Muhamad Guntur Muntaha - 1218030111 - Artikel Persos

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

TEORI PERUBAHAN SOSIAL DALAM PERSPEKTIF KONFLIK

AKSI DEMONSTRASI TERHADAP KEKUASAAN ORDE BARU


PADA MEI 1998

Muhamad Guntur Muntaha


Program Studi Sosiologi ,Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Email:[email protected]

Abstrak
Konflik sosial merupakan fenomena sosial yang menarik untuk dikaji dan diteliti.
Diperlukan juga pemetaan yang sesuai untuk memudahkan dalam mengenali dan
memahami berbagai teori konflik yang ada. Secara sederhana teori konflik dapat
dibedakan ke dalam dua hal yaitu teori konflik klasik dan modern. Banyak sekali tokoh-
tokoh teori konflik baik dari teori sosiologi klasik ataupun modern yang sudah dikenal
oleh masyarakat dunia, seperti Ibnu Khaldun, Lewis A Coser, dan Ralf Dahrendorf.
Teori konflik pada dasarnya teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak
terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi
akibat adanya konflik yang menghasilkan kesepakatan yang berbeda dengan kondisi
sebelumnyaaa. Penulisan kali ini mengambil kasus Kerusuhan Mei 1998, menggunakan
teori konflik Lewis Coser dan Ralf Dahrendorf.
Pada Mei 1998 terjadi kerusuhan yang sangat besar di Indonesia, berbagai dari
kalangan masyarakat ikut turut berdemonstrasi dengan menuntut untuk diturunkannya
Presiden Soeharto dari jabatan presiden yang telah dikuasai selama 32 tahun. Peristiwa
ini di latar belakangi oleh kekesalan dan kemurkaan para mahasiswa kepada
pemerintahan Soeharto yang membatasi ruang gerak untuk berpendapat di muka umum.
Pada waktu itu, Indonesia juga mengalami krisis moneter yang membuat harga sembako
menjadi sangat mahal, terlebih lagi pendapatan masyarakat sangatlah sedikit hingga
mengakibatkan masyarakat tidak dapat untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras.
Akhirnya konflik dan kerusuhan yang terjadi tidak dapat dibendung lagi, hingga
terjadinya penembakan kepada mahasiswa Trisakti oleh kalangan elit pemerintah. Oleh
karena itu para Mahasiswa maupun masyarakat berharap adanya pengganti presiden
Soeharto sebagai presiden yang dapat membawa warna baru dalam memimpin
Indonesia.
Kata kunci: teori sosiologi, konflik sosial, tokoh sosiologi, gerakan sosial, demonstrasi,
mahasiswa.

1
Abstract
Social conflict is an interesting social phenomenon to study and research.
Appropriate mapping is also needed to make it easier to recognize and understand
various existing conflict theories. In simple terms, conflict theory can be distinguished
into two things, namely classical and modern conflict theory. There are many conflict
theory figures from both classical and modern sociology theory who are well known by
the world community, such as Ibnu Khaldun, Lewis A Coser, and Ralf Dahrendorf.
Conflict theory is basically a theory which views that social change does not occur
through a process of adjusting values that bring about change, but occurs as a result of
conflicts that produce agreements that are different from the previous conditions.
Writing this time takes the case of the May 1998 riots, using Lewis Coser and Ralf
Dahrendorf's conflict theory.
In May 1998 there were massive riots in Indonesia, various groups of people
joined in demonstrating by demanding the removal of President Soeharto from the post
of president he had ruled for 32 years. This incident was motivated by the frustration
and anger of the students at the Soeharto government which limited the space for
expression in public. At that time, Indonesia was also experiencing a monetary crisis
which made the price of basic necessities very expensive, moreover, people's income
was so small that it resulted in people not being able to buy basic necessities such as
rice. In the end, the conflicts and riots that occurred could no longer be contained,
resulting in the shooting of Trisakti students by government elites. Therefore, the
students and the public hope that there will be a replacement for President Soeharto as a
president who can bring a new color to leading Indonesia.
Keywords: sociological theory, social conflict, sociology figures, social movements,
demonstrations, students.

