Kandidiasis Vulvovaginalis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Kandidiasis (kandidosis) adalah suatu infeksi dengan manifestasi klinis

yang bervariasi yang disebabkan oleh Candida albicans atau kadang-kadang

spesies Candida lainnya. Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) merupakan infeksi

mukosa vagina dan atau vulva (epitel yang tidak berkeratin) yang disebabkan oleh

jamur spesies Candida, yang dapat terjadi secara akut, subakut, dan kronis, yang

didapat baik secara endogen maupun eksogen yang sering menimbulkan keluhan

berupa duh tubuh pada vagina. Pada umumnya infeksi pertama timbul di vagina

yang disebut vaginitis dan dapat meluas sampai vulva (vulvitis).(1)

Penyebab terbanyak KVV adalah spesies Candida albicans (80-90%),

sedangkan penyebab terbanyak kedua adalah Torulopsis glabrata (10%),

sedangkan 3% lainnya oleh spesies Candida lain seperti Candida tropicalis,

Candida pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida stellatoidea. Candida

albicans masih merupakan penyebab KVV terbanyak didukung oleh penelitian di

beberapa negara yaitu Brazil, Chili, Argentina, Amerika Serikat, Singapura, Israel

dan Malaysia. Namun pada penelitian epidemiologi di Italia dan Surabaya akhir-

akhir ini menunjukkan telah terjadi pergeseran penyebab KVV yaitu Candida

non-albicans semakin lebih banyak terutama spesies Candida glabrata.

Kandidasis vulvovaginalis disebut juga candidosis of the vagina, mycetica,

vaginal trush, candida colpitis.(1)


2

Kandidiasis vulvovaginalis merupakan penyakit urutan kedua dari seluruh

infeksi pada vagina. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemakaian kontrasepsi

hormonal dan pemakaian antibiotik spektrum luas, obat yang mengandung

kortikosteroid, penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol serta penyakit

infeksi dan keganasan yang menekan daya tahan tubuh seseorang. Candida

umumnya dianggap sebagai jamur komensal di vagina yang bersifat oportunistik.


(1)

Terjadinya kekambuhan atau rekurensi terhadap infeksi spesies Candida

menjadi masalah tersendiri baik bagi penderita, pasangan seksual maupun dokter.

Dikenal istilah Kandidiasis Vulvovaginalis Rekuren (KVVR), yaitu bila

didapatkan kekambuhan infeksi 4 kali atau lebih dalam setahun. Sekitar 5%

penderita KVV akan mengalami rekurensi, dan lebih dari 33% spesies penyebab

KVVR adalah Candida glabrata dan Candida parapsilosis yang relatif lebih

resisten terhadap pengobatan.(1)


3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Genitalia

Wanita mempunyai alat sistem reproduksi seluruhnya berada di dalam

panggul, dan dibagi menjadi 2 :

Gambar 2.1 Anatomi Genitalia Bagian Luar (Sumber : sobotta)

1. Anatomi genitalia bagian luar

Anatomi genitalia bagian luar disebut juga dengan vulva, yang

artinya menutupi. Terletak di antara kaki, vulva menutupi jalan masuk

vagina dan alat reproduksi lainnya yang berada di dalam tubuh.(1)

a. Mons pubis (bukit kemaluan)


Bagian ini disebut juga mons veneris, terletak persis diatas pintu

masuk vagina, yang merupakan persatuan kedua benjolan genital


4

di sebelah ventrokranial. Bila seorang gadis telah matang secara

seksual, mons pubis akan ditumbuhi rambut pubis. Di dalam bukit

kemaluan terdapat jaringan lemak subkutis.(1)


b. Labium mayor pudendi (bibir kemaluan besar)
Kedua bibir kemaluan besar berupa lipatan tebal mulai dari bukit

kemaluan ke belakang bawah untuk bersatu pada komisura

posterior 2,5 cm di muka anus. Didalamnya terdapat jaringan

lemak berbentuk kumparan.(1)

Gambar 2.2 Anatomi Genitalia Bagian Dalam (sobotta)

c. Labium minor pudendi (bibir kemaluan kecil)


Kedua bibir kemaluan kecil ini di muka bertemu membentuk kulup

kelentit (preputium klitorides) dan di belakang bersatu dalam

komisura posterior (frenulum klitorides).(1)


d. Klitoris (kelentit)
Bagian ini merupakan homolog bagian dorsal penis yang tidak

berkembang seperti halnya pria. Klitoris adalah organ sensoris

kecil yang terletak di depan vulva dimana kedua lipatan bibir

kemaluan bersatu.(1)
e. Vestibulum pudendi (serambi kemaluan)
5

Serambi kemaluan adalah ruangan yang dibatasi oleh kedua bibir

kemaluan kecil. Pada ruangan ini bermuara orifisium uretra

eksternum, saluran kelenjar bartolin (glandula vestibularis mayor),

dan ostium vagina. Di kedua sisi serambi terdapat badan

pengembung yang dikenal sebagai bulbus vestibuli. Di ujung

bawah bulbus vestibuli sebelah kanan dan kiri terdapat glandula

vestibularis mayor (kelenjar bartolin) yang dianggap homolog

dengan glandula cowper pada pria. Saluran kelenjar bartolin

bermuara di permukaan dalam bibir kemaluan kecil pada

perbatasan 2/3 bagian depan dan 1/3 bagian belakang.(1)


f. Selaput dara (himen)
Bagian ini merupakan lipatan mukosa yang membatasi ostium

vagina pada gadis, berupa lapisan tipis dengan lubang satu atau

lebih, menutupi pintu masuk vagina. Selaput dara sering tidak

sama antara satu orang dengan orang lainnya.(1)


g. Uretra
Panjang uretra wanita hanya 3-4 cm. Terdiri atas serabut otot

halus, serabut otot spingter, lapisan jaringan elastis, dan jaringan

kolagen.(1)

