Tugas Jurnal

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

Analisis Spasial Kasus Diare pada Balita di Kabupaten Banyumas Tahun

2019

Dyah Nurmarastri Sasabil Sidqi*, Novia Anasta, Pralampita Kori Mufidah

Departemen Biostatistika dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia

*Korespondensi: Dyah Nurmarastri Sasabil Sidqi - [email protected]

Abstrak
Diare merupakan penyebab kematian balita terbesar kedua di seluruh dunia. Indonesia sendiri prevalensi diare
untuk balita merupakan tertinggi dari seluruh kelompok umur sebesar 11,5% pada tahun 2018. Hingga tahun 2019
angka penemuan diare pada balita di Kabupaten Banyumas masih belum mencapai target yang ditentukan. Belum
adanya gambaran spasial daerah yang rentan akan peningkatan kasus diare balita mempersulit upaya penemuan
kasus yang penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan, dan
melakukan analisis spasial untuk melihat korelasi faktor risiko dengan kasus diare pada balita secara geografis
melalui peta kerentanan serta menghasilkan peta buffer jangkauan pelayanan puskesmas di Kabupaten Banyumas
Tahun 2019. Penelitian ini menggunakan studi ekologi dengan pendekatan spasial untuk mengetahui korelasi
faktor risiko dengan kasus diare pada balita secara geografis. Analisis spasial menunjukan terdapat 10 kecamatan
yang teridentifikasi memiliki kerentanan tinggi terhadap kejadian diare pada balita di Kabupaten Banyumas. Hasil
analisis buffer puskesmas terhadap wilayah kerjanya menunjukkan terdapat kecenderungan wilayah kerentanan
tinggi merupakan wilayah yang termasuk dalam jangkauan maksimal pelayanan puskesmas sejauh 5 km. Perlu
ditingkatkan kewaspadaan pada wilayah kerentanan tinggi kasus diare pada balita di Kabupaten Banyumas.
Keyword: analisis spasial, diare balita, wilayah rentan

Spatial Analysis of Diarrhea Cases in Children Under Five


in Banyumas District in 2019

Abstract
Diarrhea is the second leading cause of child mortality worldwide. In Indonesia, the prevalence of diarrhea in
children under five is the highest of all age groups at 11.5% in 2018. Until 2019, the number of diarrhea findings
in children under five in Banyumas District has not yet reached the target. The absence of a spatial description of
areas that are vulnerable to an increase in cases of diarrhea under five makes it difficult to detect cases that are
important to prevent outbreaks. This study aims to describe and conduct spatial analysis to see the correlation of
risk factors with cases of diarrhea in children under five geographically through a vulnerability map and to
produce a buffer map for the coverage of puskesmas in Banyumas District in 2019. This study uses an ecological
study with a spatial approach to determine the correlation of factors risk with cases of diarrhea in children under
five geographically. Spatial analysis shows that there are 10 sub-districts identified as having high susceptibility
to diarrhea in children under five in Banyumas District. The results of the buffer analysis of the puskesmas towards
their working areas indicate that there is a tendency for high vulnerability areas to be included in the maximum
reach of puskesmas services as far as 5 km. It is necessary to increase vigilance in areas of high susceptibility to
diarrhea cases in children under five in Banyumas District.
Keywords: spatial analysis, diarrhea in children under five, vulnerable areas

