Makalah Kelompok I
Makalah Kelompok I
Makalah Kelompok I
DisusunOleh:
Muhammad Rayhan Haris 11180453000004
Siti Nurkholisah 11180453000039
Muhammad Bahrun 11180453000049
Geral Rizky Pauzy 11180453000053
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................................2
C. Qatar.......................................................................................................................3
D. Kuwait....................................................................................................................5
B. Pesan.......................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
1
Harun Nasution, Teologi Islam :Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan (Jakarta: UI-Press, 1985), h.92
2
Said Agil Husin ak-Munawar, “Fikih Siyasah dalam konteks Perubahan menuju masyarakat Madani”. Jurnal
Ilmu Sosial Keagamaan, Vol.1, No.1, Juni 1999, h.17
3
Soewoto Mulyosudarmo, Pembahasan Ketatanegaraan melalui Perubahan konstitusi, (Malang: Asosiasi
Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur dan In-TRABS, 2004), h.9
4
C.F. Strong, Konstitusi-konstitusi Politik Modern Kajian Tentang Sejarah dan Bentuk-bentuk Konstitusi
Dunia, Terjemahan SPA Teamwork,(Bandung:Nuansa-Nusamedia, 2004),h.16
C. Tujuan
1. Mengetahui hubungan agama dan negara di Arab Saudi, UniEmirat Aran, Qatar dan
Kuwait
2. Mengetahui proses demokratisasi di Arab Saudi, UniEmirat Aran, Qatar dan Kuwait
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arab Saudi
a. Hubungan Agama dan Negara di Arab Saudi
Dalam praktik kehidupan negara modern, hubungan antara agama (syariah) dan
negara dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yakni integratif (penyatuan antara agama
dan negara), intersectional (persinggungan antara agama dan negara), dan sekularistik
(pemisahan antara agama dan negara).5Kerajaaan Arab Saudi dibangun melalui suatu
persekutuan antara politik dan agama yang direpresentasikan oleh kepada suku Najd,
Muhammad Ibn al- Saud dan keluarganya di pihak politik dengan Muhammad bin Abdul
Wahab dan Wahabisme-nya di pihak agama.6Wujud dari persekutuan ini adalah dukungan
kaum Wahabi terhadap perluasan pengaruh atau kekuasaan keluarga al-Saud di satu pihak.
Penguasa dan ulama Wahabi bertekad menjadikan Arab Saudi sebagai kerajaan yang
didasarkan pada syariat Islam di mana negara bertanggungjawab terhadap pelaksanaan syariat
Islam tersebut dalam masyarakat dan politik. Persekutuan politik ini pun menuai sukses.
Pada awalnya, KSA tidak mempunyai konstitusi. Pada tanggal 27 Sha’bān 1412 H,
Fahd menerbitkan al- Marsum al-Malaki (titah Raja) No. A/90 tentang Basic Law of
Government yang terdiri dari sembilan Bab dan 83 pasal. Kedelapan bab tersebut adalah
mengenai (1) Prinsip-prinsip umum (2) sistem Pemerintahan, (3) Nilai-nilai masyarakat
Saudi, (4) Prinsip-prinsip ekonomi, (5) Hak dan Kewajiban, (6) Kekuasaan Negara, (7)
Urusan Keuangan, (8) Lembaga Audit, dan (9) Penutup.
Pada Pasal 1 Bab I dinyatakatan bahwa Pemerintah tidak membuat konstitusi (dustūr)
karena hanya Al-Qur’an dan Sunnah Nabi-lah yang merupakan konstitusi sebenarnya dari
suatu masyarakat Muslim. Sistem politik adalah monarki, tetapi pemerintah mendapat
otoritasnya dari Kitab Allah yang Maha Besar dan Sunnah Nabi-nya, negara melindungi
kredo Islam, negara menerapkan syariatnya; negara memerintahkan rakyat untuk melakukan
kebaikan dan mencegah kejahatan; negara memenuhi kewajiban untuk berdakwah. Pada
amandemen tahun 2005, Pasal 1 secara ringkas menyatakan: “The Kingdom of Saudi Arabia
5
Munawir Sjadzadi, Islam dan Tata Negara, (Depok: Universitas Indonesia Press, 1990), hlm. 1-2.
6
Pepen Irfan Fauzan, Model Penerapan Syari’ah dalam Negara Modern Studi Kasus Arab Saudi, Iran,
Turki dan Indonesia, h. 58.
is a sovereign Arab Islamic State.” 7Dalam struktur Kerajaan, otoritas agama - yakni ulama -
menjadi penasihat bidang syariat Islam di kerajaan. Hubungan antara dua otoritas ini, otoritas
agama dan otoritas publik, tidak dirumuskan ke dalam suatu konstitusi yang kepadanya
penguasa tunduk dalam melaksanakan kekuasaannya. Hubungan tersebut lebih didasarkan
atas komitmen personal keluarga kerajaan terhadap pendapat-pendapat atau nasihat ulama.
Dalam kerajaan Arab Saudi, syariat Islam yang mencakup hukum kriminal dilaksanakan, dan
kerajaan bertanggung jawab atas pelaksanaanya: “The State shall protect the Islamic Creed
and shall cater to the application of Shari'ah.”8
Arab Saudi sebagai negara monarkhi absolut tidak dapat menerima masuknya demokrasi
didalam sistem pemerintahannya dengan berbagai pertimbangan, seperti demokrasi dapat
mengakibatkan masuknya kekuatan yang dapat merusak stabilitas pemerintahan arab saudi
seperti syiah dan pertimbangan lainnya.Momentum Arab Spring dimanfaatkan kelompok pro-
demokrasi yang berafiliasi dengan kelompok Ikhwanul Muslimin di Mesir untuk
menyampaikan tuntutan mereka tentang demokratisasi Arab Saudi.10 Akibat tuntutan yang
terus disampaikan pihak pro-demokrasi menjadikan Arab Saudi mengambil strategi untuk
menekan langsung pada pusat pergerakan paham pro-demokrasi tersebut. Arab Saudi
memilih sikap konfrontasi terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin di Mesir yang dianggap
sebagai penyebab kerusakan kawasan Timur Tengah.11Arab Saudi kemudian mengambil
sikap mendukung pihak pemerintahan kudeta Militer Mesir untuk tujuan melemahkan
7
Pepen Irfan Fauzan, Model Penerapan Syari’ah dalam Negara Modern Studi Kasus Arab Saudi, Iran,
Turki dan Indonesia, h. 59.
8
Kaza, Dukungan Arab Saudi Terhadap Kudeta Mesir Tahun 2013, (Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu
hubungan internasional FISIP UR) hlm.71-72
11
Arif Wicaksa, Strategi Arab Saudi Terhadap Stabilitas Pemerintahannya Tahun 2011-2013, JOM
FISIP Volume 2 No. 1, Februari 2015, h. 5.
kekuatan Ikhwanul Muslimin sehingga ideologi pro-demokrasi dari Ikhwanul Muslimin dapat
dilemahkan pula. Lebih jauh lagi, Arab Saudi juga menjatuhkan vonis teroris bagi kelompok
Ikhwanul Muslimin pasca penjatuhan vonis serupa oleh pemerintahan kudeta militer Mesir.12
Penjatuhan vonis ini kemudian menghasilkan dampak lanjutan didalam negeri Arab
Saudi. Setiap orang yang terindikasi memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin berarti
telah menjalin hubungan dengan kelompok teroris, mendukung ideologi Ikhwanul Muslimin
termasuk ideologinya yang pro-demokrasi maka berarti mendukung ideologi teroris. Strategi
yang dilakukan Arab Saudi telah berhasil melemahkan tuntutan demokratisasi Arab Saudi,
dan sekaligus merupakan strategi tepat dalam meminimalisir isu demokratisasi sebagai faktor
pemicu revolusi.
