Bab 4 Pengukuran Tekanan, Aliran, Dan Level Fluida

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 37

INSTRUMENTASI DAN KENDALI 1

BAB 4
PENGUKURAN TEKANAN, ALIRAN,
DAN LEVEL FLUIDA

PENGUKURAN TEKANAN
Tekanan adalah gaya persatuan luas, karenanya tekanan bukanlah besaran
dasar tetapi merupakan besaran turunan, yaitu dari besaran dasar massa, panjang dan
waktu. Metode dasar Pengukuran tekanan adalah sama dengan pengukuran gaya,
kecuali untuk pengukuran vakum.
Prinsip kerja manometer adalah mengukur beda tekanan dengan pengukuran
tinggi ekivalen kolom zat cair. Bentuk dasarnya adalah manometer tabung U.
Umumnya zat cair yang digunakan adalah air atau air raksa.

Gambar 4.1. The U-tube manometer

Beberapa bentuk manometer lain yang umum digunakan adalah: Manometer


industri (industrial U-tube manometer), Manometer sumur (cistern/ well manometer),
dan Manometer miring (inclined U-tube manometer) seperti yang ditunjukkan pada
gambar di bawah ini.

Gambar 4.2. Industrial U-tube manometer


POLI MDO JNTP-2008
INSTRUMENTASI DAN KENDALI 2

Gambar 4.3. The Cistern manometer

Gambar 4.4. Inclined U-tube manometer

Bourdon Tube Gage mempunyai prinsip kerja yaitu beda tekanan antara di
luar dengan di dalam tabung akan meyebabkan ujung bebas dari tabung Bourdon
berubah posisi/bergerak karena adanya kecenderungan dari tabung yang melingkar
tersebut untuk meluruskan ataupun memutarkan diri. Pergerakan ujung bebas ini
proporsi dengan beda tekanan, yang kemudian akan menggerakkan jarum penunjuk
ke skala tekanan.

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 3

Gambar 4.5. Bourdon tube pressure gauge

Diaphragm Gage mempunyai prinsip kerja yaitu pengukuran gaya yang


bekerja pada suatu luas tertentu. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 4.6. Diaphragm gage

Bellows Gage mempunyai prinsip kerja sama dengan diaphragm gage, gaya
yang bekerja diseimbangkan oleh pegas.

Gambar 4.7. Metallic bellows unit

Prinsip kerja McLeod gage adalah memperkuat tekanan yang hendak diukur
dengan jalan mengkompresikan sejumlah volume tertentu gas dan kemudian
mengukur tekanannya dengan menggunakan manometer air raksa. Dengan
POLI MDO JNTP-2008
INSTRUMENTASI DAN KENDALI 4

menggunakan Hukum Boyle, yaitu rasio tekanan awal terhadap tekanan akhir sama
dengan rasio volume akhir terhadap volume awal, maka tekanan gas mula-mula
(yaitu vakum) dapat dihitung.

Gambar 4.8. McLeod gage

Pirani gage mempunyai prinsip kerja sebagai berikut: jika kawat yang
dipanaskan ditempatkan dalam gas vakum, maka konduktifitas panas tidak
tergantung pada tekanannya, sehingga perpindahan energi dari kawat panas tadi
adalah sebanding dengan tekanan gas. Jadi pada pirani gage, tekanan didapatkan
dengan mengukur perubahan temperaturnya.

Gambar 4.9. Pirani gage

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 5

Prinsip kerja Ionization Gage adalah mengukur arus ionisasi yang timbul
oleh penghujanan elektron terhadap gas di dalam tabung trioda. Jika beda
tegangan dan arus listrik tidak berubah maka tekanan absolut gas adalah proporsi
dengan arus ionisasi.

Gambar 4.10. Thermionic or hot cathode ionization gauge

Prinsip kerja alat pengukuran tekanan sangat tinggi adalah mengukur tekanan
fluida di atas 7000 atm, maka biasa digunakan electric gage yang berdasarkan pada
perubahan tahanan listrik dari kawat manganin goldchrome terhadap tekanan
hidrostatis.

Gambar 4. 11. Very-high pressure transducer.

