LAPORAN TUTORIAl Minggu 3 6b
LAPORAN TUTORIAl Minggu 3 6b
LAPORAN TUTORIAl Minggu 3 6b
BLOK 6.B
Kelompok :4
Ketua : Zelma Refma (1810331015)
Sekretaris Papan : Wahda Mandasari (1810332001)
Sekretaris Meja : Putri Endah Febriyanti (1810332015)
Anggota : Marsela Rustam (1810332012)
Karita Aulia Tama (1810333002)
Diana Rizki Amelia (1810333003)
Dyah Maya Nauli (1810333010)
Ernis Nurpriska Laiya (1810339002)
Annisa Nur Al Izza MH (1810332007)
PRODI S1 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020/2021
MODUL III
KLARIFIKASI TERMINOLOGI
1. Mengapa bayi ny. Mimi belum juga lahir sedangkan pembukaan sdah
lengkap sejak 1 jam yang lalu?
2. Berapa lama normalnya setelah pembukaan lengkap bayi harus lahir?
3. Apa indikasi dilakukannya episiotomy?
4. Apa penyebab distosia pada bayi?
5. Bagaimana cara melakukan maneuver Mc.Robert?
6. Disebut apakah kondisi bayi ny.mimi dan apa penyebabnya?
7. Apa penyebab dari plasenta akreta?
8. Bagaimana tatalaksana pelaksanaan manual plasenta?
9. Mengapa bidan memberikan oksitosin pada ibu?
10. Mengapa bidan perlu memerlukan pemantauan terhadap kontraksi uterus dan
ttv ibu?
11. Kenapa keluarga berperan penting dalam pemulihan ibu?
12. Bagaimana asuhan kebidanan yang diberikan bidan terhadap ny. Mimi?
STEP III
ANALISIS MASALAH
1. Mengapa bayi ny. Mimi belum juga lahir sedangkan pembukaan sdah
lengkap sejak 1 jam yang lalu?
- Disebabkan kontraksi kurang baik
- Kandung kemih penuh
- Pembengkakan jalan lahir
- Panggul ibu yang sempit
- Janin yang besar
- Plasenta previa pada ibu
2. Berapa lama normalnya setelah pembukaan lengkap bayi harus lahir?
- Normalnya sekitar 2 jam pada primpara dan 1 jam pada multipara
3. Apa indikasi dilakukannya episiotomy?
- Perineum ibu yang kaku
- Peregangan yang berlebihan yang disebabkan janin yang besar
- Melahirkan janin yang premature
- Persalinan kala II yang lama
- Perineum pendek
- Riwayat episiotomi
4. Apa penyebab distosia pada bayi?
- Riwayat ditosia bahu, diabetes gestasional, macrosomia, peningkatan bb
yang berlebihan
- Panggul ibu sempit
- Riwayat kehamilan sebelumnya
- Kelainan tulang pada ibu
- Lahir lewat waktu
5. Bagaimana cara melakukan maneuver Mc.Robert?
- Melepaskan kaki ibu pada penyangga dan melakukan fleksi sehingga
paha ibu menempel pada abdomen ibu,
- Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar
6. Disebut apakah kondisi bayi ny.mimi dan apa penyebabnya?
- Disebut macrosomia penyebabnya factor genetic, ganggua kesehatan saat
hamil spt diabetes dan obesitas, hipertensi
7. Apa penyebab dari plasenta akreta?
- Kondisi Rahim yang bermasalah spti adanya miom
- Riwayat persalinan SC
- Kondisi lapisan Rahim yang tidak normal spti adanya jaringan parut
8. Bagaimana tatalaksana pelaksanaan manual plasenta?
- Inform consent
- Mempersiapkan donor darah
- Pemasangan infus
- Melakukan anastesi
- Menggunakan posisi litotomi
- Memperhatikan keadaan umum ibu dan memsatikan kandung kemih ibu
kosong
- Mencari tali pusat
- Menyusuri plasenta, Satu tangan lainnya diletakkan di fundus uteri
- Dikikis satu arah
- Apabila plasenta keluar, lalu melihat kelengkapan plasenta /eksplorasi
9. Mengapa bidan memberikan oksitosin pada ibu?
- Berfungsi untuk Rahim berkontraksi, untuk menginduksi/memperkuat
kontraksi persalinan dan untuk mengendalikan perdarahan setelah
melahirkan
- Untuk mengendalikan Rahim ibu ke kondisi septi semula
10. Mengapa bidan perlu memerlukan pemantauan terhadap kontraksi uterus dan
ttv ibu?