Keberadaan kelompok syi’ah dinegara Islam seperti Arab Saudi merupakan suatu sumber
potensial terjadinya konflik dan faktor pemicu terjadinya revolusi. Hal ini dikarenakan dua
entitas ini (Sunni dan Syi’ah) merupakan dua hal yang tidak mungkin dapat dipersatukan
karena pertentangan ajaran dari setiap entitas. Syi’ah mengajarkan bahwa membantai umat
Islam (Sunni) merupakan sebuah kebajikan yang sangat besar, ditambah lagi berbagai ajaran
syi’ah lainnya yang sangat membahayakan bagi umat Islam.13 Keadaan tersebut menjadikan
hubungan antara Suni dan Syi’ah menjadi hubungan yang konfliktual.
Pernyataan dari tokoh Syi’ah tersebut jelas merupakan bentuk tindakan membahayakan
bagi keutuhan negara, sehingga pemerintah Arab Saudi mengambil inisiatif untuk
12
Arif Wicaksa, Strategi Arab Saudi Terhadap Stabilitas Pemerintahannya Tahun 2011-2013, JOM
FISIP Volume 2 No. 1, Februari 2015, h. 5.
13
Kaza, Dukungan Arab Saudi Terhadap Kudeta Mesir Tahun 2013, (Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu
hubungan internasional FISIP UR) hlm.71-72
14
Arif Wicaksa, Strategi Arab Saudi Terhadap Stabilitas Pemerintahannya Tahun 2011-2013, JOM
FISIP Volume 2 No. 1, Februari 2015, h. 6.
menghukum mati Nimr al Nimr dengan tuduhan menghasut dan membahayakan keutuhan
nasional.22 Tindakan pemerintah Arab Saudi menjadi pukulan telak bagi Kelompok Syi’ah
Arab Saudi karena menunjukkan keseriusan dan ketegasan pemerintah Arab Saudi terhadap
persoalan keamanan nasional dan akan menindak siapapun yang berusaha untuk
merusaknya.Pada dasarnya Arab Saudi memang tidak bisa menerima Syi’ah didalam
pemerintahan, karena keberadaan Syi’ah yang didalam pemerintahan merupakan hal yang
tidak sesuai dengan konstitusi ditambah lagi dengan keberadaan Syi’ah dalam pemerintahan
akan menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi umat Islam (Sunni) sehingga pemerintah
Arab Saudi harus menutup kemungkinan masuknya Syi’ah dalam pemerintahan. 15 Namun
yang harus diperhatikan adalah walaupun pemerintah Arab Saudi membatasi pergerakan
Syi’ah bukan berarti pemerintah Arab Saudi melakukan diskriminasi terhadap masyarakat
Syi’ah dari segi pelayanan pemerintahan, karena didalam penegakan hukum dan pelayanan
negara, pemerintah Arab Saudi akan melayani rakyatnya tanpa membedakan agama.16 Namun
untuk persoalan pemerintahan, Arab Saudi tidak bisa menerima kehadiran Syi’ah
didalamnya.
Tidak hanya pada aspek kebijakan domestik. Strategi Arab Saudi membatasi pergerakan
Syi’ah juga dilakukan pada praktek politik luar negerinya untuk meminimalisir penyebaran
pergerakan Syi’ah dikawasanya yang pada akhirnyadiharapkan mampu mengurangi intensitas
pergerakan Syi’ah Arab Saudi sendiri. Dalam Praktek politik luar negerinya Arab Saudi
menunjukkan dukungan keberpihakannya pada pihak yang melawan kelompok Syi’ah baik
dari pihak pemerintah negara maupun dari pihak non pemerintah negara.Bukti nyata dari
perlawanan Arab Saudi terhadap Syi’ah adalah sikap Arab Saudi yang mendukung
pemerintahan Yaman untuk melawan perlawanan kelompok Syi’ah Yaman yang juga sangat
membahayakan bagi Arab Saudi karena kelompok Syi’ah Yaman yang menamakan diri Al
Houthi telah berani melakukan pergerakan hingga mencapai wilayah territorial Arab Saudi
sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi Arab Saudi dapat mengganggu keamanan
nasionalnya,17 sehingga bertolak dari hal ini maka pemerintah Arab Saudi mengambil sikap
mendukung pemerintah yaman melawan kelompok Syi’ah tersebut.
15
Jeremy Salt, “Containing The Arab Spring”, Interface Journal, Vol. 4 No. 1, h. 65-66
16
Arif Wicaksa, Strategi Arab Saudi Terhadap Stabilitas Pemerintahannya Tahun 2011-2013, JOM
FISIP Volume 2 No. 1, Februari 2015, h. 6.
17
Alviv Zunaida, Kompleksitas Konflik Internal Yaman Tahun 2004-2009, (Skripsi Sarjana Jurusan
Ilmu hubungan internasional FISIP Universitas Jember) hlm.vii
B. Uni Emirat Arab
Negara-negara bagian (lebih dikenal sebagai emirat) di sepanjang pesisir pantai Teluk
Persia memberikan hak pertahanan dan urusan luar kepada Kerajaan Britania Raya pada abad
kesembilan belas. Pada tahun 1971, enam dari negara-negara bagian ini - Abu
Dhabi, Ajman, Fujairah, Sharjah, Dubai, dan Umm al-Qaiwain-bergabung untuk mendirikan
Uni Emirat Arab. Pada tahun 1972, Ras al-Khaimah menyertai mereka.
Permukiman manusia yang paling awal dikenal di UEA tanggal dari periode Neolitik, 5500
SM. Pada tahap awal, ada bukti interaksi dengan dunia luar, terutama dengan peradaban di
utara di Persia. Kontak ini bertahan dan menjadi luas, mungkin didorong oleh perdagangan di
tembaga dari Pegunungan Hajar, yang dimulai sekitar 3000 SM. Perdagangan mulai
berkembang pesat karena difasilitasi oleh domestikasi dari unta pada akhir milenium kedua
SM.
Dengan lalu lintas darat AD kafilah abad pertama antara Suriah dan kota-kota di Irak selatan
dimulai. Juga, ada perjalanan yang berlayar di laut ke pelabuhan penting Omana (mungkin
saat ini Umm al-Qaiwain) dan kemudian ke India. Rute ini adalah sebuah alternatif untuk rute
Laut Merah yang digunakan oleh Roma. Mutiara yang telah dieksploitasi di daerah selama
ribuan tahun namun saat ini perdagangan mencapai ketinggian baru. Pelayaran juga
merupakan andalan dan juga diselenggarakan Pameran besar di Dibba, yang mendatangkan
pengunjung sampai ke Tiongkok.