1 Pendahuluan
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional,
pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini ialah
pemikiran Karl Marx pada tahun 1950 dan pada tahun 1960. Pada saat itu Karl Marx
mengajukan konsep dasar tentang masyarakat kelas dan perjuangan kelas, pada abad ke-
19 di Eropa terdapat kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin (ploretar).
Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, dimana kaum borjuis
melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam seluruh proses produksi.
Eksploitasi akan terus berlangsung selama kesadaran semua eksis (false consiousness)
dalam diri proletar yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima takdir dengan apa

2
adanya. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis pun mendorong
terbentuknya gerakan sosial besar yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum
proletar telah sadar dalam eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.

Dalam kehidupan sosial masyarakat tentunya tidak lepas dari peristiwa konflik.
Konflik merupakan perkelahian atau perbedaan pendapat antar individu maupun
kelompok yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan, adanya pula usaha untuk
menentang pihak lawan disertai dengan ancaman maupun kekerasan (Soekanto,
2006:91). Konflik dalam kehidupan sosial masyarakat disebut konflik sosial yang terdiri
atas dua kata yakni, konflik dan sosial. Konflik dapat membentuk perselisihan yang
berujung pada kontak fisik, selain perselisihan konflik dapat juga berupa proses yang
bersifat sebagai alat pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial.
Dahrendorf menyatakan bahwa, terdapat kelompok-kelompok yang muncul dan
menunjukkan diri atas terjadinya konflik, mereka terlibat dalam tindakan atau gerakan
yang memicu perubahan dalam struktur sosial masyarakat (Ritzer dan Goodman,
2017:285). Menurut teori konflik Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa, masyarakat tidak
lepas dengan adanya konflik yang dimana akan menyebabkan perpecahan atau
disintegrasi dan menghasilkan perubahan baru di kehidupan masyarakat. Jadi biasanya
teori ini terjadi pada peristiwa pada pra-konflik dan saat konflik terjadi seperti pada saat
Mahasiswa demonstrasi didepan gedung DPR. Sementara Coser, ada pada post konflik
yang dimana menginginkan adanya perubahan sosial.

Negara Indonesia merupakan negara yang mengikuti paham demokrasi, seperti


yang di kemukakan oleh Abraham Lincoln bahwa Demokrasi adalah pemerintah yang
berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Menteri koordinator politik hukum
dan keamanan Djoko Suyanto mengatakan bahwa demokrasi menyediakan ruang untuk
menyampaikan aspirasi dan pendapat, tindakan mengkritik pemerintah dinilai wajar
dalam demokrasi karena demonstrasi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh
untuk menyampaikan kritik maupun aspirasi kepada pemerintah. Dalam berdemonstrasi
para demonstran bebas dalam mengekspresikan pendapatnya melalui orasi berdemo dan
juga melalui media gerak seperti aksi teatrikal. Demonstrasi pun semakin mendapat

3
momentumnya ketika keran reformasi dibuka pada tahun 1998 yang merupakan tonggak
peletakan reformasi demokrasi di Indonesia.

Dengan adanya demonstrasi terdapat pula gerakan mahasiswa, gerakan


mahasiswa ini sama halnya dengan gerakan sosial pada umumnya. Gerakan mahasiswa
juga melakukan aksi massa demonstrasi dan sejumlah aksi lain, untuk mendorong
kepentingannya. Jadi dengan kata lain gerakan massa turun ke jalan atau aksi
pendudukan gedung-gedung publik merupakan salah satu jalan untuk mendorong
tuntutan mereka kepada pemerintah. Dalam mewujudkan fungsi sebagai kaum
intelektual mahasiswa memainkan peran sosial mulai dari pemikir, pemimpin, dan
pelaksana. Di mana sebagai pemikir mahasiswa mencoba menyusun dan menawarkan
gagasan tentang arah dan perkembangan masyarakat, peran pemimpin dilakukan dalam
aktivitas mendorong dan menggerakan masyarakat, sementara keterlibatan mereka
dalam aksi sosial, budaya, dan politik di sepanjang sejarah merupakan perwujudan dari
peran pelaksana tersebut (Sanit, 1999:2080).