Bikfokes Volume 1 Edisi 3 Tahun 2021 135


PENDAHULUAN tenaga Kesehatan) tertinggi yaitu pada
kelompok umur 1-4 tahun sebesar 11,5%
Diare adalah penyakit menular yang
dan pada bayi sebesar 9% (3).
ditandai dengan adanya buang air besar
Berdasarkan Profil Kesehatan Tahun
dalam bentuk cair sebanyak 3 kali sehari
2019, Kabupaten Banyumas memiliki
atau lebih dari normal, terkadang dapat
jumlah penduduk sebesar 1.840.152 dengan
disertai oleh darah. Diare dapat terjadi pada
jumlah target penemuan diare pada balita
rentang usia berapapun dari mulai anak-anak
sebesar 18.478 dan kasus diare dilayani
hingga lansia. Diare juga sering terjadi pada
pada Balita sebesar 10.617 atau 57,5%.
anak-anak khususnya anak berusia dibawah
Angka penemuan kasus ini masih belum
lima tahun (BALITA) (1).
mencapai target yang diharapkan yaitu 80%
Diare merupakan penyebab kematian
(4).
balita terbesar kedua di dunia dengan angka
Faktor risiko diare dibagi menjadi 3
kematian sebanyak 526.000 balita di tahun
yaitu faktor karakteristik individu, faktor
2015. Sebanyak 5% dari jumlah kematian
perilaku pencegahan, dan faktor
balita akibat diare terjadi di kawasan Asia
lingkungan. Faktor karakteristik individu
Tenggara. Di Indonesia angka kematian
yaitu umur balita <24 bulan, status gizi
balita akibat diare pada tahun 2015 sebanyak
balita, dan tingkat pendidikan pengasuh
8.600 balita menempati peringkat 12 dari 15
balita. Faktor perilaku pencegahan
negara dengan angka kematian balita
diantaranya, yaitu perilaku mencuci tangan
tertinggi di dunia dan tertinggi di Asia
sebelum makan, mencuci peralatan makan
Tenggara (1).
sebelum digunakan, mencuci bahan
Saat ini angka kematian yang
makanan, mencuci tangan dengan sabun
disebabkan diare di tingkat dunia sebesar 3,8
setelah buang air besar, dan merebus air
per 1.000 kasus per tahun, median insidens
minum, serta kebiasaan memberi makan
secara keseluruhan pada anak usia dibawah
anak di luar rumah. Faktor lingkungan
5 tahun adalah 3,2 anak per tahun. Diare
meliputi kepadatan penduduk, kepadatan
masih menjadi penyebab kematian utama
perumahan, ketersediaan sarana air bersih
balita di Indonesia sebesar 25,2% (2).
(SAB), pemanfaatan SAB, dan kualitas air
Menurut data Riskesdas 2018, menurut
bersih (5).
diagnosis tenaga Kesehatan prevalensi diare
Faktor lingkungan merupakan faktor
sebesar 6,8% dan gejala yang pernah dialami
yang paling dominan atas kejadian diare,
sebesar 8%. Kelompok umur dengan
diantaranya yaitu sarana penyediaan air
prevalensi diare (berdasarkan diagnosis
bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor

136 Sidqi DNS, dkk


berinteraksi bersama dengan perilaku Rose dan Barker (2003) studi ekologi
manusia. Apabila faktor lingkungan tidak menggunakan populasi atau kelompok
sehat karena tercemar kuman diare serta sebagai unit analisisnya (7).
terakumulasi dengan perilaku manusia yang Variabel dependen yang digunakan
tidak sehat, maka penularan diare dengan dalam penelitian ini yaitu kasus diare pada
mudah dapat terjadi (6). balita di Kabupaten Banyumas, sedangkan
Oleh karenanya diperlukan variabel independen yaitu faktor risiko
penggunaan Sistem Informasi Geografis diare yang akan diuji yaitu kepadatan
untuk memetakan distribusi dan penduduk, status gizi buruk, sumber air
menganalisis secara spasial risiko penyakit minum, cakupan KK akses jamban sehat
diare pada balita berdasarkan variabel dan desa stop Buang Air Besar (BAB)
faktor risiko, terutama pada wilayah sembarangan.
Kabupaten Banyumas. Sehingga peta ini Data yang digunakan dalam penelitian
dapat digunakan oleh pemerintah ini yaitu data primer dan data sekunder.
Kabupaten Banyumas sebagai bahan Data primer didapatkan dengan penitikan
pertimbangan pengambilan keputusan koordinat puskesmas pada fitur Google
khususnya terkait pencegahan dan maps dan data sekunder berupa data
penanggulangan kasus diare balita. variabel dependen dan independen
Tujuan penelitian ini yaitu didapatkan dari profil kesehatan Kabupaten
mendeskripsikan dan melakukan analisis Banyumas serta profil Kabupaten
spasial untuk melihat korelasi faktor resiko Banyumas tahun 2019.
dengan kasus diare pada balita secara Penelitian ini menggunakan analisis
geografis melalui peta kerentanan serta spasial metode skoring dengan memberikan
menghasilkan peta buffer jangkauan skor terhadap klasifikasi tinggi, sedang dan
pelayanan puskesmas di Kabupaten rendah. Kemudian dilakukan overlay atau
Banyumas Tahun 2019. analisis tumpang susun untuk mendapatkan
peta distribusi risiko dan peta kerentanan
METODE diare pada balita. Selain itu dilakukan juga
analisis buffer terhadap puskesmas di
Metode yang digunakan dalam
Kabupaten Banyumas untuk mendapatkan
penelitian ini adalah studi ekologi dengan
peta jangkauan pelayanan puskesmas.
pendekatan spasial untuk melihat korelasi
Analisis data dilakukan menggunakan
variabel independen dengan kejadian diare
menggunakan fitur spatial analysis
balita secara geografis. Menurut Coogon,
software ArcGIS 10.4.