PENGUKURAN ALIRAN
Pengukuran aliran mulai dikenal sejak tahun 1732 ketika Henry Pitot
mengatur jumlah fluida yang mengalir. Dalam pengukuran fluida perlu ditentukan
besaran dan vektor kecepatan aliran pada suatu titik dalam fluida dan bagaimana
fluida tersebut berubah dari titik ke titik. Pengukuran atau penyensoran aliran fluida
dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Pengukuran kuantitas

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 6

Pengukuran ini memberikan petunjuk yang sebanding dengan kuantitas total


yang telah mengalir dalam waktu tertentu. Fluida mengalir melewati elemen
primer secara berturutan dalam kuantitas yang kurang lebih terisolasi dengan
secara bergantian mengisi dan mengosongkan bejana pengukur yang diketahui
kapasitasnya. Pengukuran kuantitas diklasifikasikan menurut:
a. Pengukur gravimetri atau pengukuran berat
b. Pengukur volumetri untuk cairan
c. Pengukur volumetri untuk gas
2. Pengukuran laju aliran
Laju aliran Q merupakan fungsi luas pipa A dan kecepatan V dari cairan yang
mengalir lewat pipa, yakni:
Q = A.V
tetapi dalam praktek, kecepatan tidak merata, lebih besar di pusat. Jadi kecepatan
terukur rata-rata dari cairan atau gas dapat berbeda dari kecepatan rata-rata
sebenarnya. Gejala ini dapat dikoreksi sebagai berikut:
Q = K.A.V
dimana K adalah konstanta untuk pipa tertentu dan menggambarkan hubungan
antara kecepatan rata-rata sebenarnya dan kecepatan terukur. Nilai konstanta ini
bisa didapatkan melalui eksperimen.
Pengukuran laju aliran digunakan untuk mengukur kecepatan cairan atau gas
yang mengalir melalui pipa. Pengukuran ini dikelompokkan lagi menurut jenis
bahan yang diukur, cairan atau gas, dan menurut sifat-sifat elemen primer
sebagai berikut:
a. Pengukuran laju aliran untuk cairan:
1) jenis baling-baling defleksi
2) jenis baling-baling rotasi
3) jenis baling-baling heliks
4) jenis turbin
5) pengukur kombinasi
6) pengukur aliran magnetis
7) pengukur aliran ultrasonic
8) pengukur aliran kisaran (vorteks)
9) pengukur pusaran (swirl)
POLI MDO JNTP-2008
INSTRUMENTASI DAN KENDALI 7

b. Pengukuran laju aliran gas


1) jenis baling-baling defleksi
2) jenis baling-baling rotasi
3) jenis termal
3. Pengukuran metoda diferensial tekanan
Jenis pengukur aliran yang paling luas digunakan adalah pengukuran
tekanan diferensial. Pada prinsipnya beda luas penampang melintang dari aliran
dikurangi dengan yang mengakibatkan naiknya kecepatan, sehingga menaikan
pula energi gerakan atau energi kinetis. Karena energi tidak bisa diciptakan atau
dihilangkan (Hukum perpindahan energi), maka kenaikan energi kinetis ini
diperoleh dari energi tekanan yang berubah..
Lebih jelasnya, apabila fluida bergerak melewati penghantar (pipa) yang
seragam dengan kecepatan rendah, maka gerakan partikel masing-masing
umumnya sejajar disepanjang garis dinding pipa. Kalau laju aliran meningkat,
titik puncak dicapai apabila gerakan partikel menjadi lebih acak dan kompleks.
Kecepatan kira-kira di mana perubahan ini terjadi dinamakan kecepatan kritis dan
aliran pada tingkat kelajuan yang lebih tinggi dinamakan turbulen dan pada
tingkat kelajuan lebih rendah dinamakan laminer.
Kecepatan kritis dinamakan juga angka Reynold, dituliskan tanpa

DV
RD 

dimana: D = dimensi penampang arus fluida, biasanya diameter
ρ = kerapatan fluida
V = kecepatan fluida
μ = kecepatan absolut fluida
Batas kecepatan kritisuntuk pipa biasanya berada diantara 2000 dan 2300.
Pengukuran aliran metoda ini dapat dilakukan dengan banyak cara misalnya:
menggunakan pipa venturi, pipa pitot, orifice plat (lubang sempit), turbine flow
meter, rotameter, cara thermal, menggunakan bahan radio aktif, elektromagnetik,
ultar sonic dan flowmeter gyro. Cara lain dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan
kebutuhan proses. Yang dibahas dalam buku ini adalah sensor laju aliran berdasarkan
perbedaan tekanan.