- Pemantauan pada kontraksi dan ttv ibu berguna untuk menghindari
komplikasi yang terjadi pada ibu
- Pemantauan kontraksi untuk mencegah atonia uteri yang dapat
mengakibatkan perdarahan
SKEMA
Kegawatdaruratan
pada persalinan
Asuhan
Dukungan keluarga
kebidanan
Episiotomy Penatalaksanaan
LEARNING OBJECTIVE
Kala I : partus lama, inersia uteri, prolapsus tali pusat, tetania uteri,
inkoordinasi his
Kala II : distosia (distosia power, passage, passangger), letak
sungsang
Kala III : retensio plasenta
Kala IV : atonia uteri, rupture uteri, robekan jalan lahir, infeksi
postpartum, gangguan pembekuan darah, inversio uteri
SHARING INFORMATION
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan pengertian kegawatdaruratan
persalinan
Kasus kegawatdaruratan obstetri ialah kasus yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan
janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu, janin dan bayi
baru lahir. Secara umum, terdapat berbagai kasus yang masuk dalam kategori
kegawatdaruratan maternal masa persalinan kala I, II, III dan IV dan
manifestasi klinis kasus kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam
rentang yang cukup luas.
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Jenis-jenis kegawatdaruratan
persalinan (Kala I, Kala II, Kala III, Kala IV)
1. Kala 1:
A. partus lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primigravida, dan lebih dari 18 jam pada multigravida.
Partus lama atau prolonged labour merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan adanya abnormalitas persalinan di kala 1. Sampai saat
ini belum ada konsensus mengenai definisi partus lama. WHO
mendefinisikan partus lama sebagai adanya kontraksi uterus ritmik dan
reguler yang disertai pembukaan serviks dan berlangsung lebih dari 24 jam.
American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG)
mendefinisikan sebagai kala 1 fase laten lebih dari 20 jam pada wanita
nulipara dan lebih dari 14 jam pada perempuan multipara. ACOG
menggunakan batasan pembukaan serviks < 6 cm sebagai acuan fase laten
B. inersia uteri
Inersia uteri adalah his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Ditemukan pada
penderita keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu
teregang serta penderita dengan keadaan emosi yang kurang baik.
C. prolaps tali pusat
Prolaps tali pusat adalah suatu kondisi di mana tali pusar atau tali
pusat bayi berada mendahului kepala bayi di leher rahim (serviks).
Prolaps tali pusat dibagi menjadi dua, yaitu overt prolapse dan occult
prolapse. Tali pusat menumbung atau overt prolaps adalah tali pusat yang
melewati bagian fetus dan keluar dari serviks sehingga dapat terlihat pada
pemeriksaan spekulum karena membran amnion sudah pecah.
Sedangkan occult prolaps atau tali pusat terkemuka adalah kondisi tali
pusat berada di sisi fetus tetapi tidak terlihat keluar serviks karena membran
amnion masih intak.
2. Kala 2 :
A. Distosia
Distosia adalah perlambatan pada saat persalinan atau dikenal dengan
istilah partus macet. Patofisiologi perlambatan atau arrest persalinan ini dapat
terjadi pada kala 1 maupun kala 2. Berdasarkan penyebabnya maka
patofisiologi distosia dapat diklasifikasikan menjadi gangguan kontraksi,
abnormalitas pada janin, dan adanya gangguan pada jalan lahir.
Distosia adalah gangguan persalinan, yang menyebabkan ibu sulit
melahirkan. Jika seorang ibu mengalami distosia, waktu persalinannya akan
panjang dan bahkan, ada yang tidak mengalami kemajuan sama sekali.
