Ringkasan Modul Agenda 2 Nilai-Nilai Dasar Asn
Ringkasan Modul Agenda 2 Nilai-Nilai Dasar Asn
Ringkasan Modul Agenda 2 Nilai-Nilai Dasar Asn
ANGKATAN CXXVI
NAMA MUNADYA HAMZAH
INSTANSI PKM LAWANGA
JABATAN AHLI PERTAMA-DOKTER UMUM
TUGAS RINGKASAN MODUL AGENDA 2 NILAI-NILAI DASAR ASN
BERORIENTASI PELAYANAN
Pelayanan publik yang prima sudah tidak bisa ditawar lagi ketika lembaga pemerintah ingin
meningkatkan kepercayaan publik, karena dapat menimbulkan kepuasan bagi pihak-pihak yang
dilayani.
Dalam pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik,
pelayanan publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi
tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
a) Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan
b) Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas
c) Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan
ASN menuju pemerintahan berkelas dunia, pemerintah telah meluncurkan Core Value ASN
BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa). Core Value ASN
BerAKHLAK merupakan akronim dari Beriorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Core Values tersebut seharusnya dapat dipahami
dan dimaknai sepenuhnya oleh seluruh ASN serta dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan
tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya
dengan pegawai ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai
Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya, yang dimaknai bahwa setiap ASN harus
berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.
B. Berorientasi Pelayanan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan memenuhi
tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan
publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan
layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien
masyarakat, birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat.
Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani dengan
senyum, menyapa, dan memberi salam, serta berpenampilan rapih, melayani dengan cepat dan
tepat waktu, melayani dengan memberikan kemudahan untuk memilih layanan yang tersedia,
serta melayani dengan kemampuan, keinginan dan tekad memberikan pelayanan yang prima.
Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat sudah dapat
terpenuhi, melainkan harus tetap ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan yang diberikan
dapat melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik dari hari ini. Dalam rangka mencapai visi
reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan era digital yang dinamis, diperlukan
akselerasi dan upaya luar biasa agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan
tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan publik. Terobosan itulah yang disebut
dengan inovasi pelayanan publik. Konteks atau permasalahan publik yang dihadapi instansi
pemerintah layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi pelayanan publik.
Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya inovasi pelayanan publik, diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya
budaya inovasi, dan dukungan regulasi. Adanya kolaborsi antara pemerintah, partisipasi
masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun sebagai strategi untuk mendorong
tumbuh dan berkembangnya inovasi.
AKUNTABILITAS
A. Konsep akuntabilitas
Dalam banyak hal kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau
tanggung jawab. Namun pada dasarnya, konsep tersebut memiliki arti yang berbeda.
Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab, sedangkan akuntabilitas adalah
kewajiban pertanggungjawaban yang harus dicapai.
Aspek-aspek akuntabilitas mencakup beberapa hal berikut yaitu akuntabilitas adalah
sebuah hubungan, akuntabilitas berorientasi pada hasil, akuntabilitas membutuhkan adanya
laporan, akuntabilitas memerlukan konsekuensi, serta akuntabilitas memperbaiki kinerja.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama, yaitu pertama untuk menyediakan
kontrol demokratis; kedua, untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan; ketiga,
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu
akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang
berbeda yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas individu, akuntabilitas kelompok,
akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas stakeholder.
B. Panduan Perilaku Akuntabilitas
Akuntabilitas dan integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli administrasi negara
sebagai dua aspek yang sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik.
Namun, integritas memiliki keutamaan sebagai dasar seorang pelayanan publik untuk dapat
berpikir secara akuntabel. Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam membangun
kepercayaan publik terhadap amanah yang diembangkan kepada setiap pegawai atau
pejabat negara.
Setiap organisme memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri. Mekanisme ini dapat
diartikan secara berbeda-beda dari setiap anggota organisasi hingga membentuk perilaku
yang berbeda-beda pula. Contoh mekanisme akuntabilitas organisasi antara lain, sistem
penilaian kinerja, sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan sistem pengawasan (CCTV,
fingerprint, ataupun software untuk memonitor pegawai menggunakan komputer atau
website yang dikunjungi).
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang akuntabel
adalah 1) kepemimpinan, 2) transparansi, 3) integritas, 4) tanggung jawab (responsibilitas),
5) keadilan, 6) kepercayaan, 7) keseimbangan, 8) kejelasan, dan 9) konsistensi. Untuk
memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme
akuntabilitas harus mengandung tiga dimensi yaitu akuntabilitas kejujuran dan hukum,
akuntabilitas proses, akuntabilitas program, dan akuntabilitas kebijakan.
Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat membantu
pembangunan budaya akuntabel dan integritas di lingkungan kerja. Akuntabilitas dan
integritas dapat menjadi faktor yang kuat dalam membangun pola pikir dan
budaya anti korupsi.
C. Akuntabilitas Dalam Konteks Organisasi Pemerintahan
1. Ketersediaan informasi publik telah memberikan pengaruh yang besar pada berbagai
sektor dan urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang berkaitan dengan
isu ini adalah perwujudan transparansi tata kelola keterbukaan informasi publik,
dengan diterbitkannya UU Nomor 14 tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (selanjutnya disingkat: KIP).
2. Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan yang baik
untuk publik. Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi yang
berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik adalah
suatu panduan atau pegangan yang harus dipatuhi oleh para pelayan publik atau
birokrat untuk menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik. Buruknya sikap
aparat sangat berkaitan dengan etika.
3. Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan (Penggunaan sumber daya
lembaga termasuk dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan
pribadi) dan non-keuangan (Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri
sendiri dan /atau orang lain).
4. Untuk membangun budaya anti korupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi
langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan konflik kepentingan:
• Penyusunan kerangka kebijakan
• Identifikasi situasi konflik kepentingan
• Penyusunan strategi penanganan konflik kepentingan, dan
• Penyiapan serangkaian tindakan untuk menangani konflik kepentingan.
KOMPETEN
e. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine
box pengembangan dimana, kebutuhan pengembangan pegawai sesuai dengan hasil
pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.
C. Perilaku Kompeten
a. Berkinerja yang BerAkhlak
• setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja
• selain ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi sebagai pelayan publik
• perilaku etika profesional secara operasional tunduk pada perilaku BerAkhlak.
b. Meningkatkan kompetensi diri
• Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah
adalah keniscayaan
• Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut juga
sebagai teori “net-centric”, merupakan pengembangan berbasis pada sumber
pembelajaran utama dari internet
• Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis online
network.
c. Membantu orang lain belajar
• Sosialisasi dan percakapan di ruang istirahat atau di kafetaria kantor termasuk
morning tea/coffee sering kali menjadi ajang transfer pengetahuan.
• Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu aktif dalam “pasar
pengetahuan” atau forum terbuka.
d. Melakukan kerja terbaik
• Pengetahuan menjadi karya sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik
instansi pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan berkembang
melalui berbagai perubahan lingkungan dan karya manusia.
• Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak dilepaskan dengan
apa yang menjadi terpenting dalam hidup seseorang.
HARMONIS
A. Konsep Loyal
Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara
daripada kepentingan sendiri, seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya
terhadap bangsa dan negara. Agar para ASN mampu menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit
diantaranya melalui pemantapan wawasan kebangsaan. Selain memanfaatkan
wawasan kebangsaan, sikap loyal seorang ASN dapat dibangun dengan cara terus
meningkatkan nasionalismenya kepada bangsa dan negara.
B. Panduan Perilaku Loyal
Sebagaimana tertuang dalam undang-undang ASN ASN sebagai profesi
berlandaskan pada prinsip Nilai Dasar (pasal 4) serta kode etik dan kode perilaku
(pasal 5 ayat 2) dengan serangkaian kewajiban (pasal 23). Untuk melaksanakan dan
mengoperasionalkan ketentuan-ketentuan tersebut maka dirumuskanlah Core Value
ASN BerAkhlak yang didalamnya terdapat nilai loyal dengan 3 panduan perilakunya.
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan
negaranya dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan nilai-nilai dasar Negara
dalam kehidupan sehari-harinya yaitu:
1. Cinta tanah air
2. Sadar berbangsa dan bernegara
3. Setia pada Pancasila
4. Sebagai ideologi negara
5. Rela berkorban untuk bangsa dan negara
6. Kemampuan awal bela negara
C. Loyal Dalam Konteks Organisasi Pemerintah
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam
melaksanakan sumpah/janji yang diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS
sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Oleh
karena itu pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah nomor 94 tahun 2021
tentang disiplin pegawai negeri sipil. Hanya PNS PNS yang memiliki loyalitas yang
tinggi yang dapat menegakkan ketentuan-ketentuan kedisiplinan ini dengan baik.
Berdasarkan Pasal 10 undang-undang No. 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara
seorang ASN memiliki tiga fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan
publik, serta perekat dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan
ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari implementasi nilai-nilai loyal dalam
konteks individu maupun sebagai bagian dari organisasi pemerintah.
Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam mewujudkan nilai loyal dalam
kehidupannya sebagai ASN yang merupakan bagian komponen dari organisasi
pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat.
ADAPTIF
A. Memahami Adaptif
Adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk hidup. Organisasi dan
individu di dalamnya memiliki kebutuhan adaptasi selayaknya makhluk hidup,
untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya.
Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas yang
ditumbuhkembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di dalamnya
dibedakan mengenai bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis
versus berpikir negatif.
Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk memastikan
keberlangsungan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penerapan
budaya adaptif dalam organisasi memerlukan beberapa hal, seperti diantaranya
tujuan organisasi, tingkat kepercayaan, perilaku tanggung jawab, unsur
kepemimpinan dan lainnya.
Budaya adaptif sebagai budaya ASN merupakan kampanye untuk membangun
karakter adaptif pada diri ASN sebagai individu yang menggerakkan organisasi
untuk mencapai tujuannya.
B. Panduan Perilaku Adaptif
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam
mencapai tujuan baik individu maupun organisasi dalam situasi apapun. Salah satu
tantangan membangun atau mewujudkan individu dan organisasi adaptif adalah
adalah situasi VUCA. Hadapi volatility dengan Vision, hadapi uncertainty dengan
understanding, hadapi complexity dengan Clarity dan hadapi ambiguity dengan
agility.
Organisasi adaptif, yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk
merespon perubahan lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder dengan cepat
dan fleksibel. Budaya organisasi merupakan faktor yang sangat penting di dalam
organisasi sehingga efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan
budaya yang cepat dan tepat dan dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi.
Bila budaya organisasi telah disepakati sebagai sebuah strategi perusahaan maka
budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja. Dengan
adanya pemberdayaan budaya organisasi selain akan menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas.
C. Adaptif Dalam Konteks Organisasi Pemerintah
Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur bagaimana pengembangan
kapasitas pemerintah adaptif dengan indikator-indikator sebagai berikut:
a) Pengembangan sumber daya manusia adaptif; b) Penguatan organisasi adaptif
dan; c) Pembaharuan institusional adaptif. Terkait membangun organisasi
pemerintah yang adaptif, Neo and Chen telah berbagai pengalaman.
Bagaimana pemerintah Singapura menghadapi perubahan yang terjadi di
berbagai sektornya, mereka menyebutnya dengan istilah Dynamic
Governance. Menurut Neo and Chen terdapat tiga kemampuan kognitif proses
pembelajaran pundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu berpikir
kedepan (think ahead), berpikir lagi (think again), dan berpikir lintas (think
across).
Selanjutnya, Liisa Valikangas (2010) memperkenalkan istilah yang
berbeda untuk pemerintah yang adaptif yakni dengan sebutan pemerintah yang
tangguh. Pembangunan organisasi yang tangguh menyangkut 5 dimensi yang
membuat organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya,
desain, adaptasi, dan budaya (atau sisu, kata Finlandia
yang menunjukkan keuletan).
KOLABORATIF
A. Definisi kolaborasi
Berkaitan dengan definisi yang dijelaskan mengenai beberapa definisi
kolaborasi dan collaborative governance. Dyer and Singh (1998) mengungkapkan
bahwa kolaborasi adalah “value generated from an alliance between two or more
firms aiming to become more competitive by developing shared routines”.
Sedangkan Gray (1989) mengungkapkan bahwa “Collaboration is a process
though which parties with different expertise, who see different aspects of a problem,
can constructively explore differences and find novel solutions to problem”.
B. Kolaborasi Pemerintah (collaborative governance)
Sebagai sebuah proses yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling
menguntungkan antar aktor governance. Ansel dan Gash membangun 6 kriteria
penting untuk kolaborasi yaitu:
1. Forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga
2. Peserta dalam forum termasuk aktor non state
3. Peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya
dikonsultasikan oleh agensi publik
4. Forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif
5. Forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan konsensus
6. Fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen
Panduan Perilaku Kolaboratif
1. Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan perlu terjadi
2. Organisasi menganggap individu sebagai aset berharga dan membutuhkan upaya yang
diperlukan untuk terus menghormati pekerjaan mereka
3. Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau mencoba dan
mengambil risiko yang wajar dalam menyelesaikan tugas mereka
4. Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi setiap kontribusi dan
pendapat sangat dihargai
5. Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari konflik
6. Kolaborasi dan kerja tim antar divisi adalah didorong
7. Secara keseluruhan, setiap divisi memiliki kesadaran terhadap kualitas layanan yang
diberikan.