Filsafat Pendidikan Materialisme
Filsafat Pendidikan Materialisme
Filsafat Pendidikan Materialisme
Pengertian
Filsafat
Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia, terdiri dari kata philos
yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan, kearifan atau
penetahuan. Jadi, philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada
pengetahuan.
Pendidikan
Pendidikan adalah suatu pondasi dalam hidup yang harus dibangun dengan sebaik
mungkin. Secara umum pendidikan adalah proses pembelajaran pengetahuan,
keterampilan serta kebiasaan yang dilakukan suatu individu dari satu generasi ke
generasi lainnya. Proses pembelajaran ini melalui pengajaran, pelatihan dan
penelitian.
Materialisme
Kata materialisme terdiri dari kata materi dan isme. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, materi dapat dipahami sebagai bahan; benda; segala sesuatu yang
tampak. Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu
yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Ini sesuai dengan
kaidah dalam bahasa indonesia. Jika ada kata benda berhubungan dengan kata
isme maka artinya adalah paham atau aliran. Sementara itu, orang-orang yang
hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai materialis. Orang-orang ini
adalah para pengusung paham (ajaran) materialisme atau juga orang yang
mementingkan kebendaan semata (harta,uang,dsb).
Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa dunia ini
tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Materialis
adalah paham yang hanya bersandar pada materi yang tidak meyakini apa yang
ada di balik alam ghaib.
2. Sejarah
Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang
disebut juga “atomisme”. Demokritos beserta para pengikutnya beranggapan bahwa
segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (yang
disebut atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang begitu kecil sehingga mata kita
tidak dapat melihatnya. Atom-atom itu bergerak, seehingga dengan demikian membentuk
realitas pada pancaindera kita.
Ludwig Feuerbach (1804-1872) mencanangkan suatu meta-fisika materialistis,
suatu etika yang humanistis, dan suatu epistemology yang menjungjung tinggi
pengenalan inderawi. Oleh karena itu, ia ingin mengganti idealisme Hegel (guru
Feuerbach) dengan materialisme. Jadi, menurut Feuerbach, yang ada hanyalah materi,
tidak mengenal alam spiritual. Kepercayaan terhadap Tuhan hanyalah merupakan suatu
proyeksi dari kegagalan atau ketidakpuasan manusia mencapai cita-cita kebahagiaan
dalam hidupnya. Dengan kegagalan tersebut manusia memikirkan suatu wujud di luar
yang dikhayalkan memiliki kesempurnaan, yang merupakan sumber kebahagiaan
manusia, suatu wujud yang bahagia secara absolute. Oleh karena iu, Tuhan hanyalah
merupakan hasil khayalan manusia. Tuhan diciptakan oleh manusia itu sendiri, secara
maya, padahal wujudnya tidak ada.
Cabang materialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan
sebagai landasan berpikir adalah “Positivisme”. Menurut positivisme, kalau sesuatu itu
memang ada, maka adanya itu adalah jumlahnya.
Comte membatasi pengetahuan pada bidang gejala-gejala (fenomena). Menurut
Comte, terdapat tiga perkembangan berpikir yang dialami manusia, yaitu:
1. Tingkatkan teologis (pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayul dan prasangka)
2. Tingkatkan metafisik (pola berpikir abstrak)
3. Tingkatkan positif (pola berpikir yang mendasarkan pada sains)
Zaman positif (Harun Hadiwijono, 1980) adalah zaman dimana orang tahu, bahwa
tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan
teologi maupun metafisik. Ia tidak lagi melacak awal dan tujuan akhir dari seluruh alam
semesta tapi berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan aturan yang terdapat
pada fakta-fakta yang telah dikenal atau disajikan kepadanya.
Jadi, dikatakan positivisme, Karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita
pelajari hanyalah berdasarkan fakta-fakta, berdasarkan data-data yang nyata, yaitu yang
mereka namakan positif.
Thomas Hobbes sebagai pengikut empirisme materialistis berpendapat bahwa
pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang
asas-asas yang diperoleh dan dikukuhkan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah yang
memberi kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya memiliki fungsi mekanis semata,
sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan
(Harun Hadiwijono, 1980).
3. Tokoh
Tokoh-Tokoh Aliran Materialisme
5. Ciri ciri
Secara global,ciri-ciri paham ini bisa kita klasifikasikan Setidaknya ada 5 dasar ideologi
yang dijadikan dasar keyakinan paham ini :
1. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi (ma’dah).
