BAB I Dan 3 Azhar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh berubahnya suatu

bentuk dan konsistensi tinja, dari lembek hingga cair, meningkatnya frekuensi

buang air besar lebih dari biasanya, yaitu tiga kali atau lebih dalam satu hari.

Hingga saat ini diare masih dianggap sebagai masalah utama di dunia.

Dimana diare menjadi penyebab nomor satu kematian pada anak di dunia dan

nomer dua pada anak di bawah 5 tahun (Ilham, 2017)

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal

atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran,

serta frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih

dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Diare pada anak merupakan

masalah kesehatan dengan angka kematian yang tinggi terutama pada anak

umur 1 sampai 4 tahun, jika tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat

dan memadai (Kemenkes RI., 2011).

Penyakit diare masih menjadi masalah global dengan derajat kesakitan

dan kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang,

dan juga sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan

kematian anak di dunia. Kejadian Diare dapat terjadi di seluruh dunia dan

menyebabkan 4% dari semua kematian dan 5% dari kehilangan kesehatan

menyebabkan kecacatan. Diare tetap menjadi penyebab utama kematian pada

anak-anak di bawah usia 5 tahun di negara-negara Sub-Sahara di Afrika.

Faktor risiko untuk diare akut bervariasi berdasarkan konteks dan memiliki
2

implikasi penting ununtuk mengurangi beban penyakit. (Berhe, Mihret, &

Yitayih, 2016)

World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s

Fund (UNICEF) menyatakan diare sebagai penyebab kematian nomor 2 pada

balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur (WHO,

2013). Data UNICEF menunjukkan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia

setiap tahunnya karena diare (WHO, 2013). Di Indonesia, hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa insiden dan

period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah

3,5 persen dan 7,0 persen. Lima provinsi dengan insiden dan period prevalen

diare tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan

10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), dan

Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%) (Kemenkes, 2013).

Secara Nasional, insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia

adalah 10,2 persen. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi pada balita

adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan

(8,1%), dan Banten (8,0%) (Kemenkes, 2013). Karakteristik diare balita

tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%),

tinggal di daerah pedesaan (5,3%) (Kemenkes RI, 2013).

Banyak faktor yang dapat menyebabkan kejadian diare pada balita

seperti adanya infeksi yang disebabkan bakteri, virus dan parasit atau adanya

gangguan absobsi makanan pada usus (malabsorbsi), alergi, keracunan bahan

kimia atau adanya racun yang terkandung dalam makanan, imunodefisiensi

yaitu kekebalan tubuh yang menurun serta penyebab lain (Aziz, 2006). Faktor
3

penyebab terjadinya diare akut pada balita ini adalah antara lain faktor

lingkungan, tingkat pengetahuan ibu, sosial ekonomi masyarakat dan

makanan atau minuman yang di konsumsi (Widoyono, 2011).

Pada umumnya diare akut di Indonesia disebabkan oleh masalah

kebersihan lingkungan, kebersihan makanan, dan juga infeksi

mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur). Kelompok anak yang mulai aktif

bermain dan rentan terkena infeksi penyakit terutama diare. Anak pada

kelompok umur ini dapat terkena infeksi bakteri penyebab diare pada saat

bermain di lingkungan yang kotor serta melalui cara hidup yang kurang

bersih (Wulandari, 2012). Faktor kebersihan diri dan sanitasi lingkungan,

kesadaran orang tua untuk berperilaku hidup bersih dan sehat serta pemberian

ASI menjadi faktor yang penting dalam menurunkan angka kesakitan diare

pada bayi dan balita (Kemenkes RI, 2011)

Gejala yang paling berbahaya dari diare infeksi adalah dehidrasi, yang

merupakan penyebab langsung banyak diare kematian, terutama pada bayi

dan anak kecil. Beberapa faktor yang menyebabkan kejadian diare pada balita

yaitu infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit, adanya gangguan

penyerapan makanan atau malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia atau

racun yang terkandung dalam makanan, imunodefisiensi yaitu kekebalan

tubuh yang menurun serta penyebab lain (Susi Hartati, 2018)

Tatalaksana penderita diare yang tepat dan efektif merupakan bagian

penting dalam pemberantasan penyakit diare khsususnya dalam upaya

menurunkan angka kematian diare dan mengurangi komplikasi akibat diare

(Magdarina, 2010). Penatalaksanaan kejadian diare merupakan tugas dan


4

tanggung jawab bagi orang-orang sekitarnya termasuk keluarga. Keluarga

merupakan yang paling dekat yang wajib memberikan pertolongan kepada

balita yang terserang diare.

Penanganan yang baik berupa pertolongan pertama dapat

menghindarkan dari dehidrasi bahkan kematian pada balita. Penggunaan obat

pada penderita diare akut harus berdasarkan pertimbangan klinis. Karena

apabila obat-obat tersebut diberikan secara tidak tepat maka akan

menyebabkan penyakit diare akut tidak bisa sembuh bahkan akan

memperparah (Fras Korompis, 2013).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan upaya

pengobatan penderita diare pada balita dengan pemilihan pertolongan oleh

keluarga. Keluarga yang lambat penanganannya secara medis cenderung

menimbulkan kejadian dehidrasi akut pada balita. Rendahnya pertolongan

pertama oleh ibu balita dalam penangan diare pada balita disebabkan banyak

faktor yaitu pengetahuan ibu, kepercayaan akan pengobatan tradisional, akses

transportasi menuju sarana kesehatan serta dukungan keluarga pada upaya

pengobatan pada balita. Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Yalew, E

(2014) di wilayah Barat Ethiopia tentang manajemen ibu dalam merawat

diare pada anak menyebutkan bahwa pengobatan tradisional merupakan

pertolongan pertama yang dapat dilakukan sebelum anak mereka dibawa ke

rumah sakit/klinik.

Hasil penelitian oleh Masdiana (2016) menyatakan Pengobatan yang

dilakukan partisipan ketika anak mengalami diare menunjukkan sebanyak

(75%) merawat sendiri diare di rumah, (65%) mencari fasilitas kesehatan,


5

(15%) tidak melakukan pengobatan/perawatan apapun dan (10%) mencari

pengobatan tradisional. Kemampuan ibu dalam merawat anak dipengaruhi

oleh berbagai faktor termasuk faktor keluarga, sosial, dan budaya. Peran ini

semakin penting karena mengingat diare adalah penyakit yang dapat dicegah.

Ibu perlu mengidentifikasikan dan memahami faktor-faktor tertentu dalam

melindungi atau menghindari anaknya dari risiko morbiditas dan mortalitas

akibat diare (Masdiana, 2016).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara

menunjukkan bahwa angka kejadian diare sebanyak 10,75. Sedangkan pada

Puskesmas Wa Ode Buri angka kejadian diare pada balita mengalami masih

sangat cukup tinggi. Pada bulan Januari-Mei ditemukan angka kasus kejadian

diare pada balita adalah 54 kasus dengan kondisi dehidrasi akut sebanyak 42

balita. Dan dari jumlah kasus tersebut rata-rata pasien yang datang adalah

balita yang telah mendapat pertolongan secara tradisional terlebih dahulu

sebelum dari petugas kesehatan. Berdasarkan data di atas peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemilihan

pengobatan penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja

Puskesmas Waode Buri Tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini:

1. Bagaimanakah pengaruh pengetahuan ibu dengan pemilihan pengobatan

penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas

Waode Buri Kabupaten Buton Tahun 2019 ?