Bikfokes Volume 1 Edisi 3 Tahun 2021 137


Tabel 1. Klasifikasi Skor HASIL
Klasifikasi Kelas Skor
Tinggi 1 15 Distribusi risiko kasus diare pada balita
Sedang 2 10
Rendah 3 5 terhadap kepadatan penduduk

Metode skoring atau metode Peta distribusi risiko diare balita

pembobotan adalah teknik untuk terhadap kepadatan penduduk (Gambar 1)

mengambil keputusan yang melibatkan menunjukkan sebagian besar wilayah

beberapa faktor secara bersamaan dengan kecamatan di kabupaten banyumas

pemberian bobot/skor pada masing-masing memiliki risiko sedang (13 kecamatan) dan

faktor. Dalam analisis pembobotan/skoring, risiko rendah (12 kecamatan). Sedangkan

pemberian bobot/skor sifatnya subjektif hanya 2 kecamatan berisiko tinggi terhadap

sehingga pengguna perlu memahami sifat kepadatan penduduk yaitu kecamatan

faktor yang akan diberikan skor/bobot (8). Purwokerto Selatan dan Purwokerto Barat.

Analisis buffer adalah analisis yang


menghasilkan informasi mengenai jarak
jangkauan dari suatu objek sehingga
diperoleh suatu area/buffer di sekitar objek.
Salah satu kegunaan analisis buffer
memudahkan penggunanya untuk
mengetahui kondisi aksesibilitas suatu
sarana dan prasarana (9). Gambar 1. Distribusi Risiko Kasus Diare pada
Analisis buffer dilakukan pada Balita Terhadap Kepadatan Penduduk di Kab.
Banyumas Tahun 2019
puskesmas dengan standar radius
pencapaian ke puskesmas yang ideal Distribusi risiko kasus diare pada balita
menurut Badan Standardisasi Nasional terhadap sarana air minum memenuhi
(2004) sejauh 3 km (10). Hal ini berkaitan syarat
dengan persepsi keterjangkauan masyarakat Peta distribusi risiko diare balita
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. terhadap sarana air minum memenuhi
Selain itu dilakukan pula analisis buffer syarat (Gambar 2) menunjukkan sebagian
sejauh 5 km sebagai asumsi jarak maksimal besar wilayah kecamatan di kabupaten
jangkauan masyarakat ke pelayanan banyumas memiliki risiko sedang (16
kesehatan untuk melihat wilayah kerja kecamatan), diikuti risiko tinggi (6
puskesmas yang berisiko keterlambatan kecamatan) dan risiko rendah (5
mengakses ke puskesmas (11). kecamatan). Kecamatan berisiko tinggi

138 Sidqi DNS, dkk


yaitu Pekuncen, Cilongok, Purwokerto Distribusi risiko kasus diare pada balita
Barat, Kebasen, Kemranjen dan Sumpiuh. terhadap cakupan KK akses jamban
sehat
Faktor risiko cakupan KK terhadap
akses jamban sehat yang di analisis spasial
menggunakan metode skoring hingga
dihasilkan peta distribusi risiko kasus diare
pada balita terhadap cakupan akses KK ke
jamban sehat (Gambar 4) menunjukkan
sebagian besar kecamatan di Kabupaten
Gambar 2. Distribusi Risiko Kasus Diare pada
Balita Terhadap Sarana Air minum Memenuhi Banyumas memiliki tingkat risiko rendah
Syarat di Kab. Banyumas Tahun 2019
(12 kecamatan), risiko sedang (8