Islam adalah yang terbesar dan menjadi agama resmi negara UEA. Pemerintah memberikan
wewenang kepada polisi untuk menjaga toleransi dalam beragama dan jarang terlibat dalam
aktivitas keagamaan Non-Muslim.18 Hal yang sama juga diterapkan oleh warga Non-Muslim
dengan tidak mencampuri urusan keagamaan Islam dalam berbagai hal.
18
"International Religious Freedom Report for 2012 – United Arab Emirates". Bureau of Democracy, Human
Rights, and Labor.
19
Bassma Al Jandaly (5 April 2008). "Churches and temples in the UAE". Gulf News.
Berdasarkan sensus Kementerian Perekonomian pada tahun 2005, 70% dari total populasi
adalah Muslim, 21% Kristen, dan 9% lainnya (terutama Hindu). Angka-angka sensus tidak
memperhitungkan banyak pengunjung dan pekerja "sementara" juga
menghitung Baha'is dan Druze sebagai Muslim. Di antara warga Muslim Emirat, 85%
adalah Sunni, sementara Syiah 15%, sebagian besar terkonsentrasi
di emirat Sharjah dan Dubai. Imigran Oman kebanyakan adalah Ibadi, sementara
pengaruh Sufi juga ada.20
Secara formal, negara Uni Emirat Arab menganut agama Islam. Hal itu sebagamana
disebutkan dalam konstitusi UEA, Pasal 7, yang menyebutkan, “Islam adalah agama resmi
Uni,syariat Islam merupakan sumber hukum utama dalam Uni. Bahasa resmi Uni adalah
bahasa Arab.”
B. Proses Demokratisasi
Pola sistem politik UEA dirancang untuk mempertahankan warisan lama yang disesuaikan
dan digabungkan dengan struktur pemerintahan modern. Konstitusi mereka yang ada sejak
merdeka, kemudian dibuat permanen pada tahun 1996. Menurut Konstitusi UEA, bentuk
pemerintahannya adalah “monarki federal”.21 Presiden dan wakil presiden dipilih dari para
emir yang berkuasa di tujuh emirat.
Pertama, kelompok kekuasaan tertinggi adalah apa yang disebut sebagai “Dewan Tinggi
Federal atau Federal Supreme Council atau FSC”. Dewan ini terdiri dari tujuh emir dari tujuh
keemiratan yang tergabung dalam UEA. FSC adalah badan konstitusional tertinggi di UEA.
Dewan ini menetapkan kebijakan umum dan sanksi undang-undang federal. FSC juga
memilih Presiden (dan Wakil Presiden) dari para emir tujuh emirat. Pertemuan ini
dilaksanakan setiap lima tahun untuk mengukuhkan kembali presiden petahana atau memilih
yang baru. Di antara para emir, dua emir, yaitu Emir Abu Dhabi dan Emir Dubai memiliki
hak veto dalam pemilihan presiden.22
20
“Islam: Sunnis and Shiites" (PDF). investigativeproject.org. 23 February 2004.
21
“Monarki federal” adalah gabungan beberapa monarki dalam satu negara dengan satu raja sebagai kepala
negara federasi, tetapi tiap-tiap negara bagian mempertahankan monarki yang berbeda.
Lihat,https://ipfs.io/ipfs/QmXoypizjW3W-
knFiJnKLwHCnL72vedxjQkDDP1mXWo6uco/wiki/Federal_monmonar.html, diakses pada 19 Januari 2018.
Dalam kaitankajian ini, UEA adalah gabungan beberapa emirat dalam satu negara dengan kepala negara yang
disebut presiden
22
Country Watch, “United Arab Emirates,” 63.
Kedua, jabatan presiden dan wakil presiden. Dalam sejarah UEA yang menjabat presiden
adalah Emir Abu Dhabidan yang menjabat wakil presiden adalah Emir Dubai. Presiden
menunjuk anggota kabinet. Presiden juga menunjuk perdana menteri dan wakil perdana
menteri.
Ketiga, jabatan dewan menteri. Dewan menteri ini dipimpin oleh perdana menteri yang
dirangkap oleh wakil presiden.
Keempat, kekuasaan legislatif, ada Dewan Nasional Federal atau Federal National Council—
FNC. Dewan ini memiliki 40 anggota, yang terbagi menjadi dua bagian. Setengah anggota
FNC (20 orang) ditunjuk oleh tujuh emir mewakili wilayahnya dan setengah (20 orang)
anggota yang lainnya dipilih langsung oleh rakyat. Masa jabatan mereka adalah empat tahun.
Pasal 68 Konstitusi UEA menyebutkan bahwa 40 kursi anggota FNC itu didistribusikan ke
tiap-tiap emirat dengan komposisi berikut: wilayah Abu Dhabi mendapatkan 8 kur-si, Dubai
8 kursi, Sharjah 6 kursi, Ras al-Khaimah 6 kursi, Ajman 4 kursi, Umm al-Quwain 4 kursi,
dan Fujairah 4 kursi.23
Kelima, kekuasaan yudikatif. Sistem hukum UEA didasar-kan pada sistem syariat dan
pengadilan sipil. Independensi peradilan dijamin oleh Konstitusi UEA. Hakim ditunjuk oleh
presiden.
Di UEA, partai politik dilarang. Pemilu dilaksanakan dengan memilih langsung nama
kandidat anggota parlemen yang diusulkan secara independen. Sampai tahun 2017 ini, Uni
Emirat Arab sudah melaksanakan tiga kali pemilihan umum (pemilu) anggota FNC. Pemilu
pertama diadakan pada Desember 2006. Pemilu kedua pada September 2011. Pemilu ketiga
pada 3 Oktober 2015. Dalam Pemilu 2011, ada 129.274 pemilih yang berhak. Pada waktu itu,
ada 469 kandidat (termasuk 85 wanita) untuk 20 kursi yang diperebutkan di FNC. Pemilu
2015 diikuti oleh 330 kandidat (termasuk 74 wanita). Dibandingkan Pemilu 2011, pada
pemilu terakhir ada penurunan peserta calon anggota legislatif. Pada November 2008, masa
tugas anggota FNC diperpanjang dari dua tahun menjadi empat tahun, durasi masa kerja ini
dianggap lebih sesuai dengan parlemen lainnya di dunia.
Menurut Pasal 69 Konstitusi UEA, disebutkan bahwa setiap emirat bebas untuk menentukan
metode pemilihan warga negara yang akan menduduki anggota FNC. Artinya, setiap emirat
boleh menggunakan cara apa saja untuk memilih perwakilan mereka di FNC. Akan tetapi,
sebelum diadakan Pemilu 3 Oktober 2015, Ketua Komite Pemilu Nasional (The National
23
Sebelum Ras al-Khaimah bergabung ke dalam UEA, jumlah anggota FNC adalah 34 orang. Kemudian, berdasarkan
Keputusan Dewan Tinggi Federal (FSC) No. 3 Tahun 1972, jumlah tersebut diubah menjadi 40 orang.
Election Committee. NEC), Dr. Anwar Mohammed Gargash, mengeluarkan petunjuk
operasional kepemiluan. Aturan ini dibuat agar pelaksanaan berbagai tahap proses pemilihan
mempunyai tingkat transparansi dan profesionalisme yang tinggi. Dia juga menjelaskan
bahwa NEC ingin meningkatkan kinerja dengan mengelola proses pemilihan untuk kali
ketiga di UEA itu dengan efisiensi dan standar organisasi yang lebih baik. Lebih lanjut
disebutkan bahwa NEC akan melaksanakan proses pemilihan sesuai dengan visi
kepemimpinan negara emirat untuk mempromosikan partisipasi politik dan meningkatkan
peran FNC sebagai lembaga yang lebih efektif dan representatif.24
Salah satu aturannya adalah sistem pemungutan suara baru yang disebut “Suara Tunggal”.
