Kelompok 3 Kelainan Lamanya Kehamilan Prematur & Serotinus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

KELAINAN DALAM LAMANYA KEHAMILAN

PREMATUR DAN SEROTINUS


Diafukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Obstetri Patologi



Disusun Oleh
Kelompok 3
Resti Nur Annisa 130103100002
Yatty Erni Destiani 130103100008
Yoseu Novelia P.W 130103100015
Lilis Suryani 130103100026
Tita Nurlita 130103100029
Lastiar Veronika 130103100041
Angkatan VI A
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITASPAD1AD1ARAN
BANDUNG
2011
A. PARTUS PRAEMATURUS


Partus praematurus adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan
20-37 minggu dipertimbangkan sebagai persalinan prematur dan terjadi pada
kurang lebih 10 persalinan di Amerika Serikat. Kendati program
pencegahan persalinan prematur, terapi Iarmakologis untuk persalinan
prematur, dan upaya mengenali Iaktor resiko persalinan prematur telah
digalakkan, angka persalinan prematur tidak berubah selama 40 tahun
terakhir.

Persalinan belum cukup umur di bawah 37 minggu atau berat badan bayi
kurang dari 2500 gr. Partus praematurus merupakan sebab kematian neonatal
yang terpenting. Kejadian 7 dari semua kelahiran hidup.

Partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai
dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau
dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama
kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari ) sejak hari
pertama haid terakhir.

Partus praematurus merupakan sebab kematian neonatal yang terpenting.
Kejadian kurang lebih 7 dari semua kelahiran hidup. Rupa-rupanya ada
pengaruh ekonomis karena partus praematurus lebih sering terjadi pada
golongan dengan penghasilan yang rendah.

Ibu yang pernah melahirkan bayi prematur mempunyai risiko 20-30 ubtuk
melahirkan bayi prematur lagi pada kehamilan berikutnya. Namun 50 ibu
yang melahirkan prematur, tidak mempunyai Iaktor risiko.




a. Penyebab
Persalinan prematur disebabkan :
1. aktor kehamilan
a. Perdarahan antepartum
b. Hamil usia muda, grandemultipara, dan interval pendek.
c. PROM ketuban pecah dini.
d. Kehamilan hidramnion.
e. Gangguan keseimbangan hormonal.
I. Serviks inkompeten dan kelainan anatomis uterus.
g. Idiopatik dengan meningkatnya reseptor.
Oksitosin
Inositol triIosIatase (IP
3
)
h. Pre-eklampsia - eklampsia.
2. aktor individu
a. Keadaan sosio ekonomi rendah :
Kerja keras hamil tua
Gizi kurang dan atau anemia
b. Penyakit sistemik ibu hamil :
Paru, jantung, dan liver DM
Hipertensi
InIeksi organ vital
c. InIeksi kehamilan :
Korioamnionitis
Servisitis endometritis.
InIeksi plasenta
3. Sebab-sebab yang terpenting adalah :
- Hypertensia essentialis
- Solutio plasenta
- Placenta praevia
- Syphilis
- Preeklampsi
- Kehamilan kembar
- Kelainan kongenital
- Bakteriuria
- Penyakit ibu, dll

b. Patofisiologi
Persalinan premature dapat diperkirakan dengan mencari Iaktor risiko
mayor atau minor.

Faktor Resiko
Lebih dari setengah jumlah wanita hamil yang melahirkan prematur
diketahui tidak memiliki Iaktor resiko untuk persalinan prematur.
1. aktor demograIis
Ibu dari ras kulit hitam, status sosio ekonomi yang rendah, usia 18
tahun atau ~40 tahun.
2. Kesehatan Umum
Stres pribadi tinggi, nutrisi buruk, berat ibu sebelum hamil rendah,
anemia, bakteriuria, kondisi-kondisi medis (seperti diabetes, asma,
dan pieloneIritis), penyakit jantung pada ibu, merokok (resiko 2x
lipat), penyalahgunaan zat (resiko 3x lipat).
3. Pekerjaan
Pekerjaan yang banyak menuntut kemampuan Iisik, berdiri terlalu
lama, bekerja dalam shift, dan bekerja di malam hari.
4. Kondisi uterus
Kelainan, cedera pada serviks atau abnormalitas (di dalam uterus,
konisasi serviks, atau riwayat induksi aborsi pada trimester kedua),
Iibroid, atau kontraksi uterus yang berlebihan, inIeksi.
5. aktor obstetrik
Persalinan prematur sebelumnya pada kehamilan usia antara 16 dan
36 minggu (2-3x resiko; semakin sering mengalami persalinan
prematur, semakin dini usia kehamilan - semakin besar resiko
mengalami persalinan premature.

