeten dalam memahami semua informasi yang diberikan
sehingga keputusan yang diambil adalah keputusanyang tepat, yang telah
dipertimbangkan sisi positif dan negatifnya. Pada pihak provider kesehatan, bidan
harus kompeten berperan sebagai konselor yang kompeten karena telah
menguasai substansi yang harus disampaikan kepada klien.
4. Keputusan / decision
Pengambilan keputusan merupakan tahap akhir dari proses. Pasien yang menolak
suatu intervensi demi menyelamatkan nyawanya atau yang terbaik bagi
kesehatannya, perlu dilakukan tindakan validasi, apakah yang bersangkutan
kompeten dalam menentukan keputusan bagi dirinya. Pasien yang setuju pada
prosedur yang akan dilakukan, perlu disampaikan teknis prosedur yang akan
diberikan, dan buatkan senyaman mungkin.
Contoh beberapa tindakan yang memerlukan inform choice dan inform consent
antara lain:2
Informed Choice
1. Kurangnya waktu
2. Klien akan lupa
3. Kebanyakan klien tidak mau tahu
4. Dapat berbahaya jika klien menolak pengobatan berdasarkan informasi
yang diberikan
Dengan mempertimbangkan semuanya ini, mendapatkan persetujuan tindakan
merupakan hal yang tidak praktis. Selalu ada situasi ketika klien bertanya
“menurut bu bidan mana yang terbaik?” Ketika dihadapkan pada situasi seperti
ini, maka bidan harus dapat memberikan pilihan-pilihan yang rasional, base on
evidence dan dapat dipertanggungjawabkan. Terkadang sulit bagi bidan membatu
klien menentukan pilihan jika yang dipilihnya bukan merupakan keputusan yang
terbaik bagi diri dan janinnya. Pada area abu-abu seperti ini, bidan tetap harus
berpatokan pada nyawa klien, teori dan peraturan yang ada.
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Hariningsih W, Nurmayawati D. (2010) Bidan Etika Profesi dan Hukum
https://slideplayer.info/slide/12713253/
https://almanhaj.or.id/2836-malpraktek-menurut-syariat-islam.html Akses 13 Mei 2020
file:///C:/Users/HP/AppData/Local/Temp/380-1017-1-PB-1.pdf
Jones SR. Ethics and the Midwife In: Henderson C, Macdonald S, editors.
Mayes’ Midwofery, A Textbook for Midwife. London: Bailliere Tindal;
2004.
Tingking about VBAC: Deciding waht’s right for me. [Online], Available
from:
http://www.ontariomidwives.ca/images/uploads/client-resources/VBAC-
final.pdf.