Distribusi risiko kasus diare pada balita kecamatan), serta risiko tinggi (7

terhadap status gizi buruk kecamatan). Kecamatan berisiko tinggi

Peta distribusi risiko diare balita Pekuncen, Cilongok, Ajibarang,

terhadap status gizi buruk balita (Gambar 3) Karanglewas, Sumbang, Kembaran,

menunjukkan sebagian besar wilayah Kemrajen

kecamatan di kabupaten banyumas


memiliki risiko rendah (13 kecamatan),
diikuti risiko sedang (7 kecamatan) dan
risiko tinggi (7 kecamatan). Kecamatan
yang berisiko tinggi antara lain Ajibarang,
Cilongok, Sumbang, Kembaran, Sokaraja,
Kemranjen dan Kebasen.
Gambar 4. Distribusi Risiko Kasus Diare pada
Balita Terhadap Cakupan Akses KK ke Jamban
Sehat di Kab. Banyumas Tahun 2019

Distribusi risiko kasus diare pada balita


terhadap desa stop BAB sembarangan
Hasil peta distribusi risiko diare balita
terhadap status gizi buruk balita (Gambar 5)
menunjukkan sebagian besar wilayah
Gambar 3. Distribusi Risiko Kasus Diare pada kecamatan di kabupaten banyumas
Balita Terhadap Status Gizi Buruk di Kab.
Banyumas Tahun 2019 memiliki risiko rendah (13 kecamatan),

Bikfokes Volume 1 Edisi 3 Tahun 2021 139


diikuti risiko sedang (7 kecamatan) dan tingkat kerentanan rendah (6 kecamatan).
risiko tinggi (7 kecamatan). Kecamatan Kecamatan yang memiliki kerentanan
yang berisiko tinggi antara lain Ajibarang, tinggi antara lain Pekuncen, Ajibarang,
Cilongok, Sumbang, Kembaran, Sokaraja, Kedungbanteng, Karanglewas, Patikraja,
Kemranjen dan Kebasen. Purwokerto Barat, Purwokerto Timur,
Sumbang, Kembaran dan Kemranjen.

Gambar 5. Distribusi Kasus Diare pada Balita


Terhadap Desa Stop BAB Sembarangan di Kab.
Banyumas Tahun 2019 Gambar 6. Peta Kerentanan Diare pada Balita di
Kab. Banyumas Tahun 2019

Wilayah Rentan Diare pada Balita


Buffer jangkauan pelayanan puskesmas
Berdasarkan parameter yang
Hasil analisis spasial buffer terhadap
mempengaruhi kejadian diare pada balita
jangkauan pelayanan puskesmas
(kepadatan penduduk, sarana air minum
menunjukkan apabila menggunakan buffer
memenuhi syarat, cakupan KK akses
sejauh 3 km masih banyak wilayah kerja
jamban sehat, desa stop BABS dan status
yang belum tercover pelayanan puskesmas.
gizi buruk balita) yang telah di analisis
Di buffer sejauh 5 km sudah mulai terlihat
spasial menggunakan metode skoring dan
wilayah kerja beberapa puskesmas tercover
penjumlahan skoring lalu dikategorikan
pelayanan, namun baru di buffer 9 km
menjadi 3 tingkat kerentanan,
menunjukkan hampir seluruh wilayah
menghasilkan peta wilayah kerentanan
sudah tercover pelayanan puskesmas.
diare pada balita per kecamatan.
Namun untuk daerah di sebelah utara tidak
Peta kerentanan diare (Gambar 6)
termasuk ke dalam cakupan pelayanan
menunjukkan sebagian besar kecamatan di
puskesmas dengan radius >9 km
Kabupaten Banyumas memiliki tingkat
dikarenakan sudah masuk daerah puncak
kerentanan diare pada balita kategori
Gunung Slamet sehingga tidak terdapat
sedang (11 kecamatan), diikuti tingkat
pemukiman penduduk.
kerentanan tinggi (10 kecamatan) dan

140 Sidqi DNS, dkk


Distribusi risiko kasus diare pada balita
terhadap sarana air minum memenuhi
syarat
Sarana air minum merupakan faktor
risiko yang erat hubungannya dengan diare
balita mengingat diare merupakan water-
borne disease. Setelah dilakukan analisis

