Laporan Pendahuluan Prenatal Hidramnion

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

PRENATAL DENGAN HIDRAMNION

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Maternitas

Dosen Pembimbing:
Inggrid Dirgahayu, S.Kp., M.KM

Shanti Ariani
211FK04024

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kekuatan dan pikiran serta
kesehatan sehingga dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul
“Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hidramnion”
dengan sebaik – baiknya. Maksud dan tujuan penyusunan Laporan Pendahuluan ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas daring pada stase Keperawatan Maternitas
dalam menyelesaikan Program Profesi Ners Keperawatan di Universitas Bhakti
Kencana Bandung.

Bandung, 09 November 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum,
kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar dicairan
amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung
banyak sel janin (lanugo, vernik kaseosa). Fungsi cairan amnion yang juga
penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan
seng (Oliver, 2013). Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) adalah jumlah
cairan amnion 2000 ml. uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang
sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion
yang terjadi secara berangsur-angsur. Pada hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu
beberapa hari saja (Angelyani, 2017).
Dalam kaitannya dengan kehamilan dan persalinan, polyhidramnion dan
malpresentasi janin mempengaruhi kejadian ketuban pecah dini.
Polyhidramnion merupakan suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh
lebih banyak dari normal, yaitu biasanya > 2000 cc. Pada polyhidramnion
Rahim menjadi tegang dan kemudian menjadi salah satu pemicu terjadinya
ketuban pecah Dini (Yulinasari & Rahmawati, 2017).

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang definisi hidramnion.
2. Untuk mengetahui tentang etiologi hidramnion.
3. Untuk mengetahui tentang tanda dan gejala hidramnion.
4. Untuk mengetahui patofisiologi/pathway hidramnion
5. Untuk mengetahui komplikasi hidramnion.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada hidramnion.
7. Untuk mengetahui penatalaksaan pada hidramnion.
8. Untuk mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada hidramnion.

1.3 Manfaat
Manfaat laporan pendahuluan ini diharapkan dapat menjadi sumber untuk
menambah ilmu pengetahuan penulis ataupun pembaca tentang hidramnion dan
juga sebagai materi tambahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
mengenai asuhan keperawatan pada klien hidramnion.
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Konsep Teori Kehamilan


1. Kehamilan Normal
a. Pengertian kehamilan
Menurut federasi obstetri Ginekologi Internasional dalam ilmu
kebidanan, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan
dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau
implantasi, berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau
sembilan bulan menurut kalender internasional (Prawirohardjo, 2010).
b. Lama kehamilan
Menurut Mochtar (2011), lamanya kehamilan yaitu 280 hari atau
40 pekan (minggu) atau 10 bulan (lunar months). Kehamilan dibagi
atas 3 triwulan (trimester), yaitu:
1) Kehamilan triwulan I antara minggu 0-12
2) Kehamilan triwulan II antara minggu 12-28
3) Kehamilan triwulan III antara minggu 28-40
c. Tanda-tanda kehamilan
Menurut Sulistyawati (2011) tanda kehamilan di bagi menjadi
dua, yaitu:
1) Tanda pasti hamil
a) Terdengar detak jantung janin (DJJ)
 Didengar dengan stetoskop –monoaural laennec
 Dicatat dan didengar dengan alat dopler
 Dicatat dengan feto-elektrokardiogram
(Mochtar, 2011:38)
b) Pada pemeriksaan USG terlihat adanya kantong kehamilan,
adanya gambaran embrio
c) Pada pemeriksaan rontgen terlihat adanya rangka janin.
d) Terlihat tulang-tulang janin dalam foto rontgen (Mochtar,
2011:38)
2) Tanda tidak pasti hamil
Menurut Mochtar (2011), tanda-tanda kemngkinan hamil antara
lain sebagai berikut:
a) Rahim membesar
Terjadi perubahan dalam bentuk, besar dan konsistensi
rahim.

b) Tanda hegar

Ditemukannya serviks dan isthmus uteri yang lunak pada


pemeriksaan bimanual saat usia kehamilan 4 sampai 6
minggu.
c) Tanda chadwick, yaitu warna kebiruan pada serviks, vagina
dan vulva
d) Tanda piskacek, yaitu pembesaran uterus ke salah satu arah
sehingga menonjol jelas ke arah pembesaran tersebut.
d. Dugaan Hamil (Presumptive)
Menurut Mochtar (2011) dugaan kehamilan ada beberapa, yaitu:
1) Amenore (tidak mendapat haid)
Wanita harus mengetahui tanggal hari pertama haid terakhir (HT)
supaya dapat di taksir umur kehamilan dan taksiran tanggal
persalinan (TTP), yang di hitung dengan rumus dar Naegele:
TTP = (Hari HT +7) dan (bulan HT-3) dan (tahun HT+1)
2) Mual muntah (nausea dan vomiting)
Biasanya terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan hingga
akhir triwulan pertama. Karena sering terjadi pada pagi hari,
disebut morning sickness (sakit pagi). Apabila timbul mual dan
muntah berlebihan karena kehamilan, disebut hiperemesis
gravidarum.
3) Mengidam (ingin makanan khusus)
Ibu hamil sering meminta makanan atau minuman tertentu
terutama pada bulan-bulan triwulan pertama. Mereka juga tidak
tahan suatu bau-bauan.
4) Tidak ada selera makan (anoreksia)
Hanya berlangsung pada triwulan pertama kehamilan, kemudian
nafsu makan akan timbul kembali.
5) Payudara membesar, tegang, dan sedikit nyeri, di sebabkan
pengaruh estrogen dan progresteron yang merangsang duktus dan
alveoli payudara.
6) Miksi / sering buang air kecil, karena kandung kemh tertekan oleh
rahim yang membesar. Gejala itu akan menghilang pada triwulan
kedua kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala tersebut muncul
kembali karena kandung kemih ditekan oleh kepala janin.
7) Konstipasi / Obstipasi karena tonus otot-otot usus menurun oleh
pengaruh hormon steroid.

8)
2. Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologis dalam Kehamilan pada
trimester I, II dan III
Menurut Astuti (2012), perubahan anatomi dan adaptasi fisiologis
dalam kehamilan pada trimester I, II dan III adalah sebagai berikut
1) Sistem Reproduksi
a. Vagina dan Vulva
Hormon estrogen mempengaruhi sistem reproduksi sehingga
terjadi peningkatan vaskularisasi dan hyperemia pada vagina dan
vulva. Peningkatan vaskularisasi menyebabkan warna kebiruan
pada vagina yang disebut dengan tanda Chadwick (Kumalasari,
2015:3)
b. Serviks Uteri
Serviks bertambah vaskularisasinya dan menjadi lunak (Soft)
yang disebut dengan tanda Goodell. Kelenjar endoservikal
membesar dan mengeluarkan banyak cairan mucus. Oleh karena
pertambahan dan pelebaran pembuluh darah, warna menjadi livid
yang disebut dengan tanda Chadwick (Mochtar, 1998:35 dalam
Dewi dkk, 2011:91)
a) Uterus
 Ukuran
Pada kehamilan cukup bulan, ukuran uterus adalah
30 x 25 x 20 cm dengan kapasitas lebih dari 4000 cc. hal
ini memungkinkan bagi adekuatnya akomodasi
pertumbuhan janin. Pada saat ini rahim membesar akibat
hipertropi dan hiperplasi otot rahim, serabut-serabut
kolagennya menjadi higroskopik, dan endometrium
menjadi desidua. Jika penambahan ukura TFU per tiga jari,
dapat dicermati dalam table berikut ini (Sulistyawati,
2010:59). Penyebab pembesaran uterus adalah peningkatan
vaskularisasi dan dilatasi pembuluh darah, hiperplasia dan
hipertrofi, perkembangan desidua (Kumalasari, 2015:4).

Tabel 2.2 Penambahan Ukuran TFU


Usia kehamilan (minggu) Tinggi Fundus Uteri (TFU)
12 3 jari di atas simfisis
16 Pertengahan pusat-simfisis
20 3 jari bawah pusat
24 Setinggi pusat
28 3 jari diatas pusat
32 Pertengahan pusat-prosesus
xipoideus (px)
36 3 jari dibawah prosesus xipoideus
(px)
40 Pertengahan pusat-prosesus xipoideus
(px)
Sumber : (Sulistyawati, 2010: 60)
 Berat
Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram
menjadi 1000 gram pada akhir bulan (Sulistyawati,
2010:60).

1. Posisi rahim dalam kehamilan


 Pada permulaan kehamilan, dalam posisi antefleksi atau
retrofleksi
 Pada 4 bulan kehamilan, Rahim tetap berada dalam rongga
pelvis
 Setelah itu, mulai memasuki rongga perut yang dalam
pembesarannya dapat mencapai batas hati
 Pada ibu hamil, Rahim biasanya mobile, lebih mengisi
rongga abdomen kanan atau kiri (Sulistyawati, 2010:60)
b) Ovarium

Selama kehamilan ovulasi berhenti. Pada awal kehamilan


masih terdapat korpus luteum graviditatum dengan diameter
sebesar 3 cm. Setelah plasenta terbentuk korpus luteum
graviditatum mengecil dan korpus luteum mengeluarkan
hormone estrogen dan progesteron (Kumalasari, 2015:5)
2) Perubahan Kardiovaskuler atau Hemodinamik
Karakteristik yang khas adalah denyut nadi istirahat meningkat
sekitar 10 sampai 15 denyut per menit pada kehamilan. Oleh karena
diagfragma makin naik selama kehamilan jantung digeser ke kiri dan
ke atas. Sementara itu, pada waktu yang sama organ ini agak berputar
pada sumbu panjangnya. Keadaan ini mengakibatkan apeks jantung
digerakkan agak lateral dari posisinya pada keadaan tidak hamil
normal dan membesarnya ukuran bayangan jantung yang ditemukan
pada radiograf (Dewi dkk, 2011:93).
3) Perubahan pada sistem Pernafasan
Timbulnya keluhan sesak dan pendek nafas. Hal ini disebabkan
karena uterus yang tertekan kea rah diagfragma akibat pembesaran
rahim.Volume tidal (volume udara yang diinspirasi/diekspirasi setiap
kali bernafas normal) meningkat. Hal ini dikarenakan pernafasan
cepat dan perubahan bentuk rongga toraks sehingga O2 dalam darah
meningkat (Kumalasari, 2015:5)
4) Perubahan Pada Ginjal
Selama Kehamilan ginjal bekerja lebih berat. Ginjal menyaring
darah yang volumenya meningkat sampai 30-50% atau lebih, yang
puncaknya terjadi pada kehamilan 16-24 minggu sampai sesaat
sebelum persalinan. (Pada saat ini aliran darah ke ginjal berkurang
akibat penekanan rahim yang membesar.) Terjadi miksi (berkemih)
sering pada awal kehamilan karena kandung kemih tertekan oleh rahim
yang membesar. Gejala ini akan menghilang pada Trimester III
kehamilan dan di akhir kehamilan gangguan ini muncul kembali
karena turunnya kepala janin ke rongga panggul yang menekan
kandung kemih (Kumalasari, 2015:5).
5) Perubahan Sistem Endokrin
Pada ovarium dan plasenta, korpus luteum mulai menghasilkan
estrogen dan progesterone dan setelah plasenta terbentuk menjadi
sumber utama kedua hormone tersebut. Kelenjar tiroid menjadi lebih
aktif. Kelenjar tiroid yang lebih aktif menyebabkan denyut jantung
yang cepat, jantung berdebar-debar (palpitasi), keringat berlebihan dan
perubahan suasana hati. Kelenjar paratiroid ukurannya meningkat
karena kebutuhan kalsium janin meningkat sekitar minggu ke 15-35.
Pada pankreas sel-selnya tumbuh dan menghasilkan lebih banyak
insulin untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat (Kumalasari,
2015:5-6)
6) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Pengaruh dari peningkatan estrogen, progesterone, dan elastin
dalam kehamilan menyebabkan kelemahan jaringan ikat serta
ketidakseimbangan persendian. Pada kehamilan trimester II dan III
Hormon progesterone dan hormon relaksasi jaringan ikat dan otot-otot.
Hal ini terjadi maskimal pada satu minggu terakhir kehamilan. Postur
tubuh wanita secara bertahap mengalami perubahan karena janin
membesar dalam abdomen sehingga untuk mengompensasi
penambahan berat ini, bahu lebih tertarik ke belakang dan tulang lebih
melengkung, sendi tulang belakang lebih lentur dan dapat
menyebabkan nyeri punggung pada beberapa wanita (Dewi dkk,
2011:103).
7) Perubahan Sistem Gastrointestinal
Rahim yang semakin membesar akan menekan rektum dan
usus bagian bawah sehingga terjadi sembelit (Konstipasi). Wanita
hamil sering mengalami Hearthburn (rasa panas di dada) dan sendawa,
yang kemungkinan terjadi karena makanan lebih lama berada di dalam
lambung dan arena relaksasi sfingter di kerongkongan bagian bawah
yang memungkinkan isi lambung mengalir kembali ke kerongkongan
(Kumalasari, 2015:7)

8) Perubahan Sistem Integumen


Pada kulit terjadi hiperpigmentasi yang dipengaruhi hormone
Melanophore Stimulating Hormone di Lobus Hipofisis anterior dan
pengaruh kelenjar suprarenalis. (Kamariyah dkk, 2014:34).
Sehubungan dengan tingginya kadar hormonal, maka terjadi
peningkatan pigmentasi selama kehamilan. Ketika terjadi pada kulit
muka dikenal sebagai cloasma. Linea Alba adalah garis putih tipis
yang membentang dari simfisis pubis sampai umbilikus, dapat
menjadi gelap yang biasa disebut Line Nigra (Dewi dkk, 2011:99).
Pada primigravida panjang linea nigra mulai terlihat pada bulan ketiga
dan terus memanjang seiring dengan meningginya fundus. Pada
Muligravida keseluruhan garis munculnya sebelum bulan ketiga
(Kamariyah dkk, 2014:34). Striae Gravidarum yaitu renggangan yang
dibentuk akibat serabut-serabut elastic dari lapisan kulit terdalam
terpisah dan putus. Hal ini mengakibatkan pruritus atau rasa gatal
(Kumalasari, 2015:6).
Kulit perut mengalami perenggangan sehingga tampak retak-
retak, warna agak hyperemia dan kebiruan disebut striae lividae
(timbul karena hormone yang berlebihan dan ada
pembesaran/perenggangan pada jaringan menimbulkan perdarahan
pada kapiler halus di bawah kulit menjadi biru). Tanda regangan
timbul pada 50% sampai 90% wanita selama pertengahan kedua
kehamilan setelah partus berubah menjadi putih disebut striae albikans
(biasanya terdapat pada payudara, perut, dan paha) (Kamariyah dkk,
2014:34)

9) Perubahan Psiologis Selama Kehamilan


 Trimester I
Trimester pertama ini sering dirujuk sebagai masa penentuan.
Penentuan untuk menerima kenyataan bahwa ibu sedang hamil.
Segera setelah konsepsi, kadar hormon progesteron dan estrogen
dalam tubuh akan meningkat dan ini menyebabkan timbulnya
mual dan muntah pada pagi hari, lemah,lelah dan membesarnya
payudara. Ibu merasa tidak sehat dan sering kali membenci
kehamilannya (Kamariyah dkk, 2014:39)
 Trimester II
Trimester kedua sering disebut sebagai periode pancaran
kesehatan, saat ibu merasa sehat. Ibu sudah menerima
kehamilannya dan mulai dapat menggunakan energy serta
pikirannya secara konstruktif (Kumalasari, 2015:8)
 Trimester III
Trimester ketiga sering kali disebut periode menunggu dan
waspada sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar menunggu
kelahiran bayinya. Rasa tidak nyaman akibat kehamilan timbul
kembali pada trimester ketiga dan banyak ibu yang merasa dirinya
jelek. Disamping itu, ibu mulai merasa sedih karena akan
berpisah dari bayinya dan kehilangan perhatian khusus yang
diterima selama hamil. Pada trimester inilah ibu memerlukan
keterangan dan dukungan dari suami, keluarga dan bidan (Dewi
dkk, 2011:110)
c. Umur Kehamilan
1) HPTP (Hari pertam haid terakir)
HPHT adalah hari pertama haid terakir seorang wanita
sebelum hamil. Cara menentukan HPHT adalah dengan
melakukan anamnesis pada ibu secara tepat karena apabila terjadi
kesalahan, maka penentuan usia kehamilan juga menjadi tida
tepat. Haid terakir tersebut harus normal, baik dari lamanya
maupun dari banyaknya. Jadi beberapa pertanyaan yang bisa
diajukan adalah sebagai berikut: kapan ibu mengeluarkan haid
terakir sebelum haid, apakah pada tanggal tersebut sudah bersih
atau masih baru keluar darah haidnya, berapa lama menstruasinya,
berapa banyak menstruasinya (jika hanya sedikit maka
kemungkinan sudah terjadi nidasi. Dihitung secara rinci hari-hari
yang sudah dilalui dimulai dari HPHT sampai tanggal waktu
perhitungan.
2) TFU (Tinggi Fundus Uteri)
Perkiraan TFU ini merupakan perkiraan yang harus diketahui
oleh bidan. Perkiraan dengan TFU akan lebih tepat pada
kehamilan pertama, tetapi kurang tepat pada kehamilan
berikutnya.
d. Pemeriksaan 10T
1) Pengukuran Tinggi Badan dan penimbangan Berat Badan (T1)

Pengukuran tinggi badan cukup sekali dilakukan pada saat


ANC ini dilakukan untuk mengetahui ukuran panggul ibu hamil.
Hal ini sangat penting dilakukan untuk mendeteksi faktor resiko
terhadap kehamilan yang sering berhubungan dengan keadaan
rongga panggul.

Penimbangan berat badan dilakukan setiap kali pada saat


melakukan kunjungan ANC. Ini dilakukan untuk mengetahui
faktor resiko dari kelebihan berat badan pada saat kehamilan dapat
meningkatkan resiko komplikasi selama hamil dan saat persalinan
seperti tekanan darah tinggi saat hamil (hipertensi gestasional),
(diabetes gestasional) bayi besar, dan kelahiran cesar adapun ibu
hamil dengan berat badan kurang selama kehamilan dapat
meningkatkan resiko bayi lahir prematur (kelahiran kurang dari 37
minggu) dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), oleh karena itu
usahakan berat badan berada pada kisaran normal selama
kehamilan (Mandriwati, 2011).
2) Pengukuran Tekanan Darah (T2)
Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap kali melakukan
kunjungan dengan normal 120/80 mmHg. Hal ini dilakukan untuk
mendeteksi apakah tekanan darah normal atau tidak, tekanan
darah yang tinggi yang mencapai 180/100 mmHg dapat membuat
ibu mengalami keracunan kehamilan, baik ringan maupun berat
bahkan sampai kejang- kejang. Sementara tekanan darah yang
rendah juga menyebabkan pusing dan lemah (Mandriwati, 2011).
3) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILa) (T3)
Pengukuran lingkar lengan atas dilakukan cukup sekali diawal
kunjungan ANC ini dilakukan untuk mengetahui status gizi ibu
hamil (skrining KEK) dengan normal 23 cm, jika didapati kurang
dari 23,5 cm cm maka perlu perhatian khusus tentang asupan gizi
selama kehamilan. Bila ibu hamil kurang gizi maka daya tahan
tubuh untuk melawan kuman akan melemah dan mudah sakit
maupun infeksi, keadaan ini tidak baik bagi pertumbuhan janin
yang dikandungnya dan juga dapat menyebabkan anemia yang
berakibat buruk pada proses persalinan yang akan memicu
terjadinya perdarahan (Mandriwati, 2011).
4) Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU) (T4)
Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU) dilakukan pada saat
usia kehamilan masuk 22-24 minggu dengan menggunakan alat
ukur capiler, dan bisa juga menggunakan pita ukur, ini dilakukan
bertujuan mengetahui usia kehamilan dan tafsiran berat badan
janin dan agar terhindar dari resiko persalinan lewat waktu yang
berakibat pada gawat janin (Mandriwati, 2009).
5) Pengukuran Persentasi Janin dan Detak Jantung Janin (DJJ) (T5)
Menentukan persentasi janin dilakukan pada akhir trimester III
untuk menentukan pada bagian terbawah janin kepala, atau kepala
janin belum masuk panggul berarti ada kelainan letak panggul
sempit atau ada masalah lain. Pengukuran detak jantung janin
dilakukan menggunakan stetoskop monoaural atau doppler
sebagai acuan untuk mengetahui kesehatan ibu dan janin
khususnya denyut jantung janin dalam rahim dengan detak
jantung janin yang normal nya 120x / menit dilakukan pada ibu
hamil pada akhir minggu ke 20 (Mandriwati, 2011).
6) Melakukan Skrining TT (Tetanus Toksoid) (T6)
Skrining TT (Tetanus Toksoid) menanyakan kepada ibu hamil
jumlah vaksin yang telah diperoleh dan sejauh mana ibu sudah
mendapatkan imunisasi TT, secara idealnya WUS (Wanita Usia
Subur) mendapatkan imunisasi TT sebanyak 5 kali (long life)
mulai dari TT1 sampai TT5. Dengan selang waktu meliputu :
Lama
Antigen Interval % perlindungan
Perlindungan
Pada kunjungan
TT 1 antenatal pertama - -
4 minggu setelah
TT 2 3 tahun 80%
TT 1
6 bulan serelah
TT 3 5 tahun 95%
TT 2
1 tahun setelah
TT 4 10 tahun 99%
TT 3
1 tahun setelah 25 tahun / seumur
TT 5 99%
TT 4 hidup

Dengan mengetahui status imunisasi TT bagi wanita usia subur


diharapkan dapat membantu program imunisasi dalam penurunan
kasus penyakit Tetanus khususnya bagi bayi yang baru lahir.

Cara pemberian :

Imunisasi TT disuntikan secara intramuscular atau sub kutan


dalam dengan dosis pemberian 0,5 ml
Pemberian imunisasi 5 dosis melalui program imunisasi dasar
dan bulan imnisasi anak sekolah (BIAS)

Program Jenis Waktu Status TT

imuniasi Imunisasi Pemberian


Bayi DPT 1 Umur 2 bulan TT 0
DPT 2 Umur 3 bulan TT 1
DPT 3 Umur 4 bulan TT 2
Bias DT Kelas 1 SD TT 3
TT Kelas 2 SD TT 4
TT Kelas 3 SD TT 5

Untuk imunisasi TT WUS :


1. Jika memiliki kartu TT berikan dosis sesuai dengan jadwal
pemberian TT nsional.
2. Jika tidak memiliki kartu TT tanyakan apakah ia pernah
mendapatkan dosis TT di masa lalu
3. Jika tidak berikan dosis pertama TT dan anjurkan kembali sesuai
jadwal pemberian TT nasional
4. Jika ya berapa banyak dosis yang telah diterima sebelumnya dan
berikan dosis brikutnya secara berurutan
5. Jika ia tidak bidsa mengingat atau tidak tahu sebaiknya berikan
dosis kedua kepadanya dan anjurkan untuk datang lagi untuk
menerima dosis berikutnya.

Pertanyaan skrining :

1. Tanyakan umur WUS / kelahiran jika kelahiran 1997 loncat


kepertanyaan ke 4.
2. Pendidikan SD,lulus smapai kelas 6

3. Apakah mendapat imunisasi atau suntikan di waktu SD ?


waktu kelas berapa dan berapa kali
4. Pernah mendapatkan imunisasi waktu caten? Berapa kali ?
dan beapa jarak pemberiannya?
5. Sudah hamil berapa kali?

6. Apakah saa hamil mendapatkan imunisasi ? berapa kali ? dan


berapa jarak pemberian dengan imunisasi sebelumnya?
Sensitivitas vaksin :

Vaksin TT merupakan vaksin yang sensitive terhadap pembekuan


sebaiknya disimpan dalam suhu 2-8 derajat celcius.
Imunisasi Tetanus toksoid adalah proses untuk membangun
kekebalan sebagai upaya pencegahan infeksi dengan vaksin yang
telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Melindungi bayi baru
lahir dari tetanus neonaturum yang disebabkan oleh clostridium
tetani yaitu kuman yang menyerang sistem saraf pusat dan
melidungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka
(Depkes RI, 2010).
7) Pemberian Tablet Fe (T7)
Zat besi adalah unsur pembentukan sel darah merah dibutuhkan
oleh ibu hamil guna mencegah terjadinya anemia atau kurang darah
selama kehamilan.Pemberian tablet besi atau Tablet Tambah Darah
(TTD) diberikan pada ibu hamil sebanyak satu tablet (60mg)
setiap hari berturu-turut selama 90 hari selama masa kehamilan,
sebaiknya memasuki bulan kelima kehamilan. TTD mengandung
200 mg ferro sulfat setara dengan 60 ml besi elemental dan 0,25 mg
asam folat baik diminum dengan air jeruk yang mengandung
vitamin C untuk mempermudah penyerapan (Depkes RI, 2010).
8) Pemeriksaan Laboratorium (rutin dan khusus) (T8)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan intuk mencegah hal-hal
buruk yang bisa mengancam janin. Hal ini bertujuan untuk
skrining/mendeteksi jika terdapat kelainan yang perlu dilakukan
lebih lanjut berikut bentuk pemeriksaannya :
a) Pemeriksaan golongan darah,

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk


mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga
untukmempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-
waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.
b) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan
minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester
ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui
ibu hamil tersebutmenderita anemia atau tidak selama
kehamilannya karena kondisianemia dapat mempengaruhi
proses tumbuh kembang janin dalamkandungan.
c) Pemeriksaan protein dalam urin
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada
trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil.
Proteinuriamerupakan salah satu indikator terjadinya pre-
eklampsia pada ibu hamil.
d) Pemeriksaan kadar gula darah.
Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus
dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya
minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester
kedua, dan sekali pada trimester ketiga terutama ada akhir
trimester ketiga.
e) Pemeriksaan darah malaria
Semua ibu hamil di daerah endemis malaria dilakukan
pemeriksaan darah malaria dalam rangka skrining pada kontak
pertama. Ibu hamil di daerah non endemis malaria dilakukan
pemeriksaan darah malaria apabila ada indikasi.
f) Pemeriksaan tes Sifilis
Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko
tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis
sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.
g) Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi
kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Tes
HIV pada Ibu hamil disertai dengan konseling sebelum dan
sesudah tes serta menanda tangani informed consent
h) Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang menderita
batuk berdahaklebih dari 2 minggu (dicurigai menderita
Tuberkulosis) sebagai upayapenapisan infeksi TB
9) Tatalaksana atau penanaganan khusus (T9)
Berdasarkan hasil pemeriksaan di atas dan hasil pemeriksaan
laboratorium, atau setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil
harus ditangani sesuai dengan standar kewenangan tenaga
kesehatan.Kasus- kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai
dengan sistem rujukan.
10) Temu wicara (Konseling) (T10)
Menurut Depkes (2013) Temu wicara atau konseling dilakukan
pada setiap kunjungan antenatal meliputi :
 Kesehatan ibu hamil, dengan beristirahat yang cukup selama
kehamilanya (sekitar 9-10 jam per har) dan tidak bekerja berat.
 Prilaku hidup bersih dan sehat, dengan menjaga kebersihan
badan selama kehamilanya misalnya mencucu tangan sebelum
makan, mandi dua kali sehari menggukakan sabun dan menjaga
personal hygiene agar tetap bersih dan terhindar dari suasana
lembab serta melakukan olah raga ringan.
 Peran suami / keluarga dalam kehamilan dan perencanaan
persalinan dengan memberi dukungan mental serta menyiapkan
biaya persalinan dan kebutuhan bayi lainya serta transportasi
rujukan dan donor darah.

e. GPA
 Gravida yaitu jumlah kehamilan yang dialami wanita. Di ikuti
dengan jumlah seluruh kehamilan ini.
 Para yaitu jumlah kehamilan yang diakiri dengan kelahiran janin
yang memenuhi syarat untuk melangsungkan kehidupan (28
minggu atau 1000 gram)
 Abortus yaitu jumlah kelahiran yang diakiri dengan aborsi spontan
atau terinduksi pada usia kehamilan sebelum 20 minggu atau
memiliki berat kurang dari 500 gram.

2.2 Konsep Dasar Hidramnion


2.1.1 Definisi
Hidramnion ringan didefinisikan sebagai kantong-kantong yang
berukuran vertical 8 sampai 11 cm terdapat pada 80% kasus dengan
cairan berlebihan. Hidramnion sedang didefinisikan sebagai kantong-
kantong yang hanya mengandung bagian- bagian kecil dan berukuran 12-
15 cm dijumpai pada 15%, hidramnion berat didefinisikan sebagai adanya
janin mengambang bebas dalam kantong cairan yang berukuran 16 cm
atau lebih (Hobsbawm, 2012).
Hidramnion atau poli hidramnion adalah suatu kondisi dimana
terdapat keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi dari batas normal.
Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah sebanyak antara 1-2 liter,
sedangkan kasus hidramnion melebihi batas dari 2 liter yaitu antara 4-5
liter. Hidramnion ini adalah kebalikan dari oligo hidramnion yaitu
kekurangan air ketuban (Yuliana, 2016).

2.1.2 Etiologi
Etiologi hidromnion terjadi karena (Yuliana, 2016):
1. Produksi air jernih berlebih
2. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban
menumpuk, yaitu hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal
dan saluran kencing kongenital
3. Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa
menelan air ketuban. Alhasil volume ketuban meningkat drastis
4. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air
seni.
5. Ada proses infeksi.
6. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut
sistem syaraf pusat sehingga fungsi gerakan menelan mengalami
kelumpuhan
7. Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
8. Ketidak cocokan / inkompatibilitas rhesus

2.1.3 Tanda dan Gejala


1. Tanda
a. Ukuran uterus lebih besar disbanding yang seharusnya
b. Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit
dilakukan
c. Djj sulit terdengar
d. Balotemen janin jelas
2. Gejala
a. Sesak nafas dan rasa tak nyaman di perut
b. Gangguan pencernaan
c. Edema
d. Varises dan Hemoroid
e. Nyeri abdomen
Sumber : (Samita, 2018)
2.1.4 Patofisiologi/Patway
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang
komposisinya sangat mirip dengan cairan ekstrsel. Selama paruh pertama
kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak
saja melalui amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama trimester
kedua, janin mulai berkemih, menelan, dan menghirup cairan amnion
(Hobsbawm, 2012). Proses- proses ini hampir pasti secara bermakana
mengatur pengendalian volume cairan. Walaupun pada kasusu
hidramnion epitel emnion sering dianggap sebagai sumberutama cairan
amnion belum pernah ditemukan adanya perubahan histologik pada
amnion atau perubahan kimiawi pada cairan amnion (Hobsbawm, 2012).
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion,
diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan
volume cairan ketuban. Teori ini dibenarkan dengan kenyataan bahwa
hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin tidak dapat menelan,
seperti pada kasus atresia esophagus. Pros ini jelas bukan satu- satunya
mekanisme untuk mencegah hidramnion. Pritchard (1966) dan
Abramovich (1970) mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada
beberapa kasus hidramnion berat, janin menelan cairan amnion dalam
jumlah yang cukup banyak (Hobsbawm, 2012).
Hidramnion terjadi bila produksi air kutuban bertambah , bila
pengaliran air ketuban ternganggu atau kedua duanya. diduga air ketuban
dibentuk dari sel-sel amnion, Di samping itu ditambah oleh air kencing
janin dan cairan otak pada anensefalus. Air ketuban yang dibentuk secara
rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara
pengeluarannya ialah ditelan oleh janin, di absorpsi kemudian dialirkan
ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu. Ekresi air ketuban
akan terngangu bila bayi susah menelan seperti pada atresia esophagus
atau tumor tumor plasenta. pada anencepalus disebabkan pula karena
transudat cairan dari selaput otak dan sumsum tulang belakang dan
berkurangnya hormone antideuretik (Hobsbawm, 2012).
Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama hamil
trimester ketiga masih belum dapat diterangakan. Salah satu
penjelasannya adalah bahwa hiperglikemia ibu menyebabkan
hiperglikemia janin yang menimbulkan diuresis osmotik. Barhava dkk
(1994) membuktikan bahwa volume air ketuban trimester ketiga pada 399
diabetes gestasional mencerminkan status glikenik terakhir. Yasuhi dkk.
(1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada wanita diabetic
yang puasa dibandingkan dengan control nondiabetik. Yang menarik,
produksi urin janin meningkat pada wanita nondiabetik setelah makan,
tetapi hal ini tidak dijumpai pada wanita diabetik (Hobsbawm, 2012).
2.1.5 Komplikasi/Prognosa
Hidramnion dapat menimbulkan komplikasi lanjut seperti (Samita, 2018):
1. Malpresentasi janin (bokong janin berada di posisi terendah di
dalam panggul contoh : sungsang dan melintang )
2. Pelepasan plasenta premature (abrusio)
3. Disfungsi uterus selama persalinan
4. Perdarahan pasca partum segera sebagai akibat atoni uterus dari
overdistensi
5. Prolapps tali pusat
6. Persalinan premature (Varney, helen.2011)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (Yuliana, 2016):
1. Foto Rontgen (bahaya radiasi)
2. USG
Banyak ahli mendefinisikan hidramnion bila indeks cairan amnion
(ICA) melebihi 24-25 cm pada pemeriksaan USG. Berdasarkan
pemeriksaan USG, hidramnion terbagi menjadi :
a. Mild Hydramnion (hidramnion ringan), bila kantung amnion
mencapai 8-11 cm dalam dimensi vertical. Insiden sebesar 80% dari
semua kasus yang terjadi
b. Moderate Hydramnion (hidramnion sedang), bila kantung amnion
mencapai 12-15 cm dalamnya. Insiden sebesar 15%.
c. Severe Hydramnion (hidramnion berat), bila janin ditemukan
berenang dengan bebbas dalam kantung amnion yang mencapai 16
cm atau lebih besar. Insiden sebesar 5%.

2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan diantaranya (Yuliana, 2016):
1. Saat Hamil
a. Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi
dan berikan terapi simptomatis.
b. Ajarkan klien untuk melaporkan setiap tanda ruptur membrane atau
kontraksi uterus.
c. Bantu klien untuk menghindari konstipasi dengan cara
meningkatkan masukan serat dalam diet atau dengan menggunakan
pencahar sesuai resep karena terdapat kemungkinan terjadi rupture
membran akibat peningkatan tekanan uterus.
d. Ingat bahwa agens antiinflamasi nonsteroid seperti indometachin
dapat efektif dalam menurunkan pembentukan cairan amnion.
e. Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk mencegah atau
menghentikan persalinan premature.
f. Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat
dirumah sakit untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam.
Obat- obatan yang dipakai adalah sedativa dan obat diuresis. Bila
sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tengah, lakukan
pungsi abdominal pada bawah umbilikus. Dalam satu hari
dikeluarkan 500cc per jam sampai keluhan berkurang. Jika cairan
dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi
bila anak belum viable. Komplikasi pungsi dapat berupa :
1) Timbul his
2) Trauma pada janin
3) Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
4) Infeksi serta syok
bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin
mengenai placenta, maka pungsi harus dihentikan.
2. Saat Partum
a. Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu.
b. Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk mencegh atau
menghentikan persalianan premature.
c. Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi
transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan
memakai jarum pungsi tusuklah ketuban pada beberapa tempat, lalu
air ketuban akan keluar pelan-pelan.
d. Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka
untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras,
masukan tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama
supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksud semua ini adalah
supaya tidak terjadi solutio placenta, syok karena tiba-tiba perut
menjadi kosong atau perdarahan post partum karena atonia uteri.
3. Post Partum
a. Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi
sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi darah serta
sediakan obat uterotonika.
b. Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan
post partum
c. Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah,
maka untuk menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup.
d. Kaji bayi baru lahir dengan cermat terhadap factor yang dapat
membuatnya tidak mampu menelan in utero.

2.3 Konsep Teori Askep


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Dalam pengkajian, hal-hal yang perlu dikaji seperti : nama pasien,
umur, alamat, pekerjaan, agama, suku, nama penanggung jawab,
hubungan penanggung jawab dengan klien dan sebagainya.
2. Keluhan Utama
Merupakan alasan utama pasien masuk atau datang ketempat
pelayanan kesehatan dan apa-apa saja yang dirasakan pasien. dalam
kasus polihidramnion ini keluhan utama yang biasa ditemui :
a. perut lebih berat dan lebih besar dari biasanya
b. mengeluh sesak nafas
c. mual muntah
d. nyeri pada ulu hati dan perut karena tegangnya uterus
3. Riwayat Kesehatan
a. Lalu : mengetahui kemungkinan pasien ada menderita penyakit
jantung, hipertensi, diabetes melitus, hepatitis dan TBC.
b. Sekarang : mengetahui kemungkinan ibu sedang menderita penyakit
jantung, hipertensi, diabetes melitus, hepatitis, TBC. Yang harus
diperhatikan yaitu penyakit jantng dan diabetes melitus karena
polihidramnion sering berkaitan degan keduanya.
c. Keluarga : mengetahui kemungkinan dalam anggota keluarga ada
yang menderita penyakit menular, menahun dan keturunan, riwayat
kehamilan kembar.
d. Riwayat pernikahan
e. Riwayat menstruasi
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
g. Riwayat Kontrasepsi : Mengetahui apa jenis kontrasepsi yang
digunakan ibu, berapa lamanya, apa masalahnya, atau efek samping
yang dirasakan ibu, serta apa alasan ibu untuk berhenti memakai
kontrasepsi.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Aktifitas
1) kelelahan,
2) aktivitas menurun karena perut terasa tegang dan lebih berat dari
biasanya
b. Sirkulasi
1) TD dan nadi mungkin menurun yang berhubungan dengan
kompresi vena kava
2) DJJ sulit terdengar
3) Waspada terhadap adanya deselerasi variebel yang dapat
berindikasi prolaps tali pusat
4) Sionasis
c. Integritas ego
Kehamilan biasanya direncanakan.
d. Eliminasi
1) Konstipasi,
2) Oliguria berat
e. Makanan dan carian
Sirkulasi pada daerah ekstremitas bawah menurun, sehingga
kemungkinan ada edema karena uterus yang terus menerus
menegang akan menekan diafragma dan pembuluh darah pelvis
f. Neurosensori
Dapat mengalami kesulitan fungsi otot ( misal sklerosis multiple,
miastenia gravis, paralisis)
g. Pernapasan
Sesak nafas yang parah
h. Seksualitas
1) Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya
2) Vulva dan perineum membengkak
3) Kaji diameter pelvis
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. USG : AFI di atas 25 cm atau poket lebarnya di atas 8 cm.
b. Tes toleransi glukosa : untuk mengetahui adanya indikasi diabetes
gestasional. Ibu yang mengalami diabetes gestasional beresiko
tinggi mengalami hidramnion
c. Jumlah trombosit : Pada ibu dengan riwayat perdarahan jumlah
trombosit meningkat
d. Urinalisis : Mendeteksi bakteriuria
e. Pemeriksaan koagulasi (APPT. PPT, PT) : Mengidentifikasi
kelainan pembekuan bila ada perdarahan. Pada Kehamilan dengan
hidramnion, resiko terjadinya perdarahan sangat tinggi.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kerusakan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder
akibat hidramnion
2. Anxietas b/d hasil kehamilan yang tidak diketahui
3. Intoleransi aktivitas b/d dispneu

2.2.3 Perencanaan
1. Kerusakan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder akibat
hidramnion
a. Tujuan :
setelah dilakukan intervensi, gangguan pertukaran gas teratasi
b. Kriteria hasil :
1) Pasien tidak sesak lagi
2) RR normal (18-20 x/menit)
3) Klien merasa nyaman
c. Intervensi :
1) Kaji kelainan pernapasan yg dapat mempengaruhi fungsi paru,
seperti asma atau tuberkulosis, frekuensi pernapasan, atau upaya
ibu dan munculnya bunyi nafas.
Rasional : Kondisi ini, baik yg ada sebelum atau selama
kehamilan, yang meenurunkan atau mempengaruhi kapasitas
pertukaran oksigen, menganggu pertukaran gas normal.
2) Perhatikan kondisi yg menimbulkan perubahan
vaskular/penurunan sirkulasi plasenta (mis : diabetes, masaalah
jantung) atau yg mengubah kapasitas pembawa oksigen (mis :
anemia, hemoragi)
Rasional : Luasnya masalah vaskular maternal dan penurunan
kapasiatas pembawa oksigen berpengaruh langsung pada
sirkulasi dan pertukaran gas uteroplasenta.
3) Pantau TD dan nadi
a) Tingkatkan istirahat di tempat tidur/kursi pada posisi tegak
atau semifowler bila upaya pernafasan menurun
b) Anjurkan pasien u/ melakukan posisi miring kiri.
c) Tinjau ulang sumber vitamin C, zat besi,dan protein.
Identifikasi zat-zat yg membantu absorbsi zat besi (asam
sedang, vit. c) dan yg menurunkan absorbsi (alkalin sedang,
susu)
Rasional :
a) Peningkatan TD dpt menandakan HAK; penurunan TD
dan peningkatan nad dpt menyertai hemoragi.
b) Menurunkan upaya pernapasan dan meningkatkan
konsumsi oksigen sesuai penurunan diafragma,
meningkatakan diameter dada vertical.
c) Meningkatkan perfusi ginjal/plasenta, juga merupakan
posisi efektif untuk mencegah syndrom hipotensi
terlentang.
d) Ketidakadekuatan nutrsi dapat mengakibatkan anemia
defisiensi zat besi dan dapat menimbulkan masalah
transpor oksigen.
4) Beri obat-obatan sesuai indikasi :
a) Teofilin
b) Besi dekstran (inferon)
c) Beri oksigen supplemental
Rasional :
Pemberian parenteral mungkin perlu pada adanya anemia
defisiensi zat besi berat untuk meningkatkan oksigen ibu.
2. Anxietas b/d hasil kehamilan yang tidak diketahui
a. Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan ansietas berkurang atau
hilang
b. Kriteria hasil :
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas
2) Kecemasan pasien berkurang atau hilang
3) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukan
kurangnya kecemasan
c. Intervensi :
1) Perhatikan tingkat ansietas dan derajat pengaruh terhadap
kemampuan untuk membuat keputusan
Rasional : Stres yg tidak diatasi dapat mempengaruhi
penyelesaian tugas-tugas kehamilan dengan penerimaan normal
dari kehamilan atau janin.
2) Berikan kehangatan secara emosional dan situasi medukung
dan terima klien/pasangan seperti adanya mereka.
Rasional : Memudahkan perkembangan hubungan saling
percaya.
3) Berikan akses 24 jam pada tim perawat kesehatan.
Rasional : Ansietas dapat dikurangi apabila informasi atau
bantuan telah ada.
4) Kaji tingkat stres klien/pasangan berkenaan dengan komplikasi
medis.
Rasional : Hubungan keluarga yg buruk dan tidak tersedianya
sistem pendukung dapat meningkatkan tingkat stres
5) Kaji respon fisilogis terhadap ansietas (TD, nadi)
Rasional : Anxietas/stres dapat disertai dgn pelepasan
katekolamin, menciptaka respon fisik yg mempengaruhi rasa
sejahtera klien dan kemudian meningkatkan anxietas.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
a. Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan klien mampu beraktivitas
seperti biasa
b. Kriteria hasil :
1) Mampu melakukn aktivitas sehari-hari secara mandiri
2) Tanda-tanda vital normal
3) Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan alat
4) Pasien merasa lebih nyaman dengan keadaannya
c. Intervensi :
1) Anjurkan klien mengikuti aktifitas dengan istirahat yg cukup.
2) Anjurkan istirahat yg adekuat dan penggunaan posisi miring kiri.
3) Anjurkan menghindari perjalanan dan perubahan ketinggian
pada trimester ke-3
4) Tekankan pentingnya aktifitas hiburan yg tenang.
5) Anjurkan tirah baring yg dimodifikasi/komplit sesuai indikasi

2.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).
Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan
tindakan, serta menilai data yang baru (Indrieni, 2020).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran
dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari
setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Indrieni, 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Angelyani, W. A. W. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian


Ketuban pecah dini di rumah sakit dr. Soemarno Sostroatmodjo kuala kapuas
tahun 2016. http://repository.unism.ac.id/487/2/skripsi.pdf
Hobsbawm, E. (2012). Hidramnion. Revista Brasileira de Ergonomia, 9(2), 10.
https://www.infodesign.org.br/infodesign/article/view/355%0Ahttp://
www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/731%0Ahttp://
www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/269%0Ahttp://
www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/106
Indrieni, S. (2020). Asuhan Keperawatan Klien dengan Preeklampsi yang dirawat di
Rumah Sakit. In Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur (Vol. 53, Issue 9).
Oliver, J. (2013). Cairan Amnion. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699.
Samita, L. (2018). Asuhan Keperawatab Pada Ny. T Dengan Kehamilan Trimester III
Di Wilayah Kerja Puskesmas Tapan Kabupaten Pesisir Selatan.
Yuliana, D. (2016). Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny. S G3P2002 dengan
Hidramnion dan KPD di Wilayah Kerja Puskesmas Mekar Sari Blikpapan
Tengah.
Yulinasari, D., & Rahmawati, F. (2017). Hubungan Polyhidramnion dan Presentasi
Janin dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di RS Puri Betik Hati Provinsi
Lampung. Онкопедиатрия, 4(1), 26–30.
http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/kebidanan/article/viewFile/599/533

Anda mungkin juga menyukai