2. Tidak meyakini adanya alam ghaib.
3. Menjadikan panca indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu.
4. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakan hukum.
5. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak.
6. Perkembangan
Pada abad pertama masehi faham Materialisme tidak mendapat tanggapan yang serius,
bahkan pada abad pertengahan, orang menganggap asing terhadap faham Materialisme
ini. Baru pada jaman Aufklarung (pencerahan), Materialisme mendapat tanggapan dan
penganut yang penting di Eropah Barat.
Pada abad ke-19 pertengahan, aliran Materialisme tumbuh subur di Barat. Faktir yang
menyebabkannya adalah bahwa orang merasa dengan faham Materialisme mempunyai
harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam. Selain itu, faham
Materialisme ini praktis tidak memerlukan dalildalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga
teorinya jelas berpegang pada kenyataankenyataan yang jelas dan mudah dimengerti.
Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum agama dimana-
mana. Hal ini disebabkan bahwa faham Materialisme ini pada abad ke-19 tidak mengakui
adanya Tuhan (atheis) yang sudah diyakini mengatur budi masyarakat. Pada masa ini,
kritikpun muncul di kalangan ulama-ulama barat yang menentang Materialisme. Adapun
kritik yang dilontarkan adalah sebagai berikut :
· Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan sendirinya dari
khaos (kacau balau). Padahal kata Hegel. kacau balau yang mengatur bukan lagi kacau
balau namanya.
· Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum alam.
padahal pada hakekatnya hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.
· Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada asal benda
itu sendiri. padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber dari luar alam itu sendiri yaitu
Tuhan.
· Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang paling
mendasar sekalipun.
Salah satu kritik terhadap paham materialisme dikemukakan oleh aliran filsafat
eksistensialisme. Materialisme mengajarkan bahwa manusia pada akhirnya adalah thing,
benda, sama seperti benda-benda lainnya. Bukan berarti bahwa manusia sama dengan
pohon, kerbau, atau meja, sebab manusia dipandang lebih unggul. Akan tetapi, secara
mendasar manusia dipandang hanya sebagai materi, yakni hasil dari proses-proses unsur
kimia.
Filsafat eksistensialisme memberikan kritik terhadap pandangan seperti ini. Cara pandang
paham materialisme seperti ini mereduksi totalitas manusia. Manusia dilihat hanya
menurut hukum-hukum alam, kimia, dan biologi, sehingga seolah sama seperti hewan,
tumbuhan, dan benda lain. Padahal manusia memiliki kompleksitas dirinya yang tak
dapat diukur, misalnya saja ketika berhadapan dengan momen-momen eksistensial seperti
pengambilan keputusan, kecemasan, takut, dan sebagainya.
7. Variasi
Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme
metafisik.
1. Filsafat Materialisme Dialektika
Materialisme dialektika adalah materialisme yang memandang segala sesuatu selalu
berkembang sesuai dengan hukum-hukum dialektika: hukum saling hubungan dan
perkembangan gejala-gejala yang berlaku secara objektif didalam dunia semesta.
Pikiran-pikiran materialisme dialekti inipun dapat kita jumpai dalam kehidupan
misalnya, “bumi berputar terus, ada siang ada malam”, “habis gelap timbullah
terang”, “patah tumbuh hilang berganti” dsb. Semua pikiran ini menunjukkan bahwa
dunia dan kehidupan kita senantiasa berkembang.
2. Filsafat Materialisme Metafisik
Materialisme metafisik, yang memandang dunia secara sepotong-sepotong atau
dikotak-kotak, tidak menyeluruh dan statis. Pikiran-pikiran materialisme metafisik ini
misalnya: “sekali maling tetap maling”, memandang orang sudah ditakdirkan, tidak
bisa berubah.
8. Implikasi
Menurut Power (1982), implikasi aliran filsafat pendidikan materialisme, sebagai berikut:
1. Temanya yaitu manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan
terkontrol secara ilmiah dan seksama.
2.Tujuan pendidikan merupakan perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai
dengan kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
3. Isi kurikulum pendidikan yang mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal),
dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
4. Metode, semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR conditioning), operant
condisioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetisi.
5. Kedudukan siswa tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar,
pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka dituntut untuk
belajar.