6

2. Bagaimanakah pengaruh dukungan keluarga dengan pemilihan

pengobatan penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah

kerja Puskesmas Waode Buri Kabupaten Buton Utara Tahun 2019 ?

3. Bagaimanakah pengaruh jarak tempat tinggal dengan pemilihan

pengobatan penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di Wilayah

Kerja Puskesmas Waode Buri Kabupaten Buton Utara Tahun 2019 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemilihan pengobatan

penyakit diaere akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja

Puskesmas Waode Buri Kabupaten Buton Utara Tahun 2019

2. Tujuan Khsusus

a. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dengan pemilihan

pengobatan penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah

kerja Puskesmas Waode Buri Kabupaten Buton Utara tahun 2019

b. Untuk mengetahui pengaruh dukungan keluarga dengan pemilihan

pengobatan penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah

kerja Puskesmas Waode Buri Kabupaten Buton Utara tahun 2019

c. Untuk mengetahui pengaruh jarak tempat tinggal dengan pemilihan

pengobatan penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah

kerja Puskesmas Waode Buri Kabupaten Buton Utara tahun 2019


7

D. Manfaat Penelitian

Berikut manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini yaitu :

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara khususnya Puskesmas

Waode Buri yaitu sebagai data yang diperlukan untuk kegiatan

penyuluhan serta pembinaan keluarga sehat khususnya penanganan diare

2. Bagi instansi perguruan tinggi yaitu sebagai kajian pustaka dalam

pengembangan pengetahuan penatalaksanaan kejadian diare pada balita

3. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan proses belajar dalam menerapkan

ilmu selama menempuh pendidikan S-1 Keperawatan


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Diare

1. Pengertian diare

Diare adalah peningkatan volume, keenceran atau frekuensi buang air

besar. Dan diare disebabkan oleh masalah kesehatan biasanya jumlahnya

sangat banyak, bisa mencapai lebih dari 500 gram/hari. Diare adalah buang

air besarencer lebih dari 3 (tiga) kali dalam sehari yang dapat disertai

dengan lender dan darah (Kemenkes, 2013).

Diare merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan

bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar yang dari biasa, yaitu 3 kali atau

lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah dan tinja

berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama

pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3

episode diare berat (WHO, 2011).

2. Etiologi

Faktor yang mempengaruhi timbulnya diare (Suharyono, 2009) :

1. Agent

Diare dapat disebabkan oleh jenis bakteri, virus, parasit dan jamur

a. Bakteri penyebab diare adalah Vibrio kholera, vibrio non kholera,

vibrio parahcmolitikus, enterotoxigenic coli (EPEC), shigella,

salmonella dan stafilococus aureus.

b. Virus penyebab diare adalah rota virus, purvo virus dan lain-lain
9

c. Parasit penyebab diare adalah :

1) Protozoa: Entamoeba histolitika, giardia lamblia.

2) Cacing : Tricuris triciura, s. stenkoralis.

3) Jamur : Kandidia

Agen infeksius penyebab penyakit diare biasanya ditularkan melalui

fecal-oral, hal ini disebabkan oleh (Kemenkes, 2011) :

1. Menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman.

2. Kontak dengan tangan yang terkontaminasi dengan kuman.

3. Kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila

kuman tersebut melekat pada tangan dan kemudian dimasukan kemulut

atau dipakai untuk memegang makanan.

4. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang telah diolah maupun yang

belum diolah yang tidak memenuhi syarat kesehatan

Beberapa yang menyebabkan resiko terjadinya diare yaitu (Sodikin,

2011) :

a. Tidak diberikan ASI secara penuh untuk waktu 4-6 bulan .

b. Penggunaan botol susu yang tidak bersih dapat memudahkan kuman

masuk ke dalam botol pada saat susu dimasukan ke dalam botol susu.

c. Menyimpan makanan masak yang terpapar kuman

d. Penggunaan air minum yang tercemar bakteri dari feses, hal ini

disebabkan karena tangan yang tercemar atau terkontamiasi oleh bakteri

mengenai air sewaku mengambil air dari tempat penyimpanan.

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, membuang fese, atau

sebelum memasak makanan


10

3. Klasifikasi Diare

a. Berdasarkan lama diare

1) Diare Akut

Diare akut dimana terjadi sewaktu-waktu dan berlangsung selama 14 hari

dengan pengeluaran tinjak lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai

lendir atau darah. Diare akut dapat menyebabkan dehidrasi dan bila kurang

megonsusmsi makanan akan mengakibatkan kurang gizi ( Ernawati, 2012).

2) Diare Kronik

Diare kronik berlangsung secara terus-menerus selama lebih dari 2 minggu

atau lebih dari 14 hari secara umum diikuti kehilangan berat badan secara

signifikan dan malasah nutrisi (Wijoyo, 2013).

3) Diare persisten

Diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah berlanjut

sampai 14 hari atau lebih. Jika terdapat dehidrasi sedang atau berat

diklasifikasikan sebagai berat atau kronik. Diare persisten menyebabkan

kehilangan berat badan karena pengeluaran volume faces dalam jumlah

banyak dan berisiko mengalami diare (Wijoyo, 2013).

Diare persisten dibagi menjadi dua yaitu diare persisten berat dan diare

persisten tidak berat atau ringan. Diare persisten berat merupakan diare

yang berlangsung selama ≥ 14 hari, dengan tanda dehidrasi, sehingga anak

memerlukan perawatan di rumah sakit. Sedangkan diare persisten tidak

berat atau ringan merupakan diare yang berlangsung selama 14 hari atau

lebih yang tidak menunjukkan tanda dehidrasi (Wijoyo, 2013).


11

4) Diare malnutrisi berat

Diare malnutrisi berat disebabkan karena infeksi. Infeksi dapat

menyebabkan anak mengalami malnutrisi karena selama sakit,mengalami

infeksi, anak mengalami penurunan asupan makanan, gangguan pertahanan

dan fungsi imun (Kuntari, 2013).

b. Berdasarkan patofisiologik diklasifikasi menjadi dua yaitu:

1) Diare sekresi

Diare sekresi disebabkan karena infeksi virus baik yang patogen maupun

apatogen, hiperperistaltik usus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan

kimia misalnya keracunan makanan atau minuman yang terlalu pedas,

selain itu juga dapat disebabkan defisiensi imun atau penurunan daya tahan

tubuh (Simadibrata, 2009).

2) Diare osmotik

Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik

intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia,

makanan tertentu seperti buah, gula/manisan, permen karet, makanan diet

dan pemanis obat berupa karbohidrat yang tidak diabsorbsi seperti sorbitol

atau fruktosa (Octa, dkk, 2014). Diare osmotik dapat terjadi akibat

gangguan pencernaan kronik terhadap makanan tertentu seperti buah,

gula/manisan dan permen karet.