Kondisi ini tak hanya berdampak pada janin melainkan ibu juga.
Normalnya, jika ibu hamil sudah pecah ketuban maka dalam waktu enam jam
harus melahirkan, jika tidak maka bisa terjadi infeksi.
Dokter akan memantau pembukaan jalan lahir. Perlu diingat, bahwa
pembukaan 1 ke 3 bisa menghabiskan waktu 8 jam atau lebih. Sementara
pada pembukaan ke-3 hingga seterusnya, harus dipantau perkembangannya
setiap jamnya. Hitungan kasarnya, setiap 1 jam setidaknya harus ada progress
pembukaan 1 cm.
3. Kala 3:
A. Retensio plasenta
Retensi plasenta adalah kondisi tidak keluarnya plasenta dalam waktu
30 menit setelah melahirkan bayi. Retensi plasenta adalah komplikasi langka
yang hanya mempengaruhi sekitar 2 hingga 3 persen dari semua kelahiran
yang terjadi ketika sebagian dari plasenta tertinggal di dalam rahim setelah
kelahiran bayi.
Retensio plasenta akan membuat ibu mengalami perdarahan hebat
setelah persalinan. Jika dokter atau tim medis tidak segera melakukan
penanganan dengan tepat, komplikasi kehamilan ini akan menyebabkan
infeksi yang berujung pada kematian.
4. Kala 4 :
A. Atonia uteri,
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya kontraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang terjadi
dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
Atonia uteri atau kegagalan rahim untuk berkontraksi adalah
penyebab paling umum perdarahan postpartum atau perdarahan setelah
persalinan yang menjadi salah satu faktor utama penyebab kematian ibu.
Jika terjadi atonia uteri, perdarahan yang terjadi akan sulit berhenti.
Akibatnya, ibu bisa kehilangan banyak darah. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya detak jantung, menurunnya tekanan darah, serta nyeri pada
punggung.
B. Ruptur uteri
Pengertian rahim robek atau yang dalam istilah medis disebut dengan
ruptur uteri adalah kondisi yang terjadi ketika ada robekan pada dinding
rahim.
Sesuai dengan namanya, rupture uteri adalah kondisi yang dapat
membuat seluruh lapisan dinding rahim robek sehingga membahayakan
kesehatan ibu dan bayinya.
Tidak menutup kemungkinan, ruptur uteri bisa mengakibatkan
perdarahan hebat pada ibu dan bayi yang tertahan di dalam rahim.
C. Robekan jalan lahir
1. Tingkat 1
Pada ruptur perineum tingkat 1, robekan sangat kecil dan hanya terjadi di
kulit saja. Area yang robek bisa di sekitar labia (bibir vagina), klitoris,
maupun di dalam vagina. Tanpa perawatan tertentu, ruptur perineum tingkat
1 bisa sembuh dengan cepat.Pada beberapa kasus, ibu yang baru melahirkan
akan merasakan sakit meskipun ruptur perineum hanya tingkat 1, namun
sangat jarang menyebabkan masalah pada jangka panjang.
2. Tingkat 2
Tingkatan ruptur perineum kedua berarti telah mengenai otot perineum dan
juga kulit. Dokter kandungan biasanya akan memberikan jahitan untuk
membantu proses pemulihan. Proses menjahit akan dilakukan di ruang
bersalin, dibantu bius local.
3. Tingkat 3
Pada beberapa persalinan, ruptur perineum mengenai lapsan vagina yang
lebih dalam bahkan mengenai otot yang mengendalikan anus (anal sphincter).
Setidaknya 6% ruptur perineum tingkat 3 bisa terjadi, dan 2% terjadi pada ibu
yang sudah pernah melahirkan sebelumnya.Jika ruptur perineum tingkat 3
terjadi, dokter perlu menjahit setiap lapisan terpisah. Utamanya, harus sangat
hati-hati menjahit otot di sekitar anal sphincter.Proses pemulihan dari ruptur
perineum tingkat 3 sekitar 2-3 minggu. Bahkan hingga beberapa bulan
kemudian, masih akan terasa sensasi tidak nyaman saat bercinta atau buang
air besar.