Hasil yang diperoleh pada persalinan terakhir merupakan alat yang
lebih akurat untuk menentukan perkiraan hasil persalinan kali ini),
KPD, plasenta previa, inkompetensia serviks, abrupsio plasenta, pre-
eklampsi, PJT, oligohidramnion, amnionitis, kelainan janin,
perdarahan per vaginam setelah trimester pertama, perawatan prenatal
kurang atau tidak ada sama sekali.
Identifikasi wanita yang beresiko melahirkan Prematur :
Banyak penelitian telah berupaya menciptakan sistem penilaian resiko
untuk mengidentiIikasi wanita yang beresiko menjalani pelahiran
prematur. Penggunaan cara ini menghasilkan keberhasilan dalam
berbagai tingkat dan tingkat keakuratannya untuk memperkirakan
persalinan prematur paling kecil di antara populasi dalam kota. Data yang
akan sangat membantu dalam memperkirakan persalinan prematur adalah
jika ditemukan Iibronektin janin, serviks pendek pada pemeriksaan USG,
riwayat persalinan prematur, vaginosis bakteri (khususnya wanita kulit
hitam), dan IMT 19,8 (khususnya untuk wanita selain kulit hitam).
.. Etiologi Persalinan Prematur
Penyebab persalinan prematur tidak diketahui dan tampaknya disebabkan
oleh banyak Iaktor. Pada beberapa kasus persalinan ini tidak dapat
dicegah dan berhubungan dengan PJT.

d. Temuan Klinis
Temuan klinis meliputi kram seperti kram menstruasi, nyeri pada
punggung bawah, nyeri atau tekanan pada suprapubis, tekanan atau rasa
berat pada panggul, perubahan karakter atau jumlah rabas vagina, diare,
kontraksi uterus setiap 10 menit selama satu jam atau lebih yang tidak
reda setelah istirahat dan atau KPD.

e. Diagnosis
Gejala awal yang dapat timbul :
1. Rasa nyeri atau tegang pada perut bawah ( low abdominal pain/
cramps)
2. Nyeri pinggang (low backache)
3. Rasa penekanan pada jalan lahir
4. Bertambahnya cairan vagina
5. Perdarahan/ perdarahan bercak/ lendir bercampur darah.
Gejala deIinitiI yang dapat timbul memenuhi kriteria persalinan preterm
seperti :
1. Kontraksi uterus yang teratur (1 kali atau lebih dalam 10 menit)
2. Perubahan serviks seperti:
pembukaan serviks _ 2 cm
Pendataran.

Komplikasi prematuritas pada janin : sindrom distres pernapasan,
perdarahan intraventrikuler, displasia bronkopulmonal, paten duktus
arteriosus, enterokolitis nekrotikan, sepsis, apnea,
hiperbilirubinemia, dan retinopati prematuritas adalah komplikasi
prematuritas yang dialami janin. Sekuela jangka panjangnya antara
lain keterlambatan pertumbuhan, penyakit paru kronis, gangguan
pendengaran dan penglihatan, ukuran dan tinggi kepala berkurang,
palsi serebral, peningkatan resiko sindrom kematian bayi mendadak
(SIDS), dan gangguan pada ikatan ibu bayi.

Sejak surIaktan ditemukan, angka bertaha hidup pada neonatus
meningkat secara dramatis. Bayi ras kulit hitam dengan berat 3000
gram dan gender perempuan lebih dapat bertahan hidup.

Surveilens Antenatal Bayi Prematur : jika pemantauan janin secara
elektronik digunakan pada usia kehamilan 33-37 minggu, 90,6
diantaranya akan menunjukkan NST reaktiI. Karena sistem saraI
otonom janin belum matur, deselerasi pada bayi prematur merupakn
tanda yang lebih tidak menguntungkan dibandingkan jika ditemukan
pada bayi cukup bulan.

