Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan Ektopik Terganggu
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Organa genitalia feminina interna terdiri dari ovarium, tuba uterina, uterus dan vagina.
Sepasang ovarium, sepasang tuba uterina, dan sebuah uterus di cavitas pelvis. Sedangkan
vagina terdapat sebagian di dalam pelvis dan sebagian lagi di perineum.6,7
Ovarium kiri dan kanan menghasilkan oocyte setelah seorang perempuan mengalami
pubertas. Sebagai kelenjar endokrin, ovarium menghasilkan estrogen dan progesteron.
Estrogen mengatur perkembangan tanda sex sekunder pada perempuan, sedangkan
progesteron mempengaruhi implantasi ovum dan perkembangan awal dari embrio.
Estrogen dihasilkan oleh folliculus dan progesteron oleh corpus luteum. Relaxin adalah
hormon lain yang dihasilkan selama kehamilan. Ovarium terletak pada dinding lateral
pelvis, posisinya dipengaruhi oleh perubahan pada uterus. Ukuran ovarium kurang lebih 3
x 2 x1 cm, bervariasi sesuai dengan umur dan siklus menstruasi atau kehamilan, pada usia
lanjut, ukurannya akan mengecil. Terletak dalam fossa ovarii yang mempunyai batas
depan arteria umbilicalis yang terobliterasi (arteria iliaca externa) dan batas belakang
arteria iliaca interna dan ureter.Pembuluh darah berasal dari arteri ovarica yang merupakan
cabang aorta abdominalis dan dari ramus ovaricus cabang arteria uterina. Setelah berjalan
di dalam ligamentum suspensorium ovarii, arteria ovarica masuk di antara kedua lapisan
ligamentum latum hingga mencapai mesovarium untuk masuk ke dalam hilum ovarii.
Pembuluh darah tersebut saling berastomosis, sehingga suplai darah tetap ada bila
ligamnetum suspensorium ovarii dipotong atau arteria ovarica ditutup. Muara kedua vena
13
ovarica tidak simetris. Vena ovarica dextra bermuara langsung pada vena cava inferior,
sedangkan vena ovarica sinistra bermuara pada vena renalis sinistra.6
Tuba uterina merupakan tabung yang dilalui ovum yang setelah lepas dari ovarium
menuju cavitas uteri, dan sebagai tempat lewatnya spermatozoa dari arah berlawanan serta
tempat terjadinya proses fertilisasi. Panjangnya sekitar sepuluh sentimeter dan terletak
pada pinggir atas di antara kedua lapisan ligamentu, latum. Tuba uterina berjalan dari
uterus menuju extremitas uterina ovarii, kemudian terdapat di sebelah atas margo
mesovaricus hngga berada di dekat margo liber. Tuba uterina terbagi menjadi empat
bagian yaitu infundibulum tubae uterinae, ampulla tubae uterinae, isthmus tubae uterinae,
dan pars uterina.6 Infundibulum terdapat di lateral dan mempunyai lubang yang
berhubungan dengan cavitas peritonealis (ostium abdominale tubae uterinae). Lubang ini
dilalui ovum yang dilepaskan ovarium. Lubang tersebut juga menghubungkan cavitas
peritonealis dengan dunia luar. Dari tepi infundibulum tampak tonjolan-tonjolan kecil
yang disebut fimbrae tubae uterinae dengan satu fimbria besar yang melekat pada
extremitas tubaria (fimbria ovarica). Ampulla tubae uterinae merupakan bagian yang
paling lebar dan panjang serta agak berkelok. Isthmus merupakan bagian yang paling
sempit dengan dinding lebih tebal dari ampulla. Pars yterina terletak di dalam dinding
uterus dan berakhir dalam cavitas uteri sebagai ostium uterinum tubae uterinae. Ovum
yang dilepaskan ovarium akan ditangkap oleh fimbrae, kemudian masuk ke alam lumen
tuba uterina. Jika terjadi fertilisasi (biasanya pada infundibulum) maka hasilnya akan
disalurkan menuju uterus dalam beberapa hari.6
Uterus adalah suatu organ tempat implantasi embrio. Hasil pembuahan itu akan
tumbuh menjadi foetus di dalam uterus dan akan dilahirkan pada saatnya. Uterus pada
umumnya berbentuk seperti buah pir dengan ukuran yang bervariasi, tergantung usia
seorang perempuan dan usia kehamilan. Pada nullipara, uterus berdinding tebal dengan
ukuran kurang lebih 8x5x3 cm dengan berat sekitar tigapuluh gram. Uterus terdapat di
dalam cavitas pelvis dan sering posisinya tidak tepat di bidang tengah, tetapi agak miring
ke kanan dan sedikit berputar. Posisinya tidak selalu tetap karena dipengaruhi oleh kondisi
vesica urinaria yang berada di anteriornya dan isi rectum di posteriornya. Uterus dibagi
menjadi fundus uteri, corpus uteri dan cervix uteri. Uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu
tunica mucosa, tunica muscularis dan tunica serosa. Tunica mucosa disebut endometrium,
lapisan ini mengandung banyak kelenjar endometrium. Tunika muscularis disebut
miometrium yang membentuk sebagian besar tebal uterus. Lapisan ini terdiri dari otot
polos dengan serabut yang tersusun sedemikian rupa sehingga kontraksi otot dapat
14
menghentikan perdarahan setelah post partum. Tunika serosa disebut perimetrium yang
berasal dari peritoneum yang menutupi uterus kecuali bagian depan bawah setinggi
isthmus, dimana peritoneum beralih menutupi vesica urinaria.6,7
3.2 Fisiologi
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi menuju ke
uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Dalam
3 hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya dan disebut stadium morula. Dalam
ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstitialis
tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh arus serta
getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum uteri, hasil
konsepsi mencapai stadium blastula. Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut
trofoblas, yang mampu menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula
mencapai rongga rahim, jaringan endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan
endometrium ini banyak mengandung sel-sel desidua.1,7
Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass) akan masuk ke
dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan menutup lagi. Pada
saat nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka desidua (tanda Hartman).