Terdapat tiga kondisi lahirnya gerakan sosial, yaitu gerakan sosial dilahirkan
oleh kondisi yang memberikan kesempatan bagi gerakan itu. Misalnya pemerintah yang
moderat memberikan kesempatan yang lebih besar bagi timbulnya gerakan sosial
ketimbang pemerintah yang sangat otoriter. Kedua, gerakan sosial timbul karena
ketidakpuasan akan situasi yang ada. Ketiga, gerakan sosial semata-mata tentang
masalah kemampuan kepemimpinan dari tokoh- tokoh penggerak yaitu mampu
memberikan inspirasi membuat jaringan membangun organisasi yang menyebabkan
sekelompok orang termotivasi terlibat dalam gerakan. Jadi, gerakan mahasiswa
mengaktualisasi potensinya melalui sikap-sikap dan pernyataan yang bersifat himbauan
moral. Mereka mendorong perubahan dengan menyuarakan isu-isu moral sesuai
sifatnya. Ciri khas gerakan mahasiswa adalah mengatur aliansi nilai-nilai ideal mereka
karena ketidakpuasan terhadap lingkungan sekitarnya, perhatian pemerintah yang
sungguh-sungguh dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan
masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan mampu menyediakan
barang dan jasa serta pelayanan yang optimal.

4
Mahasiswa menjadi sorotan dimata masyarakat karena dianggap sebagai
penggerak kemajuan suatu bangsa yang nantinya diharapkan untuk memperbaiki hingga
memajukan perekonomian suatu negara. Selain sebagai pelopor kemajuan bangsa, peran
Mahasiswa juga tidak lepas dari sejarah perkembangan bangsa. Jika dilihat dari
kacamata sejarah, Indonesia dengan segala bentuk peristiwa-peristiwa besarnya tidak
luput dari peran mahasiswa dengan berbagai aktivitas dan kegiatan yang ditunjukkan
oleh sekelompok mahasiswa terhadap suatu peristiwa, misalnya pada gerakan
mahasiswa tahun 1966 yang menuntut pembubaran PKI, gerakan mahasiswa tahun 1974
dalam peristiwa Malari, dan aksi mahasiswa yang menuntut reformasi serta
menginginkan lengsernya Presiden Soeharto pada tahun 1998. Aksi mahasiswa tahun
1998 ramai terjadi di berbagai daerah seperti, di Jakarta, Yogyakarta, Solo, Palembang,
Lampung, Surabaya dan daerah lainnya.

2 Metodologi

Artikel ini menggunakan model penulisan penelitian sastra dengan pengimpulan


data secara searching referensi dalam jurnal online dan website. Artikel ini membahas
masalah ini perbedaan jenis kelamin saat memilih institusi pendidikan di Tanjung
Kabupaten Lombok Utara.Referensi itu kemudian digunakan sebagai dasar untuk
menulis artikel ini. Pendekatan ini yang digunakan dalam artikel ini didasarkan pada
pendekatan kualitatif yang ditargetkan Penelitiannya terdiri dari memahami fenomena
dan peristiwa yang dialami, disajikan dalam bentuk deskriptif. Mengirim surat dalam
bentuk deskripsi berarti menjelaskan solusi untuk masalah dalam artikel ini.Informasi
yang digunakan untuk menulis artikel ini adalah sumber informasi sekunder data
sekunder adalah data yang tidak dapat dikumpulkan secara langsung dicari dengan
menggunakan pencarian data perpustakaan. Pada artikel ini saya mencari Sumber
informasi di majalah dan referensi dari internet. Informasi Dikumpulkan dengan
tinjauan pustaka.

5
Data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini dalam bentuk kalimat,
bukan angka. Teknik pengumpulan data yang digunakan pemberian informasi tentang
item ini merupakan teknik dokumentasi, Pengumpulan data dan penelitian literatur.
Pendokumentasian dilakukan dengan cara : Kumpulkan atau tinjau dokumentasi yang
terkait dengan konten Artikel dari surat kabar, artikel lain dan media online. Artikel,
majalah dan informasi.Ada data di internet yang penting karena ini digunakan dalam
penelitian literatur jenis ini. Data kemudian dibuat dikumpulkan dan dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis data deskriptif. Teknologi Analisis ini dibahas dalam
artikel ini. data yang dihasilkan digunakan untuk referensi saat menulis artikel ini. Tidak
ada analisis deskriptif jelaskan saja, tapi berikan penjelasan yang jelas dan mudah
dipahami agar para pembaca dapat memahaminya.