4. Manifestasi Klinik

Gejala keadaan diare yaitu berat badan menurun, turgor kulit ≥ 2 detik , mata

dan ubun-ubun cekung, mulut dan kulit menjadi kering, nafsu makan menurun,

anak tampak gelisah dan suhu badannya meningkat, konsistensi tinja encer

berlendir atau berdarah, warna tinja tampak kehijauan akibat tercampurnya dengan
12

cairan empedu, anak mengalami gangguan gizi akibat kurangnya intake (asupan)

makanan, anak mengalami hipoglikemia ( penurunan kadar gula darah) dan

dehidrasi (kekurangan cairan) (Octa, dkk, 2014).

5. Komplikasi

Kompikasi yang sering terjadi pada anak yang menderi diare (Hertina, 2012):

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).

b. Renjatan hipovolemik.

c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi,

perubahan pada elektrokardiogram).

d. Hipoglikemi

e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase

karena kerusakan vili mukosa usus halus.

f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga

mengalami kelaparan

6. Penatalaksanaan

Prinsip tata laksana penderita diare yaitu (Kemenkes, 2011)

1. Cara pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara yaitu menutup

makanan, mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar, mencuci

tangan sengan sabun sebelum menyiapkan makanan atau menghidangkan

makanan, menggunakan sumber air bersih untuk mencuci dan mengelolah

makanan, merebus air sampai mendidih untuk diminum, memberikan ASI,

memasak makanan dengan benar, disimpan dalam suhu yang tepat agar

bakteri tidak dapat berkembang biak, pemeliharaan sumber air minum


13

2. Mencegah dan mengobati dehidrasi

Bila terjadi dehidrasi maka penderita harus dibawa ke petugas keseharan

atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat

3. Memberikan makanan

Dukungan gizi akan membantu memberikan energi pada penderita diare

sehingga akan membantu memberi daya tahan tubuh serta energi untuk

mencegah gizi buruk. Sedangkan ASI tetap diberikan pada penderita diare.

4. Edukasi orang tua

Memberikan nasehat kepada keluarga untuk mengenali tanda dan ciri serta

upaya pertolongan pertama dalam menanggulangi diare serta melakukan

perbaikan sanitasi lingkungan dan kebersihan makanan, minuman serta

penggunaan air bersih yang baik.

7. Dampak terjadinya diare

Menurut Wijoyo (2013) adalah :

1. Kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan

a. Dehidrasi

b. Asidosis metabolic akibat kehilangan bikarbonat melalui tinja.

c. Defisiensi kalium dapat mencapai 10 mEq / kg berat badan.

2. Gangguan gizi.

Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan atau

sebelumnya sudah kekurangan gizi.

3. Gangguan sirkulasi darah.

Bila kehilangan cairan lebih dari 10 % berat badan, penderita dapat jatuh

dalam keadaan syok yang disebabkan berkurangnya cairan intra seluler.


14

B. Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Pengobatan Diare

1. Pengetahuan

a. Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil mengingat akan suatu hal, termasuk

mengingat kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun

terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap

suatu objek tertentu. pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari

dengan pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak

didasari dengan pengetahuan. (Mubarak, 2012).

b. Cara memperoleh pengetahuan

Terdapat 2 cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu dengan cara

kuno dan cara modern (Mufidah 2017).

1) Cara kuno              

a) Cara coba salah (trial and error)

Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila

kemungkinan itu tidak berhasil maka akan dicoba

kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat

dipecahkan

b) Cara kekuasaan atau otoriter

Sumber pengetahuan cara ini di dapat lewat pemimpin-

pemimpin masyarakat, baik formal atau informal, ahli agama,


15

pemegang pemerintah tanpa menguji terlebih dahulu, atau

membuktikan kebenarannya.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi masa lalu (Inggrasia, 2012)

2) Cara modern

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer atau

disebut dengan metodologi penelitian.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan; (Notoadmodjo, 2014)

1) Faktor internal

a) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan serta

meningkatkan kualitas hidup.

b) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan, terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

Pekarjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak

merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang,

dan banyak tantangan.


16

c) Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan, dan kekuatan

seseorang  akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja

2) Faktor eksternal

a) Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi sikap dalam menerima informasi

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Lina Malikhah (2012),

menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang khususnya ibu

sangat mempengaruhi sikap ibu dalam mengatasi diare pada balita. Penelitian

kedua oleh Erisa Herwindasari (2013), menyatakan bahwa tindakan

penanganan diare di rumah oleh ibu ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan

ibu, semakin baik pengetahuan ibu, semakin baik pula tindakannya terhadap

penanganan diare

Carusso, Stephenson, & Leon (2011) menyatakan bahwa pengalaman

ibu memberikan dampak positif pada kesehatan anak dengan diare, karena

dunia anak sebagian besar dikendalikan oleh pengalaman ibu. Kemampuan

ibu dalam merawat anak dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk faktor

keluarga, sosial, dan budaya. Peran ini semakin penting karena mengingat

diare adalah penyakit yang dapat dicegah. Ibu perlu mengidentifikasikan dan
17

memahami faktor tertentu dalam melindungi anaknya dari risiko morbiditas

dan mortalitas akibat diare.

Ibu yang sudah memiliki pengalaman merawat anak dengan diare

seharusnya telah memiliki ketrampilan dalam memberikan perawatan diare

selama di rumah. Penelitian yang dilakukan oleh Mwambete & Joseph (2010)

menyatakan dasar pengetahuan ibu dalam merawat anak diare dipengaruhi

oleh status pendidikan, pengalaman sebelumnya mengelola penyakit.

2. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam

perilaku ibu balita untuk mencari pengobatan demi pemulihan dan

kesembuhan anggota keluarga. Dukungan keluarga didefinisikan sebagai

informasi verbal, sasaran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang

diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan

sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal yang dapat memberikan

keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku penerimaannya.

Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara

emosional merasa lega diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang

menyenangkan pada dirinya (Triyanto, 2011)

Untuk memperoleh pengobatan yang efektif, maka perlu adanya

dukungan keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil masyarakat yang terdiri

dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu

tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Mengatasi

masalah kesehatan yang terjadi di keluarga, yang menjadi keputusan dalam

pemecahannya adalah tetap kepala keluarga atau anggota keluarga yang


18

dituakan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan emosional, dukungan

informasional dan dukungan material. Dukungan keluarga diharapkan dapat

meningkatkan minat ibu balita untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan

secara medis di pelayanan kesehatan (Sri Linda Lestari, 2013)

Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang

didalamnya terdapat hubungan yang saling memberi dan menerima bantuan

yang bersifat nyata, bantuan tersebut akan menempatkan individu-individu

yang terlibat dalam sistem sosial yang pada akhirnya akan dapat memberikan

cinta, perhatian pada keluarga (Ingela, 2009).

Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk perilaku yang

diberikan oleh keluarga kepada anggota keluarga khususnya ibu dalam

memperoleh pelayanan kesehatan. Dukungan keluarga merupakan salah satu

satu faktor yang mempengaruhi ibu dalam pengambilan keputusan untuk

melakukan pemilihan pengobatan. Dukungan keluarga merupakan pula salah

satu bentuk yang memotivasi ibu untuk berkunjung ke sarana kesehatan

dalam pengobatan anak balita yang terserang diare (Notoadmodjo, 2014)

Dukungan keluarga terdiri dari : (Friedmen, 2012).

a. Dukungan emosional (Emosional Support)

Dukungan emosional adalah ketetapan pada rasa cinta, caring, simpati

dan beberapa perasaan positif lainnya seperti mendengarkan,

mempersembahkan penghargaan dan memberikan hadiah.

b. Dukungan penghargaan (Apprasial Assistance)

Dukungan penghargaan adalah pemberian umpan balik pada individu

atau anggota keluarga sebagai balas jasa atas apa yang dikerjakan.
19

c. Dukungan instrumental (Tangibile Assistance)

Dukungan Instrumental adalah dukungan finansial, harta benda,

pemberian pelayanan. Bentuk dukungan keluarga yang terkait dengan

dukungan finansial, pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi anggota

keluarga termasuk pemenuhan kebutuhan akan kesehatan.

d. Dukungan informasional (informasi support)

Dukungan informasi merupakan bagian dari dukungan sosial keluarga.

Dukungan informasi digunakan dalam berinteraksi dan merupakan

koping yang digunakan oleh keluarga dalam mengatasi masalah-masalah

yang dihadapi oleh keluarga.

3. Jarak Tempat Tinggal dengan Sarana Kesehatan

Jarak adalah ukuran jauh dekatnya antara tempat yang satu dengan

tempat yang lain dan diukur dengan satuan meter (Jannah, 2012). Jarak

berkaitan dengan lokasi atau wilayah yang menjadi pusat pemenuhan

kebutuhan manusia, seperti upaya pemenuhan kebutuhan atau keperluan

pokok kehidupan (air, tanah subur, pusat pelayanan), pengangkutan barang

dan penumpang. Oleh karena itu jarak tidak hanya dinyatakan dengan

ukuran jarak lurus di udara yang mudah diukur pada peta (dengan

memperhatikan skala peta), tetapi dapat pula dinyatakan sebagai jarak

tempuh baik yang dikaitkan dengan waktu perjalanan yang diperlukan

maupun satuan biaya angkutan (Suharyono dan Amien, 2013)

Jarak tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi ibu balita dan keluarga melakukan kunjungan sarana

pelayanan kesehatan. Rutinya ibu ke sarana pelayanan kesehatan akan


20

memberikan tambahan informasi tentang upaya penanganan dini dalam

pencegahan dan penyembuhan pada penyakit diare yang menimpah pada

anaknya. Hasil penelitian Putri, A.M., 2016 menyatakan bahwa faktor-

faktor yang berkaitan dengan kunjungan ibu dalam menimbang bayi dan

balita adalah tingkat partisipasi masyarakat untuk datang ke sarana

pelayanan kesehatan adalah umur ibu, peran kader posyandu, jarak.

Rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan sering disebabkan oleh

faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh

(baik jarak secara fisik maupun sosial), tarif yang tinggi, pelayanan yang

tidak memuaskan dan sebagainya. Terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu faktor yang

berasal dari penyedia layanan kesehatan dan faktor dari masyarakat

pengguna pelayanan kesehatan. Tiga faktor dari penyedia layanan

kesehatan adalah fasilitas pelayanan, biaya pelayanan, dan jarak,

sedangkan dua faktor dari masyarakat pengguna pelayanan kesehatan

adalah faktor pendidikan dan status sosial ekonomi (Mamik, 2010).

Jarak tempat tinggal dapat menjadi faktor pendorong, karena jauh

dekatnya jarak dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan aktivitas.

Semakin jauh jarak yang ditempuh seseorang dari tempat tinggal ke

Puskesmas maka semakin banyak waktu dan tenaga yang dikeluarkan.

Karenanya semakin jauh jarak tempat tinggal dengan Puskesmas maka

akan semakin menurunkan motivasi untuk berkunjung (Jannah, 2012)

Siti Kholifah (2017) membagi jarak menjadi tiga kriteria yaitu

jarak 100-400 meter termasuk dekat, jarak 401-800 meter termasuk


21

sedang, jarak 801-1000 meter termasuk jauh. Dalam penelitian ini peneliti

hanya menggunakan dua kriteria jarak yaitu jarak dekat dan jarak jauh.

Dengan kriteria jarak dekat yaitu ≤ 4 km dan jarak jauh yaitu > 4 km

C. Kerangka Teori

Berikut kerangka teori dalam penelitian ini:

Faktor Individu
- Pengetahuan Ibu
- Dukungan Keluarga
- Pekerjaan
- Pendidikan
- Pendapatan
Pemilihan dalam
Faktor Pelayanan Kesehatan pengobatan diare
- Kelengkapan sarana pada balita :
pelayanan - Pengobatan Balita mendapatkan
- Petugas kesehatan dengan pengobatan yang
- Ketersediaan Obat Yankes/Medis baik dan benar
- Program penyuluhan - Pengobatan
- Pendapatan melalui
tradisional/dukun
Faktor Lingkungan/Masyarakat
- Budaya Masyarakat
- Keadaan geografis
- Ketersediaan transpotasi
- Jarak tempat tinggal
masyarakat
(Sumber : Siti Kholifah, 2017, Notoadmodjo, 2014 dan Friendman 2012)

D. Kerangka Konsep Penelitian

Berikut kerangka konsep dalam penelitian ini :

Pengetahuan ibu
Pemilihan pengobatan
Diare Pada Balita
Dukungan Keluarga

Jarak tempat tinggal

Gambar. 2.1 Kerangak Konsep Penelitian


22

E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Berikut definisi operasional dan kriteria objektif


Kriteria Objektif dan
No Variabel Definisi Operasional Skala
hasil ukur
1 2 3 4 5
1 Pemilihan Upaya yang Pengumpulan data dengan Nominal
pengobatan dilakukan oleh ibu kuesioner:
Penyakit balita dalam 1. Pengobatan medis :
diare melakukan apabila ibu balita
penanganan dini melakukan pemeriksaan
pengobatan penyakit dengan konsisten di sarana
diare pelayanan kesehatan dan
ditangani dengan baik
oleh petugas kesehatan
2. Pengobatan non medis :
apabila ibu memilih
pengobatan secara
tradisional menurut
kepercayaanya pada
tindakan penanganan awal
penyakit diare yang
diderita oleh balita
2 Hasil pemahaman ibu Pengumpulan data dengan Nominal
Pengetahuan balita tentang diare, kuesioner.
cara pencegahan, hasil ukur :
dampak , dan
penyebab diare pada 1. Baik : Bila skor > 50 %
balita
2. kurang : Bila skor < 50%
3 Segalah bentuk Pengumpulan data dengan Nominal
Dukungan dukungan yang kuesioner dan hasil ukur :
keluarga diberikan oleh 1. Mendukung :
keluarga kepada ibu Bila skor > 66,66%
balita dalam upaya 2. Tidak mendukung :
memperoleh Bila Skor < 66,66%
pengobatan diare
yang baik dan benar
yaitu sarana
pelayanan kesehatan.
4. Jarak Keberadaan jarak Dengan kuesioner dan hasil Nominal
tempat rumah ibu balita ukur :
tinggal terhadap sarana 1. Jauh:
pelayanan kesehatan Bila jarak rumah ibu balita
yang dapat dengan sarana pelayanan
mempengaruhi kesehatan induk > 4 km
kunjungannya untuk 2. Tidak Jauh (Dekat):
23

mendapatkan Bila jarak rumah ibu balita


pelayanan dengan sarana pelayanan
pengobatan diare. kesehatan induk < 4 km.
(Siti Kholifah, 2016)