2. Anatomi genitalia bagian dalam


6

Gambar 2.3 Anatomi Genitalia Bagian Dalam (SOBOTTA)

a. Vagina
Vagina adalah otot, berupa pipa yang merupakan saluran

penghubung antara serambi kemaluan dan leher uterus. Panjangnya

8-12 cm. Dapat meluas dan menyempit. Epitelnya adalah epitel

gepeng berlapis yang mengandung banyak glikogen.(1)

b. Rahim (uterus)
Berbentuk seperti buah pir terbalik berongga dengan garis yang

tebal dan dinding otot. Saat tidak hamil, rahim berukuran panjang

7,5 cm, dan lebarnya 5 cm.(1)


c. Tuba uterina (tuba falopi)
Terdapat 2 tuba uterina yang melintang di sisi kanan dan kiri

rahim, menghubungkan rahim dengan ovarium. Masing-masing

panjangnya 12 cm. Dilapisis epitel torak berambut getar. Pada

sisi akhir tuba uterina yang mendekati ovarium merupakan area

yang kaku seperti kerucut disebut infundibulum. Dinding

infundibulum mengandung proyeksi iregular seperti silia yang

disebut fimbria.(1)
7

d. Ovarium
Berbentuk oval dan melekat pada permukaan belakang ligamentum

latum uteri disebelah kanan dan kiri rahim. Berukuran 4-5 cm.(1)

2.2 Definisi Kandidiasis Vulvovaginal

Infeksi pertama kandida umumnya timbul di vagina yang disebut vaginitis

dan dapat meluas sampai vulva (vulvitis), jika mukosa vagina dan vulva keduanya

terinfeksi disebut kandidiasis vulvovaginalis (KVV).(2) KVV adalah infeksi

mukosa vagina dan vulva (epitel tidak berkeratin) yang disebabkan oleh spesies

Candida.(1) Penyebab terbanyak (80-90%) adalah Candida albicans, sedangkan

penyebab terbanyak kedua dan ketiga adalah Candida glabrata (torulopsis

glabrata) dan Candida tropicalis.(1) KVV merupakan infeksi jamur oportunistik

yang dapat terjadi secara primer atau sekunder dan dapat bersifat akut, subakut,

maupun kronis episodik. Infeksi kronis bila berlangsung lebih dari 3 tahun.(1)

Tanda klinis khas dari kandidiasis vulvovaginalis mudah dikenal dengan

istilah awam sariawan (thrush) dan keputihan (duh tubuh vagina) yang disertai

iritasi atau gatal. KVV yang akhir-akhir ini meningkat frekuensinya, jauh lebih

banyak dijumpai pada wanita berupa vaginitis atau vulvovaginitis. Akhir-akhir ini

peranannya sebagai salah satu IMS (Infeksi Menular Seksual) atau STI (sexually

transmitted infections) semakin jelas.(2)

Kandidiasis vulvovaginalis rekuren (KVVR) didefinisikan sebagai infeksi

yang mengalami kekambuhan 4 kali atau lebih dalam setahun. Pada umumnya

infeksi disebabkan adanya kolonisasi yang berlebihan dari spesies Candida yang

sebelumnya bersifat saprofit pada vulva dan vagina, dan jarang disebabkan karena
8

mendapat sumber infeksi dari luar (sumber infeksi dari tanaman, lingkungan,

udara dan tanah).(1)

2.3 Epidemiologi

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia. Pada beberapa negara KVV tetap

merupakan terbanyak di antara infeksi vagina terutama di daerah iklim subtropis

dan iklim tropis.(1)

Kandidiasis vulvovaginalis umumnya lebih banyak pada perempuan

dengan status sosial ekonomi rendah dan masa kehamilan. KVV terjadi pada

banyak perempuan selama masa hidupnya, dengan presentase sekitar 70-75%

wanita mendapatkan setidaknya sekali infeksi KVV selama hidupnya, sekitar 40-

50% cenderung berulang mengalami kekambuhan atau serangan infeksi kedua.(1)

Gejala infeksi paling ringan biasanya disebabkan oleh Candida albicans,

bahkan lebih sering bersifat asimtomatis. Penyebab infeksi kronis terbanyak

adalah Candida albicans (>30%), sedangkan 26% disebabkan oleh Candida non-

albicans di mana 9% penyebabnya adalah Candida glabrata.(1)

Penelitian epidemiologi pada beberapa negara akhir-akhir ini

menunjukkan pergeseran penyebab KVV dari Candida albicans menjadi Candida

non albicans. Laporan dari Italia menunjukkan spesies Candida non-albicans

penyebab KVV mencapai 57%. Penelitian di Surabaya oleh Andriani

menunjukkan 65,2%.(1)

