Tugas Individu Rangkuman Agenda 2
Tugas Individu Rangkuman Agenda 2
Tugas Individu Rangkuman Agenda 2
Angkatan/Kelompok: 1/IV
BERORIENTASI PELAYANAN
Pada tanggal 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo meluncurkan Core Values dan Employer
Branding ASN tersebut, yang bertepatan dengan Hari Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core
Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang merupakan akronim dari
Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core
Values tersebut seharusnya dapat dipahami dan dimaknai sepenuhnya oleh seluruh ASN serta
dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena
tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN, sangatlah penting
untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam
pelaksanaan tugasnya, dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan pelayanan
prima demi kepuasan masyarakat.
BERORIENTASI PELAYANAN
Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan perilaku Berorientasi Pelayanan
yang pertama ini diantaranya:
Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani dengan
senyum, menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan
tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk memilih layanan yang
tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan,keinginan dan tekad memberikan
pelayanan yang prima. Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan
masyarakat sudah dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu
layanan yang diberikan dapat melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus lebih
baik dari hari kemarin, dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik dari hari ini (doing
something better and better).
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan di era
digital yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan
business asusual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan
cara dalam pemberian pelayanan publik. Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi
pelayanan publik. Konteks atau permasalahan publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam
memberikan layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi pelayanan publik.
MODUL 2
AKUNTABEL
Konsep Akuntabilitas
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk
memenuhi tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah seorang ASN
menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN
BerAKHLAK.
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas vertical (vertical
accountability), dan akuntabilitas horizontal (horizontal accountability). Akuntabilitas
memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas
individu,akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas stakeholder.
Perencanaan Strategis (Strategic Plans) yang berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP-D), Menengah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah/RPJM-D), dan Tahunan
(Rencana Kerja Pemerintah/RKP-D), Rencana Strategis (Renstra) untuk setiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) untuk setiap PNS.
Kontrak Kinerja. Semua Pegawai Negeri Sipil (PNS Kontrak kerja yang dibuat untuk tiap tahun
ini merupakan kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsungnya. Kontrak atau perjanjian
kerja ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2011
tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS hingga Peraturan Pemerintah terbaru Nomor 30 Tahun
2019 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.
Laporan Kinerja yaitu berupa Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
yang berisi perencanaan dan perjanjian kinerja pada tahun tertentu, pengukuran dan analisis
capaian kinerja,serta akuntabilitas keuangan.
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang akuntabel
adalah:1)kepemimpinan, 2)transparansi, 3) integritas, 4) tanggung jawab, 5)keadilan,
6)kepercayaan, 7)keseimbangan, 8)kejelasan dan 9)konsistensi. Untuk memenuhi terwujudnya
organisasi sector politik yang akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung 3
dimensi yaitu akuntabilitas proses, akuntabilitas program, dan akuntabilitas kebijakan.
MODUL 3
KOMPETEN
Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses bisnis, karakter dan tuntutan
keahlian baru. Berdasarkan dinamika global (VUCA) dan adanya tren keahlian baru di atas, perlunya
pemutakhiran keahlian ASN yang relevan dengan orientasi pembangunan nasional dan aparatur.
Demikian halnya untuk mendukung pemutakhiran keahlian ASN yang lebih dinamis, diperlukan
pendekatan pengembangan yang lebih adaptif dan mudah diakses secara lebih luas oleh seluruh elemen
ASN.
Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu, sesuai kecenderungan
kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi lebih
lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu sendiri. Konsepsi kompetensi adalah
meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN,
kompetensi meliputi:
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati,
diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan;
Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat
diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat
diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat
majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai,
moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh
hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017, Pasal 210 sampai dengan pasal 212,
Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan sebagai berikut:
Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran bagi PNS
dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK). Kebijakan ini tentu saja relevan utamanya dalam menghadapi dinamika lingkungan global dan
kemajuan teknologi informasi, yang berubah dengan cepat sehingga kemutakhiran kompetensi ASN
menjadi sangat penting.
Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine box
pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil pemetaan pegawai
dalam nine box tersebut.
HARMONIS
Dari laman Wikipedia, Harmoni (dalam bahasa Yunani: harmonia) berarti terikat secara
serasi/sesuai). Dalam bidang filsafat, harmoni adalah kerja sama antara berbagai factor dengan
sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur.
Salah satu kunci sukses kinerja suatu organisasi berawal dari suasana tempat kerja. Energi
positif yang ada di tempat kerja bisa memberikan dampak positif bagi karyawan yang akhirnya
memberikan efek domino bagi produktivitas, hubungan internal, dan kinerja secara keseluruhan.
Brian Scudamore (seorang Founder dan CEO sebuah peruahaan Brand) menyatakan beberapa
hal tentang bagaimana membangun kultur tempat kerja yang harmonis. Suasana tempat kerja yang
positif dan kondusif juga berdampak bagi berbagai bentuk organisasi. Ada tiga hal yang dapat menjadi
acuan untuk membangun budaya tempat kerja nyaman dan berenergi positif.
Beberapa peran ASN dalam kehidupan berbangsa dan menciptakan budaya harmoni dalam
pelaksanaan tugas dan kewajibannya adalah sebagai berikut:
1. Posisi PNS sebagai aparatur Negara, dia harus bersikap netral dan adil.
Netral dalam artian tidak memihak kepada salah satu kelompok atau golongan
yang ada. Adil, berarti PNS dalam melaksanakna tugasnya tidak boleh berlaku
diskriminatif dan harus obyektif, jujur, transparan. Dengan bersikap netral dan adil
dalam melaksanakan tugasanya, PNS akan mampu menciptakan kondisi yang aman,
damai, dan tentram dilingkungan kerjanya dan di masyarakatnya.
Sikap netral dan adil juga harus diperlihatkan oleh PNS dalam event politik
lima tahunan yaitu pemilu dan pilkada. Dalam pemilu, seorang PNS yang aktif dalam
partai politik, atau mencalonkan diri sebagai anggota legislative (DPR, DPRD dan
DPD), atau mencalonkan diri sebagai kepala daerah, maka dia harus mundur atau
berhenti sementara dari statusnya sebagai PNS. Tuntutan mundur diperlukan agar yang
bersangkutan tidak menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya untuk kepentingan
dirinya dan partai politiknya. Kalau PNS sudah terlibat dalam kepentingan dan tarikan
politik praktis, maka dia sudah tidak bisa netral dan obyektif dalam melaksanakn tugas
tugasnya. Situasi ini akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap PNS
dan kelembagaan/institusi yang dipimpinnya.
2. PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok kelompok minoritas, dengan
tidak membuat kebijakan, peraturan yang mendiskriminasi keberadaan kelompok
tersebut. Termasuk didalamnya ketika melakukan rekrutmen pegawai, penyusunan
program tidak berdasarkan kepada kepentingan golongannya.
3. PNS juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan untuk menunjang sikap netral
dan adil karena tidak berpihak dalam memberikan layanan.
4. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban PNS juga harus memiliki suka menolong
baik kepada pengguna layanan, juga membantu kolega PNS lainnya yang
membutuhkan pertolongan.
5. PNS menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya. PNS juga harus menjadi
tokoh dan panutan masyarakat. Dia senantiasa menjadi bagian dari problem solver
(pemberi solusi) bukan bagian dari sumber masalah (trouble maker).
Dalam dunia nyata upaya mewujudkan suasana harmonis tidak mudah. Realita
lingkungan selalu mengalami perubahan sehingga situasi dan kondisi juga mengikutinya. Ibarat
baterai yang digunakan untuk menggerakkan motor atau mesin suatu masa akan kehabisan
energi dan perlu di ‘charge’ ulang.