F. Hipotesis Penelitian
1. Pengetahuan

Ho : Tidak ada pengaruh pengetahuan dengan pemilihan pengobatan

penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja

Puskesmas Waode Buri Tahun 2019

Ha : Ada pengaruh pengetahuan dengan pemilihan pengobatan penyakit

diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas

Waode Buri Tahun 2019

2. Dukungan Keluarga

Ho : Tidak ada pengaruh dukungan keluarga dengan pemilihan

pengobatan penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah

kerja Puskesmas Waode Buri Tahun 2019

Ha : Ada pengaruh dukungan keluarga dengan pemilihan pengobatan

penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja

Puskesmas Waode Buri Tahun 2019

3. Jarak Tempat Tinggal

Ho : Tidak ada pengaruh jarak tempat tinggal dengan pemilihan

pengobatan penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah

kerja Puskesmas Waode Buri Tahun 2019

Ha : Ada pengaruh jarak tempat tinggal dengan pemilihan pengobatan

penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja

Puskesmas Waode Buri Tahun 2019


24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah observasional

analitik. Metode yang digunaakan adalah rancangan cross sectional study, dimana

kedua variabel independen dan dependen diteliti sekaligus pada satu waktu yang

bersamaan (Notoadmodjo, 2012)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Berikut waktu dan tempat penelitian:

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Waode Buri

Kabupaten Buton Utara

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan dari bulan Mei- Juli tahun 2019

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita

usia 1-4 tahun yang pernah menderita diare di Wilayah Kerja Puskesmas

Waode Buri Kabupaten Buton Utara di tahun 2019 yang berjumlah 149

ibu balita

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel penelitian

adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili
25

populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan teknik

simple random sampling dimana pengambilan sampel dilakukan dengan

cara yang sederhana secara acak. Pengambilan sampel dapat dilakukan

dengan rumus Tarro Yamane dalam teori Notoatmodjo (2012), maka

disimpulkan bahwa besar sampel adalah sebagai berikut:

N
n= 2
1+ N (d )

149
n= 2
1+149(0,10 )

149
n=
1+1,49

n = 59,8 ibu balita dibulatkan menjadi 60 sampel

Keterangan :

N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat Kepercayaan/ ketepatanyang diinginkan (0,10)

3. Sampling penelitian

Tehnik sampling yang digunakan adalah dengan metode simple random

sampling, dimana tiap ibu yang mempunyai balita umur 1-4 tahun

berkesempatan untuk menjadi sampel.

D. Pengumpulan Data

Berikut cara pengumpulan data pada penelitian ini:

1. Data primer

Data primer diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan daftar

pertanyaan yang telah tersedia.


26

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari Puskesmas yang menjadi tempat penelitian

antara lain yaitu data geografis, demografis serta data tentang populasi.

E. Pengolahan dan Penyajian Data

Cara pengolahan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan

bantuan komputer program SPSS (statistica product and service solution).

Penyajian data disajikan dengan menggunakan tabel frekuensi dan tabel

analisis yang kemudian dilengkapi dengan narasi dari setiap tabel yang

disajikan.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian di analisis dengan beberapa tahap

sebagai berikut:

1. Deskriptif.

Analisa deskriptif adalah pengolahan data yang disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi menyatakan persentasi dari

perubahan variabel dengan tujuan agar dapat menggambarkan besarnya

distribusi kejadian variabel yang diteliti. Sedangkan data yang tidak dapat

disajikan dalam bentuk tabel akan disajikan dalam bentuk narasi atau

penjelasan.

2. Analitik.

Selanjutnya dalam melakukan analisa data, untuk mengetahui pengaruh

antara variabel penelitian dilakukan uji statistik chi square. Kemudian hasil

probabilitas yang didapat dibandingkan dengan tingkat signifikansi 95 %,

dengan rumus sebagai berikut:


27

( O−E ) ²
X2 = ∑
E

Dimana:

X2 = Chi-square hasil penelitian

O = nilai observasi

E = Nilai ekspektasi (harapan)

Hasil uji statistik chi-square untuk mengetahui faktor yang

berhubungan dengan pemilihan pengobatan penyakit diare dengan kriteria

pengujian x

Terima Ho : jika X2 hitung ≤ X2 tabel atau pvalue ≥ α = 0,05

Terima Ha : jika X2 hitung > X2 tabel atau pvalue < α = 0,05

G. Instrument Penelitian

Instrument penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrument pengumpulan data yang di gunakan dalam

penelitian ini adalah kuisioner merupakan lembar berisi pertanyaan-pertanyaan

yang berhubungan dengan penelitian. Koesioner penelitian mengadopsi

penelitian dari Siti Kholifah (2016), Malikha, dan Sri Linda Lestari (2016)

H. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian mengacu pada para ahli yaitu (Sugiono, 2010), yaitu

1. Lembar persetujuan (inforemend consent)

Lembar persetujuan diberikan kepada responden, tujuannya adalah supaya

mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama

pengumpulan data. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti

tidak akan memaksa dan tetap akan menghormati haknya.


28

2. Tanpa nama (anomity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar instrument dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data akan disajiakan.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Kerehasiaan informasi response dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

I. Personalia dan Jadwal Penelitian

a. Personalia

Berikut personalia dalam penelitian ini:

Tabel 3.1
Personalia Dalam Penelitian

Pembimbing I Nikma Saroh, S.Gz., M.Kes,


Pembimbing II Nasir, S.Pd., M.Pd
Peneliti Azhar

b. Jadwal penelitian
Berikut jadwa penelitian yang dilaksanakan :

Tabel 3.2
Jadwal Penelitian

No Nama kegiatan Bulan 2019


. Mei Juni Juli
1 Permohonan usulan judul penelitian X
2 Pengambilan data awal penelitian X
3 Proses pembuatan proposal penelitian X
4 Konsultasi proposal penelitian X
5 Ujian proposal X
6 Perbaikan proposal X
7 Penelitian X X
8 Proses penyusunan skripsi X
9 Konsultasi skripsi X
10 Ujian hasil X
11 Perbaikan ujian hasil X
12 Ujian Tutup X
29

13. Pengesahan X
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak geografis

Puskesmas Waode Buri secara geografis terletak di daratan pesisir

pantai dengan luas 4900 km2 yang terletak di tengah dari pemukiman

masyarakat sehingga pelayanan kesehatan sangat mudah untuk dijangkau

baik dari petugas kesehatan maupun masyarakat. Puskesmas Waode Buri

merupakan Puskesmas Induk non perawatan atau bukan Puskesmas rawat

inap. Puskesmas Waode Buri berdiri diatas lahan seluas 75x75m2,

dengan luas gedung 5184m2.

Puskesmas Wa Ode Buri terletak di terletak di Desa Wamboule

dengan batas-batas adminsistrasi sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Pebaoa

b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Laut Banda

c. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Tomoahi (Kec.