Artinya, pemilih hanya memilih satu kandidat dari emiratnya masing-masing. NEC akan
melakukan pendaftaran pemilih di dalam dan luar negeri dan memasukkannya dalam daftar
pemilih. Pemungutan suara dilakukan secara elektronik sebagai mekanisme pemungutan
suara bersatu, baik di dalam mau-pun di luar negeri. Pasal 29 petunjuk operasional pemilu
yang dike-luarkan oleh NEC menyatakan bahwa pemilih harus memberikan suara mereka
melalui sistem pemungutan suara elektronik di tempat pemungutan suara. Artinya, tidak ada
lagi praktik penggunaan surat suara dalam pemungutan suara.
C. Qatar
Qatar merupakan sebuah negara yang berbentuk keamiran, letak ibukota negara Qatar berada
di Doha. Luas wilayah negara Qatar yakni 11.437 km². Negara ini berbatasan dengan Teluk
Persia di bagian Utara, Timur dan Barat, serta Arab Saudi dan Uni Emirat Arab di bagian
selatan. Dari segi iklim, negara Qatar memiliki dua musim yakni musim panas dan musim
dingin. Terhitung pada Tahun 2010, Agama penduduk Qatar terdiri dari muslim 67,7%,
kristen 13,8%,budha 3,1%, hindu 13,8%, folk religion 1%, lainnya 0,7% dan atheis 0,9%.
Bahasa sehari-hari penduduk Qatar adalah bahasa Arab dan bahasa Inggris untuk bahasa
kedua (Central Intelligence Agency,2018).
Pada saat masa kejayaan islam, wilayah Qatar menjadi sasaran kekhalifahan islam yang
kemudian diperintah oleh sejumlah dinasti lokal maupun asing. Sebelum pada akhirnya jatuh
pada kendali dinasti Al-Thani yang dikenal sebagai pendiri dari negara Qatar pada abad ke-
19 (Anthony & Crystal, 2019).25Pada saat awal kependudukan dinasti Al-Thani di Qatar pada
akhir abad ke 19 sampai awal abad ke 20, Al-Thani mencari perlindungan dan bantuan
24
“UAE Government Federal National Council Elections 2015,” diakses pada 29 September 2017,
http://gulfnews.com/news/uae/government/federal-national-council-elections-2015-to-be-held-on-october-3-1.1501183.
25
Repository.umy.ac.id, Dinamika Sosial Politik Qatar
kepada pihak inggris untuk melawan kelompok-kelompok suku yang bersaing untuk
menguasai Qatar dan melawan kekaisaran Ottoman yang juga berusaha untuk menjadikan
Qatar sebagai wilayah kekuasaannya. Sebagai gantinya, inggris mengendalikan kebijakan
luar negeri Qatar sampai kemerdekaan penuh Qatar pada 1971 dan sejak saat itu Qatar terus
memelihara hubungan dengan kekuatan Barat sebagai pilar utama keamanan nasionalnya. 26
Islam sebagai agama resmi pemerintah, dan hukum islam (Shari’ah Islamia) merupakan
sumber utama dari hukum yang berlaku. Mayoritas penduduk Qatar beragama islam (90%)
dan terdapat sekitar 5% dari jumlah penduduk Qatar adalah non-muslim yakni pendatang.27
Qatar merupakan negara islam dengan akar muslim dan menjadikan islam sebagai agama
resmi dari Qatar, namun meskipun sebagian besar warga Negara Qatar merupakan penganut
Islam, Undang-Undang Nasional dan hukum di Qatar tidak memberlakukan larangan
terhadap penganut agama lain untuk melaksanakan kegiatan keagamaan karena masyarakat
Qatar menjunjung nilai-nilai toleransi dan kebebasan beragama (Hukoomi: Qatar e-
Government, Environtment and Agriculture, 2019). Sistem pemerintahan dan instansi-
instansi di Qatar berlandaskan syariat islam, tetapi warga non-muslim juga dapat ikut
berpartisipasi dalam pemerintahan. Tetapi dengan kebebasan beragama di Qatar, warga
negara asing maupun non-muslim tetap diminta secara hormat untuk menghormati keyakinan
Islam rakyat dan negara Qatar.28
Sistem pemerintahan negara Qatar didasarkan atas pemisahan dan penggabungan kekuasaan.
Dimana kekuasaan tertinggi yaitu kekuasaan eksekutif dimiliki oleh Emir dan pewaris yang
ditunjuk, akan tetapi Qatar dalam praktik kenegaraannya tetap menghargai adanya konstitusi.
Sedangkan kekuasaan legilatif dimiliki pleh Advisory Council (Hukoomi Qatar e-Goverment,
2018). Mengenai kewenangan eksekutif, di negara Qatar badan eksekutif tertinggi yakni
kepala negara Qatar yang dipimpin oleh Emir. Emir memiliki wewenang dalam mengatur
urusan internal, eksternal dan segala urusan hubungan antar mancanegara. Selain itu Emir
26
Ibid
27
Kedutaan BesarRepublik Indonesia di Doha, Negara Qatar (kemlu.go.id)
28
Repository.umy.ac.id, Dinamika Sosial Politik Qatar
juga memiliki wewenang dalam mengatur angkatan bersenjata di Qatar yang dibantu oleh
dewan keamanan Qatar, beliau juga berkedudukan sebagai panglima tertinggi. Emir juga
memiliki kewenangan terkait dengan putusan akhir dalam proses hukum di negara Qatar
meskipun segala proses hukum berada di bawah naungan lembaga hukum (Hukoomi Qatar e-
Goverment, 2018).29
Berkaitan dengan konstitusi negara Qatar secara umum, pertama kali dikeluarkan sebelum
terjadinya kemerdekaan negara Qatar yakni pada tahun 1970 dan kemudian disempurnakan
pada tahun 1972 pasca kemerdekaan guna menghadapi fase baru di negaranya. Di tahun 1999
Qatar mengadakan pemilu pertama kalinya yang bertujuan untuk membentuk Central
Municipal council. Hingga di tahun 2008 Qatar melakukan penataan ulang pada
ketatanegaraannya dengan beralih pada Ministry portofokio-based. Sehingga dalam hal ini
Ministers bertanggung jawab atas kebijakan tertentu. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan kerja sama antar departemen dan mengurangi fragmentasi dalam
pengambilan keputusan (Hukoomi Qatar e-Goverment, 2018). Selanjutnya, dalam proses
perumusan konstitusi di negara Qatar pada bulan Juli tahun 1999 Emir membuat sebuah
komite yang bertujuan untuk merancang adanya konstitusi permanen di negara Qatar. Di
tanggal 29 April 203 terdapat sebuah referendum publik yang menyetujui konstitusi baru
tersebut dan 8 Juni 2004 Emir menetapkan konstitusi tersebut berisi bahwa Qatar merupakan
negara yang berdaulat independent. Agama di negara tersebut adalah islam dengan sistem
politik demokratis. 30
D. Kuwait
A. Praktek Kenegaraan Kuwait
1. Sekilas tentang Kuwait
Kuwait mulai muncul dibawah pengaruh kesultanan utsmani pada abad ke-19.