3 Hasil Dan Pembahasan

 Teori Konflik

Teori konflik yang lahir hingga saat ini merupakan karya-karya besar dari para
ahli seperti yang diungkapkan oleh Jessi Bernard dalam bukunya The Sociology of
Conflict terbit pada tahun 1957. Lalu dengan Lewis Coser dengan bukunya The
Function of Social Conflict yang terbit pada tahun 1956, dan Raft Dahrendorf dengan
bukunya Class and Class Conflict Industrial Society terbit pada 1957. Teori konflik
yang dibahas, merupakan bagian dari teori sosiologi modern yaitu para penganut teori
sosiologis naturalist, perlu diketahui bahwa pencetus dahulu teori konflik ialah para
penganut aliran naturalis yang dimana mereka seringkali terikat pada ide yang
memandang sosiologi sebagai suatu ilmu yang sama dengan ilmu-ilmu alam.

Pengertian teori konflik itu sendiri di bagi menjadi teori dan konflik. Teori
adalah sekumpulan pernyataan yang mempunyai keterkaitan logis tercemin pada
kenyataan yang ada mengenai sifat-sifat suatu kela, peristiwa, atau suatu benda. Suatu
teori juga dapat diterima dengan dua kriteria. Kriteria pertama yaitu, kriteria ideal yang
menyatakan bahwa suatu teori akan dapat diakui jika memenuhi persyaratan. Kriteria

6
kedua, yaitu kriteria pragmatis yang menyatakan bahwa ide-ide itu dapat dikatakan
sebagai teori apabila mempunyai paradigma, kerangka pikir, konsep-konsep, variabel,
proposisi, dan hubungan antara konsep dan proposisi.

Sementara, konflik secara etimologis ialah pertengkaran, perkelahian, atau


perselisihan tentang pendapat. Dengan demikian yang dimaksud dengan teori konflik
adalah sekumpulan teori yang menjelaskan tentang peranan konflik terutama antara
kelompok-kelompok dan kelas-kelas dalam kehidupan sosial masyarakat.

Teori konflik menyatakan bahwa konflik sangat erat dengan kehidupan


masyarakat sebagai cikal bakal terciptanya sebuah perubahan sosial. Dalam struktur
fungsional, dikatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada
titik ekuilibrium. Di mana teori konflik melihat perubahan sosial yang disebabkan
karena adanya konflik-konflik kepentingan, namun pada suatu titik tertentu masyarakat
mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Jadi di dalam konflik selalu ada
negoisasi-negoisasi yang dilakukan sehingga terciptanya suatu konsensus. Menurut teori
konflik juga masyarakat itu disatukan dengan paksaan yaitu keteraturan yang terjadi di
masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan. Oleh karena itu teori konflik ini lekat
hubungannya dengan dominasi, kursi, dan Power.

1.Teori Konflik – Lewis A. Coser

Lewis A. Coser merupakan pencetus teori konflik sosial. Teori konflik Lewis
Coser merupakan teori yang diadaptasi dari pemikiran George Simmel. George Simmel
mempunyai pikiran sejalan dengan Lewis Coser yang menyatakan bahwa konflik itu
disebabkan oleh benturan kepentingan. Menurut Coser, konflik juga merupakan proses
instrumental dalam pembentukan pernyataan dan pemeliharaan struktur sosial konflik
dengan kelompok lain yang dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan
melindungi. Coser memberikan perhatian terhadap asal mula konflik sosial, sependapat
dengan Simmel bahwa ada permusuhan dalam diri seseorang. Jadi Coser sependapat
dengan Simmel, dalam melihat unsur dasar konflik, yaitu hostile feeling. Meskipun
Coser sependapat dengan Simel tetapi ia mengkritik pendapat Simmel yang hanya