Diagnosis Diferensial
Kontraksi pada kehamilan preterm/ kontraksi Braxton Hicks: siIatnya
tidak teratur, tidak ritmis, tidak begitu sakit dan tidak menimbulkan
perubahan serviks.

f. Penatalaksanaan
Pendidikan untuk pasien :
Karena 50 pasien yang akan melahirkan prematur tidak memiliki Iaktor
resiko, semua pasien harus diberi penjelasan tentang tanda dan gejala
yang mengarah ke persalinan prematur.
1. IdentiIikasi wanita dengan Iaktor resiko untuk persalinan prematur
2. Perawatan preventiI bagi wanita yang beresiko mengalami
persalinan premature :
a. Lakukan penapisan terhadap inIeksi dan obati. Tes wanita yang
memiliki riwayat persalinan prematur dan mereka yang pernah
terkena inIeksi untuk mengetahui kenormalan Ilora vagina
mereka sepanjang masa hamil, dan berikan terapi antimikroba
pada ambang intervensi yang lebih rendah. Vaginosis bakteri
dan trikomonas dikaitkan dengan persalinan prematur dan
BBLR, antibiotik akan mengurangi insiden vaginosis bakteri
dan trikomonas.
b. Lakukan penapisan setiap bulan untuk mendeteksi bakteriuria
asimptomatik. Bakteriuria GBS dikaitkan dengan persalinan
prematur, dan terapi antibiotik akan mengurangi pelahiran
prematur tersebut.
c. Berikan konseling nutrisi
d. Diskusikan tentang reduksi stres
e. Lakukan penatalaksanaan secara kolaboratiI atau rujuk wanita
tersebut ke dokter kandungan. Panduan antisipatiI: strategi
terapi meliputi tokolitik proIilaksis (misal, sebelum perubahan
serviks), pemberian suplemen progesteron untuk wanita dengan
riwayat pelahiran prematur, penurunan aktivitas ibu, dan
pemeriksaan serviks setelah usia kehamilan 20-26 minggu.
3. Untuk menyingkirkan persalinan prematur pada wanita yang
menunjukkan tanda dan gejala, kumpulkan data berikut :
a. Tentukan status janin; usia kehamilan, taksiran berat janin, DJJ,
posisi janin
b. Lakukan pemeriksaan menggunakan spekulum: pemeriksaan
spekulum steril untuk menentukan status ketuban; kumpulan
Iibronektin janin (yang diambil dari ostium eksterna dan Iorniks
posterior, hindari darah sebelum atau ~ 24 jam setelah
pemeriksaan dalam dan K 24 jam setelah senggama terakhir);
apusan basah dan biakan untuk GBS, klamidia, dan gonorea
sesuai kebutuhan; dan visualisasi serviks.
c. Evaluasi tanda dan gejala persalinan prematur; kaji nyeri
punggung dan suprapubis, evaluasi aktivitas uterus, kaji nyeri
tekan abdomen, observasi perubahan pada rabas vagina,
termasuk perdarahan, dan jika ketuban tidak pecah juga lakukan
pemeriksaan dalam dengan menggunakan jari.
d. Singkirkan abrupsio plasenta. (pemeriksaan toksikologi urin
dapat bermanIaat untuk mengkaji resiko tersebut).
e. Singkirkan inIeksi seperti inIeksi saluran kemih, nyeri tekan
sudut kostovertebra, vaginitis, sersivitis, inIeksi menular seksual
(SSI ; dengan pemeriksaan spekulum steril), inIeksi virus atau
bakteri sistemik.
I. IdentiIikasi Iaktor-Iaktor yang merupakan kontraindikasi untuk
tindakan tokolisis.
4. Tindak lanjut setelah temuan negatiI; ibu dapat dipulangkan dari
rumah sakit dengan diberi penjelasan untuk membatasi aktivitas,
mengistirahatkan panggul, dan kembali memeriksakan diri dalam
seminggu untuk tindakan selanjutnya. Tinjau kembali dan gejala
persalinan dan aktivitas beresiko tinggi, seperti penyalahgunaan zat.
5. Tegakkan diagnosis ketika pembukaan serviks mencapai K 3 cm atau
ketika pemeriksaan serviks menunjukkan pembukaan 2-3 cm disertai
Iibronektin janin positiI, kontraksi persisten, dan terjadi
perubahanserviks selama observasi.
6. Hidrasi IV dengan 500 ml larutan hipotonik akan membantu, jika
wanita tersebut mengalami dehidrasi. Pemberiannya tidak boleh
menunda tindakan tokolisis. Hidarasi yang berlebihan khususnya
disertai pemberian larutan hipertonik, dapat menyebabkan edema
paru, jika tindakan tokolisis sudah dimulai.
7. Obat-obat tokolitik tidak mengurangi jumlah pelahiran prematur,
tetapi menundanya hingga 48 jam sehingga memberi waktu untuk
memindahkan ibu ke pusat perawatan tersier dan memberikan
kortikosteroid serta antibioik, jika diperlukan. Pengkajian usia
kehamilan dan peninjauan kembali keakuratan perhitungan usia
kehamilan, pengkajian maturitas paru janin, taksiran berat janin,
riwayat sindrom distres pernapasan dalam keluarga, kondisi medis
pada ibu, serta harapan ibu dan keluarganya menjadi pertimbangan
dalam memutuskan apakah tindakan tokolitik dilakukan pada janin
di usia kehamilan 34-37 minggu.
8. Kontraindikasi terhadap pemberian tokolisis meliputi hipertensi
berat pada ibu, perdarahan berat, kematian janin atau kelainan letal,
korioamnionitis, gawat janin, preeklampsia atau eklampsi berat,
pembukaan atau penipisan lanjut.