Satu masa yang penting dalam perkembangan politik, sosial, dan ekonomi Kuwait
adalah keruntuhan pasar saham Souk Al-Manakh pada tahun 1982. Keruntuhan
yang utama ini memiliki akibat-akibat yang meluas dan kekal dalam ingatan
masyarakat dunia selama berpuluh-puluh tahun kemudian.
29
Ibid
30
Ibid
Bendera Negara Kuwait:
Setelah bersekutu dengan Irak dalam Perang Iran-Irak sehingga akhirnya pada
tahun 1988 (Kuwait membayar Irak untuk melindunginya dari apa yang dianggap
sebagai ancaman yang ditimbulkan oleh Iran), Kuwait diserang dan diduduki oleh
Irak (di bawah Saddam Hussein) pada 2 Agustus 1990. Alasan utama Hussein
termasuk tuduhan bahwa wilayah Kuwait sebenarnya merupakan sebuah provinsi
Irak, dan pernyataan itu merupakan tindakan balas dendam terhadap "perang
ekonomi" Kuwait. Hussein menggulingkan pemerintahan monarki selepas
penaikan tahtanya dan melantik seorang gubernur Kuwait yang baru. Diberikan
kekuasaan oleh Dewan Keamanan PBB, sebuah angkatan tentara campuran yang
terdiri dari 34 buah negara, diketuai oleh Amerika Serikat, bertempur dalam
Perang Teluk untuk membebaskan Kuwait. Setelah enam minggupertempuran
yang ganas pada awal 1991, angkatan tentara Irak terpaksa mundur dari Kuwait
pada 26 Februari 1991. Selama pengunduran, Angkatan Darat Irak
menggunakandengan cara pembakaran tanah melalui membakar kilang-kilang
minyak Kuwait. Kebakaran itu mengambil melebihi sembilan bulan untuk
mematikannya, dengan biaya perbaikan infrastruktur minyak melebihi ASD$5
miliar. Sebagian bangunan dan fasilitas infrakstruktur (termasuk Bandar Udara
Internasional Kuwait) juga mengalami kerusakan yang parah selama pertempuran.
2. Sistem Pemerintahan Kuwait
Struktur Pemerintahan Kuwait:
P
m
e
l
r
a
r
e
P
d P
h
M
a
r
t
u
r
i
m
A
a
N
k
i
e
h
S
a
N
n
o
ti l
d
a
m
h
A
Parle
Perd
Put r a m
A mi
n
e
M
m
e
s
A M
l
d
a
m
h
A
a
h
b
a
s
-
l
A
S heikh N a
ANa
S heik
hmad
htio
Sa
A
Me
A hmad A
A ssem n
A l-sab
Kuwait saat ini berada di bawah pemerintahan Amir Sabah Al-Ahmad Al-
Jabir Al-Sabah (sejak 29 Januari 2006) sebagai sebuah negara merdeka dan
mempunyai kepentingan yang strategis untuk Amerika Serikat.Kuwait merupakan
Negara dengan bentuk Negara monarki konstitusional dan bersistem parlementer.
Kewenangan legislatif diberikan kepada Amir dan majelis nasional (Majelis
al- Ummah). Parlemen Kuwait disebut dengan National Assembly (Majlis al-
Ummah). Anggota National Assembly terdiri atas 75 orang, di mana 50 orang
yang dipilih lewat rakyat dan 25 orang yang diangkat oleh Amir. Masa kerja
National Assembly adalah 4 tahun. Parlemen memiliki hak bertanya dan
interpelasi serta mengajukan mosi tidak percaya terhadap Menteri. Dikuwait ini
tidak ada partai politik. Mereka mewakili spektrum yang luas dari kelompok
politik: liberal, demokrat, independen, dan kelompok Islam. Legislasi dapat
diprakarsai oleh dekrit Amiri, menterinya atau oleh majelis. Penempatan
rancangan undang-undang sebagai hukum tidak dapat dilakukan melainkan
ditangani Majelis Nasional.
Kekuasaan eksekutif terletak pada Amir dan dilakukan melalui menteri-
menterinya yang membentuk Dewan Menteri (kabinet). Dewan ini terdiri dari 15
atau 16 menteri. Amir menunjuk dewan menteri atas rekomentasi perdana
menteri.31
Amir adalah kepala negara yang mengangkat dan memberhentikan Perdana
Menteri dan para Menteri setelah melakukan konsultasi secara kekeluargaan.
Amir menentukan pewaris kekuasaan yang harus disetujui oleh mayoritas anggota
Parlemen. Amir juga merupakan komandan tertinggi angkatan bersenjata.
Pemegang kuasa eksekutif adalah Perdana Menteri dan kabinet.
3. Kekuatan Politik Islam di Kuwait
Mayoritas penduduk Kuwait (sekitar 90 persen) adalah Muslim dari total
penduduk sekitar 4,398 juta jiwa. Sekitar 75 persennya bermazhab Sunni Maliki
dan Hanbali yang cukup berpengaruh dalam kehidupan warganya, baik itu pada
taraf masyarakat kelas menengah, ulama, maupun keluarga elite monarki.
Sementara sisanya sekitar 15 persen adalah penganut Syiah. Kelompok Syiah
dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu Syiah Arab atau Syiah Kuwaiti.
sekitar 20 persen dari total penduduk Syiah, sedangkan sisanya adalah Syiah yang
berasal dari Iran. Dengan pengaruh Islam yang sedemikian kuat, wajar kiranya
bila rakyat dan penguasa Kuwait menjadikan Islam sebagai agama resmi dan
Syariat Islam sebagai sumber utama hukum negara, sebagaimana tertera dalam
konstitusi pasal 2, bahwa “The religion of the State isIslam, and the Islamic
Sharia shall be a main source of legislation”. Dengan demikian, berdasarkan teks
konstitusi tersebut agama resmi negara adalah Islam dan pemerintah harus
mengarahkan umat Islam pada jalur yang benar sesuai syariat sehingga dapat
diterima pada setiap aspek kehidupan masyarakat Kuwait.
Sementara itu, dinamika politik di Kuwait tidak dapat dilepaskan dari
persinggungan yang kuat antara pemerintah monarki dan komunitas sosial-politik
yang tumbuh pada pertengahan abad ke 20 seiring dengan dibentuknya negara
Kuwait modern. Sepanjang sejarahnya politik Kuwait pun kerap diwarnai oleh
relasi yang kuat di satu sisi dan pertentangan pada sisi lainnya antara dinasti As-
31
Prof. Dr. Amany Lubis, MA, Sejarah Politik Islam Modern,Puslitpen LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2018
hal.57
Sabah dengan komunitas suku maupun dengan kelompok oposisi yang dipelopori
oleh kelompok Islam. Pergulatan antara aktor politik di Kuwait dapat dilihat dari
dinamika politik di parlemen yang banyak terjadi perbedaan pandangan dalam
menentukan sebuah kebijakan. Menurut Ghabra, terdapat tiga kelompok utama
yang menjadi aktor dalam kancah politik Kuwait, antara lain elit monarki,
komunitas suku, dan kelompok oposisi baik dari kalangan Islam maupun liberal.32
Meskipun monarki Kuwait melarang pembentukan partai politik, organisasi
sosial-politik nonresmi diperbolehkan dan berkembang dengan sangat dinamis.