Kulisusu)

d. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kulisusu Barat

Wilayah kerja Puskesmas Waode Buri terdiri atas 7 desa yaitu :

Desa E’erinere, Desa Ulunambo, Desa Wamboule, Desa Waode Buri,

Desa Lelamo, Desa Labelete dan Desa Petetea’a

2. Demografi

Jumlah penduduk yang berada diwilayah kerja Puskesmas Waode

Buri pada tahun 2018 berjumlah 5.025 jiwa yang terhimpun dalm 1.309
30

KK yang tersebar di tujuh (7) desa. Berdasarkan pemetaanya, jumlah

penduduk yang terbanyak berada pada Desa Waode Buri dengan jumlah

1.115 jiwa serta 376 KK. Sedangkan desa dengan jumlah penduduknya

sangat sedikit adalah Desa Petetea’a dengan jumlah 147 jiwa dan 47 KK.

3. Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi

Penduduk wilayah kerja Puskesmas Waode Buri sebagian besar

terdiri dari suku Buton, selebihnya adalah Muna, Jawa dan Bajo. Untuk

keagamaan, masyarakat wilayah kerja Puskesmas Waode Buri mayoritas

beragama Islam. Perilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh adat

istiadat setempat. Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah

petani, wiraswasta, nelayan, dan PNS.

B. Hasil Penelitian

1. Analisis univariat

Berikut data univariat dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur

Distribusi responden berdasarkan kelompok umur dapat dijelaskan pada

tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Wilayah Kerja
Puskesmas Wa Ode Buri Kabupaten Buton Utara
Tahun 2019

Jumlah Persentase
Kelompok Umur
(n) (%)
20-29 Tahun 20 33,3
30-39 Tahun 38 63,3
40-49 Tahun 2 3,3
Total 60 100,0
Sumber : data primer, 2019
31

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diperoleh informasi bahwa kelompok

umur responden yang banyak adalah kelompok umur 30-39 tahun sebesar

63,3% sedangkan yang sedikit adalah kelompok umur 40-49 tahun

sebesar 3,3%.

b. Distribusi responden berdasarkan pendidikan

Distribusi responden berdasarkan pendidikan dapat dijelaskan pada tabel

sebagai berikut:

Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Wa Ode Buri Kabupaten Buton Utara
Tahun 2019

Jumlah Persentase
Tingkat Pendidikan
(n) (%)
SD 4 6,7
SMP 9 15,0
SMA 38 63,3
DIPLOMA/SARJANA 9 15,0
Total 60 100
Sumber : data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jenjang pendidikan

responden mayoritas adalah SMA sebesar 63,3%, sedangkan yang sedikit

adalah SD sebesar 6,7%

c. Distribusi responden berdasarkan pemilihan pengobatan diare

Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pemilihan Pengobatan Diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Wa Ode Buri Kabupaten Buton Utara
Tahun 2019

Pemilihan Pengobatan Jumlah Persentase


Diare (n) (%)
Medis 40 66,7
Non Medis 20 33,3
Total 60 100,0
Sumber : data primer, 2019
32

Berdasarkan tabel 4.3, tentang pemilihan pengobatan yang

dilakukan oleh responden terhadap penyakit diare pada balita yaitu

memilih pengobatan medis lebih besar yaitu 66,7% dibadingkan dengan

memilih dengan pengobatan non medis yaitu 33,3%.

d. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan

Distribusi responden berdasarkan pengetahuan dapat dijelaskan pada

tabel sebagai berikut:

Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah Kerja
Puskesmas Wa Ode Buri Kabupaten Buton Utara
Tahun 2019

Jumlah Persentase
Pengetahuan
(n) (%)
Baik 42 70,0
Kurang 18 30,0
Total 60 100,0
Sumber : data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh informasi bahwa tingkat

pengetahuan responden berpengetahuan baik yaitu 70,0% lebih besar

dibandingkan responden yang berpengetahuan kurang yaitu 30,0%

e. Distribusi responden berdasarkan dukungan keluarga

Distribusi responden berdasarkan dukungan keluarga sebagai berikut:

Tabel 4.5
Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di Wilayah Kerja
Puskesmas Wa Ode Buri Kabupaten Buton Utara
Tahun 2019

Jumlah Persentase
Dukungan keluarga
(n) (%)
Mendukung 38 63,3
Tidak Mendukung 22 36,7
Total 60 100,0
Sumber : data primer, 2019
33

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa distribusi responden

tentang dukungan keluarga lebih besar pada kategori mendukung yaitu

63,3% dibandingkan dengan tidak mendukung yaitu 36,7%

f. Distribusi responden berdasarkan Jarak

Distribusi responden berdasarkan jarak dapat dijelaskan yaitu:

Tabel 4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Jarak di Wilayah Kerja
Puskesmas Wa Ode Buri Kabupaten Buton Utara
Tahun 2019

Jumlah Persentase
Jarak
(n) (%)
Jauh 17 28,3
Dekat 43 71,7
Total 60 100,0
Sumber : data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.6 tentang jarak tempat tinggal dengan sarana

pelayanan kesehatan dominan pada kategori dekat sebesar 71,7%

dibandingkan dengan kategori jauh yang lebih kecil yaitu 28,3%

2. Analisis Bivariat

Berikut hasil analisis bivariat pada penelitian ibi sebagai berikut:

a. Analisis pengaruh pengetahuan dengan pemilihan pengobatan penyakit


diaere akut pada balita usia 1-4 tahun

Tabel 4.7
Analisis Pengaruh Pengetahuan Dengan Pemilihan Pengobatan Penyakit
Diare Akut Pada Balita Usia 1-4 tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas
Waode Buri Kabupaten Buton Utara Tahun 2019

Pengetahuan Pemilihan pengobatan Total Nilai Uji


Medis Non medis Statistik
n % n % n %
Baik 32 76,2 10 23,8 42 100 X2hitung = 5,714
Kurang 8 44,4 10 55,6 18 100 ρ = 0,017
Total 40 66,7 20 33,3 60 100
Sumber: data primer 2019
34

Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh informasi bahwa ibu balita dengan

pengetahuan baik (42 orang), memiliki kecenderungan lebih besar

memilih pengobatan secara medis (76,2%) bila dibandingkan dengan

pengobatan non medis. Sebaliknya pengetahuan ibu balita pada kategori

kurang, memiliki kecenderungan lebih besar memilih pengobatan non

medis (55,6%) dibandingkan pengobatan medis. Hal ini dapat

dipersepsikan bahwa semakin baik pengetahuan ibu maka semakin besar

kecenderungan ibu balita memilih pengobatan diare secara medis,

sebaliknya semakin kurang pengetahuan ibu maka kecenderungan lebih

besar memilih pengobatan non medis.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, diperoleh nilai X2hitung =

5,714 dan nilai ρ = 0,017 dan dibandingkan dengan nilai X2 tabel = 3,841

pada α = 0,05 dan df= 1 diperoleh sebagai berikut 5,714 > 3,841 dan

nilai ρ < α (0,017< 0,05) maka Ho di tolak. Dengan demikian dapat

diinterpretasikan bahwa ada pengaruh pengetahuan ibu balita dengan

pemilihan pengobatan penyakit diare di wilayah Puskesmas Waode Buri

Kabupaten Buton Utara tahun 2019.

b. Analisis pengaruh dukungan keluarga dengan pemilihan pengobatan


penyakit diare akut pada balit usia 1-4 tahun

Tabel 4.8
Analisis Pengaruh Dukungan Keluarga Dengan Pemilihan Pengobatan
Penyakit Diare Akut Pada Balita Usia 1-4 Tahun Di Wilayah Kerja
Puskesmas Waode Buri Kabupaten Buton Utara tahun 2019