Obat-obat tokolitik meliputi :
a. Tokolitik beta-mimetik (ritrodin untuk tokolisis, dan terbutalin
untuk mengobati asma).
b. Magnesium sulIat
c. Indometasin (indocin) : digunakan sebelum usia kehamilan
mencapai 32 minggu dan bermanIaat pada kasus polihidramnion
karena obat ini membatasi pengeluaran urin pada janin. Setelah
usia kehamilan 32 minggu, penggunaannya dapat menyebabkan
penutupan duktus arteriosus prematur serta hipertensi paru.
d. NiIedipin (procardia)
9. Pertimbangkan kortikosteroid antenatal
10. Antibiotik dapat memperpanjang kehamilan, tetapi tidak
meningkatkan hasil akhir pada ibu atau tidak menurunkan angka
kematian neonatus.
11. Pemindahan bayi in utero ke pusat perinatal resiko tinggi
menigkatkan hasil akhir pada bayi dengan berat lahir rendah.
12. Penatalaksanaan rawat jalan setelah terapi untuk persalinan
prematur; begitu persalinan ditangguhkan, ibu dapat kembali ke
rumah agar dapat mengurangi aktivitas, mengistirahatkan panggul,
mengurangi stres, dan melakukan pemeriksaan dalam setiap minggu.
Penatalaksanaan Pelahiran Prematur :
Tujuan ialah untuk menghindarkan trauma bagi anak yang masih lemah :
1. Pelahiran bayi prematur ditangani oleh dokter spesialis obstetri atau
bidan yang berkolaborasi dengan dokter spesialis obstetri. Tim
pediatrik hadir pada saat pelahiran.
2. Model pelahiran. Pelahiran pervaginam spontan adalah rute yang
dipilih. Bayi yang berada pada presentasi bukan verteks dilahirkan
melalui seksio sesarea.
3. ase aktiI persalinan pada pelahiran prematur dapat berlangsung
dengan cepat. Oleh karena itu, pertahankan observasi ketat untuk
mencegah pelahiran presipitatus setelah kala dua yang singkat.
4. Interpretasi DJJ sama dengan interpretasi untuk bayi cukup bulan.
5. Peredaan nyeri: narkotik parenteral tidak digunakan karena angka
kejadian persalinan prematur yang tidak dapat diprediksi serta resiko
depresi pernapasan. Menghindari asIiksia pada proses pelahiran
menghasilkan angka bertahan hidup lebih tinggi pada bayi tersebut.
Anestesi epidural mengurangi tonus dasar perineum dan
memudahkan pengeluaran kepala bayi prematur yang masih lunak.
6. Episiotomi dapat dilakukan oleh beberapa dokter untuk kasus
perineum mengalami resistensi pada primigravida. Upayakan untuk
mendukung reduksi tekanan pada kepala janin secara bertahap.
7. Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama tapi sebaliknya jangan
pula terlalu cepat.
8. Jangan memecahkan ketuban sebelum pembukaan lengkap.
9. Jika persalinan perlu diselesaikan, pilihlah Iorceps di atas ekstraksi
vakum.
10. Jangan menggunakan narcose.
11. Tali pusat secepat mungkin digunting untuk menghindarkan icterus
neonatorium yang berat.

Persalinan prematur iminens dapat ditunda dengan :
a. Magnesium sulIat
Rehidrasi 500 ml isotonik Nacl-20 menit
Larutan 10 gr, MgSO
4
dalam 100 cc
O Bolus dosis 4 gr/20 menit
O Tetesan tiap 2 gr/jam
O Tingkatan dosis 0,5 gr ; setiap 20 menit sampai tercapai
keadaan tokolisis.
O Teruskan inIus dengan dosis terakhir sampai 12 jam.
Observasi :
O Tanda vital
O ReIleks tendon patella (tendon dalam)
O Pernapasan tidak kurang dari 16/menit.
Pemberian MgSO
4
dihentikan bila :
O ReIleks tendon menghilang
O Pernapasan kurang dari 16/menit
O Nyeri bagian dada tegang
O Produksi urine kurang dari 30 cc/jam.