4. Tingkat 4
Ini adalah tingkatan tertinggi dalam ruptur perineum, namun paling jarang
terjadi. Robekan ini memanjang hingga ke dinding rektum. Biasanya, ruptur
perineum tingkat 3 dan 4 bisa terjadi apabila bahu bayi tersangkut atau ada
prosedur medis seperti vacum atau forsep.Robekan jalan lahir yang sangat
parah juga berpotensi menyebabkan disfungsi dasar panggul. Selain itu, juga
bisa memicu masalah saat buang air.Untuk menangani ruptur perineum,
dokter kandungan akan melihat tingkatannya. Bentuk penanganan yang
paling umum adalah menjahit area yang robek dengan memberikan bius
lokal. Dokter kandungan akan menjahit apabila robekannya lebih dari 2
centimeter.Prosedur jahit ini akan dilakukan di ruangan bersalin, sesaat
setelah proses persalinan rampung. Sama seperti luka jahit lainnya, proses
pemulihan biasanya sekitar 7-10 hari
1) Partus lama
Kala II
1) Distosia Bahu
Tanda dan Gejala
American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyatakan
bahwa penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based
menyimpulkan bahwa :
Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau
dicegah.
Adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan
janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram
Kala III
1) Retensio Plasenta
Tanda dan gejala
Plasenta belum lahir setelah 30 menit
Perdarahan segera (P3)
Uterus berkontraski dan keras
Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
Inversio uteri akibat tarikan dan
Perdarahan lanjutan
Kala IV
1. Atonia uteri
Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya. Perdarahan
terjadi segera setelah anak lahir . Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia
sangat banyak dan darah tidak merembes.
Yang sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai
gumpalan. Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi
sebagai anti pembeku darah
Tanda dan gejala lainnya adalah terjadinya syok, pembekuan darah
pada serviks/posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar
Nadi cepat dan lemah
Tekanan darah yang rendah
Pucat
Keringat/kulit terasa dingin dan lembab
Pernapasan cepat
Gelisah, bingung, atau kehilangan kesadaran
2. Robekan jalan lahir
Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
Uterus kontraksi dan keras
Plasenta lengkap, dengan gejala lain
Pucat, lemah, dan menggigil
b. Inersia Uteri
Diagnosis inersia uteri dapat ditegakkan apabila terdapat karakteristik
his yang jarang, yaitu kurang dari tiga kali dalam 10 menit dan durasi
yang pendek yaitu kurang dari 30 detik. Pada pemeriksaan tocography
menunjukkan amplitudo yang rendah, yaitu kurang dari 40 mmHg.
Dominasi kontraksi tetap berada pada fundus dan relaksasi tonus otot
masih normal, yaitu kurang dari 12 mmHg (Lapets, 1991). Pada inersia
uteri, perpanjangan fase persalinan dapat terjadi pada fase laten ataupun
fase aktif. Akan tetapi, untuk mendiagnosis inersia uteri pada fase laten
jauh lebih sulit (Prawirohardjo, 2014).
Untuk mendiagnosis inersia uteri pada persalinan dapat menggunakan
partograf sebagai alat bantu untuk memantau kemajuan persalinan. Pada
partograf WHO, perpanjangan persalinan kala I fase aktif ditunjukkan
dengan pertambahan dilatasi serviks kurang dari 1 cm per jam dan
dievaluasi setiap 4 jam yang dimulai setelah memasuki persalinan fase
aktif yaitu dilatasi serviks 4 cm dan melewati garis waspada pada
partograf WHO (WHO, 2014).
B. Kala II
Distosia
Diagnosis distosia ditegakkan berdasarkan penghitungan durasi
persalinan. Selain menegakkan diagnosis distosia, kemungkinan
penyebab distosia harus dapat diketahui untuk menentukan rencana tata
laksana.