Dukungan Pemilihan pengobatan Total Nilai Uji


Keluarga Medis Non medis Statistik
n % n % n %
Mendukung 30 78,9 8 21,1 38 100 X2hitung = 7,033
Tidak Mendukung 10 45,5 12 54,5 22 100 ρ = 0,008
Total 40 66,7 20 33,3 60 100
35

Sumber: data primer 2019

Berdasarkan tabel 4.8 diperoleh informasi bahwa ibu balita yang

mendapat dukungan keluarga yaitu mendukung (38 orang), memiliki

kecenderungan lebih besar memilih pengobatan secara medis (78,9%)

bila dibandingkan dengan pengobatan non medis. Sebaliknya ibu balita

yang tidak mendapat dukungan keluarga, memiliki kecenderungan lebih

besar memilih pengobatan non medis (54,5%) dibandingkan pengobatan

medis. Hal ini dapat dipersepsikan bahwa semakin besar dukungan

keluarga yang diterima oleh ibu balita maka semakin besar

kecenderungan ibu balita memilih pengobatan diare secara medis,

sebaliknya semakin kurang dukungan ibu maka kecenderungan lebih

besar memilih pengobatan diare secara non medis.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, diperoleh nilai X2hitung =

7,033 dan nilai ρ = 0,008 dan dibandingkan dengan nilai X2 tabel = 3,841

pada α = 0,05 dan df= 1 diperoleh sebagai berikut 7,033 > 3,841 maka

Ho di tolak. Sedangkan berdasarkan nilai ρ < α (0,008< 0,05) maka Ho

di tolak. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa ada pengaruh

dukungan keluarga ibu balita dengan pemilihan pengobatan penyakit

diare di wilayah kerja Puskesmas Waode Buri Kabupaten Buton Utara

tahun 2019.

c. Analisis pengaruh jarak tempat tinggal dengan pemilihan pengobatan


penyakit diare pada balita.
36

Tabel 4.9
Analisis Pengaruh Dukungan Keluarga Dengan Pemilihan Pengobatan
Penyakit Diare Akut Pada Balita Usia 1-4 Tahun Di Wilayah Kerja
Puskesmas Waode Buri Kabupaten Buton Utara tahun 2019

Jarak Pemilihan pengobatan Total Nilai Uji


Medis Non medis Statistik
n % n % n %
Jauh 7 41,2 10 58,8 17 100 X2hitung = 6,936
Dekat 33 76,7 10 23,3 43 100 ρ = 0,008
Total 40 66,7 20 33,3 60 100
Sumber: data primer 2019

Berdasarkan tabel 4.9 diperoleh informasi bahwa jarak tempat

tinggal ibu balita dengan sarana pelayanan kesehatan pada kategori jauh

(17 orang) memiliki kecenderungan lebih besar memilih pengobatan

secara non medis (58,8%) bila dibandingkan dengan pengobatan medis.

Sebaliknya jarak tempat tinggal ibu balita pada kategori dekat, memiliki

kecenderungan lebih besar memilih pengobatan medis (76,7%)

dibandingkan pengobatan non medis. Hal ini dapat dipersepsikan bahwa

semakin dekat jarak tempat tinggal ibu dengan sarana pelayanan

kesehatan maka semakin besar kecenderungan ibu balita memilih

pengobatan diare secara medis, sebaliknya semakin jauh jarak tempat

tinggal ibu dengan sarana pelayanan kesehatan maka kecenderungan

lebih besar memilih pengobatan non medis

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, diperoleh nilai X2hitung =

6,936 dan nilai ρ = 0,008 dan dibandingkan dengan nilai X2 tabel = 3,841

pada α = 0,05 dan df= 1 diperoleh sebagai berikut 6,936 > 3,841 maka

Ho di tolak. Sedangkan berdasarkan nilai ρ < α (0,008< 0,05) maka Ho


37

di tolak. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa ada pengaruh

jarak tempat tinggal rumah ibu balita dengan pemilihan pengobatan

penyakit diare akut di wilayah kerja Puskesmas Waode Buri Kabupaten

Buton Utara tahun 2019.

C. Pembahasan

1. Pengaruh pengetahuan dengan pemilihan pengobatan penyakit diaere pada


balita.

Pengetahuan merupakan stimulus hasil dari tahu, setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu dan dapat diperoleh

melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri, orang lain, media massa maupun

lingkungan. Hal ini penting untuk terbentuknya tindakan seseorang sebagai

dorongan psikis dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun dorongan

sikap dan perilaku (Notoatmodjo, 2014).

Pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan, baik pendidikan

formal maupun informal. Selain itu pendidikan dapat diperoleh dari

pengetahuan orang lain dengan melihat, mendengar, atau melalui alat - alat

komunikasi seperti radio, buku, majalah dan lain – lain termasuk pengetahuan

tentang pengobatan penyakit diare yang menyerang balita.

Pada tabel 4.7 hasil penelitian, diperoleh informasi bahwa ibu balita

yang memiliki pengetahuan baik, kecenderungan untuk memilih pengobatan

secara medis lebih besar, dibandingkan dengan pemilihan pengobatan secara

non medis. Lebih lanjut, pada tabel tersebut ditemukan juga bahwa

pengetahuan ibu balita pada kategori kurang maka kecenderunga pemilihan

pengobatan secara non medis. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian oleh

Susi Hartati (2018) yang menyatakan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan
38

rendah tidak akan memahami bagaimana cara melakukan pengobatan dan

pencegahan terhadap diare.

Pernyataan tersebut sesuai dengan penyataan yang disampaikan oleh

Nevi Hasrati Nizami, (2014), yang menjelaskan bahwa meningkatnya

pengetahuan seseorang mempengaruhi pemahaman, cara berpikir dan

penganalisaan terhadap sesuatu sehingga dengan sendirinya akan memberi

pemahaman yang berbeda terhadap objek yang diamati yang pada akhirnya

mengubah perilaku seseorang. Dapat disimpulkan bahwa pemilihan

pengobatan baik secara medis atau non medis disebabkan pula oleh tingkat

pengetahuan ibu tentang diare, dampak, efek serta pengobatan dan

pencegahaanya agar terhindar pada kejadian fatal seperti dehidrasi akut yang

berujung pada kematian balita.

Hasil analisis uji statistik, diperoleh informasi bahwa ada pengaruh

pengetahuan terhadap pemilihan pengobatan penyakit diare pada balita. Hal

ini berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu balita tentang pengobatan

pada diare, maka semakin besar upaya pengobatanya dengan memilih

pengobatan medis, sebaliknya semakin kurang pengetahuanya maka semakin

sedikit peluang untuk pengobatan medis, dan cenderung ke pengobatan non

medis. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wawan (2010) yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan yang rendah

akan menyebabkan ibu balita tidak dapat melakukan upaya pemilihan

pengobatan dan pencegahan maupun perawatan pada anak diare dengan

benar yaitu secara ilmu kedokteran.

b. Pengaruh dukungan keluarga dengan pemilihan pengobatan penyakit diare


pada balita.
39

Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal, sasaran,

bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang

akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa

kehadiran dan hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau

pengaruh pada tingkah laku penerimaannya.