Gambar 7. Buffer jangkauan pelayanan puskesmas korelasi didapatkan peta distribusi risiko
di Kabupaten Banyumas
kasus diare pada balita terhadap sarana air
minum yang memenuhi syarat. Peta
PEMBAHASAN
tersebut menunjukkan bahwa semakin
Distribusi risiko kasus diare pada balita sedikit sarana air minum yang memenuhi
terhadap kepadatan penduduk syarat semakin tinggi pula risiko
Kepadatan penduduk menjadi salah penularannya.
satu faktor risiko kejadian diare pada balita. Hal ini sesuai dengan Wandansari
Kasus diare cenderung terjadi di daerah (2013), yang menyatakan bahwa sarana air
dengan populasi tinggi dan lingkungan minum akan mempengaruhi penularan diare
perumahan yang padat sehingga dikarenakan. Dari hasil analisis korelasi
mempengaruhi kondisi sumber air, didapatkan bahwa tersedianya sarana air
pembuangan tinja dan tempat pembuangan minum yang tidak memenuhi syarat
sampah (9). meningkatkan risiko terjadinya diare pada
Setelah dilakukan analisis korelasi balita dalam suatu wilayah. Hal ini
didapatkan peta distribusi risiko kasus diare dikarenakan tubuh membutuhkan air
pada balita terhadap kepadatan penduduk minum dan air menyusun 90% tubuh
yang menunjukkan bahwa semakin padat manusia. Air memiliki berbagai fungsi
penduduk semakin tinggi pula risiko terjadi utama salah satunya sebagai media
kasus diare pada balita. transportasi dalam tubuh. Ketika sumber air
Hal ini sesuai dengan Santoso (2013) minum tidak sesuai syarat baik secara fisik,
dimana kepadatan penduduk sangat kimia dan bakteriologis, air dapat menjadi
berpengaruh terhadap penyebaran penyakit media sarang dan penularan penyakit yang
diare, dikarenakan lingkungan akan berbahaya. Pada kasus diare sarana air
menjadi sangat kumuh, sanitasi kurang minum yang dikonsumsi belum memenuhi
baik, dan pengelolaan sampah kurang yang syarat pada aspek bakteriologis (13).
buruk (12).

Bikfokes Volume 1 Edisi 3 Tahun 2021 141


Distribusi risiko kasus diare pada balita membuang tinja yang tidak sesuai aturan
terhadap status gizi buruk akan meningkatkan risiko diare pada balita
Gizi buruk merupakan faktor risiko sebesar 2 kali lipat dibandingkan dengan
yang mempengaruhi kejadian diare balita. rumah tangga yang mempunyai kebiasaan
Setelah dilakukan analisis korelasi membuang tinja sesuai aturan (15).
didapatkan peta distribusi risiko kasus diare Setelah dilakukan analisis korelasi
pada balita terhadap status gizi buruk yang didapatkan peta distribusi risiko kasus diare
menunjukkan bahwa semakin jelek status pada balita terhadap cakupan KK pada
gizi buruk semakin tinggi pula risiko akses jamban sehat. Peta tersebut
terjadinya diare pada balita. menunjukkan bahwa semakin tinggi
Hal ini sesuai dengan Andry dan persentase cakupan KK terhadap jamban
Palupi (2009), yang menyatakan bahwa sehat, maka akan semakin rendah tingkat
status gizi buruk akan mempengaruhi risiko terjadinya diare. Hal ini sesuai
penularan diare dikarenakan gizi dengan hasil penelitian Rohmah (2016)
berhubungan erat dengan makanan dan yang menyatakan bahwa rumah tangga
proses pencernaan dimulai dari digesti, yang menggunakan WC yang memenuhi
absorpsi, transportasi, penyimpanan, syarat dan sehat untuk buang air kecil dan
metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang besar mempunyai risiko lebih kecil bagi
tidak digunakan. Diare dapat menyebabkan anggota keluarga untuk tertular penyakit
terjadinya malnutrisi dan berlaku (15).
sebaliknya. Status gizi kurang juga akan
mengganggu pembentukan kekebalan, Distribusi risiko kasus diare pada balita
mengganggu fungsi sel granulosit, dan terhadap desa stop BAB sembarangan
mengurangi kadar komplemen sehingga Buang air besar sembarangan menjadi
memudahkan terjadinya kesakitan diare salah satu faktor risiko kejadian diare pada
pada balita (14). balita. Kebiasaan buang air besar
sembarangan tersebut juga menjadi salah
Distribusi risiko kasus diare pada balita faktor yang mendorong warga masyarakat
terhadap cakupan KK akses jamban untuk bersikap malas untuk menggunakan
sehat jamban umum (16). BAB sembarangan
Cakupan KK terhadap akses jamban tetap menjadi penyebab utama pencemaran
sehat merupakan faktor risiko yang erat air, penyebaran penyakit menular yang
hubungannya dengan diare balita. Rumah segera membawa dampak kesehatan
tangga yang mempunyai kebiasaan masyarakat (17).