6. Peranan Guru
Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru
dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa. Pembelajaran lebih banyak
diketahui guru, sementara siswa mengikuti skenario yang telah disusun sesusuai yang
dikehendaki guru.
9. Bahaya sekaligus kekurangan dan kelebihan
Bahaya
Cara pikir yang menganggap uang dan materi adalah segala-galanya bisa sangat
fatal akibatnya. Orang yang mempunyai cara berpikir demikian cenderung
mempunyai kesimpulan bahwa jika kita tidak memiliki uang dan materi berarti
tidak punya apa-apa. Sebagai konsekuensinya, orang seperti ini kurang menghargai
hal-hal lainnya yang tak kalah pentingnya dengan uang dan materi yaitu: kesabaran,
kebahagiaan, pengorbanan, dan masih banyak lagi.
Cara berpikir materialisme ini akan lebih berdampak buruk apabila orang yang
menyakininya justru tidak memiliki uang dan materi yang cukup mendukung
paham yang dianutnya itu. Apa yang terjadi adalah ketidak bahagiaan, kekecewaan,
dan keluh-kesah.
Di lain pihak, bagi penganut paham materialisme ini yang memiliki uang dan
materi yang berlebih maka apa yang mereka punyai itu seakan-akan menjadi
pembenaran dari paham yang mereka anut.
Uang dan materi memang penting tapi bukan yang terpenting. Mengabaikan hal-hal
lain dan semata-mata melihat uang dan materi sebagai standar keberhasilan dan
kegagalan juga merusak keyakinan orang terhadap agama yang dianutnya. Nilai-
nilai agama sedikit demi sedikit mulai terkikis dan pada akhirnya agama hanya
akan menjadi sekedar formalitas, sementara dalam bersikap dan bertindak yang
menjadi patokannya adalah paham materialisme sehingga orang tersebut seolah-
olah mempunyai 2 agama.
Atheisme dan materialis memiliki ikatan yang sangat erat yang tidak bisa
dipisahkan antara keduanya. Yaitu tidak mengakui adanya tuhan. Karena mereka
mengingkari alam ghaib. Para penganut paham ini menolak agama sebagai hukum
kehidupan manusia. Mereka lebih mengedepankan akal sebagai sumber segala
hukum. Pada akhirnya prinsip ini melahirkan suatu ideologi bahwa hukum
hanyalah apa yang bisa diterima oleh akal. Padahal kita ketahui bahwa hasil
pemikiran manusia bersifat relatif. Dalam artian bisa salah dan benar.
Bahaya materialism berawal dari menafikan adanya Tuhan dan berujung pada
penghalalan segala cara guna mencapai suatu tujuan. Kendatipun harus ditempuh
dengan cara saling membunuh antar sesama. Karena para penganut paham ini tidak
mengakui adanya tuhan dan hari kebangkitan. Yang ada dibenak mereka hanyalah
dunia dan kenikmatan.
Kekurangan
v Dalam dunia pendidikan aliran materialisme hanya berpusat pada guru dan tidak
memberikan kebebasan kepada siswanya, baginya guru yang memiliki kekuasan
untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas
dan karakter hasil belajar siswa. Sedangkan siswa tidak ada kebebasan, perilaku
ditentukan oleh kekuatan dari luar, pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan
untuk hidup, mereka dituntut untuk belajar.
v Di kelas, anak didik hanya disodori setumpuk pengetahuan material, baik dalam
buku-buku teks maupun proses belajar mengajar. Yang terjadi adalah proses
pengayaan pengetahuan kognitif tanpa upaya internalisasi nilai. Akibatnya, terjadi
kesenjangan yang jauh antara apa yang diajarkan dengan apa yang terjadi dalam
kehidupan sehar-hari anak didik. Pendidikan agama menjadi tumpul, tidak mampu
mengubah sikap-perilaku mereka.
Kelebihan
v Teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori pengetahuan yang sudah umum.
v Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan
diorganisasi,selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
v Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi, pelajaran berprogram dan
kompetensi
Kesimpulan
Filsafat materialisme memandang bahwa materi lebih dahulu ada sedangkan ide atau
pikiran timbul setelah melihat materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan
semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi.
Sebagai teori, materialisme termasuk paham ontologi monistik. Akan tetapi, materialisme
berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam
memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme berseberangan dengan
idealisme.