Para aktivisnya sangat aktif dan berperan cukup signifikan dalam kancah politik
Kuwait. Dalam konteks politik nasional, kelompok oposisi dapat dibagi dalam tiga
kekuatan utama, yaitu kelompok oposisi Islam, gerakan populer yang terdiri dari
Forum Demokrasi Kuwait, Aliansi Demokrasi Nasional, dan Gerakan Progresif
Kuwait. Sementara itu, kelompok independen, kebanyakan terdiri dari para
aktivis, baik intelektual, pemuda mau- pun suku yang mempunyai pandangan
kritis terhadap pemerintah.
Meskipun ketiga kelompok ini mempunyai tujuan yang sama dalam hal
reformasi politik, terdapat perbedaan yang menonjol di antara mereka, terutama
terkait dengan masalah kebijakan sosial- politik, agama, dan kebijakan luar negeri.
Menurut Tetreault, secara ideologis, aktivisme politik Kuwait didominasi oleh
beberapa arus, di antaranyaadalah kelompok pedagang liberal yang berhaluan
nasionalis yang terinspirasi pemikiran Nasserisme dan Ba’tsisme, kelompok ini
berkembang sekitar tahun 1970-an, kemudian kelompok yang berhaluan Islam,
seperti Ikhwanul Muslimin (IM) dan Salafi. Menurut Katzman, kelompok politik
Islam sesuai afiliasinya dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu kelompok
oposisi Islam yang terdiri dari faksi politik Islamic Constitutional Movement
(ICM) dan Salafi. Sementara itu, kelompok pro-monarki terdiri dari kalangan
Syiah dengan beragam alirannya.
Gerakan ICM merupakan sayap politik IM yang cukup berpengaruh dalam
kehidupan sosial-politik masyarakat Kuwait. Hal itu dibuktikan dengan
banyaknya masyarakat yang simpati dengan aktivitas sosial-politik ICM serta
banyak dari anggota IM yang men- calonkan diri menjadi anggota legislatif.
Secara historis, Gerakan IM dapat tersebar luas berkat persinggungan antara
Ikhwanul Muslimin di Mesir dan kelompok Islam Kuwait yang terjadi pada
32
Jurnal Penelitian Politik | Volume 15 No. 1 Juni 2018, hal. | 97–113
pertengahan abad ke-19 setelah pemimpin gerakan Abdul Aziz Ali Al-Matu’
bertemu dengan Hassan Al-Banna di Makkah. Pertemuan ini menginspirasi
berdirinya jaringan pertama Ikhwanul Muslimin di Kuwait pada tahun 1952
dengan nama Jamiyyah Al-Irsyad Al-Islami yang kemudian berganti nama
menjadi Jamiyyah Al-Islah Al-Ijtimai. Atas saran Al-Banna jugalah Al-Matu’
menjadi anggota Majelis Konstituante Ikhwanul Muslimin. Melalui majelis ini,
Al-Matu’ banyak menjalin hubungan dengan jaringan IM Mesir dan para
pendukung Al-Banna, bahkan sebagian di antaranya ada yang mengikuti Al-Matu’
ke Kuwait untuk menyebarkan paham IM di sana. Kondisi politik Mesir pada era
1954 yang represif terhadap IM telah mengakibatkan eksodus besar-besaran
sejumlah tokoh dan aktivis IM ke sejumlah negara Teluk, termasuk Kuwait.
Seiring berjalannya waktu, generasi pengikut Al-Mutu’ kemudian menjadi
pencetus lahirnya organisasi politik reformis ICM.
ICM didirikan sebagai gerakan politik Islam gaya baru di Kuwait yang
didirikan pada 30 Maret 1991 dengan tujuan untuk melakukan reformasi
pemerintah secara legal di samping perannya dalam bidang sosial dan amal.
Menurut Islam Hassan dalam ar- tikel Muslim Brotherhood in Kuwait,
kemunculan ICM di Kuwait dilatarbelakangi oleh kekecewaan sebagian
anggotanya terhadap IM Internasional yang seakan-akan diam dangerakan ini
memutus hubungan dengan IM internasional, padahal sebelum- nya IM Kuwait
merupakan garda depan pendukung aktivisme IM internasional, seperti gerakan
perlawanan melawan Israel dan perang melawan sejumlah rezim Timur Tengah.
Setelah Perang Teluk, ICM tumbuh dengan dorongan sebagian anggotanya
untuk terus memperjuangkan reformasi melalui Social Reformation Society (SRS)
yang bergerak dalam bidang sosial dan amal. Seiring berjalannya waktu, IM
Kuwait mengalami perpecahan tepatnya pada tahun 2003 dengan munculnya dua
kubu kepemim- pinan IM sehingga pada Pemilu 2003 kelompok tersebut
mengalami kekalahan dan harus kehilangan tiga dari lima jatah kursi IM di
parlemen.
Setelah kekalahan pada pemilu, ICM melakukan restrukturisasi organisasi
secara drastis dengan menciptakan Majelis Umum ICM yang beranggotakan 70
orang di samping perombakan struktur ICM yang beranggotakan 21 orang untuk
mengisi jabatan di kantor urusan politik ICM. Menurut sebagian kalangan,
restrukturisasi ini dimaksudkan untuk membentuk organisasi atau faksi politik
guna menggalang kekuatan dalam menghadapi pemilu baru. ICM pun merombak
jajaran pimpinannya dengan memprioritaskan anggota yang lebih muda dan
moderat dibandingkan kalangan yang lebih tua. Terbukti dengan perombakan
pada masa awal tersebut, beberapa kali ICM dan kelompok yang tergabung dalam
blok oposisi memperoleh suara yang signifikan, seperti pada pemilu baru 2012,
2014, dan 2016. Di parlemen, ICM berkoalisi dengan kelompok Islam lainnya
untuk bekerja sama dalam merumuskan undang- undang dan kebijakan politik.
Sementara itu, gerakan Salafi di Kuwait dapat dibagi dalam dua kelompok,
yaitu Salafi puritan dan aktivis. Kaum Salafi puritan lebih kuat dan berkembang di
dalam negeri, sedangkan Salafi yang aktivis lebih banyak menggalang dukungan
di luar negeri. Salafi puritan cenderung kurang politis dan lebih memilih untuk
fokus pada penguatan keagamaan dan penegakan nilai Islam yang sesuai dengan
As-Salaf As-Salih. Sementara itu, Salafi yang aktivis sejak lama terlibat dalam
politik praktis di Kuwait. Bahkan, dalam Pemilu Parlemen 2012, kelompok ini
memperoleh suara yang signifikan dan sempat mendominasi kursi parlemen.
Hanya saja, dominasi dan sikap represif monarki menjadikan kelompok ini
terpinggirkan.
Kemunculan Salafi menjadi organisasi yang tertata pada pertengahan abad ke-
19 adalah ketika sejumlah kalangan pemuda yang mengikuti dakwah Salafi
berkumpul dan menyusun program untuk mengingatkan kembali masyarakat
Kuwait akan pentingnya Islam yang bersumber dari ajaran Rasul dan para sahabat.