Anamnesis
Keluhan utama pada pasien dengan distosia adalah persalinan yang macet
atau terhenti. Dikatakan terjadi perlambatan apabila kala 1 fase laten lebih
dari 20 jam pada pasien nulipara dan lebih dari 14 jam pada pasien
multipara, sedangkan perpanjangan kala 1 fase aktif apabila dilatasi
servikal kurang dari 2 cm dalam 4 jam. Didefinisikan distosia pada kala 2
apabila lebih dari 3 jam pada pasien nulipara dan lebih dari 2 jam pada
pasien multipara
C. Kala III
Retensio Plasenta
Diagnosis retensio plasenta ditegakkan apabila terdapat kondisi plasenta
yang belum keluar dalam 30 menit setelah bayi lahir. Tanda-tanda
pelepasan plasenta merupakan tanda yang penting untuk membedakan
antara diagnosis plasenta trapped dengan plasenta adherens atau akreta.
Anamnesis
Gejala utama pasien retensio plasenta adalah tertahannya plasenta dalam
rahim selama lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Selain itu, beberapa
gejala lain seperti demam, perdarahan hebat, nyeri hebat, duh vagina
berbau, dan tampak jaringan pada vagina, juga bisa ditemukan.
D. Kala IV
a. Atonia Uteri
Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih aktif dan
banyak, bergumpal dan pada saat dipalpasi didapatkan fundus uteri masih
setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu
diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri terdiagnosis, maka pada saat itu
juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
b. Rupture Uteri
Pada penegakkan diagnosis didapatkan:
Anamnesis
Adanya riwayat partus yang lama atau macet
Adanya riwayat partus dengan manipulasi oleh penolong.
Adanya riwayat multiparitas
Adanya riwayat operasi pada uterus (misalnya seksio sesaria. enukleasi
mioma atau miomektomi, histerektomi, histeritomi, dan histerorafi.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis ruptur uteri didahului oleh gejala-gejala ruptur uteri
yang membakat, yaitu didahului his yang kuat dan terus menerus, rasa
nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah,
nadi dan pernapasan cepat. segmen bawah uterus tegang, nyeri pada
perabaan, lingkaran retraksi (Van Bandle Ring) meninggi sampai
mendekati pusat, dan ligamentum rotunda menegang. Pada saat terjadinya
ruptur uteri penderita dapat merasa sangat kesakitan dan seperti ada robek
dalam perutnya. Keadaan umum penderita tidak baik, dapat terjadi
anemia sampai syok (nadi filipormis, pernapasan cepat dangkal, dan
tekanan darah turun).
Pemeriksaan Luar
- Nyeri tekan abdominal
- Perdarahan per vaginam
- Kontraksi uterus biasanya akan hilang
- Pada palpasi bagian janin mudah diraba di bawah dinding perut ibu
atau janin teraba di samping uterus
- Di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi
- Denyut Jantung Janin (DJJ) biasanya negatif (bayi sudah meninggal)
- Terdapat tanda-tanda cairan bebas
- Jika kejadian ruptur uteri telah lama, maka akan timbul gejala-gejala
meteorismus dan defans muskular yang menguat sehingga sulit untuk
meraba bagian-bagian janin.
Pemeriksaan Dalam
Pada ruptur uteri komplit:
- Perdarahan pervaginam disertai perdarahan intra abdomen sehingga
didapatkan tanda cairan bebas dalam abdomen.
- Pada pemeriksaan pervaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi
atau teraba tinggi dalam jalan lahir, selain itu kepala atau bagian
terbawah janin dengan mudah dapat didorong ke atas hal ini terjadi
akrena seringkali seluruh atau sebagian janin masuk ke dalam rongga
perut melalui robekan pada uterus.
- Kadang-kadang kita dapat meraba robekan pada dinding rahim dan
jika jari tangan dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba
omentum, usus, dan bagian janin.
- Pada kateterisasi didapat urin berdarah.\
Pada ruptur uteri inkomplit:
- Perdarahan biasanya tidak terlalu banyak, darah berkumpul di bawah
peritoneum atau mengalir keluar melalui vagina.
- Janin umumnya tetap berada dalam uterus.
- Pada kateterisasi didapat urin berdarah.
Perencanaan Rujukan
S = Subjektif
O = Objektif
A = Assesment
P = Planning