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 8

Sensor Aliran Berdasarkan Perbedaan Tekanan


Metoda ini berdasarkan Hukum Bernoulli yang menyatakan hubungan :
P1  12  1   .g.h1  P2  12  2   .g.h2
2 2

dimana: P = tekanan fluida


ρ = masa jenis fluida
v = kecepatan fulida
g = gravitasi bumi
h = tinggi fluida (elevasi)

v2

P1 P2
v1

h2

h1

Gambar 4.12. Hukum Kontiunitas

Jika h1 dan h2 dibuat sama tingginya maka:


P1  12  1  P2  12  2  .( 1 2   2 2 )  P2  P1
2 2 1
atau 2

Perhatian: Rumus diatas hanya berlaku untuk aliran Laminer, yaitu aliran yang
memenuhi prinsip kontinuitas.
Pipa pitot, orifice plate, pipa venturi dan flow Nozzle menggunakan hukum
Bernoulli diatas. Prinsip dasarnya adalah membentuk sedikit perubahan kecepatan
dari aliran fluida sehingga diperoleh perubahan tekanan yang dapat diamati.
Pengubahan kecepatan aliran fluida dapat dilakukan dengan mengubah diameter
pipa, hubungan ini diperoleh dari Hukum kontiunitas aliran fluida.
Perhatikan rumus berikut:
A1 .D1  A2 .D2
dimana : A = luas penampang pipa, B = debit fluida
POLI MDO JNTP-2008
INSTRUMENTASI DAN KENDALI 9

Karena debit fluida berhubungan langsung dengan kecepatan fluida, maka


jelas kecepatan fluida dapat diubah dengan cara mengubah diameter pipa.

Orifice Plate
Alat ukur terdiri dari pipa dimana dibagian dalamnya diberi pelat berlubang
lebih kecil dari ukuran diameter pipa. Sensor tekanan diletakan disisi pelat bagian
inlet (P1) dan satu lagi dibagian sisi pelat bagian outlet (P2). Jika terjadi aliran dari
inlet ke outlet, maka tekanan P1 akan lebih besar dari tekanan outlet P2.
Keuntungan utama dari Orfice plate ini adalah dari:
1. Konstruksi sederhana
2. Ukuran pipa dapat dibuat persis sama dengan ukuran pipa sambungan.
3. Harga pembuatan alat cukup murah
4. Output cukup besar
Kerugian menggunakan cara ini adalah:
1. Jika terdapat bagian padat dari aliran fluida, maka padat bagian tersebut
akan terkumpul pada bagian pelat disisi inlet.
2. Jangkauan pengukuran sangat rendah
3. Dimungkinkan terjadinya aliran Turbulen sehingga menyebabkan
kesalahan pengukuran jadi besar karena tidak mengikuti prinsip aliran
Laminer.
4. Tidak memungkinkan bila digunakan untuk mengukur aliran fluida yang
bertekanan rendah.
P1 P2

Aliran
fluida

P1 > P2

Gambar 4.13. Orifice Plate

Jumlah fluida yang mengalir per satuan waktu (m3/dt) adalah:

POLI MDO 2g JNTP-2008


Q  KA2 P1  P2

INSTRUMENTASI DAN KENDALI 10

dimana: Q = jumlah fluida yang mengalir ( m3/dt)


K = konstanta pipa
A2 = luas penampang pipa sempit
P = tekanan fluida pada pipa 1 dan 2
ρ = masa jenis fluida
g = gravitasi bumi
Rumus ini juga berlaku untuk pipa venturi
Pipa Venturi
Bentuk lain dari pengukuran aliran dengan beda tekanan adalah pipa venture.
Pada pipa venture, pemercepat aliran fluida dilakukan dengan cara membentuk
corong sehingga aliran masih dapat dijaga agar tetap laminar. Sensor tekanan
pertama (P1) diletakkan pada sudut tekanan pertama dan sensor tekanan kedua
diletakkan pada bagian yang paling menjorok ke tengah. Pipa venturi biasa
dipergunakan untuk mengukur aliran cairan.
Keuntungan dari pipa venturi adalah:
1.Partikel padatan masih melewati alat ukur
2. Kapasitas aliran cukup besar
3. Pengukuran tekana lebih baik dibandingkan orifice plate.
4. Tahan terhadapa gesakan fluida.
Kerugiannya adalah:
1. Ukuran menjadi lebih besar
2. Lebih mahal dari orifice plate
3. Beda tekanan yang ditimbulkan menjadi lebih kecil dari orifice plate.
P2
P1