7
berhenti pada unsur hostile feeling1. Karena bagi Coser, hostile feeling belum tentu
menjadi penyebab konflik terbuka, sehingga dalam pendapat yang diadaptasi dari
Simmel ia menambahkan unsur perilaku permusuhan (hostile behavior)2 perilaku
permusuhan inilah yang menyebabkan masyarakat mengalami situasi konflik (Susan,
2019:46). Coser pun membedakan 2 tipe konflik dasar yaitu konflik realistis dan konflik
non realistis

 Fungsi Positif Konflik Sosial

Coser menyatakan bahwa konflik sosial seringkali diabaikan oleh para sosiolog
karena mayoritas dari mereka cenderung menekankan konflik pada sisi negatif yang
telah menjatuhkan tatanan stabilitas dan persatuan. Oleh karena itu Coser ingin
memperbaiki pemikiran tersebut, dimana konflik itu tidak selalu identik dengan
perpecahan. Dengan cara menekankan konflik pada sisi positif yaitu bagaimana konflik
itu dapat memberi sumbangan terhadap ketahanan dan adaptasi kelompok interaksi
dalam sistem sosial. Lewis Coser berpendapat jika konflik yang terjadi pada masyarakat
tidak semata menujukkan fungsi negatif melainkan dapat pula menimbulkan dampak
positif. Jadi konflik merupakan salah satu bentuk interaksi dan tidak perlu dihindari
keberadaannya, merujuk hal ini Coser sependapat dengan Simmel bahwa konflik
merupakan salah satu bentuk interaksi dasar dan proses konflik itu berhubungan dengan
bentuk-bentuk alternatif seperti kerjasama dalam berbagai cara yang tak terhitung
jumlahnya dan bersifat kompleks. (Basrowi, 2004: 41).

 Konflik Realistis & Non-Realistis

Konflik realistis berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan kasus yang terjadi
dalam hubungan, dari perkiraan kemungkinan keuntungan partisipan dan ditujukan pada
object yang dianggap mengecewakan. Jika di rujuk pada aksi demonstrasi hal ini sama
seperti para mahasiswa yang kecewa terhadap kebijakan pemerintah, untuk itu mereka
melakukan aksi demonstrasi untuk mencapai kebijakan baru yang diinginkan oleh
masyarakat. Sementara, konflik yang tidak realistis adalah konflik yang bukan berasal
dari tujuan-tujuan saingan yang antagonis, tetapi berasal dari kebutuhan untuk

8
meredakan ketegangan paling tidak dari salah satu pihak. (Coser, 1956: 49). Seperti
pada pembalasan dendam dengan menjadikan salah satu orang sebagai kambing hitam
atas pembahasan dendam tersebut. Jika di bandingkan dengan konflik realistis, konflik
nonrealistis kurang stabil.

2.Teori Konflik – Ralf Dahrendorf

Seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf, merevisi teori kelas
dan konflik kelas-nya ke dalam bahasa Inggris yang sebelumnya berbahasa Jerman agar
lebih mudah dipahami oleh Sosiolog Amerika. Dalam kasus ini Dahrendorf tidak
menggunakan teori Simmel, tetapi ia membangun teorinya dengan beberapa penerimaan
juga separuh penolakan serta memodifikasi teori sosiologi Karl Marx. Seperti Coser,
Ralf Dahrendorf pada awal mulanya melihat teori konflik sebagai teori parsial, ia
menganggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisa
fenomena sosial. Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi
konflik, dan sisi kerjasama. Inti pemikiran, Ralf Dahrendorf merupakan tokoh utama
yang berpendirian bahwa masyarakat mempunyai dua wajah yaitu konflik dan
konsensus. Sehingga teori sosiologi harus dibagi menjadi dua bagian antara konflik dan
konsensus. Teori konsensus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoritisi
konflik harus memuji konflik kepentingan. Dahrendorf mengakui terbentuknya sebuah
masyarakat tidak akan terlepas dari adanya dua unsur yaitu konsensus dan konflik yang
menjadi persyaratan satu sama lain.

Teori konflik Dahrendorf sangat dipengaruhi oleh teori fungsionalisme


struktural, menurut fungsionalis sistem sosial dipersatukan oleh kerjasama sukarela atau
konsensus bersama. Tetapi menurut teori konflik bahwa masyarakat dipersatukan oleh
ketidakbebasan yang dipaksakan. Dengan demikian posisi tertentu didalam masyarakat
mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Fakta kehidupan
sosial mengarahkan Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa perbedaan distribusi
otoritas "selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis". Isi teksnya
ialah gagasan bahwa berbagai posisi dalam masyarakat mempunyai kualitas otoritas

9
yang berbeda, dimana otoritas tidak terletak di dalam diri individu tapi di dalam posisi.
Otoritas yang melekat pada posisi adalah unsur kunci dalam analisis Dahrendorf,
otoritas juga secara tersirat menyatakan superordinasi dan sub ordinasi dimana mereka
yang menduduki posisi otoritas diharapkan dapat mengendalikan bawahannya.

Raft Dahrendorf juga memaparkan tentang kelompok konflik dan perubahan.


Pertama adalah kelompok semu quasi group atau sejumlah pemegang posisi dengan
kepentingan yang sama. Kedua, kelompok kepentingan. Ketiga, kelompok konflik yang
muncul dari berbagai kelompok kepentingan. Lalu terdapat aspek terakhir dari teori
konflik Dahrendorf ialah hubungan konflik dengan perubahan. Dalam hal ini,
Dahrendorf mengakui pentingnya pemilihan Lewis A. Coser yang memusatkan
perhatian pada fungsi konflik dalam mempertahankan status quo. Tetapi Dahrendorf
menganggap fungsi konservatif dari konflik hanyalah satu bagian realitas sosial konflik,
yang juga mengakibatkan perubahan dan perkembangan. Singkatnya Dahrendorf
menyatakan bahwa setelah kelompok konflik muncul kelompok itu melakukan tindakan
yang melakukan perubahan dalam struktur sosial. Konflik itu hebat, apabila dalam
perubahan yang terjadi adalah radikal yaitu konflik yang disertai dengan tindakan
kekerasan, maka akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba.

AKSI DEMONSTRASI TERHADAP KEKUASAAN ORDE BARU PADA MEI


1998

 Gerakan Mahasiswa

Gerakan mahasiswa sama halnya dengan gerakan sosial pada umumnya,


gerakan mahasiswa juga melibatkan perorganisasian. Melalui organisasi, mahasiswa
dapat melakukan aksi massa, demonstrasi, dan sejumlah aksi lain untuk mendorong
kepentingannya. Dengan adanya gerakan turun ke jalan, hal itu menjadikan salah satu
jalan untuk mendorong tuntutan kepada pemerintah. Mahasiswa sebagai bentuk kaum
intelektual memainkan peran sosial mulai dari pemikir, pemimpin, dan pelaksana.
Sebagai pemikir mahasiswa mencoba menyusun dan menawarkan gagasan tentang arah
dan perkembangan masyarakat. Lalu peran kepemimpinan dilakukan dengan aktivitas

10
dalam mendorong dan menggerakan masyarakat. Sedangkan keterlibatan mereka dalam
aksi sosial, budaya, dan politik di sepanjang sejarah merupakan perwujudan dari peran
pelaksana (Sanit, 1999: 208).

Gerakan mahasiswa pada tahun 1998, dapat disebut sebagai gerakan yang
menjadi pelopor terjadinya sebuah perubahan sosial di Indonesia. Berbagai perguruan
tinggi juga tidak luput untuk melakukan berbagai macam aksi dalam menuntut
reformasi tersebut. Pada 21 mei 1998 menjadi salah satu tanggal yang paling
monumental dalam sejarah Indonesia, dimana pada hari kamis Jenderal Soeharto yang
telah menjadi presiden selama 32 tahun menyatakan mundur dari jabatan presiden
Republik Indonesia. Hal ini adalah klimaks dari tuntutan reformasi yang didengungkan
oleh berbagai elemen masyarakat sejak awal 1998, reformasi yang dimaksud ialah
reformasi yang lebih luas bukan hanya sekadar makna bahasa tetapi dalam makna
mengubah kembali susunan pemerintahan. Reformasi juga jika dilihat dari aspek
historis, tidak bisa dijelaskan secara singkat, krisis ekonomi Asia, korupnya rezim
nepotisme dengan memprioritaskan keluarga dalam pemerintahan, dan berbagai bisnis
gelap yang menguntungkan keluarga dan kroni terdekat, serta pecahnya internal militer.
Beberapa peristiwa ini, dapat menjelaskan latar belakang berkobarnya keberanian
masyarakat untuk menuntut penggulingan Presiden Soeharto (Ricklefs, 2005: 640-650).

 Perubahan Sosial dan Gerakan Mahasiswa

Wilbert Maore mendefinisikan perubahan sosial sebagai pola-pola perilaku


struktur sosial dan yang dimaksud dengan struktur sosial ialah pola-pola perilaku sosial.
Jadi perubahan sosial terjadi dalam suatu kejadian untuk melihat dan mempelajari
tingkah laku masyarakat yang berkaitan dengan adanya perubahan (Suharsih, 2007: 2).
Mengutip definisi Soemardjan, perubahan ada pada lembaga-lembaga kemasyarakatan,
yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola
perilaku di antara kelompok dalam masyarakat. Pada akhirnya perubahan sosial dapat
terjadi karena adanya perubahan pada unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan
masyarakat, seperti yang terjadi pada aksi Mei 1998 di Indonesia. Jika hal itu tidak

11
lakukan, mungkin proses menuju reformasi akan semakin lambat dan gelap. Perubahan
pada unsur ekonomi juga memaksa Indonesia mengalami perubahan unsur politik dan
perubahan pada segala aspek di kehidupan sosial lainnya, karena masyarakat bersifat
dinamik yang artinya selalu berjalan menuju ke arah perubahan yang lebih baik. Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia dari tahun 1997 bukanlah faktor utama penyebab
perubahan, karena apabila tidak ada paksaan dari masyarakat dan mahasiswa yang
melakukan demonstrasi besar-besaran di seluruh pelosok nusantara, mungkin perubahan
di segala bidang tidak akan terjadi.

 Keadaan ekonomi dan politik menjelang jatuhnya Soeharto

Pada tahun 1968 krisis ekonomi semakin melanda di Indonesia, hal ini
mendorong keinginan masyarakat untuk melakukan suatu perubahan. Krisis ekonomi
juga bukan satu- satunya penyebab adanya gerakan mahasiswa pada Mei 1998. Pada
tahun 1974, telah terjadi aksi penolakan mahasiswa terhadap investor asing yang masuk
ke negara Indonesia, hingga saat ini dikenal dengan peristiwa Malari (Malapetaka 15
Januari). Saat itu gerakan mahasiswa tidak berjalan dengan lancar, karena arena politik
mahasiswa dipersempit hingga ide-ide kritis dari mereka tidak dapat disalurkan.
Sehingga, mahasiswa hanya memiliki kewajiban belajar dan belajar tanpa perlu
mengurusi politik yang semakin bergejolak. Jika ada yang berani menentang atau
menyampaikan kritik mereka terhadap pemerintah maka orang tersebut akan segera
ditangkap atau di penjara. Jadi pada masa pemerintahan Soeharto praktek korupsi,
kolusi, nepotisme sangat merajalela di panggung politik yang juga diisi oleh keluarga
pejabat politik itu sendiri sehingga dapat dilakukan secara bebas dan berkelanjutan.

Pada pemerintahan Soeharto, pada awalnya ia memang membawa Indonesia


hingga mecapai surplus beras. Pembangunan ekonomi juga meningkat, namun yang
menjadi masalah, tidak meratanya pembangunan tersebut yang di mana hanya terfokus
di pulau Jawa. Dalam kata lain pejabat yang kaya, akan semakin kaya dan yang miskin
akan semakin miskin. Karena KKN yang dilakukan oleh pemerintah berdampak

12
langsung pada masyarakat yang tidak berdaya ditandai dengan harga pangan yang naik
namun tidak disertai dengan kemampuan daya beli masyarakat.