Spesies Candida dapat diisolasi pada 20-50% saluran genital wanita sehat,

tanpa adanya keluhan (asimtomatis) dan tanpa adanya discharge vagina yang
9

abnormal. Candida albicans masih merupakan spesies terbanyak yang dapat

ditemukan sebagai kolonisasi yang tidak patogen sebesar 92,1%.(1)

2.4 Etiologi

Penyebab terbanyak KVV adalah spesies Candida albicans (80-90%),

sedangkan penyebab terbanyak kedua adalah Torulopsis glabrata (10%),

sedangkan 3% lainnya oleh spesies Candida lain seperti Candida tropicalis,

Candida pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida stellatoidea.(2) Setidaknya

ditemukan sebanyak 150 spesies Candida. Namun hanya 7 spesies yang penting

diketahui sebagai penyebab infeksi patogen, yaitu Candida albicans, Candida

glabrata, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida krusei, Candida

kefyr, dan Candida guilliermondii.(1,2)

Gambar 2.4 Candida parapsilosis, Candida glabrata dan Candida albicans. (dftar pustaka di
Line)

2.4.1 Sejarah Candida


10

Jamur Candida telah dikenal dan dipelajari sejak abad ke-18. Robin pada

tahun 1850 mengisolasi jamur ini dari stomatitis (sariawan), yang disebut oral

thrush. Berdasarkan bentuk sel yang bulat dan koloni jamur berwarna putih, maka

diberi nama Oidium albicans, karena membentuk spora. Nama Oidium berubah

menjadi Monilia, karena sel-sel jamur tersusun seperti untaian manik-manik

menyerupai kalung.(majalah UKI tab 2012-04-artikel-05)

Nama Monilia ternyata menimbulkan kerancuan karena dalam ilmu

pertanian telah dikenal jamur Monilia sebagai penyebab penyakit tumbuhan, dan

sangat berbeda baik secara morfologi maupun sifatnya. Pada Third International

Microbiological Congress di New York, 1938, nama Candida diperkenalkan

sebagai pengganti Monilia. (UKI)

Taksonomi Candida menurut C. P. Robin Berkhout 1923, sebagai berikut

(UKI) :

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Subphylum : Saccharomycotina

Class : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Candida
11

Spesies : Candida albicans(UKI)

2.4.2 Morfologi

Candida secara morfologi mempunyai beberapa bentuk elemen jamur

yaitu sel ragi (blastospora/yeast), hifa dan bentuk intermediet/pseudohifa. Sel ragi

berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengah ukuran 2-5 x 3-6 hingga 2-

5,5 x 5-28 . Candida memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan

terus memanjang membentuk pseudohifa. Pertumbuhan optimum terjadi pada pH

antara 2,5-7,5 dan temperatur berkisar 20C-38C dalam kondisi aerob dan

anaerob. Candida merupakan jamur yang pertumbuhannya cepat yaitu sekitar 48-

72 jam. Kemampuan Candida tumbuh pada suhu 37C merupakan karakteristik

penting untuk identifikasi. Spesies yang patogen akan tumbuh secara mudah pada

suhu 25C-37C, sedangkan spesies yang cenderung saprofit kemampuan

tumbuhnya menurun pada temperatur yang semakin tinggi.(UKI)

Gambar 2.5 Ilustrasi morfologi Candida. (A) bentuk ragi. (B) bentuk pseudohifa. (C)

bentuk hifa (UKI)


12

Candida adalah mikroorganisme oportunis, dapat dijumpai di seluruh

badan, terutama dalam mulut, kolon, kuku, vagina, dan saluran anorektal, tumbuh

sebagai blastospora bentuk oval tanpa kapsul, dan bereproduksi melalui

pembentukan tunas, hifa yang pipih, memanjang tidak bercabang.(1)

Gambar 2.6 Candida albicans(sumber ada di line)

2.5 Patogenesis

Koloni jamur tumbuh secara aktif menjadi hifa dan umumnya ditemukan

dalam keadaan patogenik. Jika kondisi memungkinkan, proses penyakit diduga

dimulai dari perlekatan spora Candida pada epitel vagina dan selanjutnya menjadi
13

bentuk hifa. Hifa Candida kemudian tumbuh dan berkolonisasi pada permukaan

vagina. Percobaan in vitro menunjukkan proses perlekatan ini, hifa yang tumbuh

dan berkolonisasi lebih tinggi oleh adanya perubahan estrogen. Penemuan ini

dapat memberi penjelasan bahwa kandidiasis vulvovaginalis simtomatis lebih

sering terjadi pada perempuan yang berada pada periode antara menarche dan

menopause.(1)

Tiga dari empat (75%) wanita pernah mengalami episode KVV sepanjang

hidupnya. Banyak faktor yang merupakan faktor predisposisi atau faktor resiko,

khususnya yang berkaitan dengan dua hal, yaitu meningkatnya karbohidrat,

termasuk peningkatan glikogen vagina, dan penurunan pH.(1)

Infeksi Candida dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi, baik endogen

maupun eksogen.(USU)

Faktor Endogen :

1. Perubahan fisiologik :
a. Kehamilan, karena perubahan pH vagina
b. Kegemukan/Obesitas, karena banyak keringat
c. Endokrinopati, penyakit diabetes melitus
d. Pemberian antibiotika spektrum luas dan jangka waktu lama

(mengubah flora bakteri normal)


e. Terapi progesteron
f. Terapi kortikosteroid
2. Umur : Orang tua dan bayi lebih mudah terkena karena status imonologik

yang tidak sempurna.