Mereka memu- tuskan untuk tidak banyak berkecimpung dalam kancah politik,
tetapi lebih fokus pada bidang pendidikan dan amal.
Pada masa awal berdirinya negara Kuwait modern, orang Salafi mendapatkan
banyak pengikut di Kuwait dan mulai terjun ke dunia politik, khususnya dari
kalangan pebisnis. Organisasi kelompok Salafi yang pertama kali muncul adalah
Revival of Islamic Heritage Society (RIHS) di bawah pimpinan syekh dari Mesir,
Abdurrahman Abdul Khaliq. Tujuannya adalah agar RIHS dapat menjadi
kendaraan politik bagi kaum Salafi, terutama bagi para ulama dan aktivis.
Meskipun kelompok ini kerap dirugikan rezim, keberadaan- nya di Kuwait sangat
diuntungkan dan menikmati dukungan dari pengusaha Arab Saudi sebagai sekutu
dekat monarki.
Selain RIHS, faksi Salafi lainnya yang juga berperan dalam kancah politik
Kuwait adalah Asosiasi Salafi Islam (At-Tajammu’ Al-Islami As-Salafi) yang
didirikan pada tahun 1991 dengan tujuan membangun moralitas masyarakat
Kuwait setelah konflik yang berkepanjangan dengan Irak. Isu yang kerap
didengungkan kelompok ini di parlemen adalah berkaitan dengan hukum Islam
(syariat) dan menjadikan syariat sebagai satu-satunya sumber hukum, melarang
minuman keras, dan perjudian. Di parlemen, Asosiasi Salafi Islam merupakan
kelompok Salafi terbesar yang dekat dengan kelompok pro-monarki. Kelompok
ini harus bersaing untuk mendapatkan pengaruh dari kalangan elite urban atau
“Hadar” dengan ICM yang juga mendapatkan dukungan signifikan dari kalangan
urban.
Kemudian, yang terakhir adalah Partai Al-Ummah (Hizb Al- Ummah) yang
merupakan sayap politik dari kelompok Salafi. Faksi ini didirikan pada tahun
2005 dengan sebagian besar anggotanya berasal dari komunitas Arab Badui yang
terinspirasi dari pemikiran Syekh Al-Mutairi. Para pemimpin kelompok ini
berusaha mendorong gerakan Salafi di seluruh Kuwait agar dapat bertransformasi
menjadi kekuatan politik yang diperhitungkan. Di parlemen, pendukung faksi ini
kerap menyerukan kedaulatan rakyat dan pelaksanaan demokrasi di parlemen.
Karena pandangannya yang lebihmoderat, wajar kiranya jika banyak aktivis Salafi
dari Partai Al-Ummah tidak disukai oleh kalangan Salafi konservatif.
Jika melihat di antara kekuatan politik Islam yang tumbuh di Kuwait,
tampaknya, ICM merupakan kelompok yang paling siap dalam menghadapi
terpaan krisis dan dominasi kuat monarki karena ICM lebih mengedepankan
reformasi damai dalam aksinya ketimbang harus menempuh cara-cara kekerasan.
Hal ini berbeda dengan kelompok lain, seperti Syiah yang sudah terfragmentasi
secara politis dengan menjadi kelompok pro-monarki sehingga tidak memiliki
organisasi politik yang cukup baik di tengah semakin meningkatnya krisis politik
Kuwait.33
4. Proses Demokratisasi
Pengalaman Kuwait dalam berdemokrasi, terutama sejak masa
pascakemerdekaan, menjadikan Kuwait sebagai role model dalam pelaksanaan
politik demokrasi di kawasan terlepas dari kekurangan yang melatarbelakanginya.
Pengalaman demokrasi tersebut telah memberikan ruang yang luas bagi warga
dengan berbagai macam kecenderungan politiknya, baik islamis, nasional-sekuler
33
Muhammad Fakhry Ghafur (Ed.), Politik Islam di Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab Jakarta: LIPI Press,
2019, hal. 95
maupun sosialis untuk terlibat aktif dalam proses demokratisasi yang berlangsung,
khususnya melalui penyelenggaraan pemilu parlemen dan peran aktif warga di
media sosial.
Di antara gerakan atau organisasi politik terbesar yang memanfaatkan
momentum perkembangan demokrasi di Kuwait adalah ICM atau Islamic
Constitutional Movement yang merupakan afiliasi dari kelompok Ikhwanul
Muslimin Kuwait. Seiring dengan berjalannya waktu, ICM melakukan
reorganisasi besar-besaran melalui agenda reformasi dan memunculkan
kepemimpinan baru di tubuh organisasinya, terutama dari kalangan pemuda. Sejak
saat itu, popularitas organisasi dan pengaruh politik semakin meningkat, bahkan
salah seorang petinggi ICM diangkat sebagai menteri di kabinet yang baru
terbentuk, kemudian tradisi tersebut terus berlangsung sampai sekarang. Dari sini
dapat dilihat bahwa ICM mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya
memajukan demokrasi di Kuwait dengan terlibat langsung dalam pemerintahan.
Dengan kata lain, ICM adalahgerakan yang paling populer dan kompromistis
dibandingkan kelompok Salafi yang tergabung dalam
Revival of Islamic Heritage Society (RIHS) yang lebih reaksioner ataupun
dengan Asosiasi Kelompok Liberal dan Syiah yang kurang populer di kalangan
masyarakat perkotaan dan suku tradisional.
Berkembangnya gerakan maupun organisasi politik di Kuwait tidak lepas dari
tiga faktor pendukung yang melatarbelakanginya, yaitu faktor Islam, tribalisme
(kesukuan), dan kelas menengah. Ketiga faktor inilah yang menjadikan kuatnya
relasi antara warga dan faksi politik tertentu. Meski dalam beberapa tahun terakhir
tren demokrasi Kuwait mengalami peningkatan, lambat laun pada akhirnya
Kuwait mengalami guncangan sebagai imbas dari pengaruh dinamika politik
regional, terutama setelah terjadinya Arab Spring yang meluluhlantakkan
sejumlah negara. Dalam hal ini, dominasi rezim di Kuwait justru semakin kentara,
isu korupsi dan perebutan kekuasaan di lingkungan kerajaan serta diskriminasi
terhadap kelompok suku dan imigran mengakibatkan semakin maraknya aksi
protes yang berujung pada penangkapan para aktivis pro-reformasi, khususnya
dari kalangan kelompok Islam. Namun, banyak kalangan memandang bahwa
demokrasi Kuwait ke depan akan semakin berkembang, terlebih pemerintah
monarki yang akan memberlakukan kebebasan berpolitik bagi seluruh komponen
warga melalui sejumlah amendemen konstitusi serta peran Kuwait dalam kancah
politik internasional yang mengedepankan politik “high profile” dalam setiap
kebijakan luar negerinya.34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Revolusi Timur Tengah telah menghancurkan banyak rezim pemerintahan dikawasan Timur
Tengah dan mengakibatkan krisis dan kekacauandikawasan tersebut. Faktor pemicu
terjadinya revolusi Timur Tengah dapat dibagi menjadi dua, yakni isu demokratisasi yang
disandingkan dengan isu kesejahteraan dan isu konflik agama antara pemeluk Islam (Sunni)
dengan Pemeluk ajaran syi’ah.Arab Saudi sebagai bagian dari kawasan Timur Tengah tidak
dapat luput dari dampak revolusi. Arab Saudi pada dasarnya juga memiliki faktor pemicu
terjadinya revolusi sebagaimana negara Timur Tengah lainnya yang telah terjadi revolusi
34
Muhammad Fakhry Ghafur (Ed.), Politik Islam di Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab Jakarta: LIPI Press,
2019, hal. 97
dinegaranya seperti negara Tunisia, Mesir, Yaman, Bahrain, Suriah, dan sebagainya. Namun
hal yang menarik adalah walaupun Arab Saudi memiliki faktor pemicu revolusi, namun Arab
Saudi mampu mempertahankan stabilitas pemerintahannya.