 Munculnya era reformasi

Reformasi menjadi kata yang paling sering disuarakan oleh banyak elemen di
masyarakat. Sebelum menjelang Mei 1998, kosakata tersebut belum lazim di
masyarakat kecuali di kalangan para mahasiswa. Jadi pada awalnya tidak semua unsur
masyarakat paham arti kata reformasi, tetapi dengan adanya expose dari media cetak
maupun elektronik membuat masyarakat menjadi familiar dengan kata tersebut.
Kosakata yang awalnya hanya digunakan akademisi kemudian menjadi milik publik.
Masyarakat Indonesia pun tersatukan dengan satu kata reformasi yang menuntut
perubahan rezim nasib dan kehidupan yang lebih baik.

Gelombang reformasi 1998, yang memunculkan klimaks turunnya orang


nomor satu di Indonesia pada saat itu tidak bisa dilepaskan dari kiprah para mahasiswa.
Jadi, gelombang awal mula adanya tuntutat reformasi sosial ekonomi memang bermula
dari kampus. Berbagai aksi unjuk rasa hadir di sana, demonstrasi juga sesekali diikuti
bentrok dengan aparat keamanan.

4 Kesimpulan

Dalam kehidupan sosial Masyarakat, tentunya kita tidak akan lepas dari
peristiwa konflik. Konflik merupakan pertikaian atau perbedaan kepentingan dalam
suatu hal antar individu maupun kelompok, adanya pula usaha menentang pihak lawan
disertai dengan ancaman maupun kekerasan. Teori konflik juga pada dasarnya, teori
yang memandang bahwa perubahan sosial tidak hanya terjadi melalui proses
penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik
yang menghasilkan kesepakatan yang berbeda dengan kondisi sebelumnyaaa.Menurut
teori konflik sosial Ralf Dahrendorf, masyarakat tidak lepas dengan adanya konflik
yang akan menyebabkan perpecahan atau disintegrasi dan menghasilkan perubahan baru

13
di kehidupan masyarakat. Jadi biasanya teori ini terjadi pada peristiwa pada pra-konflik
dan saat konflik terjadi seperti pada saat Mahasiswa demonstrasi didepan gedung DPR.
Sementara Coser, ada pada post konflik yang dimana menginginkan adanya perubahan
sosial. Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, seperti yang di kemukakan oleh
Abraham Lincoln bahwa Demokrasi adalah pemerintah yang berasal dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi menyediakan ruang untuk menyampaikan aspirasi
dan pendapat, tindakan mengkritik pemerintah dinilai wajar dalam demokrasi karena
demonstrasi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan
kritik maupun aspirasi kepada pemerintah.

Daftar Pustaka

Baity, A. N., & Adi, A. S. (2016). Persepsi Aktivis Mahasiswa 1998 Tentang
Demonstrasi Tahun 1998 Dalam Rangka Menurunkan Soeharto. Kajian Moral
Dan Kewarganegaraan, 03(04), 1675–1690.
Hidayatullah, H. W. (2020). Konflik sosial dalam novel perempuan bersampur merah
karya Intan Andaru (perspektif teori konflik Ralf Dahrendorf). Bapala, 01(01), 1–
10.
Septy Puspita, L., & Liana, C. (2019). Gerakan Protes Mahasiswa Surabaya Terhadap
Kekuasaan Orde Baru Pada Mei Tahun 1998 Di Surabaya. Avatara, 6(3).
Tualeka, M. W. N. (2017). Teori Konflik Sosiologi Klasik Dan Modern. Al- Hikmah,
3(1), 32–48. http://journal.um- surabaya.ac.id/index.php/Ah/article/view/409
Tumengkol, S. M. (2012). Teori Sosiologi Suatu Perspektif Tentang Teori Konflik
Dalam Masyarakat Industri. 2–3.
Yuristiadhi, G. (2013). Gelora Reformasi Dari Masjid Gedhe Kauman : AksiPertama
Luar Kampus di Yogyakarta Jelang Lengsernya Presiden Soeharto , 21 Mei 1998.

14
15

Anda mungkin juga menyukai