Dukungan keluarga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam

perilaku ibu balita untuk mencari pengobatan demi pemulihan dan

kesembuhan anggota keluarga. Dukungan keluarga diharapkan dapat

meningkatkan minat ibu balita untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan

secara medis di pelayanan kesehatan (Sri Linda Lestari, 2013).

Pada tabel 4.8 hasil penelitian diperoleh informasi bahwa ibu balita

yang didukung oleh keluarga lebih kecenderungan akan memilih pengoabatan

medis dibandingkan dengan non medis, sebaliknya bahwa ketika ibu balita

tidak mendapat dukungan keluarga maka kecenderungan akan memilih

pengobatan non medis.

Hasil analisis statistik menunjukan bahwa ada pengaruh dukungan

keluarga terhadap keputusan ibu dalam memilih pengobatan diare pada

balitanya. Hal ini berarti bahwa seorang ibu balita dalam melakukan

pengobatan diare lebih mengedepankan saran dan dukungan dari keluarga.

Hasil diskusi saya dengan responden, menyatakan bahwa sebagian ibu balita

ketika mendapatkan anaknya dalam keadaan diare, maka altenatif pertama

adalah melakukan pengobatan non medis atas anjuran keluarga. Selain itu,

ditemukan informasi bahwa ecenderunganya ibu melakukan pengobatan

medis disebabkan karena jarak tempat tinggal dengan Puskesmas sangat dekat
40

serta tanggapnya petugas kesehatan atas setiap kejadian penyakit yang

meninpah wilayah kerjanya khususnya diare pada balita.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuryanti (2010) menyatakan ibu

yang mendapat dukungan dari keluarga akan berperilaku membawa

bayi/balita ke posyandu 2.716 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak

mendapat dukungan dari keluarga. Hal ini berarti bahwa peran dukungan

keluarga sangat penting dikarenakan dukungan keluarga yang diperoleh ibu

sangat berkaitan dengan minat dan kesediaan ibu dalam melakukan

pengobatan secara sehat, tepat dan cepat dalam kesembuhan balitanya.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa faktor

dukungan keluarga merupakan salah satu aspek yang berperan dalam

pengambilan keputusan pemilihan pengobatan penyakit diare secara medis

atau non medis. Semakin baik dukungan keluarga akan semakin baik ibu

untuk memilih pengobatan medis, sebaliknya bila tidak mendukung maka

akan lebih mengutamakan pengobatan non medis.

c. Pengaruh jarak tempat tinggal dengan pemilihan pengobatan penyakit diare


pada balita

Jarak berkaitan dengan lokasi atau wilayah yang menjadi pusat

pemenuhan kebutuhan manusia (Suharyono dan Amien, 2013). Jarak

merupakan ukuran jauh dekatnya antara tempat yang satu dengan tempat

yang lain dan diukur dengan satuan meter (Jannah, 2012).

Jarak tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

ibu balita dan keluarga melakukan kunjungan sarana pelayanan kesehatan.

Rutinya ibu ke sarana pelayanan kesehatan akan memberikan tambahan


41

informasi tentang upaya penanganan dini dalam pencegahan dan

penyembuhan pada penyakit diare yang menimpah pada anaknya.

Hasil pada tabel 4.9, dapat diperoleh informasi bahwa kecenderungan

jarak tempat tinggal ibu balita yang dekat dengan sarana kesehatan akan lebih

memanfaatkanya dalam melakukan pengobatan, dibandingkan dengan jarak

yang jauh dari sarana kesehatan lebih cenderung melakukan pengobatan

secara non medis. Hasil penelitian ini memberi gambaran bahwa jarak

menjadi sesuatu yang patut diperhatikan mengingat lokasi penelitian dengan

segalah keterbatasan sarana trasnportasi, medan yang sulit serta akses lainya

menjadi salah satu faktor masyarakat khususnya ibu untuk memilih

pengobatan non medis terlebih dahulu dalam setiap kali menangani suatu

penyakit tanpa terkecuali diare pada balita.

Hasil analisis statistik, diperoleh informasi bahwa ada pengaruh jarak

tempat tinggat terhadap pemilihan pengobatan penyakit diare pada balita. Hal

ini dapat berarti bahwa semakin dekat jarak tempat tinggal ibu dengan sarana

kesehatan, maka akan semakin yakin keputusanya untuk memilih pengobatan

medis, sebaliknya semakin jauh dengan sarana pelayanan kesehatan maka

akan yakin pula dengan pemilihan pengobatan non medis sebagai alternatif

pertama dalam pengobatan diare yang diderita oleh anaknya. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri, A.M., (2016)

menyatakan bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan kunjungan ibu dalam

menimbang bayi dan balita adalah tingkat partisipasi masyarakat untuk

datang ke sarana pelayanan kesehatan adalah umur balita, umur ibu, peran

kader posyandu, jarak.


42

Menurut Mamik (2010) ada tiga faktor dari penyedia layanan kesehatan

yang mempengaruhi pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan adalah fasilitas

pelayanan, biaya pelayanan, dan jarak. Jarak menjadi faktor yang

mempengaruhi keputusan ibu untuk memilih pengobatan non medis. Hasil

wawancara dengan ibu balita disimpulkan bahwa sebagian ibu balita

melakukan pengobatan non medis dalam menangani penyakit khsusunya

diare dengan membawa anak mereka ke dukun, memberikan ramuan

tradisional serta melakukan penanganan sendiri berdasarkan pengalaman

yang telah diterimanya secara turun temurun.

Jarak tempat tinggal dapat menjadi faktor pendorong, karena jauh

dekatnya jarak dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan aktivitas.

Semakin jauh jarak yang ditempuh seseorang dari tempat tinggal ke

Puskesmas maka semakin banyak waktu dan tenaga yang dikeluarkan.

Karenanya semakin jauh jarak tempat tinggal dengan Puskesmas maka akan

semakin menurunkan motivasi seseorang untuk berkunjung ke Puskesmas

dalam memperoleh pengobatan secara tepat dan cepat (Siti Kholifah, 2017).
43

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai beriut:

1. Ada pengaruh pengetahuan dengan pemilihan pengobatan penyakit diare

akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Waode Buri

Kabupaten Buton Utara tahun 2019 dengan nilai ρ < α (0,017< 0,05)

2. Ada pengaruh dukungan keluarga dengan pemilihan pengobatan penyakit

diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Waode

Buri Kabupaten Buton Utara tahun 2019 dengan ρ < α (0,008< 0,05)

3. Ada pengaruh jarak tempat tinggal dengan pemilihan pengobatan

penyakit diare akut pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas

Waode Buri Kabupaten Buton Utara tahun 2019 dengan ρ 0,008< 0,05

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan tersebut maka saran yang

dapat diberikan pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Pihak Puskesmas serta kader harus selalu konsisten untuk melakukan

penyuluhan, pemberian informasi serta mendorong masyarakat untuk

melakukan penanganan dan pengobatan tepat guna secara medis.

2. Membangun mitra kerja dengan pemerintah setempat dengan melakukan

musyawarah mufakat dengan tujuan mengembangkan pemahaman

keluarga tentang penanganan penyakit secara medis


44

3. Menginstenkan jadwal kunjungan keliling petugas kesehatan dalam

menjangkau desa yang jauh dari sarana kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai