Ujian Meto, Wilda Afriani (1810105039)
Ujian Meto, Wilda Afriani (1810105039)
Ujian Meto, Wilda Afriani (1810105039)
TESIS
Oleh
WILDA AFRIANI
1810105039
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Hubungan Iklim Organisasi dan
Sumatera Utara”. Selama melakukan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh
bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum sebagai Rektor Universitas Sumatera
Utara
3. Ibu Dewi Elizadiani Suza, S.Kp, MNS, Ph.D selaku Ketua Program Studi
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, M.S.M.E selaku pembimbing I dan Ibu Dewi
Elizadiani Suza, S.Kp, MNS, Ph.D selaku pembimbing II yang telah banyak
5. Bapak Destanul Aulia, SKM, MBA, MEc, Ph.D selaku penguji I dan bapak
Roymond H Simamora, S.Kep, NS, M.Kep selaku penguji II yang telah banyak
i
6. Orang tua, adik dan tunangan saya yang selalu mendoakan dan memotivasi
pelayanan di GKB NHC, teman-teman Generasi Muda Nias dan teman lain yang
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari
sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh
pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan keberkahan untuk kita
semua. Amin.
Halaman
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................92
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infeksi yang terjadi di rumah sakit merupakan masalah kesehatan yang terjadi
diberbagai negara di dunia termasuk Indonesia (PMK No 27, 2017). Infeksi yang
terjadi di rumah sakit adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di
rumah sakit dimana ketika pasien masuk rumah sakit tidak didapatkan adanya infeksi
dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi yang terjadi di rumah sakit yang
muncul setelah pasien pulang, serta infeksi karena pekerjaan para petugas rumah sakit
(Weston, 2013).
Prevalensi infeksi di rumah sakit pada negara maju bervariasi mulai dari 3,5%
sampai dengan 12%. The European Centers for Disease Control melaporkan bahwa
rata-rata prevalensi infeksi di negara Eropa adalah 7,1% dan di Amerika sekitar 4,5%
pada tahun 2002. World Health Organization (2011) menyatakan bahwa kejadian
infeksi di negara berpendapatan tinggi bervariasi antara 3,5-12% dan pada negara
(2013) menyatakan bahwa 9% atau sama dengan 100.000 pasien per tahun
mengalami infeksi yang berasal dari layanan rumah sakit, dan memperkirakan bahwa
1
infeksi yang didapat di rumah sakit membunuh sekitar 5.000 pasien per tahunnya
di Inggris.
Utara pada tahun 2017 adalah kejadian infeksi saluran kemih (ISK), infeksi
daerah operasi (IDO), infeksi pneumonia ventilator (VAP) dan infeksi lainnya
rumah sakit Universitas Sumatera Utara pada tahun 2017 ditemukan 3 kejadian
ISK pada bulan Januari, April dan Juni, 2 kejadian IDO pada bulan Maret dan
Mei, 6 kejadian VAP pada bulan Januari, April, Agustus, September, Oktober dan
Desember (RS USU, 2017). Tahun 2018 ditemukan 3 kejadian ISK, 13 kejadian
kejadian VAP, 4 kejaidan ISK, 1 kejadian IDO dan 1 kejadian infeksi aliran darah
yang ditimbulkan oleh infeksi yang terjadi di rumah sakit menjadikan pencegahan
infeksi sebagai salah satu fokus utama yang harus diatasi dengan baik oleh rumah
sakit (PMK No 27, 2017). World Health Organization (2013) menyatakan bahwa
meliputi tentang kebersihan tangan dan penggunaan alat pelindung diri (APD)
untuk menghindari kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, sekret (termasuk
sekret pernapasan) dan kulit pasien yang terluka serta tindakan pencegahan luka
akibat benda tajam dan jarum suntik, pengelolaan limbah yang aman,
pembersihan, desinfeksi, sterilisasi linen dan peralatan perawatan pasien, serta
Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Alvadri (2016)
bermakna dengan kejadian infeksi yang terjadi di rumah sakit. Hasil penelitian
prosedur dan didapatkan (73.5%) pasien tidak terjadi infeksi. Hasil penelitian
kesehatan, penempatan pasien, praktek menyuntik yang aman dan praktek untuk
keberhasilan atau kegagalan pencegahan infeksi (Gilmartin & Sousa, 2016). Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Fauzi, Ahsan dan Azzuhri (2015) yang
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Holmes dan Castro-Sanchez (2015)
yang menyatakan bahwa organisasi memiliki dampak terhadap pencegahan
infeksi.
terjadi pada pasien yang menggunakan alat sentral intra vaskuler (CVC Line)
setelah 48 jam dan ditemukan tanda atau gejala infeksi yang dibuktikan dengan
hasil kultur positif bakteri patogen yang tidak berhubungan dengan infeksi pada
organ tubuh yang lain dan bukan infeksi sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa,
sakit (Shekelle, Pronovost & Wachter, 2010). Gilmartin dan Sousa (2016)
yang di dalamnya mencakup faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi dan psikologi
potensial lingkungan kerja dengan keselamatan pasien. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Gilmartin, Maziarz, Thompson dan Sousa (2015)
rumah sakit. Hasil penelitian Kelly, Kutney-Lee, Lake dan Aiken (2013)
lingkungan kerja yang baik memiliki 31% sampai dengan 41% perawat
yang dilakukan oleh Ulva (2017) menyatakan bahwa komunikasi sangat penting
dalam penerapan keselamatan pasien salah satunya dalam pengurangan resiko
Iklim organisasi diyakini sebagai salah satu faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam penurunan tingkat kejadian infeksi yang terjadi di rumah sakit
(Gilmartin, Maziarz, Thompson & Sousa, 2015). Scheider dan Barbera (2014)
organisasi baik dalam hal praktik, kebijakan organisasi, prosedur, rutinitas, dan
penghargaan. Nelson (2013) menyatakan bahwa iklim organisasi yang baik akan
kemampuan dalam penurunan tingkat kejadian infeksi yang tinggi di rumah sakit
yang berdampak pada kinerja individu. Iklim organisasi yang baik dapat dinilai
tingkat kognitif dan afeksi perawat (Ashkanasy, Wilderom & Peterson, 2011).
Hasil penelitian Holmes dan Sanchez (2015) menyatakan bahwa iklim
penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nelson (2013) menyatakan bahwa iklim
organisasi memiliki hubungan yang signifikan dengan pencegahan infeksi. Hal ini
sesuai dengan penelitian Maziarz, Nembhard, Schball, Nelson dan Stone (2016)
dengan pencegahan infeksi. Larson, Early, Cloonan, Sugrue dan Parides (2014)
infeksi di rumah sakit. Berdasarkan penelitian Gilmartin dan Sousa (2016), iklim
keselamatan pasien dengan salah satu sasaran yang harus dicapai adalah
infeksi di rumah sakit adalah faktor kepemimpinan dalam suatu organisasi. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Antonio, Anggraeni dan Noor (2014) menunjukkan
bahwa dari 52 orang kepala ruangan yang memiliki kepemimpinan efektif yang
baik, mayoritas perawatnya memiliki tindakan pencegahan infeksi yang baik yaitu
Pentingnya pencegahan infeksi menjadi salah satu tolak ukur mutu rumah
mencegah infeksi dan mengurangi kejadian infeksi di rumah sakit, akan tetapi
prevalensi infeksi yang terjadi di rumah sakit masih tetap ditemukan dibeberapa
tapi perlu adanya dukungan organisasi dengan menciptakan iklim organisasi dan
maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “bagaimana analisis hubungan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Sumatera Utara
Utara.
Manfaat Penelitian
Bagi pendidikan
lingkungan kerja yang positif di rumah sakit terutama dalam upaya pencegahan
inovasi dengan kebutuhan pasien. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat
TINJAUAN PUSTAKA
Iklim organisasi
Definisi
(Schneider & Barbera, 2014). Sinding dan Waldstrom (2014) menyatakan bahwa
iklim organisasi merupakan suatu situasi ataupun perasaan, refleksi dan perilaku
bahwa iklim organisasi disebut juga sebagai kepribadian organisasi yang dapat
pendapat umum yang menimbulkan dinamika pada tempat kerja, sikap dan
Rumah sakit sebagai satu organisasi memiliki suatu sistem yang berbeda
dengan organisasi lainnya. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri rumah sakit yaitu
mandiri, terdapat pelayanan gawat darurat, pelayanan 24 jam terus menerus dan
selalu ada dokter jaga. Berdasarkan sistem manajemen rumah sakit memiliki ciri
yaitu memiliki visi dan misi jelas, berdasarkan pada azaz keterpaduan,
1999).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi
merupakan persepsi individu terhadap tempat kerja yang dirasakan selama bekerja
Struktur (Structure)
diberikan oleh atasan atau organisasi terhadap anggota organisasi (Stringer, 2002).
yang bersifat positif dan pertolongan kepada anggota dari pada pemberian
Konflik (Conflict)
harus dicapai dan penampilan kerja bagi organisasi dan kejelasan harapan
organisasi, yaitu:
1. Struktur (structure) merupakan perasaan yang dirasakan pegawai tentang
yang telah diselesaikan dengan baik, penekanan pada hadiah, kritik dan
hukuman
seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu yang dipraktikkan oleh
sikap yang ada pada pimpinan dan perawat terhadap kepemilikan perusahaan serta
tugas-tugas yang dikerjakan; 5) Imbalan yang adil, yaitu upah yang diberikan
yaitu suatu peluang yang diberikan kepada perawat untuk meningkatkan prestasi
pimpinan agar perusahaan atau organisasi terkontrol dengan baik sehingga tidak
mengalami kerugian.
Klob dan Rubin (1974) berpendapat bahwa terdapat dua faktor utama yang
pegawai ke arah yang lebih baik dan menunjukkan iklim organisasi yang
2. Struktur organisasi
dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal,
yang berhubungan dengan keenam dimensi iklim kerja, yaitu kesesuaian perasaan,
yang akan saling berinteraksi dalam membentuk iklim kerja, namun tidak
iklim terbuka, masalah psikis, nilai psikis, rasa hormat dan kesalahan psikis),
reliabilitas serta telah dilakukan uji korelasi antara keamanan psikologi dengan
b. Otonomi (autonomy) desain kerja yang memberi kesempatan dan ruang gerak
Patterson (2004, dalam Ehrhart, Schneider & Macey, 2014) membagi dimensi
ketiga (Patterson, 2004, dalam Ehrhart, Schneider & Macey, 2014) terdiri dari:
organisasi.
kerja.
perfomansi kerja.
kuadran keempat (Patterson, 2004, dalam Ehrhart, Schneider & Macey, 2014)
terdiri dari:
a. Prosedur formal (formalization) konsen pada aturan dan prosedur yang
formal.
melaksanakan kerja
diukur dengan menilai tujuh item yaitu komunikasi, nilai, harapan, norma,
4. Norma: cara normal dan rutin berperilaku dan memperlakukan satu sama lain
dalam organisasi
Definisi
dalamnya mencakup faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi dan psikologi yang
tenaga kerja. Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar
kerja yang baik merupakan salah satu upaya untuk menjamin dan melindungi
dengan fisik di tempat kerja. Hal-hal yang termasuk dalam lingkungan fisik
adalah mesin, tata letak kantor atau ruangan, suhu, ventilasi, pencahayaan, panas,
kebisingan. Pengaturan lingkungan fisik dapat berdampak pada tingkat dan sifat
interaksi sosial antar rekan kerja. Faktor lingkungan fisik seperti kebisingan,
yang melibatkan pengangkatan beban dan pekerjaan yang melibatkan beban statis
membagi lingkungan kerja fisik dalam beberapa aspek yang dapat diukur
berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) atau standar faktor bahaya ditempat
kerja, yaitu:
1. Faktor fisika adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga kerja
yang bersifat fisika, disebabkan oleh penggunaan mesin, peralatan, bahan dan
gangguan dan penyakit akibat kerja pada tenaga kerja, meliputi iklim kerja,
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari
tekanan panas dan dingin. Indeks suhu basah dan bola (Wet Bulb Globe
untuk menilai tingkat iklim kerja panas yang merupakan hasil perhitungan
antara suhu udara kering, suhu basah alami, dan suhu bola. Suhu kering
adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu kering, suhu basah
alami adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami
(Natural Wet Bulb Thermometer) dan suhu bola adalah suhu yang
(Permenaker No 5, 2018).
dari alat-alat dan proses produksi danatau alar-alat kerja yang pada tingkat
5, 2018).
c. Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah
(Permenaker No 5, 2018).
f. Medan magnet statis adalah suatu medan atau area yang ditimbulkan oleh
h. Kebersihan adalah bebas dari kotoran serta rapi dan tidak bercampur
(Permenaker No 5, 2018).
2. Faktor kimia adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga kerja
kerja, meliputi kontaminan kimia di udara berupa gas, uap dan partikular
(Permenaker No 5, 2018).
3. Faktor biologi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga kerja
kerja.
sebuah organisasi. Dimensi Sosial, yaitu meliputi aspek interaksi dengan klien
(dari segi kuantitas dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat
atasan dan bawahan, hubungan di antara rekan kerja, kesiapan dalam tim dan
kerjasama di dalam tim. Pencapaian lingkungan kerja sosial yang baik akan
berprestasi, adanya rasa hormat dan tidak adanya dikriminasi dalam organisasi
karyawan yang disebabkan oleh hubungan antar personal, peran dan tanggung
psikologi pekerja. Hal ini disebabkan oleh ketidakjelasan dari peran, konflik
peran, beban kerja yang berlebihan, pengembangan karir, dan tanggung jawab
Pencegahan Infeksi
Definisi
terjadinya infeksi bagi pasien dan perawat di rumah sakit. Peraturan Menteri
Kebersihan tangan
mencuci tangan dengan tepat. Menurut PMK No 27 tahun 2017, kegiatan mencuci
perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pembalutan dan perawatan luka,
Mencuci tangan segera setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien yang
beresiko tinggi atau setelah melepaskan sarung tangan dalam situasi seperti
perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pengambilan dan memeriksa darah,
lingkungan sekitarnya dan ketika meninggalkan ruangan pasien bahkan bila tidak
menyentuh pasien dalam situasi mengganti linen tempat tidur pasien dan
dalam kewaspadaan standar adalah mengenakan alat pelindung diri (APD) sesuai
dengan prosedur yang dilakukan dan tingkat kontak dengan pasien untuk
menghindari kontak darah atau cairan tubuh pasien. Alat pelindung diri terdiri atas
sarung tangan, masker, gaun pelindung, goggle (pelindung mata), perisai wajah,
Sarung tangan
mencegah kontak langsung petugas kesehatan dengan darah atau cairan tubuh
pasien yang terinfeksi. Setelah sarung tangan dilepas perawat atau petugas harus
Masker
dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan udara
yang kotor dan melindungi pasien atau permukaan lingkungan udara dari petugas
Gaun pelindung
Gaun pelindung digunakan sebagai pelindung untuk mencegah agar
pakaian petugas kesehatan tidak terkena darah atau cairan tubuh lainnya ataupun
digunakan untuk melindungi pasien dari paparan pakaian petugas pada tindakan
Pelindung mata dan perisai wajah merupakan alat pelindung diri yang
digunakan untuk melindungi mata dan wajah dari percikan darah, cairan tubuh,
Sepatu pelindung
mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan,
sepatu tidak boleh berlubang agar berfungsi optimal.Jenis sepatu pelindung yang
digunakan seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup seluruh permukaan kaki
Topi pelindung
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-
alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga sebaliknya untuk
melindungi kepala ataupun rambut petugas dari percikan darah atau cairan tubuh
detergen dan air sampai semua tanda kotoran yang dapat dilihat hilang dan
kemudian harus dilakukan disinfeksi dengan benar sebelum perlatan tersebut
digunakan. Semua perlengkapan yang dirancang untuk sekali pakai harus dibuang
darah atau cairan tubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai
Pengendalian Lingkungan
berupa upaya perbaikan kualitas air, kualitas udara, dan permukaan lingkungan,
bau, rasa, warna dan susunan kimianya termasuk debitnya sesuai ketentuan
minum dan mengenai persyaratan kualitas air minum (PMK No 27, 2017).
ultraviolet untuk kebersihan udara, kecuali dry mist dengan hydrogen peroksida
bila ada outbreak atau renovasi/pembangunan gedung baru (PMK No 27, 2017).
serangga (semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing
dan tikus) dan harus dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan
klorin 0,05%, atau hidrogen peroksida (H2O2) 0,5-1,4%, bila ada cairan tubuh
infeksi (PPI) secara efektif dan tepat guna. Desain yang dapat mempengaruhi
penularan infeksi yaitu jumlah petugas kesehatan, desain dan luas ruangan yang
lantai, dinding dan langit-langit, air, listrik dan sanitasi, ventilasi dan kualitas
udara, pengelolaan alat medis, pengelolaan makanan, laundry dan limbah (PMK
No 27, 2017).
Pengelolaan limbah
limbah yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi jumlah limbah yang
limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle). Tujuan pengelolaan limbah
sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan cidera, serta
infeksius, limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman. Proses pengelolaan limbah
terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya,
termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus
perlengkapan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dan membersihkan tangan
semua linen yang sudah digunakan dan limbah harus dimasukkan ke dalam
kantong atau wadah yang tidak rusak saat diangkut. Semua bahan padat pada
linen yang kotor harus dihilangkan dan dibilas dengan air. Linen yang sudah
digunakan harus dicuci sesuai prosedur pencucian linen yang telah ditetapkan
berisiko menularkan infeksi. Petugas kesehatan harus selalu waspada dan hati-hati
dalam bekerja untuk mencegah terjadinya trauma saat menangani jarum, scalpel
dan alat tajam lainnya. Apabila terjadi kesalahan ataupun kecelakaan kerja seperti
tertusuk jarum suntik bekas pasien, maka perlu pengelolaan yang cermat dan tepat
suspek sebagai berikut: 1) Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non
bersama pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan jarak antara
tempat tidur minimal 1 meter; 4) Semua ruangan terkait cohorting harus diberi
menghindari terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain; 7)
bersama dengan pasien tuberkulosis (TB) dalam satu ruangan tetapi pasien TB-
orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis transmisi air borne dan droplet.
seperti wastafel dengan air mengalir, tisu, sabun cair, tempat sampah infeksius
dan masker bedah. Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran
hidung dan mulut dengan tisu atau sapu tangan atau lengan atas; 2) Tisu dibuang
ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan (PMK No 27, 2017).
Praktik menyuntik yang aman
Pakai spuit atau jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan,
kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien lain. Beberapa hal yang perlu
alat injeksi, yaitu: 1) Kurangi injeksi yang kurang dibutuhkan; 2) Gunakan jarum
yang steril; 3) Gunakan jarum yang sekali pakai; 4) Cegah adanya kontaminasi
terhadap obat-obatan pada jarum yang akan dipakai kembali; 5) Jangan tutup
kembali jarum yang sudah dipakai; 6) Buang suntikan, jarum suntik, pisau bedah
atau benda tajam lainnya pada wadah yang tahan tusukan (PMK No 27, 2017).
bedah, gaun bersih, sarung tangan steril saat akan melakukan tindakan lumbal
fungsi, anastesi spinal dan epidural, atau pemasangan kateter vena sentral. Hal ini
dilakukan agar tidak terjadinya penularan droplet flora orofaring yang dapat
difasilitas pelayanan kesehatan. Susunan organisasi tim PPI terdiri dari ketua dan
anggota yang terdiri dari dokter, perawat PPI atau Infection Prevention and
dari 100 harus memiliki IPCN minimal 1 (satu) orang. Kriteria IPCN adalah
dalam PPI, mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI dan IPCN, memiliki
IPCN memiliki tugas dan tanggung jawab (PMK No 27, 2017), yaitu:
dan melaporkan kejadian infeksi, mendeteksi dan investigasi kejadian luar biasa,
tentang PPI yang diperlukan pada kasus tertentu, melakukan audit, memonitor
saran desain ruangan rumah sakit sesuai prinsip PPI, meningkatkan kesadaran
Prevention and Control Link Nurse (IPCLN). Tugas IPCLN adalah sebagai
Landasan Teori
System yang mewakili sistem personal, interpersonal dan sosial sebagai domain
keperawatan seperti yang tertera pada gambar 2.1. Sistem personal adalah
individu atau klien yang dilihat sebagai sistem terbuka, mampu berinteraksi,
merupakan dua atau lebih individu atau grup yang saling berinteraksi (Alligood,
2017).
Gambar 2.1. Teori Keperawatan King dengan teori Dynamic Interacting System
Interaksi ini dapat dipahami dengan melihat lebih jauh konsep tentang
sistem dinamis yang akan menjaga keselamatan lingkungan. Sistem sosial dapat
teori keperawatan King yakni Dynamic Interacting System yang dikaitkan dengan
iklim organisai, lingkungan kerja dan pencegahan infeksi di rumah sakit. Tiga
sistem yang dijelaskan dalam teori King yaitu: personal system, interpersonal
system, dan social system. Sistem individu mempersepsikan gambaran diri dalam
(Alligood, 2017).
pencegahan infeksi yang terjadi di rumah sakit sangatlah penting. Hal ini
kewaspadaan standar. Pencegahan infeksi sebagai salah satu tujuan dari rumah
sakit dipengaruhi oleh iklim organisasi (Ehrhart, Schneider & Macey, 2014) dan
lingkungan kerja yang baik dapat mendukung perawat dalam melaksanakan setiap
layanan keperawatan (Bogaert & Clarke, 2018). Interaksi yang terjadi di dalam
Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2
sebagai berikut:
Teori Dynamic Interacting System
dalam teori keperawatan King’s
(1981).
Iklim Organisasi:
tentang iklim organisasi, lingkungan kerja dan pencegahan infeksi di rumah sakit
kerangka penelitian dapat dilihat pada gambar 2.3. Penelitian ini menggunakan
asumsi dengan sistem tertutup (closed system), kedua variabel independen tidak
Variabel Independen
Iklim Organisasi:
- Struktur
- Tanggung jawab
- Resiko
- Penghargaan Variabel Dependen
- Dukungan
- Konflik
Pencegahan Infeksi di
Rumah Sakit
- Prinsip kewaspadaan
standar
Alemania, R., Djafri, D., & Pabuti, A. (2016). Hubungan Peran Manajer dengan
Pelaksanaan Pencegahandan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit di Ruang
Rawat InapBedah RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2016. Diakses di
http:jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/781 pada tanggal 02
Maret 2019
Bach, S., & Grant, A. (2009). Communication and Interpersonal Skills for
Nurses.British: Learning Matters Ltd. Retrieved from www. bookfi.org
Basuki, D., & Nofita, M. (2016). Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Enam
Langkah Lima Moment Perawat dengan Kejadian Phlebitis di RSUD Dr.
Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Diakses di
https://media.neliti.com/media/publications/104563-ID-hubungan-
kepatuhan-cuci-tangan-enam-lang.pdf pada tanggal 14 Maret 2018
Bogaert, P., & Clarke, S. (2018). The Organizational Context of Nursing Practice.