15
Nidasi terjadi pada dinding depan atau belakang uterus (korpus), dekat pada fundus uteri.
Blastula yang berimplantasi pada rahim akan mulai tumbuh menjadi janin.2,4,5
Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di
tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba
falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium, rongga
abdomen, atau serviks.7
3.3 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi ketika ovum yang telah dibuahi
berimplantasi pada jaringan selain membran endometrial di rongga uterus.1
3.4 Faktor Resiko Kehamilan Ektopik
Catatan mengenai faktor resiko merupakan bagian terpenting dalam anamnesa (Tabel
2.1), dan sangat penting terutama pada pasien yang tidak menunjukkan gejala spesifik.
Biasanya, lebih dari separoh pasien yang terdiagnosa mengalami kehamilan ektopik adalah
wanita yang sebelumnya tidak diketahui memiliki faktor resiko.8,9
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka
kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat
sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.8
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel
rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim.8
3. Kerusakan dari saluran tuba8
a. Faktor dalam lumen tuba:
Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau
membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping.
Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini
disertai gangguan fungsi silia endosalping.
Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab
lumen tuba menyempit.
16
b. Faktor pada dinding tuba:
Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi
dalam tuba.
Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan
telur yang dibuahi di tempat itu.
c. Faktor di luar dinding tuba:
Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur.
Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
4. Faktor lain :
a. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke
uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan
implantasi prematur.
b. Fertilisasi in vitro.
3.5 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau sisi
jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
17
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi
secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak
sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam
lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan
janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.1,2,3,9
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditas
dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula berubah
menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan
kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan
pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan
disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.3,9
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak mungkin
janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu
pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa kemungkinan
mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu :
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.9
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong
oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus
menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di
kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.9
3. Ruptur dinding tuba
18
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi
pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat
mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium
tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang
telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus,
dapat terjadi kehamilan intraligamenter.9
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari
tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang
diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila
besar dapat diubah menjadi litopedion.4,9
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau kehamilan abdominal
sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba
akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian
uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.5,9
19
Kehamilan ovarium (0,5%)
Kehamilan intraligamenter
Kehamilan abdominal (0,1%)
Primer
Sekunder
Kehamilan kombinasi
Dimana terdapat kehamilan ektopik bersamaan dengan kehamilan dalam rahim.
21
22
Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering salah
terdiagnosis pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya. Diagnosis awal
diperlukan untuk perawatan yang maksimal terhadap ketahanan tuba dan mencegah
potensi terjadinya perdarahan intraperitoneal. Atrash dkk. Menemukan bahwa perdarahan
menjadi penyebab terbesar (88%) kematian pada kasus kehamilan ektopik. Pada saat ini,
yang merupakan batu acuan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik adalah Transvaginal
Ultrasonography dan pemeriksaan kadar hCG serial. Transvaginal Ultrasonography
sekarang ini telah menggantikan posisi Laparaskopi karena lebih menguntungkan.12,13,14
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan
ektopik adalah berikut ini12,13,14
Ultrasonography
Dengan menggunakan ultrasonografi abdominal, Kadar dkk. melaporkan pada tahun
1981 bahwa jika level hCG lebih besar dari 6500 mIU/ml dan tidak ada kantong gestasi
pada uterus, hampir pasti kehamilan ektopik. Tapi, teknik ini tidak berguna secara klinik,
23
karena banyak wanita (90%) dengan kehamilan ektopik mempunyai level hCG yang jauh
dibawah nilai diatas.12,13,14
Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0 sampai 7.0
MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal kehamilan dibandingkan
transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin bisa untuk mengidentifikasi kantong
gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500 mIU/ml dan selalu bila kadar hCG
sudah mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5 atau 6 minggu setelah haid terakhir. Karena
kombinasi kehamilan intrauterine dan ekstrauterin hampir merupakan kejadian yang
jarang, maka penemuan kantong gestasi intrauterine hampir selalu dapat menyingkirkan
adanya kehamilan ektopik. Bila kantong gestasi tidak ditemukan dan kadar hCG lebih dari
1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah itu kehamilan ektopik,
atau suatu gestasi intrauterine tidak viable, dan harus dipikirkan kemungkinannya.
Biasanya massa adneksa dan/atau struktur yang menyerupai kantong gestasi dapat dikenali
pada saluran telur saat kehamilan ektopik muncul yang menghasilkan kadar hCG diatas
2500 mIU/ml.12,13,14
Jadi kriteria diagnosis USG dengan menggunakan transduser transvagina untuk
kehamilan ektopik termasuk adanya komplek atau massa kistik adneksa atau terlihatnya
embrio di adneksa dapat dideteksi, dan/atau tidak adanya kantong gestasi dimana
diketahui bahwa usia gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau kadar hCG diatas ambang
tertentu, biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml12,13,14,15
Human Chorionic Gonadotrophin
Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam serum,
walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar hCG pada kehamilan
normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan
ektopik karena tanggal pasti dari ovulasi dan konsepsi terjadi tidak diketahui pada banyak
wanita. Pada kehamilan yang abnormal seperti kehamilan ektopik ini, kadar hCG biasanya
tidak meningkat seperti seharusnya. Jika persentase kenaikan kadar hCG tidak lebih dari
66%, maka kemungkinan seseorang untuk mempunyai kehamilan abnormal tinggi. 15
Progesteron
Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan informasi
untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga membutuhkan beberapa hari untuk
melakukan serial tes, maka pengukuran kadar progesterone serum tunggal oleh beberapa
kelompok dapat dipakai untuk membedakan kehamilan ektopik dengan kehamilan normal
intrauterin. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa jumlah progesterone yang dihasilkan
24
korpus luteum pada kehamilan ektopik lebih sedikit dibandingkan dengan korpus luteum
pada kehamilan normal. Mengukur sampel kadar progesterone pada beberapa wanita
hamil di minggu gestasi ke 4, 5, dan 6. Mereka melaporkan bahwa pada minggu ke-4
dengan kadar kurang dari 5 ng/ml, sensitifitas yang didapat 100% dan spesifitasnya 97%
dan menurun seiring meningkatnya umur gestasi. Bila kadar progesterone lebih dari 25
ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik dengan kepastian 97,4%.12
Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan dengan
melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun, dengan adanya
hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi.13
3.8 Tatalaksana
Medikamentosa
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan
obat- obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah
beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba, dan
biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa hiperosmolar,
urea, zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston
(RU486). Disini akan dibahas lebih jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai
pilihan untuk terapi obat.14,15
Penggunaan methotrexate untuk kehamilan pada intersisial. Kemudian yang
menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu banyak
dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik yang berhasil.
Lalu, dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka mulai
diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi. Perdarahan
intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian methotrexate. Ukuran
dari massa ektopik juga penting dan methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan
itu lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa
tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah mati, dan β-hCG kurang dari 15.00 mIU.
Kontraindikasi lainnya termasuk menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati
atau ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptik.12,15
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis
asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan
diberikan methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil
25
laboratorium darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati.
Methotrexate diberikan dalam dosis tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan
dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM
pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya
menghilang dari plasma dalam rata- rata antara 14 dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak
ada penurunan β-hCG, kemungkinan ada massa ektopik persisten atau ada perdarahan
intraperitoneal.14
Non Medikamentosa
Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan dikerjakan
salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi laparaskopik
diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari
5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui laparaskop.15
Linier salpingektomi pada laparaskopi dikerjakan pada pasien hamil ektopik yang
belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan kauter kecil,
gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki hemostasis.
Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang berdarah di
kauter. Pengkauteran yang banyak didalam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan
menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien
dengan tempat implantasi di ampulla tuba.12,13
Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari
reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan
lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada kehamilan
ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seeperti memeras
(milking) untuk mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.14,15
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang
hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total salpingektomi
laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit tuba yang masih
ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah
yang paling sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan
jaringan trofoblastik yang tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal
methotrexate post operasi sebagai profilaksis para pasien resiko tinggi.
26