142 Sidqi DNS, dkk


Pilar pertama dari Lima Pilar STBM 10 kecamatan tersebut diidentifikasi dari
adalah Stop Buang Air Besar Sembarangan, hasil klasifikasi 5 parameter, sebagian besar
dimana Stop Buang Air Besar Sembarangan memang memiliki risiko tinggi dan sedang.
merupakan wujud pemberdayaan Pada parameter kepadatan penduduk,
masyarakat desa dengan kemandirian kecamatan Purwokerto Timur dan
mampu merubah perilaku hidup bersih dan Purwokerto Barat memiliki tingkat
sehat dari masyarakat yang buang air besar kepadatan penduduk yang tinggi. Parameter
disembarang tempat menjadi buang air cakupan KK akses jamban sehat, dimana
besar di jamban yang sehat. Kebiasaan dari 10 kecamatan kerentanan tinggi
BABS ini terjadi karena tidak adanya kejadian diare balita, hanya kecamatan
pengamanan tinja yang memenuhi syarat- Purwokerto Barat yang berisiko sedang
syarat kesehatan, sehingga menimbulkan selebihnya berisiko tinggi. Pada parameter
dampak yang merugikan bagi kesehatan sumber air minum yang memenuhi syarat, 4
baik untuk individu yang melakukan kecamatan memiliki risiko tinggi karena
praktik BABS maupun komunitas rendahnya sumber air minum yang
lingkungan tempat hidupnya (18). memenuhi syarat yaitu kecamatan
Setelah dilakukan analisis korelasi Pekuncen, Patikraja, Purwokerto Barat, dan
didapatkan peta distribusi risiko kasus diare Kemranjen. Parameter status gizi buruk 4
pada balita terhadap desa stop buang air kecamatan teridentifikasi berisiko tinggi
besar sembarangan (BABS) yang yaitu kecamatan Ajibarang, Sumbang,
menunjukkan bahwa, semakin banyak desa Kembaran dan Kemranjen. Parameter desa
yang menerapkan stop buang air besar stop BAB sembarangan diidentifikasi 5
sembarangan (BABS), maka semakin kecamatan masih berisiko tinggi yaitu
rendah risiko penularan diare di desa kecamatan Kedungbanteng, Karanglewas,
tersebut. Purwokerto Barat, Purwokerto Timur dan
Sumbang.
Wilayah Rentan Diare pada Balita Jika dikaitkan angka kasus diare pada
Berdasarkan hasil analisis spasial balita dengan wilayah kerentanan tinggi
untuk kategori kerentanan tinggi kejadian diare pada balita, diidentifikasi kecamatan
diare pada balita berada di 10 kecamatan Sumbang memiliki kasus tertinggi diare
yaitu kecamatan Pekuncen, Ajibarang, pada balita. Kecamatan Sumbang memiliki
Kedungbanteng, Karanglewas, Patikraja, tingkat risiko tinggi dimana parameter
Purwokerto Barat, Purwokerto Timur, cakupan KK akses jamban sehat yang masih
Sumbang, Kembaran dan Kemranjen. Dari rendah, status gizi buruk yang tinggi dan