Switzerland: Springer International Publishing AG
Butt, H., Khan, F., Rasli, A., & Iqbal, M. (2012). Impact of Work and Physical
Environment on Hospital Nurses Commitment. Diakses di
https://www.researchgate.net/.../234096971_IMPACT_OFpada tanggal 02
Maret 2019
Cahyani, P., & Ardana, I. (2013). Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik, Gaya
Kepemimpinan dan Insentif Finansial terhadap Kinerja Pegawai Non
Medis pada Rumah Sakit Balimed Denpasar. Diakses
dihttps://ojs.unud.ac.id/index.php/Manajemen/article/view/4771 pada tanggal
02 Maret 2019
Cho, E., Chin, D., Kim, S., Hong, O. (2015). The Relationships of Nurse Staffing
Level and Work Environment with Patient Adverse Events.Journal of
Nursing Scholarship.Doi: 10.1111/jnu.12183
Cho, E., Sloane, D., Kim, E., Kim, S., choi, M., Yoo, Y., Lee, H., & Aiken, L.
(2014). Effects of Nurse Staffing, Work Environments, and Education on
Patient Mortality: an Observational Study. Institutes journal of Health.
Doi:10.1016/j.ijnurstu.2014.08.006.
Davis, K., & Newstran, J.W. (2000). Human Behaviour Of Work Organization
Behaviour. Terjemahan, Jakarta: Erlangga. Retrieved from www.
pdfdrive.com
Davis & Newstrom. (1996). Perilaku dalam Organisasi. Ed. 7. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Ehrhart, G., Schneider, B., & Macey, H. (2014). Organizational Climate and
Culture: an Introductionto Theory, Research, and Practice. New York:
Routledge. Retrieved from www. bookfi.org
Fauzi, N., Ahsan., & Azzuhri, M. (2015). Pengaruh Faktor Individu, Organisasi
dan Perilakuterhadap Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Hand
Hygiene di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk. II Dr. Soepraoen
Malang. Jurnal Aplikasi Manajemen, vol 13, no. 4, hal. 566-574
Gilmartin, H. M., & Sousa, K. H. (2016). Capturing the Central Line Bundle
Infection Prevention Interventions Comparison of Reflective and
Composite Modeling Methods. Nursing Research, September/October
2016, Vol 65, No 5, 397–407. DOI: 10.1097/NNR.0000000000000168
Cho, E., Sloane, D., Kim, E., Kim, S., choi, M., Yoo, Y., Lee, H., & Aiken, L.
(2015). Effects of Nurse Staffing, Work Environments, and Education on
Patient Mortality: An Observational study. Institutes journal of Health.
Doi:10.1016/j.ijnurstu.2014.08.006.
Haseeb, M., Ali, J., Shaharyar, M., & Butt, S. (2016). Relationship, Motivation
and Organizational Climate: A Case of Sustainability. International
Journal of Academic Research in Business and Social Sciences 2016,
Vol. 6, No. 7. DOI:10.6007/IJARBSS/v6-i7/2232
Kasim, Y., Mulyadi., & Kallo, V. (2017) Hubungan Motivasi & Supervisi dengan
Kepatuhan Perawat dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) pada
Penanganan Pasien Gangguan Muskuloskeletal di IGD RSUP Prof Dr. R.
D. Kandou Manado. E-journal Keperawatan (e-Kp), vol 5 no. 1, Februari
2017
Kelly, D., Kutney-Lee, A., Lake, E. T., & Aiken, L. H. (2013). The Critical Care
Work Environment and Nurse-Reported Health Care–Associated
Infections. American Journal of Critical Care, November 2013, vol. 22,
no. 6. Doi:10.4037/ajcc2013298
Kolb, A., & Rubin. (1974). Organization Psychology. Edisi ke IV. New Jersey:
Prentice Hall. Retrieved from www. bookfi.org
Kraszewski, S., & McEwen, A. (2010). Communication Skills for Adult Nurses.