Oleh karena itu upaya menciptakan suasana kondusif yang harmonis bukan usaha yang
dilakukan sekali dan jadi untuk selamanya. Upaya menciptalkan dan menjaga suasana harmonis
dilakukan secara terus menerus. Mulai dari mengenalkan kepada seluruh personil ASN dari
jenjang terbawah sampai yang paling tinggi, memelihara suasana harmonis, menjaga diantara
personil dan stake holder. Kemudian yang tidak boleh lupa untuk selalu menyeseuaikan dan
meningkatkan usaha tersebut, sehingga menjadi habit/kebiasaan dan menjadi budaya hidup
harmonis di kalangan ASN dan seluruh pemangku kepentingannya. Upaya menciptakan budaya
harmonis di lingkungan bekerja tersebut dapat menjadi salah satu kegiatan dalam rangka
aktualisasi penerapannya.
MODUL 5
LOYAL
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari Bahasa Prancis yaitu “Loial” yang artinya
mutu dari sikap setia. Secara harfiah loyal berarti setia, atau suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa
adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri pada masa lalu.
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa
setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan panduan
perilaku:
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku
loyal tersebut di atas diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan pengabdian,
yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”. Secara umum, untuk menciptakan dan membangun
rasa setia
Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan negara. Agar para ASN
mampu menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-
langkah konkrit, diantaranya melalui pemantapan Wawasan Kebangsaan. Selain memantapkan
Wawasan Kebangsaan, sikap loyal seorang ASN dapat dibangun dengan cara terus meningkatkan
nasionalismenya kepada bangsa dan negara.
Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang ASN, ASN sebagai profesi berlandaskan pada
prinsip Nilai Dasar (pasal 4) serta Kode Etik dan Kode Perilaku (Pasal 5, Ayat 2) dengan serangkaian
Kewajibannya (Pasal 23). Untuk melaksanakan dan mengoperasionalkan ketentuan-ketentuan tersebut
maka dirumuskanlah Core Value ASN BerAKHLAK yang didalamnya terdapat nilai Loyal dengan 3
(tiga) panduan perilaku (kode etik)-nya. Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap
bangsa dan negaranya dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara
dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu:
Komitmen pada Sumpah/Janji sebagai Wujud Loyalitas PNS Di dalam pasal 66 UU ASN
disebutkan bahwa Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi PNS wajib mengucapkan sumpah/janji.
Dimana dalam bunyi sumpah/janji tersebut mencerminkan bagaimana Core Value Loyal semestinya
dipahami dan diimplementasikan oleh setiap PNS yang merupakan bagian atau komponen sebuah
organisasi pemerintah.
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,
seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta
perekat dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut
merupakan perwujudan dari implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai
bagian dari Organisasi Pemerintah.
Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk bertahan hidup dan
menghadapi segala perubahan lingkungan atau ancaman yang timbul. Dengan demikian adaptasi
merupakan kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan tetapi juga mengubah
lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Sejatinya tanpa beradaptasi akan menyebabkan
makhluk hidup tidak dapat mempertahankan diri dan musnah pada akhirnya oleh perubahan
lingkungan. Sehingga kemampuan adaptif merupakan syarat penting bagi terjaminnya keberlangsungan
kehidupan.
Budaya adaptif dalam pemerintahan merupakan budaya organisasi di mana ASN memiliki
kemampuan menerima perubahan, termasuk penyelarasan organisasi yang berkelanjutan dengan
lingkungannya, juga perbaikan proses internal yang berkesinambungan.
Kondisi pandemik membuat pemerintah berupaya mencari solusi paling efisien untuk
memastikan mobilitas penduduk dapat terpantau dan dikendalikan dengan baik. PeduliLindungi adalah
aplikasi yang dikembangkan untuk membantu instansi pemerintah terkait dalam melakukan pelacakan
untuk menghentikan penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19).
Hasil tracing ini akan memudahkan pemerintah untuk mengidentifikasi siapa saja yang perlu
mendapat penanganan lebih lanjut agar penghentian penyebaran COVID-19 dapat dilakukan. Sehingga,
semakin banyak partisipasi masyarakat yang menggunakan aplikasi ini, akan semakin membantu
pemerintah dalam melakukan tracing dan tracking.