Bikfokes Volume 1 Edisi 3 Tahun 2021 143


masih sedikitnya desa di kecamatan yaitu jarak 3 km. Bahkan dalam buffer 5 km
Sumbang yang baru menerapkan stop BAB masih banyak wilayah yang belum tercover
sembarangan. jangkauan pelayanan puskesmas Hal ini
Diare pada balita memang erat perlu menjadi perhatian lebih bagi pihak
kaitannya dengan kesehatan lingkungan, puskesmas yang wilayah kerjanya belum
dari 5 parameter yang digunakan, tercover jangkauan pelayanan. Jarak
didapatkan gambaran untuk wilayah yang maksimal fasilitas pelayanan kesehatan
memiliki kerentanan tinggi terhadap yaitu sejauh 5 km, dimana jangkauan
kejadian diare pada balita. Perlunya pelayanannya maksimal 3 km (11).
komitmen dan upaya pencegahan berbagai Jangkauan pelayanan kesehatan
pihak tentunya sangat diperlukan sangat berpengaruh terhadap status
mengingat wilayah dengan kerentanan kesehatan masyarakat di sekitar pelayanan
tinggi kasus diare pada balita di Kabupaten kesehatan. Daerah yang fasilitas pelayanan
Banyumas cukup banyak, sehingga harus kesehatannya lebih dekat dan mudah untuk
dilakukan upaya pencegahan khususnya dicapai, kesehatan masyarakatnya akan
pada sektor lingkungan. lebih terjamin daripada daerah yang jauh
dari fasilitas kesehatan, serta penemuan
Buffer jangkauan ke pelayanan kasus penyakit akan lebih cepat terdeteksi
puskesmas (8).
Puskesmas dalam melaksanakan Hasil buffer pelayanan puskesmas
tugasnya sebagai unit pelaksana teknis, juga menggambarkan dari peta wilayah
memiliki suatu wilayah kerja yang menjadi kerentanan tinggi kasus diare pada balita di
tanggung jawabnya untuk meningkatkan Kabupaten Banyumas, merupakan wilayah
status kesehatan pada masyarakatnya. yang masih dalam jarak pelayanan
Berdasarkan standar radius pencapaian ke kesehatan maksimal ke masyarakat yaitu 5
puskesmas yang ideal menurut Badan km.
Standardisasi Nasional (2004) adalah Hal ini perlu menjadi evaluasi
sejauh 3 km (19). Hal ini berkaitan dengan khususnya kesehatan lingkungan
persepsi keterjangkauan masyarakat masyarakat oleh pihak puskesmas pada
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan (10). daerah rentan, dimana dilihat dari faktor
Berdasarkan hasil buffer jangkauan risiko lingkungan yang digunakan dalam
pelayanan puskesmas, didapatkan bahwa penelitian menunjukkan wilayah rentan
masih banyak wilayah yang belum tercover yang teridentifikasi termasuk berisiko
jangkauan pelayanan puskesmas yang ideal tinggi.

144 Sidqi DNS, dkk


Terima kasih kepada Dinas Kesehatan berpengaruh terhadap status kesehatan
Kabupaten Banyumas dan Badan Pusat masyarakat.
Statistik Kabupaten Banyumas atas Saran yang dapat diberikan kepada
penyediaan sumber data sehingga penelitian dinas kesehatan dan puskesmas yaitu dapat
ini dapat dilaksanakan. memberikan perhatian lebih terhadap
kesehatan lingkungan dan status kesehatan
KESIMPULAN balita pada 10 kecamatan yang memiliki
kerentanan tinggi agar dapat mencegah
Berdasarkan analisis spasial yang
terjadinya peningkatan kasus atau KLB
telah dilakukan, didapatkan peta persebaran
diare pada balita. Puskesmas di Kabupaten
diare yang menunjukkan bahwa kasus
Banyumas dapat lebih meningkatkan
cenderung akan meningkat pada wilayah
kewaspadaan peningkatan kasus diare balita
dengan karakteristik kepadatan penduduk
pada daerah wilayah kerja yang jauh dari
tinggi, minimnya sarana air minum
jangkauan pelayanan puskesmas. Selain itu,
memenuhi syarat, tingginya jumlah balita
perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan status gizi buruk, rendahnya
mengenai “pengembangan sistem informasi
cakupan KK terhadap akses jamban sehat
geografis penyakit diare balita di
dan rendahnya angka stop BAB
Kabupaten Banyumas” untuk mendapatkan
sembarangan. Hasil pemetaan kerentanan
gambaran kekuatan hubungan faktor risiko
diare pada balita di Kabupaten Banyumas,
terhadap kejadian diare balita.
didapatkan 10 Kecamatan yang memiliki
kerentanan tinggi terhadap kejadian diare
DAFTAR PUSTAKA
pada balita yaitu kecamatan Pekuncen,
Ajibarang, Kedungbanteng, Karanglewas, 1. United Nations Children’s Fund
Patikraja, Purwokerto Barat, Purwokerto (UNICEF). One is Too Many: Ending
Timur, Sumbang, Kembaran dan child deaths from pneumonia and
Kemranjen. Hasil analisis buffer diarrhoea. New York: UNICEF; 2016.
menunjukkan masih banyak kecamatan di 2. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kabupaten Banyumas yang belum termasuk Kesehatan RI. Buletin Jendela Data &
pada jangkauan pelayanan puskesmas yang Informasi Kesehatan: Situasi Diare di
ideal. Sehingga beberapa kecamatan Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan
tersebut lebih rentan terhadap risiko diare Informasi Kementrian Kesehatan RI;
dikarenakan jangkauan puskesmas sangat 2011.