Pemerintah Arab Saudi mengambil strategi dan kebijakan untuk mempertahankan stabilitas
pemerintahannya. Stategi dan kebijakan yang diambil adalah strategi meminimalisir faktor
pemicu revolusi, seperti menekan tuntutan demokratisasi melalui politik luar negerinya
menekan pusat penyebaran isu demokratisasi yakni menekan pergerakan Ikhwanul Muslimin.
Strategi meminimalisir faktor pemicu revolusi seperti menekan tuntutan demokrasi melalui
politik luar negerinya menekan pusat penyebaran isu demokrasi yakni menekan pergerakan
ikhwanul muslimin. Strategi meminimalisir faktor pemicu revolusi berikutnya adalah dengan
membatasi pergerakan kelompok syi’ah Arab Saudi, serta politik luar negeri Arab Saudi yang
berorientasi untuk menghalangi perkembangan syiah dan membatasi pergerakan syi’ah
terutama dikawasan Timur Tengah.
Di UEA, partai politik dilarang. Pemilu dilaksanakan dengan memilih langsung nama
kandidat anggota parlemen yang diusulkan secara independen. Sampai tahun 2017 ini, Uni
Emirat Arab sudah melaksanakan tiga kali pemilihan umum (pemilu) anggota FNC. Pemilu
pertama diadakan pada Desember 2006. Pemilu kedua pada September 2011. Pemilu ketiga
pada 3 Oktober 2015. Dalam Pemilu 2011, ada 129.274 pemilih yang berhak. Pada waktu itu,
ada 469 kandidat (termasuk 85 wanita) untuk 20 kursi yang diperebutkan di FNC. Pemilu
2015 diikuti oleh 330 kandidat (termasuk 74 wanita). Dibandingkan Pemilu 2011, pada
pemilu terakhir ada penurunan peserta calon anggota legislatif. Pada November 2008, masa
tugas anggota FNC diperpanjang dari dua tahun menjadi empat tahun, durasi masa kerja ini
dianggap lebih sesuai dengan parlemen lainnya di dunia.
Sistem pemerintahan dan instansi-instansi di Qatar berlandaskan syariat islam, tetapi warga
non-muslim juga dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Tetapi dengan kebebasan
beragama di Qatar, warga negara asing maupun non-muslim tetap diminta secara hormat
untuk menghormati keyakinan Islam rakyat dan negara Qatar.
Berkaitan dengan konstitusi negara Qatar secara umum, pertama kali dikeluarkan sebelum
terjadinya kemerdekaan negara Qatar yakni pada tahun 1970 dan kemudian disempurnakan
pada tahun 1972 pasca kemerdekaan guna menghadapi fase baru di negaranya. Di tahun 1999
Qatar mengadakan pemilu pertama kalinya yang bertujuan untuk membentuk Central
Municipal council. Hingga di tahun 2008 Qatar melakukan penataan ulang pada
ketatanegaraannya dengan beralih pada Ministry portofokio-based. Sehingga dalam hal ini
Ministers bertanggung jawab atas kebijakan tertentu. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan kerja sama antar departemen dan mengurangi fragmentasi dalam
pengambilan keputusan (Hukoomi Qatar e-Goverment, 2018). Selanjutnya, dalam proses
perumusan konstitusi di negara Qatar pada bulan Juli tahun 1999 Emir membuat sebuah
komite yang bertujuan untuk merancang adanya konstitusi permanen di negara Qatar. Di
tanggal 29 April 203 terdapat sebuah referendum publik yang menyetujui konstitusi baru
tersebut dan 8 Juni 2004 Emir menetapkan konstitusi tersebut berisi bahwa Qatar merupakan
negara yang berdaulat independent. Agama di negara tersebut adalah islam dengan sistem
politik demokratis.
Kuwait mengalami guncangan sebagai imbas dari pengaruh dinamika politik regional,
terutama setelah terjadinya Arab Spring yang meluluhlantakkan sejumlah negara. Dalam hal
ini, dominasi rezim di Kuwait justru semakin kentara, isu korupsi dan perebutan kekuasaan di
lingkungan kerajaan serta diskriminasi terhadap kelompok suku dan imigran mengakibatkan
semakin maraknya aksi protes yang berujung pada penangkapan para aktivis pro-reformasi,
khususnya dari kalangan kelompok Islam. Namun, banyak kalangan memandang bahwa
demokrasi Kuwait ke depan akan semakin berkembang, terlebih pemerintah monarki yang
akan memberlakukan kebebasan berpolitik bagi seluruh komponen warga melalui sejumlah
amendemen konstitusi serta peran Kuwait dalam kancah politik internasional yang
mengedepankan politik “high profile” dalam setiap kebijakan luar negerinya.
DAFTAR PUSTAKA
Alviv Zunaida, Kompleksitas Konflik Internal Yaman Tahun 2004-2009, (Skripsi Sarjana
Jurusan Ilmu hubungan internasional FISIP Universitas Jember)
Arif Wicaksa, Strategi Arab Saudi Terhadap Stabilitas Pemerintahannya Tahun 2011-2013,
JOM FISIP Volume 2 No. 1, Februari 2015
Bassma Al Jandaly (5 April 2008). "Churches and temples in the UAE". Gulf News.
C.F. Strong, Konstitusi-konstitusi Politik Modern Kajian Tentang Sejarah dan Bentuk-bentuk
Konstitusi Dunia, Terjemahan SPA Teamwork,(Bandung:Nuansa-Nusamedia, 2004
Country Watch, “United Arab Emirates,”
Harun Nasution, Teologi Islam :Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan (Jakarta: UI-
Press, 1985)
Jeremy Salt, “Containing The Arab Spring”, Interface Journal, Vol. 4 No. 1
Kaza, Dukungan Arab Saudi Terhadap Kudeta Mesir Tahun 2013, (Skripsi Sarjana Jurusan
Ilmu hubungan internasional FISIP UR)
Munawir Sjadzadi, Islam dan Tata Negara, (Depok: Universitas Indonesia Press, 1990
Muhammad Fakhry Ghafur (Ed.), Politik Islam di Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab
Jakarta: LIPI Press, 2019
Pepen Irfan Fauzan, Model Penerapan Syari’ah dalam Negara Modern Studi Kasus Arab
Saudi, Iran, Turki dan Indonesia,
Prof. Dr. Amany Lubis, MA, Sejarah Politik Islam Modern,Puslitpen LP2M UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,2018 hal.57
Said Agil Husin ak-Munawar, “Fikih Siyasah dalam konteks Perubahan menuju masyarakat
Madani”. Jurnal Ilmu Sosial Keagamaan, Vol.1, No.1, Juni 1999