3. Imunologik (imunodefisiensi)

Faktor eksogen :

1. Iklim panas dan kelembaban meningkat


14

2. Kebersihan kulit
3. Kontak dengan penderita, misalnya thrush dan balanopostitis

Kandidosis vulvovaginalis rekuren (KVVR) didefinisikan sebagai infeksi

yang mengalami kekambuhan 4 kali atau lebih dalam setahun KVVR dijumpai

pada 5% wanita. Perubahan hormonal, seperti kehamilan dan fase luteal siklus

menstruasi, dapat memacu kekambuhan KVV. Penggunaan larutan pembersih

kewanitaan atau douching juga dapat menyebabkan KVVR. Diduga

mekanismenya melalui reaksi alergi atau reaksi hipersensitivitas yang

mengakibatkan kerentanan terhadap Candida. Faktor lain yang diduga sebagi

penyebab KVVR adalah kontak seksual yang terlalu sering. Diduga hal ini

disebabkan oleh karena abrasi vagina dan alergi terhadap semen pria.(2)

Balanitis dan balanopostitis merupakan infeksi jamur pada organ genital

pria. Sekitar 30-35% infeksi disebabkan oleh karena Candida sp. Faktor

predisposisi adalah tertular oleh mitra seksual yang menderita KVV, menderita

diabetes melitus, atau tidak sirkumsisi.(2)

Candida albicans dapat memproduksi enzim protease yang bekerja

optimal pada pH normal vagina. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan jamur

yang dapat menghasilkan beberapa faktor yang dapat merusak epitel vagina

sehingga menyebabkan vaginitis. Mekanisme lainnya termasuk reaksi alergi

terhadap jamur.(1)

Sejumlah kecil dari kelompok penderita kandidiasis vulvovaginalis ini

mengalami episode kronis atau rekuren. Hal ini disebabkan oleh infeksi berulang

pada vagina serta faktor imunitas dari penderita.(1)


15

Dari hasil penelitian bahwa Candida-Ag menyebabkan suatu peningkatan

produksi prostaglandin E2 melalui makrofag. Kerja prostaglandin ini adalah

menghambat produksi sitokin-interleukin 2 (IL-2). Dimana IL-2 ini yang

mengatur proliferasi limfosit T normal. Kemudian hal ini akan memicu

peningkatan proliferasi limfosit T anti-candida dan akibatnya akan terjadi

penurunan Cell mediated Immunity (CMI). Penurunan CMI ini menyebabkan

seseorang lebih mudah terinfeksi oleh Candida.(1)

Tampaknya yang paling berperan dalam hal imunitas ini adalah produksi

prostaglandin. Produksi prostaglandin ini dapat muncul pada vagina dengan cara

lain. Sebagai contoh, respon hipersensitif lokal pada vagina menghasilkan

produksi antibodi IgE. Produksi IgE menyebabkan pelepasan histamin yang

selanjutnya akan menyebabkan aktivasi sel imun supressor dan produksi

prostaglandin E2 oleh makrofag. Peningkatan prostaglandin E2 kemudian

menyebabkan penurunan CMI terhadap Candida.(1)

Manifestasi klinis KVV merupakan hasil interaksi antara patogenitas

spesies Candida dengan mekanisme pertahanan hospes (host) yang berkaitan dan

dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi. Menurunnya daya tahan tubuh

penderita, adanya perubahan lingkungan daerah vagina yang menyebabkan

menurunnya pertahanan lokal dan reaksi hipersensitivitas disertai kemampuan

spesies Candida untuk menghasilkan faktor virulensi memegang peranan penting

pada patogenisitas infeksi. Walapupun pada sebagian besar kasus

perubahan/transformasi kolonisasi spesies Candida dari bentuk komensal menjadi

patogen bersifat spontan dan tidak dapat ditemukan faktor presipitasinya.(1)


16

2.6 Faktor Penentu Patogenesitas Spesies Candida

Beberapa faktor penentu patogenesitas spesies Candida yang berhubungan

dengan kemampuannya menyebabkan infeksi adalah sebagai berikut.

1. Spesies
Dari 200 spesies Candida, terdapat 7 spesies yang mempunyai

patogenesitas tertinggi adalah Candida albicans, Candida stellatoidea,

Candida glabrata, Candida bupicalis, Candida parapsilosis, candida

kyfer, Candida guiliermondii dan Candida krusei.(1)

2. Daya lekat

Perlekatan spesies Candida pada sel epitel vagina merupakan

faktor virulensi terpenting. Bagian terpenting untuk perlekatan adalah

glikoprotein permukaan yaitu mannoprotein, yang juga dipengaruhii oleh

sifat hidrofobisitasnya. Bentuk hifa melekat lebih kuat daripada sel ragi,

karena germtube lebih banyak mengandung komponen hidrofobik

daripada sel ragi sehingga melekat lebih kuat pada sel epitel. Perubahan

hidrofobisitas dipengaruhi keadaan lingkungan, pada suhu 24C Candida

albicans akan bersifat hidrofobik dengan daya lekat lebih kuat daripada

pada suhu 37C akan bersifat hidrofilik yang mempunyai daya lekat lebih

rendah.(1)

3. Dimorfisme
Candida bersifat dimorfisme yang artinya mempunyai 2 bentuk

fenotip yang penting dalam patogenesitas kandidiasis. Blastospora

(bentukan ragi) merupakan bentuk yang dapat ditemukan pada akolonisasi


17

yang bersifat asimtomatis dan pernting untuk transmisi dan penyebaran

secara hematogen. Blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada

jaringan, karena mengeluarkan enzim hidrolitik yang bersifat merusak

jaringan yaitu fosfolipase dan proteinase. Sedangkan bentuk hifa penting

untuk invasi jaringan.(1)

4. Toksin
Toksin yang dihasilkan oleh Candida albicans dapat dibagi

menjadi 2 golongan, yaitu mempunyai berat molekul rendah dan tinggi.

Toksin dengan BM tinggi adalah glikoprotein (gliotoksin) dan kanditoksin.

Glikoprotein penting dalam proses perlekatan pada sel epitel, menghambat

penempelan neutrofil pada dinding sel hifa hidup. Gliotoksin menghambat

fagositosis dari sistem imun lokal. Kanditoksin adalah protein intraseluler

yang bersifat asam dan baru diproduksi bila Candida albicans dirusak

secara mekanik, mempunyai aktivitas sitotoksik, imunologik, enzimatik

dan meningkatkan infeksi. Toksisitasnya akan menghilang dengan

pemanasan karena terjadi denaturasi.(1)

5. Enzim
Mekanisme enzimatis penting untuk merusak sel epitel membran

sehingga lebih mudah terjadi invasi. Ada 2 enzim utama yang dihasilkan

spesies Candida yang penting dalam virulensi yaitu enzim proteinase

(berperan dalam proses perlekatan pada epitel dan endotel, kerusakan

membran sel hospes dan lisis sel hospes) dan fosfolipase (berperan dalam

perlekatan pada sel epitel dan endotel, penetrasi dan kolonisasi Candida).
(1)
18

2.7 Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari kandidiasis vulvovaginalis adalah(13):

Keluhan utama adalah gatal di daerah vulva.


Pada yang berat terdapat pula panas, nyeri sesudah miksi, dan dispareunia.
Pada pemeriksaan yang ringan tampak hyperemia pada labia minora,

introitus vagina, dan vagina terutama bagian 1/3 bagian bawah.


Sering pula terdapat kelainan khas ialah bercak-bercak putih kekuningan.
Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia minora dan

ulkus-ulkus yang dangkal pada labia minora dan sekitar introitus vagina.
Fluor albus berwarna kekuningan, khasnya disertai gumpalan-gumpalan

seperti kepala susu yang berwarna putih kekuningan.


Kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal trush yaitu bercak putih

terdiri atas gumpalan jamur, jaringan nekrosis sel epitel yang menempel

pada dinding vagina.

Berdasarkan gambaran klinis, hasil pemeriksaan mikrobiologi penyebab,

faktor hospes dan respon terhadap pengobatan, KVV dapat diklasifikasikan sbb :
a. KVV dengan komplikasi, dengan kriteria :
episode gejala sporadis atau infrequent
gejala ringan sampe sedang
infeksi oleh Candida albicans
19

terjadi pada perempuan normal, tidak hamil, non-immunocompromised


b. KVV tanpa komplikasi, dengan kriteria :
Episode gejala rekuren (>4kali pertahun)
Ditemukan gejala yang berat
Infeksi oleh spesies non albicans
Terjadi pada perempuan abnormal (diabetes tidak terkontrol,

imunosupresan atau perempuan hamil)

2.8 Cara Menegakkan Diagnosis

Diagnosis kandidiasis vulvovaginalis ditegakkan berdasarkan keluhan

penderita, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah

maupun gram, pemeriksaan biakan jamur, dan pemeriksaan pH cairan vagina.

Biakan jamur dari cairan vagina dilakukan untuk konfirmasi terhadap hasil

pemeriksaan mikroskop yang negatif (false negative) yang sering ditemukan pada

kandidiasis vulvovaginalis kronis dan untuk mengidentifikasi spesies non-candida

albicans. Sejak spesies ini sering ditemukan pada sejumlah kandidiasis

vulvovaginalis kronis dan sering timbul resistensi terhadap flukonasol maka

identifikasi jamur dengan kultur menjadi penting.(1)

Biakan jamur mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi sampai 90%

sedangkan pemeriksaan sedian basah dengan KOH 10% kepekaannya hanya 40%.

Hapusan sebaiknya diambil dari sekret vagina dan dari dinding lateral vagina.

Pemeriksaan gram tidak terlalu sensitif tetapi bisa sangat menolong untuk

pemeriksaan yang cepat. Pseudohifa, ragi dan hifa memberi reaksi gram positif

akan tetapi pemeriksaan gram dan KOH yang negatif tidak lebih menyingkirkan

kemungkinan kandidiasis vulvovaginalis dan perlu dikonfirmasi dengan kultur.

(UKI)
20

Gambar ... Pseudohifa pada pewarnaan KOH (mata anak panah) (vivi keumala)

Kultur dilakukan pada media Saboraud atau media Nideerson (media yang

mengandung antibiotika). Ragi akan tumbuh dalam waktu 48 jam atau lebih tetapi

kebanyakan dapat tumbuh dalam waktu 24 jam. (1) Morfologi koloni Candida pada

medium padat Saboroud umumnya berbentuk bulat dengan ukuran 3,5-6 x 6-10

m dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin, kadang sedikit berlipat

terutama pada koloni yang telah tua. Besar kecilnya koloni dipengaruhi oleh umur

biakan. Warna koloni Candida putih kekuningan disertai bau yang khas/yeast

odour. (UKI, vivi keumala)

Gambar ..... Pertumbuhan Candida albicans pada media Saboraud (vivi keumala)
21

Selain itu, terdapat pemeriksaan untuk mendiagnosis infeksi kandidiasis

vulvovaginalis yaitu dengan dengan cara aglutinasi lateks. Cara ini adalah sebagai

pemeriksaan tambahan untuk hasil pemeriksaan mikroskopis yang negatif tetapi

secara klinis dicurigai suatu kandidiasis vulvovaginalis. Dibandingkan dengan

kultur, sensitivitas pemeriksaan ini 71,8-81% dan spesifitasnya 98,5%.(1)

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginalis ini adalah termasuk

trikomoniasis dan vaginosis bakterial yang dapat dibedakan dengan mudah

melalui pemeriksaan perkiraan pH dan secara mikroskopis, meskipun infeksi

campuran kadang-kadang terjadi. Lebih sulit memisahkan jika penderita

kandidiasis vulvovaginalis dengan hasil mikroskop negatif, dan pH vagina

normal.(1)

Trikomoniasis

Sekret banyak dan encer, warna kekuningan,berbusa, dan berbau tidak

enak. Jarang terdapat lesi kulit.

Vaginosis bakterial

Sekret encer, tipis dan homogen, warna putih dan keabu-abuan serta

berbau amis. Tidak ditemui inflamasi pada vagina dan vulva

Gonore

Sekret lebih sedikit, berwarna kuning sampai hijau

Leukorea fisiologis

Sekret berupa mukus yang banyak mengandung epitel, jarang terdapat

leukosit, tidak berbau


22

Infeksi genital nonspesifik

Terbanyak disesbabkan oleh chlamidia trachomatis dan ureaplasma

urealiticum. Klinis berupa sekret kekuningan. Pada pemeriksaan

mikroskopis hanya ditemukan jumlah leukosit yang meningkat.

Tabel 2.1 Diagnosis Banding(4)


Kriteria Normal Kandidiasis Vaginosis Trikomoniasis

Diagnostik Vulvovagina Bakterialis


Keluhan atau Tidak ada Gatal, rasa terbakar, Bau tidak Sekret kuning-

gejala sekret, disuria sedap, gatal, hijau, bau, gatal

sekret
Sekret Putih, jernih, Putih seperti keju, Encer, putih Berbusa, kuning-

flokulen gumpalan susu abu-abu, hijau

basi, meningkat meningkat


pH vagina 3,8 4,2 <4,5 >4,5 >4,5
Bau amina Tidak ada Tidak ada Busuk, Mungkin

seperti ikan memperlihatkan

bau busuk atau

bau seperti ikan


Sediaan basah Sel epitel, Pseudohifa, yeast Clue cells, Trikomonad,

laktobasilus, buds, leukosit whiff positif, whiff mungkin

sedikit leukosit positif sedikit leukosit positif, leukosit


23

positif

2.10 Penatalaksanaan

Saat ini telah banyak tersedia obat-obatan antimikosis untuk pemakaian

secara topikal maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis vulvovaginalis akut

maupun kronis. Kecenderungan saat ini adalah pemakaian rejimen antimikosis

oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi.(1)

Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk

misalnya krim, lotion, vagina tablet dan supositoria. Tidak ada indikasi khusus

dalam pemilihan bentuk obat topical. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan

pada penderita sebelum memilih bentuk yang lebih nyaman untuk penderita.

Untuk infeksi pada vulva yang ekstensif mungkin lebih baik dipilih aplikasi lokal

maupun krim.(1)

Berikut ini adalah hal-hal yang penting dilakukan dalam pengobatan

KVV/KVVR(1) :

a) Eliminasi faktor predisposisi sebagai penyebab KVV/KVVR

b) Pemilihan regimen antijamur yang tepat hingga keluhan menghilang dan

pemeriksaan mikroskopis dan kultur negatif.

c) Untuk infeksi yang rekuren (KVVR) sebaiknya selalu dilakukan kultur dan

uji sensitivitas antijamur

Penatalaksanaan KVV dilakukan berdasarkan klasifikasinya(1)

1. KVV tanpa komplikasi


24

Pengobatan topikal berupa dosis tunggal, diberikan selama 3 hari. Derivat

azole dinyatakan lebih efektif daripada nystatin, namun harganya juga

lebih mahal. Pengobatan dengan golongan azole dapat menghilangkan

gejala dan kultur negatif pada 80-90% penderita yang mendapat

pengobatan.(1)

Obat-obatan yang dapat diberikan : klotrimazole krim 1% intravagina 7-14

hari, klotrimazole 100 mg tablet vagina diberikan 2 tablet selama 3 hari,

klotrimazole 500 mg intravagina diberikan dosis tunggal, nystatin tablet

vagina 100.000 u tiap hari selama 12-14 hari, amphoterisin B tablet vagina

50 mg (kombinasi dengan tetrasiklin 100 mg) diberikan 1-2 tablet/hari

selama 7-14 hari, miconazole 2% krim 1-7 hari, miconazole tablet vagina

200mg/hari selama 1-7 hari. Untuk obat oral dapat diberikan ketokonazole

2x200 mg per hari selama 5 hari, flukonazole 150 mg dosis tunggal atau

50 mg / hari selama 7 hari, itrakonazole 100mg 2 x sehari selama 2 hari

atau 2 x 200 mg selama sehari selang 8 jam.(1)

2. KVV dengan komplikasi

Infeksi rekuren

Perlu dilakukan biakan jamur untuk mencari spesies penyebab. Dapat

diberikan flukonazole 150 mg selama 3 hari atau topikal golongan azole

selama 7-14 hari. Untuk pengobatan rumatan diberikan tablet

ketokonazole 100 mg/hari, kapsul flukonazole 100-150 mg/minggu, atau

itrakonazole 400 mg/bulan atau 100 mg/hari atau obat topikal tablet vagina

kotrimazole 500 mg. Pengobatan rumatan ini diberikan selama 6 bulan.(1)


25

KVV berat

Ditandai dengan vulva yang eritema, edema, ekskoriasi, dan fisur. Untuk

terapi dapat diberikan flukonazole 150 mg dengan 2 dosis selang waktu

pemberian 72 jam atau obat topikal golongan azole selama 7-14 hari.(1)

KVV disebabkan Candida non-albicans

Pemberian obat golongan azole tetap dianjuran selama 7-14 har, kecuali

flukonazole karena banyak Candida non-albicans yang resisten. Jika

terjadi kekambuhan dapat diberikan asam borat 600 mg dalam kapsul

gelatin sekali sehari selama 2 minggu. Jika masih terjadi kekambuhan

dianjurkan pemberian nystatin tablet vagina 100.000 u/hari sebagai

pengobatan rumatan.(1)

KVV pada pasien imunokompromais

Pengobatan dengan obat antijamur konvensional dilakukan dengan

pemberian 7-14 hari.(1)

KVV pada wanita hamil

Dianjurkan pengobatan dengan preparat azole topical(1)

- Mikonazole krim 2% sebanyak 5 gr intravagina selama 7 hari atau

100 mg tablet vagina tiap malam selama 7 hari atau mikonazole 200

mg vaginal suppositoria selama 3 hari.

- Klotrimazole krim 1% sebanyak 5 gram tiap malam selama 7-14 hari

atau 200 mg tablet vagina tiap malam selama 3 hari atau 500 mg

tablet vagina selama 1 hari.


26

- Terkonazole krim 0,4% sebanyak 5 gr intravaginal selama 3 hari atau

80 mg supositoria selama 3 hari.

KVV pada HIV

Kandidiasis mukosa biasanya memberikan respons yang cepat terhadap

pengobatan walaupun mempunyai kecenderungan untuk relaps bila

pengobatan dihentikan. Kandidiasis oral sering efektif dengan

pengobatan(1) :

- Flukonazole 200 mg tiap minggu hingga gejala klinis menghilang

- Nistatin 400.000 U atau klotrimazol troches 6 x hari

- Ketokonazole 2 x 200 mg/hari selama 5-7 hari

- Ampoterisin B 0,3-0,6 mg/kgBB/hari selama 5-7 hari

Pengobatan KVVR terbaik adalah dengan ketokonazole dosis rendah 100

mg/hari selama 6 bulan sebagai pengobatan untuk mencegah kekambuhan yang

diberikan setelah pengobatan antijamur dengan dosis penuh. Setelah pengobatan

rekurensi sebesar 5%. Efek ketokonazole fungistatik langsung, dan efek langsung

ketokonazole pada epitel vagina.(1)

Selain pengobatan, penting dilakukan konseling pada pasien wanita

dengan KVVR dan menyingkirkan segala faktor predisposisinya. Mengingat

bahwa KVV umumnya tidak ditularkan melalui hubungan seksual, maka


27

pengobatan terhadap mitra seksual tidak lagi dianjurkan, kecuali pada pasangan

seksual wanita yang mengalami infeksi berulang (KVVR).(1)

Tabel 2.2 Macam obat antijamur yang digunakan untuk terapi KVV/KVVR(1)
Nama Obat Formulasi Dosis
Ketokonazole 200 mg oral tablet 2 x 1 tab / 7 hari
Itrakonazole 100 mg oral kapsul 2 x 1 cap / 2 hari
2 x 2 cap / 1 hari
selang 8 jam
Flukonazole 150 mg oral tablet Dosis tunggal
40 mg oral tablet 1 x 1 tab / 7 hari
Klotrimazole 1% krim 5 g / 1 hari
2% krim 5 g / 3 hari
100 mg vag supp 100 mg / 7 hari
200 mg vag supp 200 mg / 3 hari
500 mg vag supp 500 mg / 1 hari
Mikonazole 2% krim 5 g / 7 hari
100 mg vag supp 100 mg / 7 hari
200 mg vag supp 200 mg / 3 hari
1200 mg vag supp 1200 mg / 1 hari
Nystatin 100.000 u tab vag 1 x 1 tab / 12 hari
Amphoterisin B 50 mg tab vag 1 x 1 tab / 7-12 hari

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang paling mengganggu adalah adanya infeksi berulang

(KVVR) terutama pada penderita yang mempunyai predisposisi terjadinya infeksi.