g. Masalah Menghadapi Persalinan Prematur
a. Penyebab tertinggi kematian neonatus
b. Tumbuh kembang janin sering terlambat
c. Memerlukan perawatan intensiI, lama, dan mahal.
d. Penyebab utama kematian neonatus.
InIeksi .entral nervus system
AsIiksia-RDS (respiratory distress syndrome)
Trauma persalinan dan perdarahan intraventrikuler

h. Pemeriksaan Penunjang
1. UltrasonograIi: usia kehamilan, besar janin, jumlah janin, cacat
bawaan, letak dan mturasi plasenta, volume cairan amnion, kelainan
uterus
2. KardiotokograIi: kesejahteraan janin, Irekuensi dan kekuatan
kontraksi
3. Pemeriksaan vaginal berkala untuk mengetahui dilatasi/ pemendekan
serviks
4. Pemeriksaan surIaktan (amniosentesi)
5. Pemeriksaan bakteri vagina
6. Pemeriksaan kultur urine
7. Pemeriksaan gas dan ph darah janin.


B. PARTUS SEROTINUS
a. Definisi
Yang dinamakan partus serotinus ialah persalinan setelah kehamilan 42
minggu atau lebih. Istilah lain yang sering dipakai adalah postmaturitas,
postdatism, atau postdates. Kira-kira 10 kehamilan berlangsung terus
samapi 42 minggi, 4 berlanjut sampai usia 43 minggu.

Menurut Manuaba (1998), kehamilan lewat waktu merupakan
kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu dan belum terjadi
persalinan. Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari
dari Hari Pertama haid terakhir.

Menurut Muchtar (1998), kehamilan postmatur adalah kehamilan yang
berlangsung lebih lama dari 42 minggu, dihitung berdasarkan rumus
Neagele dengan siklus haid rata rata 28 hari.

Menurut Parwirohardjo (2005), kehamilan lewat waktu atau post term
adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu.

Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan serotinus adalah
kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu.
Bahaya yang dikemukakan adalah :
- Kemungkinan kematian anak didalam rahim bertambah.
- Besarnya anak yang berlebihan dapat menimbulkan kesukaran pada
persalinan. Sebaiknya anak dapat kecil disebabkan penurunan Iungsi
plasenta.
Sekarang dianggap bahwa bahaya-bahaya tersebut diatas terlalu dibesar-
besarkan. Terutama di Indonesia diagnosa kehamilan serotin sangat sulit
karena kebanyakan ibu tidak mengetahui tanggal haid yang terakhir dan
tepat. Diagnosa atas dasar besarnya anak sering mengecewakan.
Diagnosa hanya dapat dibuat jika pasien diperiksa sejak permulaan
kehamilan. Disamping itu amnioskopi dapat membentu menentukan
sikap kita (air ketuban sedikit, adanya mekonium). Jika kehamilan serotin
dijadikan indikasi untuk induksi persalinan (persalinan anjuran) maka
syaratnya ialah bahwa cervix harus matang. Indikasi persalinan tidak
boleh dilakukan pada cervix yang belum matang karena hasilnya kurang
baik.
Kehamilan serotin merupakan indikasi untuk sectio caesarea pada
primitua terutama jika umurnya lebih dari 40 tahun. Malahan sering
sectio sudah dilakukan pada minggu ke 41. Partus serotinus sering terjadi
pada anencephalus.
b. Etiologi
Etiologi belum diketahui secara pasti namun Iaktor yang dikemukaan
adalah hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap
oksitosin berkurang. aktor lain seperti herediter, karena postmaturitas
sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu (Rustam, 1998).
Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan
oksitosin tubuh dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim
semakin sensitiI terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu
terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitiI terhadap rangsangan, karena
ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim (Manuaba, 1998).
Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar esterogen
pada kehamilan normal umumnya tinggi. actor hormonal yaitu kadar
progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. actor lain
adalah hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga
tertentu.
aktor-Iaktor yang mempengaruhi kehamilan serotinus adalah :
1. aktor potensial, adanya deIisiensi hormon adrenokortikotropik
(ACTH) pada Ietus atau deIisiensi enzim sulIatase plasenta.
Kelainan sistem saraI pusat pada janin sangat berperan, misalnya
pada keadaan anenseIal.
2. Semua Iaktor yang mengganggu mulainya persalinan baik Iaktor ibu,
plasenta, maupun anak. Kehamilan terlama adalah 1 tahun 24 hari
yang terjadi pada bayi dengan anenseIal.