Bikfokes Volume 1 Edisi 3 Tahun 2021 145


3. Kementrian Kesehatan RI. Profil 10. Adawiyah R, Sutomo AH. Analisis
Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Spasial Pemanfaatan Sumber Air
Jakarta; 2020. Minum, Sanitasi Dasar dan
4. Dinas Kesehatan Kabupaten Aksesibilitas Fisik Kejadian Diare
Banyumas. Profil Kesehatan Pada Balita di Kecamatan Gandus
Kabupaten Banyumas, 2019 Kota Palembang. [Yogyakarta]:
[Internet]. Badan Pusat Statistik. 2019 Universitas Gadjah Mada; 2012.
[cited 2020 Dec 25]. Available from: 11. Setiawan A, Lazuardi L, Hakimi M.
https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.p Analisis Distribusi Spasial Kematian
hp/sektoral/view?kd=12766&th=201 Ibu di Kabupaten Banjarnegara Tahun
9 2011 – 2013. J Inf Syst Public Heal.
5. Utami N, Luthfiana N. Faktor-Faktor 2017;1(3):52–60.
yang Memengaruhi Kejadian Diare 12. Dimaz SP. Analisis Distribusi
pada Anak. J Major. 2016;5(4):101–6. Penyakit Diare dan Faktor Resiko
6. Chandra B. Pengantar Kesehatan Tahun 2011 Dengan Pemetaan
Lingkungan. Jakarta: EGC; 2013. Wilayah Puskesmas Kagok
7. Prasetyo LB. Pembobotan Semarang. [Semarang]: Universitas
(Weighting). In: Spatial Database Dian Nuswantoro; 2013.
Analysis Facilities (SDAF). Bogor: 13. Wandansari AP. Kualitas Sumber Air
Departemen Konservasi Sumberdaya Minum dan Pemanfaatan Jamban
Hutan Dan Ekowisata Fakultas Keluarga dengan Kejadian Diare.
Kehutanan Institut Pertanian Bogor; KEMAS J Kesehat Masy.
2011. 2013;9(1):24–9.
8. Prastiwi AK. Penyajian Data Spasial 14. Gibney MJ. Gizi kesehatan
Distribusi Kasus Tuberkulosis di masyarakat/Public Health Nutrition.
Puskesmas Gedongtengen Hartono A, Hardiyanti EA,
Yogyakarta. [Yogyakarta]: Widyastuti P, editors. Jakarta: EGC;
Universitas Gadjah Mada; 2014. 2009.
9. Ureani DW. Analisis Spasiotemporal 15. Rohmah N. Hubungan Antara PHBS,
Kasus Diare Pada Balita di Penggunaan Air Bersih dan Jamban
Kecamatan Tembalang Periode Sehat di Rumah Tangga dengan
Oktober 2009 – Februari 2010. Kejadian Diare Pada Balita di
[Semarang]: Universitas Diponegoro; Wilayah Kerja Puskesmas
2010. Sekardangan Kabupaten Sidoarjo.

146 Sidqi DNS, dkk


[Surabaya]: Universitas Airlangga;
2016.
16. Dewi C, Naraha JA. Analisis Faktor
Lingkungan Terhadap Perilaku Buang
air Besar Sembarangan Masyarakat
Desa Lermatang Kabupaten Maluku
Tenggara Barat. Infokes Info
Kesehat. 2019;9(2):139–50.
17. Saleem M, Burdett T, Heaslip V.
Health and social impacts of open
defecation on women: a systematic
review. BMC Public Heal 2019 191.
2019;19(1):1–12.
18. Dinkes Kabupaten Berau. STOP
Buang Air Besar Sembarangan
[Internet]. Dinkes Kabupaten Berau.
2020 [cited 2020 Dec 12]. Available
from:
http://dinkes.beraukab.go.id/index.ph
p/en-us/component/k2/item/336-stop-
buang-air-besar-sembarangan
19. Badan Standardisasi Nasional.
Standar Nasional Indonesia Tata cara
perencanaan lingkungan perumahan
di perkotaan Badan Standardisasi
Nasional. Bandung: Badan
Standardisasi Nasional; 2003.

Bikfokes Volume 1 Edisi 3 Tahun 2021 147

Anda mungkin juga menyukai