Pada kehamilan walaupun sering terjadi rekurensi, namun jarang menimbulkan

infeksi yang serius. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita KVV dapat terinfeksi

melalui kontak langsung dengan cairan amnion yang terkontaminasi atau kontak

langsung melewati jalan lahir. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu saat

kehamilan adalah kemungkinan menjalarnya infeksi ke atas dan menimbulkan

penyebaran hematogen. Beberapa komplikasi yang pernah dilaporkan adalah

kandidiasis oral dan kutis kongenital terutama daerah popok, abortus spontan,

kandidiasis intrauterin, chorioamnionitis, sepsis, abses otak dan peritonitis.(1,2)


28

2.12 Prognosis

Prognosis pada umumnya baik, terutama bila faktor predisposisinya dapat

diminimalkan. KVV tanpa komplikasi mempunyai prognosis baik karena pada

umumnya infeksi ringan hingga sedang dan mengenai penderita yang

imunokompeten. Pada KVV dengan komplikasi sering terjadi infeksi berulang,

diperlukan pengobatan tepat dan pengobatan profilaksis serta mengoreksi faktor

predisposisi penyebab terjadinya infeksi.(1)

Prognosis juga tergantung pada beberapa faktor, misalnya lokasi infeksi,

derajat dan tipe imunosupresi, kecepatan dan ketepatan menegakkan diagnosis

serta pemberian terapi yang tepat.(1)


29

Bab 3
PENUTUP

Kesimpulan

Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) adalah infeksi mukosa vagina dan

vulva (epitel tidak berkeratin) yang disebabkan oleh spesies Candida. Penyebab

terbanyak (80-90%) adalah Candida albicans, sedangkan penyebab terbanyak

kedua dan ketiga adalah Candida glabrata (torulopsis glabrata) dan Candida

tropicalis. . Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia. Pada beberapa negara, KVV

tetap merupakan terbanyak di antara infeksi vagina terutama di daerah iklim

subtropis dan iklim tropis. Umumnya lebih banyak pada perempuan dengan status

sosial ekonomi rendah dan masa kehamilan. Proses penyakit diduga dimulai dari

perlekatan sel Candida pada epitel vagina dan selanjutnya menjadi bentuk

miselia. Hifa Candida kemudian tumbuh dan berkolonisasi pada permukaan

vagina. Candida albicans dapat memproduksi enzim protease yang bekerja

optimal pada pH normal vagina, sehingga dapat mendukung pertumbuhan jamur

yang dapat menghasilkan beberapa faktor yang dapat merusak epitel vagina

sehingga menyebabkan vaginitis. Tanda klinis khas dari kandidosis genital mudah

dikenal dengan istilah awam sariawan (thrush) dan keputihan (duh tubuh vagina)

berupa gumpalan-gumpalan seperti kepala susu berwarna putih kekuningan dan

disertai iritasi atau gatal.

Diagnosis kandidiasis vulvovaginalis ditegakkan berdasarkan keluhan

penderita, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah

maupun gram, pemeriksaan biakan jamur, dan pemeriksaan pH cairan vagina.

Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginalis ini adalah termasuk trikomoniasis


30

dan vaginosis bacterial. Untuk pengobatan digunakan obat-obatan antimikosis

untuk pemakaian secara topikal maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis

vulvovaginalis akut maupun kronis, misalnya ketokonazole, itrakonazole,

klotrimazole, dan lainnya. Komplikasi yang paling mengganggu adalah adanya

infeksi berulang (KVVR). Prognosis tergantung pada beberapa faktor, misalnya

lokasi infeksi, derajat dan tipe imunosupresi, kecepatan dan ketepatan

menegakkan diagnosis serta pemberian terapi yang tepat, dan pada umumnya

prognosisnya baik, terutama bila faktor predisposisinya dapat diminimalkan..

DAFTAR PUSTAKA

1. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Barakbah J,

Lumintang H, Martodihardjo S, editors. Surabaya: Fakultas Kedokteran

UNAIR RSU. Dr. Soetomo Surabaya;

2. FKUI. Infeksi Menular Seksual. 4th ed. Dalli SF, Makes WIB, Zubier F,

editors. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.

3. FKUI. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Menaldi SLS, Bramono K,
31

Indriatmi W, editors. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2016.

4. Prince SA, Wilson LM. Patofisiologi. 6th ed. Hartanto H, Susi N,

Wulansari P, Mahanani DA, editors. Jakarta: EGC; 2013. 1342 p.

Anda mungkin juga menyukai