New York: Open University Press. Retrieved from www. bookfi.org
Larson, E. L., Early, E., Cloonan, P., Sugrue, S., & Parides, M. (2014). An
Organizational Climate Intervention Associated with Increased
Handwashing and Decreased Nosocomial Infections. Behavioral
Medicine, vol.26:1, hal.14-22. DOI:10.1080/08964280009595749
Lelonowati, D., Koeswo, M., & Rakhmad, K. (2015). The Causes of Low
Performance on Nosocomial Infection Surveillance at Dr. Iskak Hospital
Tulungagung. Jurnal Kedokteran Brawijaya, vol. 28, no. 2
Maziarz, M. P., Nembhard, IM., Schnall, R., Nelson, S., & Stone, PW. (2016).
Psychometric Evaluation of an Instrument for Measuring Organizational
Climate for Quality: Evidence From a National Sample of Infection
Preventionists. American Journal of Medical Quality.
DOI:10.1177/1062860615587322
McCaughey, D., McGhan, G., Walsh, E., Rathert, C., & Belue, R. (2014). The
Relationship of Positive Work Environments and Workplace
Injury:Evidence from the National NursingAssistant Survey. Health
Care Manage. DOI: 10.1097/HMR.0b013e3182860919
Muslimin, F., Pasinnringi, S. A., & Anggraeni,R. (2016). Factors that Related to
Patient Safety Incident at Inpatient Unit in Stella Maris Hospital
Makassar. Diakses di repository.unhas.ac.id/handle/123456789/19789
pada tanggal 10 April 2018
Muzannil, A., Hendriani, S., & Noviasari, H. (2014). Analisis Lingkungan Kerja
dan Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat SUD Petala Bumi Pekanbaru.
Diakses di https://www.google.com/url? jom.unri.ac.id%2Findex.php pada
tanggal 02 Maret 2019
Norianggono, Y., Hamid, D., & Ruhana, I. (2014). Pengaruh Lingkungan Kerja
Fisik dan Non Fisik terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Karyawan
PT. Telkomsel Area III Jawa-Bali Nusra di Surabaya). Diakses di
https://media.neliti.com/.../80670-ID-pengaruh-lingkungan-kerja-fisik- dan-
non.pdf pada tanggal 02 Maret 2019
Rochman, H., Ridwan, E., & Afifah, E. (2014). Sistem Penghargaan dan Rasio
Perawat Pasien dengan Kinerja Perawat di RSUD Panembahan Senopati
Bantul. Diakses di
http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI/article/view/103 pada
tanggal 02 Maret 2019
Rudianti, Y., Handayani, H., & Sabri, L. (2013). Peningkatan Kinerja Perawat
Pelaksana melalui Komunikasi Organisasi di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit. Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 16, No.1, hal 25-32. Diakses
di jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/download/16/16 pada tanggal 15
April 2018
Sarode, A. P., & Shirsath, M. (2014). The factors affecting Employees work
environment and its relationship with Employee productivity.
International journal of Science and Resource 11 (3): 2735-2737
Satiti, A., Wigati, P., & Fatmasari, E. (2017). Analisis Penerapan Standard
Precautions dalam Pencegahan dan Pengendalian Hais (Healthcare
Associated Infections di RSUD Raa Soewondo Pati. Diakses di
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm pada tanggal 02 Maret 2019
Sundstrom, E., & Sundstrom, M. G. (2005). Work Places: The Psychology of the
Physical Environment in Offices and Factories. Cambridge: Cambridge
University Press. Retrieved from www. bookfi.org
Sunyoto, D. 2015. Penelitian Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: PT Buku Seru
Vollers, D., Hill, E., Roberts, C., Dambaugh, L., & Brenner, Zr. (2009). AACN’s
Healthy Work Environment Standards and an Empowering Nurse
Advancement System. American Association of Critical-Care Nurses.
DOI:10.4037/ccn200263
Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi; Teori Aplikasi dan Penelitian.
Jakarta: PT Salemba Empat
Zang, L., You, L., Liu, K., Zheng, J., Fang, J., Lu, M., Lv, A., dkk.
(2014). The Association of Chinese Hospital Work Environment
with Nurse Burnout, Job Satisfaction, and Intention to Leave.
Science Direct. Doi.org/10.1016/j.outlook.2013.10.010