MODUL 7
KOLABORATIF
Definisi Kolaborasi
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa definisi kolaborasi dan
collaborative governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan
bahwa kolaborasi adalah “ value generated from an alliance between two or more firms aiming
to become more competitive by developing shared routines”.
Selain diskursus tentang definisi kolaborasi, terdapat istilah lainnya yang juga perlu
dijelaskan yaitu collaborative governance. Irawan (2017 P 6) mengungkapkan bahwa “
Collaborative governance “sebagai sebuah proses yang melibatkan norma bersama dan
interaksi saling menguntungkan antar aktor governance .
Whole of Government
WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan
upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi
yang lebih luas guna mencapai tujuan bersama dalam bidang pembangunan kebijakan,
manajemen program dan pelayanan publik.
Panduan Perilaku Kolaboratif
Menurut Pérez López et al (2004 dalam Nugroho, 2018), organisasi yang memiliki
collaborative culture indikatornya sebagai berikut:
1) Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan perlu terjadi;
2) Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan membutuhkan upaya yang
diperlukan untuk terus menghormati pekerjaan mereka;
3) Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau mencoba dan mengambil
risiko yang wajar dalam menyelesaikan tugas mereka (bahkan ketika terjadi kesalahan);
4) Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi (universitas) Setiap
kontribusi dan pendapat sangat dihargai;
5) Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari konflik; Kolaboratif
6) Kolaborasi dan kerja tim antar divisi adalah didorong; dan
7) Secara keseluruhan, setiap divisi memiliki kesadaran terhadap kualitas layanan yang
diberikan.
Kolaboratif dalam Konteks Organisasi Pemerintah
Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah kepercayaan,
pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada
pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astari dkk (2019) menunjukkan bahwa ada
beberapa faktor yang dapat menghambat kolaborasi antar organisasi pemerintah. Penelitian
tersebut merupakan studi kasus kolaborasi antar organisasi pemerintah dalam penertiban moda
transportasi di Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi mengalami
beberapa hambatan yaitu: ketidakjelasan batasan masalah karena perbedaan pemahaman dalam
kesepakatan kolaborasi. Selain itu, dasar hukum kolaborasi juga tidak jelas.
Studi Kasus
Salah satunya terkait kepemimpinan Bupati Kulon Progo dan Banyuwangi yang
dipandang dapat menjadi contoh keberhasilan Kolaboratif dalam tata kelola kolaboratif. Praktik
tata kelola kolaborasi yang berlangsung di Kulon Progo diinisiasi melalui inovasi program dan
kolaborasi eksternal multistakeholders sedangkan di Banyuwangi diawali dengan keberhasilan
kolaborasi internal dan inovasi program. Keluaran jangka panjang praktik tata kelola
kolaboratif terwujud dalam bentuk pengurangan jumlah penduduk miskin, peningkatan indeks
pembangunan manusia dan produk domestic brutonya.
Selain itu, keberhasilan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan tidak
akan optimal tanpa kemitraan dengan pemangku kepentingan lain. Oleh karena itu perlu adanya
peningkatan kapasitas warga masyarakat serta membangun kepemilikan bersama (share
ownership) atas masalah kemiskinan sehingga terbangun kesadaran dan kepedulian untuk
menyukseskan program penanggulangan kemiskinan dengan membuka partisipasi secara luas
kepada semua pihak.
Ada tiga karakter utama yang dimiliki oleh Bupati Banyuwangi dan Bupati Kulonprogo
sebagai pemimpin kolaboratif yaitu: semangat entrepreneur, membangun tata Kelola
berjejaring dan bersifat transformasional. Kepemimpinan dan tata Kelola kolaboratif ini
ternyata mampu menjadi ekosistem pemerintahan untuk mengurangi angka kemiskinan di
kedua daerah yang diteliti secara signifikan.
Modul pelatihan dasar calon pns sebagai bahan ajar sudah baik, diharapkan lebih
sistematis dan menarik untuk mudah dipahami.