.. Prognosis
Kematian janin pada kehamilan serotinus meningkat bila pada kehamilan
normal (37-41 minggu) angka kematiannya 1,1 . Oleh karena itu, pada
43 minggu angka kematian bayi menjadi 3,3 dan pada kehamilan 44
minggu menjadi 6,6.

Pada beberapa kasus meskipun usia kehamilan melebihi 42 minggu,
Iungsi plasenta tetap baik sehingga terjadi anak besar (~4000 gram) yang
dapat menyulitkan persalinan.

Morbiditas ibu meningkat karena kejadian partus buatan dan seksio
sesarea meningkat.
d. Patofisiologi
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak
menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai
resiko asIiksia sampai kematian dalam rahim ( Manuaba, 1998).
Sindroma postmaturitas yaitu : kulit keriput dan telapak tangan
terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah
seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna
kehijauan. ungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 34 36
minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan post
term dapat terjadi penurunan Iungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan
gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak mengalami insuIisiensi maka
janin post term dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan menjadi besar
(makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.
e. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala tidak terlalu dirasakan, hanya dilihat dari tuanya
kehamilan. Biasanya terjadi pada masyarakat di pedesaan yang lupa akan
hari pertama haid terakhir. Bila tanggal hari pertama haid terakhir di catat
dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar, namun bila wanita
hamil lupa atau tidak tahu, hal ini akan sukar memastikan diagnosis. Pada
pemeriksaan USG dilakukan untuk memeriksa ukuran diameter
biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban (Muchtar, 1998).

Menurut Achdiat (2004), umur kehamilan melewati 294 hari/ genap 42
minggu palpasi bagian bagian janin lebih jelas karena berkurangnya air
ketuban. Kemungkinan dijumpai abnormalitas detak jantung janin,
dengan pemeriksaan auskultasi maupun kardiotokograIi (KTG). Air
ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasiIikasi) plasenta
diketahui dengan pemeriksaan USG.

Tanda-tanda serotinitas :
- Tak ada lanugo
- Kuku panjang
- Rambut kepala banyak
- Kulit berkeriput
- Mengelupas sering berwarna kekuningan
- Kadang-kadang anak agak kurus
- Air ketuban sedikit dan mengandung mekonium.

f. Diagnosis
Penentuan usia kehamilan berdasarkan rumus Naegele, dihitung dari
HPHT dan berdasarkan siklus haid (Taksiran persalinan adalah 280 hari
atau 40 minggu dari hari pertama haid terakhir pada siklus 28 hari atau
266 hari setelah ovulasi). Jadi, untuk menentukan kehamilan serotinus
harus diketahui umur kehamilan dengan tepat.
Selain dari haid, penentuan umur kehamilan dapat dibantu secara klinis
dengan mengevaluasi kembali umur kehamilan dari saat pertama kali
datang, Makin awal pemeriksaan kehamilan dilakukan, umur kehamilan
makin mendekati kebenaran, menanyakan kapan terasa pergerakan anak,
atau pengukuran Iundus uteri secara serial.

Pemeriksaan USG sangat membantu taksiran umur kehamilan dan lebih
akurat bila dilakukan sebelum trimester ke-2. Di Indonesia, diagnosis
kehamilan serotinus sangat sulit karena kebanyakan ibu tidak mengetahui
tanggal haid terakhir dengan tepat.

g. Gambaran Klinis
Serotinus adalah istilah yang menggambarkan sindrom dismaturitas yang
dapat terjadi pada kehamilan serotinus. Keadaan ini terjadi pada 30
kehamilan serotinus dan 3 kehamilan aterm

Tanda-tanda serotinitas adalah :
1. Tidak ada lanugo
2. Kuku panjang
3. Rambut kepala banyak/panjang
4. Kulit berkeriput, kering atau retak-retak.
5. Mengelupas sering berwarna kekuningan
6. Kadang-kadang anak agak kurus
7. Air tuban sedikit dan mengandung mekonium.
8. Menghilangnya lemak subkutan
9. Pewarnaan mekonium pada kulit, dan umbilikus
10. Bayi malas.

Bahaya yang dikemukakan adalah :
1. Kemungkinan kematian anak didalam rahim bertambah, akibat dari
insuIisiensi plasenta karena menuanya plasenta dan kematian
neonatus yang tinggi, AsIiksia adalah penyebab utama kematian dan
morbiditas neonatus.
2. Besarnya anak yang berlebihan dapat menimbulkan kesukaran pada
persalinan. Sebaiknya anak dapat kecil disebabkan penurunan Iungsi
plasenta.

Terutama di Indonesia, diagnosa kehamilan serotin sangat sulit karena
kebanyakan ibu tidak mengetahui tanggal haid terakhir dengan tepat.
Dignosa atas dasar besarnya anak sering mengecewakan.

Diagnosa hanya dapat dibuat kalau pasien diperiksa sejak permulaan
kehamilan. Disamping itu amnioskopi dapat membantu menentukan
sikap kita (air tuban sedikit, adanya meconium).

Jika kehamilan serotin dijadikan untuk induksi persalinan (persalinan
anjuran) maka syaratnya ialah cervix harus matang. Kehamilan serotin
merupakan indkasi untuk Sectio Caesarea pada primitua terutama kalau
umurnya lebih dar 40 tahun. Partus serotinus sering terjadi pada
anencephalus.

Tanda kehamilan lewat waktu yang dijumpai pada bayi dibagi atas tiga
stadium:
1. Stadium I. Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan
maserasi berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
2. Stadium II. Gejala stadium I disertai pewarnaan mekonium
(kehijauan) pada kulit.
3. Stadium III. Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan
tali pusat.
Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah
menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan
menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat
dilakukan:
1. Tes tanpa tekanan (non stress test). Bila memperoleh hasil non
reaktiI maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh
hasil reaktiI maka nilai spesiIisitas 98,8 menunjukkan
kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil tes tekanan yang
positiI, meskipun sensitiIitas relatiI rendah tetapi telah dibuktikan
berhubungan dengan keadaan postmatur.
2. Gerakan janin. Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektiI
(normal rata-rata 7 kali/ 20 menit) atau secara objektiI dengan
tokograIi (normal rata-rata 10 kali/ 20 menit), dapat juga ditentukan
dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatiI
dengan USG (normal ~1 cm/ bidang) memberikan gambaran
banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion maka
kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.
3. Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit
dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33 asIiksia.
h. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sujiyatini dkk (2009), pemeriksaan penunjang yaitu USG untuk
menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta.
KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin. Penilaian warna air
ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa tekanan dinilai
apakah reaktiI atau tidak ada dan tes tekanan oksitosin). Pemeriksaan
sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik.
Menurut Mochtar (1998), pemeriksaan penunjang sangat penting
dilakukan, seperti pemeriksaan berat badan ibu, diikuti kapan
berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan jumlah air ketuban.
Pemeriksaan yang dilakukan seperti :
a. Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah
persalinan yang lalu, dan ibu menjadi hamil maka ibu harus
memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti dengan
tinggi Iundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin
dapat membantu diagnosis.
b. Pemeriksaan UltrasonograIi dilakukan untuk memeriksa ukuran
diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban.
c. Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat
badan setiap kali periksa, terjadi penurunan atau kenaikan berat
badan ibu.
d. Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat
kekeruhan air ketuban menurut warnanya yaitu bila keruh dan
kehitaman berarti air ketuban bercampur mekonium dan bisa
mengakibatkan gawat janin (Prawirohardjo, 2005).

i. Pengaruh Serotinus
Menurut Muchtar (1998), pengaruh dari serotinus adalah :
a. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi
uterus tidak terkoordinir, maka akan sering dijumpai patus lama,
inersia uteri, dan perdarahan postpartum.

b. Terhadap Bayi :
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali
lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan
menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin
bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan
ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang
terjadi kematian janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosia
bahu, janin besar, moulage.
j. Komplikasi
a. Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
serotinus yaitu :
1. Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus
lama, inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan postpartum.
2. Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin
bertambah besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi
kematian janin dalam kandungan.

b. Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada
kehamilan serotinus yaitu komplikasi pada Janin. Komplikasi yang
terjadi pada bayi seperti gawat janin, gerakan janin berkurang,
kematian janin, asIiksia neonaturum dan kelainan letak.
c. Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
serotinus yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi
seperti : kelainan kongenital, sindroma aspirasi mekonium, gawat
janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau pertumbuhan
janin terlambat, kelainan jangka pangjang pada bayi.

k. Penatalaksanaan Serotinus
Menurut Mochtar (1998), setelah usia kehamilan lebih dari 40 42
minggu adalah monitoring janin sebaik baiknya. Apabila tidak ada
tanda tanda insuIisiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu
dengan pengawasan ketat. Apabila ada insuIisiensi plasenta dengan
keadaan serviks belum matang, pembukaan belum lengkap, persalinan
lama, ada tanda-tanda gawat janin, kematian janin dalam kandungan, pre-
eklamsi, hipertensi menahun dan pada primi tua makan dapat dilakukan
operasi seksio sesarea. Keadaan yang mendukung bahwa janin masih
dalam keadaan baik, memungkinkan untuk menunda 1 minggu dengan
menilai gerakan janin.

Persalinan anjuran atau induksi persalinan dapat dilakukan dengan
metode :
a. Persalinan anjuran dengan inIus pituitrin (sintosinon)
Persalinan anjuran dengan inIus oksitosin, pituitrin, sintosinon 5 unit
dalam 500 cc glukosa 5, banyal digunakan. Teknik induksi dengan
inIus glukosa lebih sederhanan dan mulai dengan 8 tetes dengan
maksimal 40 tetes/menit. Kenaikan tetesan 4 hingga 8 tetes setiap 5
menit sampai kontraksi optimal. bila dengan 30 tetes kontraksi
maksimal telah tercapai, maka tetesan tersebut dipertahankan sampai
terjadi persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi persalinan
anjuran dengan selang waktu sampai 48 jam.

b. Memecahkan ketuban
Memecahkan ketuban merupakan salah satu metode untuk
mempercepat persalinan. setelah ketuban pecah, ditunggu sekitar 4
sampai 6 jam dengan harapan kontraksi otot rahim akan
berlangsung. Apabila belaum berlangsung kontraksi otot rahim dapa
diikuti induksi persalinan dengan inIus glukosa yang mengandung 5
unit oksitosin.

c. Persalinan anjuran yang menggunakan prostaglandin
Prostaglandin berIungsi untuk merangsang kontraksi otot rahim.
pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam
bendtuk inIus intravena dan perwaginam (prostaglandin vagina
suppositoria).

Menurut Achadiat (2004), tata laksana kehamilan post term tanpa
patologi lain, yaitu :
1. Pasien dirawat
2. Pemeriksaan laboratorium Non Stres Test (NST) dan USG
3. NST reaktiI periksa keadaan servik
4. Servik matang (BS) lebih dari 9 dapat langsung diinduksi
5. Jika servik belum matang, perlu dimatangkan dulu
6. Bila terdapat patologi lain (misalnya preeklamsi berat, bekas
SC, dsb)
7. maka dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan dengan SC.
8. Jika induksi gagal/terjadi gawat janin dilakukan SC
Persalinan anjuran bertujuan untuk dapat merangsang otot rahim
berkontraksi, sehingga persalinan bisa berlangsung. Membuktikan
ketidakseimbangan antara kepala janin dengan jalan lahir.
Bishop telah menetapkan beberapa penilaian agar persalinan induksi
dapat berhasil. Dengan menggunakan kriteria Bishop sudah dapat
diperkirakan keberhasilan persalinan ajuran. Pada nilai total Bishop
rendah, sebaiknya langsung dilakukan seksio sesarea, karena induksi
persalinan tidak akan berhasil. Induksi persalinan yang dipaksakan
akan menambah keadaan gawat janin dalam rahim. Dengan
demikian pertimbangan untuk melakukan persalinan anjuran di
Polindes perlu dilakukan dengan baik (Manuaba, 1998).

Kriteria Bishop
Keadaan Iisik Nilai Total nilai
Pembukaan serviks 0 cm
Perlunakan 0-30
Konsistensi servik kaku
Arah servik ke belakang
Kedudukan bagian terendah -3
0

Pembukaan serviks 1 2 cm
Perlunakan 40-50
Konsistensi servik sedang
Arah servik ke tengah
Kedudukan bagian terendah -2
1

Pembukaan 3- 4 cm
Perlunakan 60-70
Konsistensi servik lunak
Kedudukan bagian terendah -1
-0
2

Pembukaan di atas 5cm
Perlunakan 80
3














DAFTAR PUSTAKA

Bagus Gde Manuaba, Ida. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri,
Ginekologi, Dan KB. Jakarta : EGC
akultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 2003. Obstetri Patologi llmu
Kesehatan Reproduksi. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Oxorn,Harry & William R.orte. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi & isiologi
Persalinan Human Labor and Birth. Yogyakarta.Yayasan Essentia Medica
(YEM).
DanIorth, David N.Obstetrics and Gynecology. Ed. 4: Harper&Row.
Philadelphia.478-479, 1997
Cunningham, G, McDonald PC, Grant N, Leveno KJ, gilstraI III LC, Hankins
GDV, Clark SL,William Obstetrics.Ed.20:Prentice-Hall international inc.USA
579-605, 1997
Bagian Obstetri & ginekologi K UNPAD. Obstetri Patologi.

Anda mungkin juga menyukai