Aliran
Fluida

P1 > P2

Gambar 4.14. Pipa Venturi

Flow Nozzle

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 11

Tipe Flow Nozzle menggunakan sebuah corong yang diletakkan diantara


sambungan pipa sensor tekanan P1 dibagian inlet dan P2 dibagian outlet. Tekanan P2
lebih kecil dibandingkan P1. Sensor jenis ini memiliki keunggulan dibanding venture
dan orifice plate yaitu:
1. Masih dapat melewatkan padatan
2. Kapasitas aliran cukup besar
3. Mudah dalam pemasangan
4. Tahan terhadap gesekan fluida
5. Beda tekanan yang diperoleh lebih besar daripada pipa venturi
6. Hasil beda tekanan cukup baik karena aliran masih laminer

P1 P2

P1 > P2
Aliran
fluida

Gambar 4.15. Flow Nozzle

Pipa Pitot
Konstruksi pipa ini adalah berupa pipa biasa sedang di bagian tengah pipa
diselipkan pipa kecil yang dibengkokkan ke arah inlet. Jenis pipa ini jarang
dipergunakan di industri karena dengan adanya pipa kecil di bagian tengah akan
menyebabkan benturan yang sangat kuat terhadap aliran fluida. Alat ini hanya
dipergunakan untuk mengukur aliran fluida yang sangat lambat.

P1 P2

P1 > P2

Aliran
fluida

Gambar 4.16. Pipa Pitot


POLI MDO JNTP-2008
INSTRUMENTASI DAN KENDALI 12

Rotameter
Rotameter terdiri dari tabung vertikal dengan lubang gerak di mana
kedudukan pelampung dianggap vertical sesuai dengan laju aliran melalui tabung
(Gambar 3.41). Untuk laju aliran yang diketahui, pelampung tetap stasioner karena
gaya vertical dari tekanan diferensial, gravitasi, kekentalan, dan gaya-apung akan
berimbang. Jadi kemampuan menyeimbangkan diri dari pelampung yang digantung
dengan kawat dan tergantung pada luas dapat ditentukan. Gaya kebawah (gravitasi
dikurangi gaya apung) adalah konstan dan demikian pula gaya keatas (penurunan
tekanan dikalikan luas pelampung) juga harus konstan. Dengan mengasumsikan
aliran non kompresif, hasilnya adalah sebagai berikut:

C ( At  A f )  W f  W ff 
Q 2 gVt  
1  [ At  A f ) / At ]2  A W 
 f ff 

atau Q  K ( At  A f ); C dan [( At  A f ) At )] 2 jauh lebih kecil

dimana, Q = laju aliran volume


C = koefisien pengosongan
At = luas tabung
Af = luas pelampung
Vf = volume pelampung
Wf = berat jenis pelampung
Wff = berat jenis fluida yang mengalir

Outlet
Tabung gelas

Pelampung
x

Inlet

Gambar 4.17. Rotameter

Pelampung dapat dibuat dari berbagai bahan untuk mendapatkan beda


kerapatan yang diperlukan (Wf-Wff) untuk mengukur cairan atau gas tertentu.

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 13

Tabung sering dibuat dari gelas berkekuatan tinggi sehingga dapat dilakukan
pengamatan langsung terhadap kedudukan pelampung.

Cara-Cara Thermal
Cara-cara thermal biasanya dipergunakan untuk mengukur aliran udara.
Pengukuran dengan menggunakan carathermal dapat dilakukan dengan cara-cara:
 Anemometer kawat panas
 Teknik perambatan panas
 Teknik penggetaran

Anemometer Kawat Panas


Metoda ini cukup sederhana yaitu dengan menggunakan kawat yang
dipanaskan oleh aliran listrik, arus yang mengalir pada kawat dibuat tetap konstan
menggunakan sumber arus konstan. Jika ada aliran udara, maka kawat akan
mendingin (seperti kita meniup lilin) dengan mendinginnya kawat, maka resistansi
kawat menurun. Karena dipergunakan sumber arus konstan, maka kita dapat
menyensor tegangan pada ujung-ujung kawat. Sensor jenis ini memiliki sensitivitas
sangat baik untuk menyensor aliran gas yang lambat. Namun sayangnya
penginstalasian keseluruhan sensor tergolong sulit.
Disini berlaku rumus:

I 2 Rw  K c hc ATw  Tt 

dimana : I = arus kawat


Rw = resistansi kawat
Kc = faktor konversi, panas ke daya listrik
Tw = temperatur kawat
Tt = temperatur fluida yang mengalir
Hc = koefisien film (pelapis) dari perpindahan panas
A = luas perpindahan panas

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 14

(a) tertutup (b) terbuka

Gambar 4.18. Kontruksi anemometer kawat panas

Perambatan Panas
Pada teknik perambatan panas, pemanas dipasang pada bagian luar pipa, pipa
tersebut terbuat dari bahan logam. Di kiri dan kanan pemanas, dipasang bahan
isolator panas, dan pada isolator ini dipasang sensor suhu. Bila udaramengalir dari
kiri ke kanan, maka suhu disebelah kiri akan terasa lebih dingin dibanding suhu
sebelah kanan.

Sensor suhu Sensor suhu


Elemen pemanas

T1 T2 T1 < T2
Aliran
fluida

Gambar 4.19. Flowmeter Rambatan Panas

Sensor suhu yang digunakan dapat berupa sensor resistif tetapi yang biasa
terpasang adalah thermokopel karena memiliki respon suhu yang cepat. Sensor aliran
perambatan panas tipe lama, memanaskan seluruh bagian dari saluran udara,
sehingga dibutuhkan pemanas sampai puluhan kilowatt, untuk mengurangi daya
panas tersebut digunakan tipe baru dengan membelokkan sebagian kecil udara
kedalam sensor.

Flowmeter Radio Aktif


POLI MDO JNTP-2008
INSTRUMENTASI DAN KENDALI 15

Teknik pengukuran aliran dengan radio aktif adalah dengan menembakkan


partikel netron dari sebuah pemancar radio aktif. Pada jarak tertentu kea rah outlet,
dipasang detector. Bila terjadi aliran, maka akan terdeteksi adanya partikel radio
aktif, jumlah partikel yang terdeteksi pada selang tertentu akan sebanding dengan
kecepatan aliran fluida.
Teknik lain yang masih menggunakan teknik radio aktif adalah dengan cara
mencampurkan bahan radio aktif kedalam fluida kemudian pada bagian-bagian
tertentu dipasang detector. Teknik ini dilakukan bila terjadi kesulitan mengukur
misalnya karena bahan aliran terdiri dari zat yang berada pada berbagai fase.
Teknik radio aktif ini juga biasa dipergunakan pada pengobatan yaitu mencari posisi
pembuluh darah yang macet bagi penderita kelumpuhan.

Sumber radiasi
netron

Aliran

Detektor mendeteksi muatan


ion akibat radiasi

Gambar 4.20. Flowmeter Cara Radiasi Nuklir

Flowmeter Elektromagnetis
Flowmeter jenis ini biasa digunakan untuk mengukur aliran cairan elektrolit.
Flowmeter ini menggunakan prinsip Efek Hall, dua buah gulungan kawat tembaga
dengan inti besi dipasang pada pipa agar membangkitkan medan magnetik. Dua buah
elektroda dipasang pada bagian dalam pipa dengan posisi tegak lurus arus medan
magnet dan tegak lurus terhadap aliran fluida.
Bila terjadi aliran fluida, maka ion-ion posistif dan ion-ion negatif membelok
ke arah elektroda. Dengan demikian terjadi beda tegangan pada elektroda-
elektrodanya. Untuk menghindari adanya elektrolisa terhadap larutan, dapat
digunakan arus AC sebagai pembangkit medan magnet.

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 16

Lintasan ion positif


Medan magnet arah
+
meninggalkan kita

Elektroda
Aliran logam
fluida

_
Lintasan ion negatif

Gambar 4.21. Prinsip pengukuran aliran menggunakan Efek Hall


Flowmeter Ultrasonic
Flowmeter ini menggunakan Azas Doppler. Dua pasang ultrasonic transduser
dipasang pada posisi diagonal dari pipa, keduanya dipasang dibagian tepi dari pipa,
untuk menghindari kerusakan sensor dan transmitter, permukaan sensor dihalangi
oleh membran. Perbedaan lintasan terjadi karena adanya aliran fluida yang
menyebabkan perubahan phase pada sinyal yang diterima sensor ultrasonic
Ultra sonic
Tx - Rx

Ultra sonic
Tx - Rx

Gambar 4.22. Sensor aliran fluida menggunakan ultrasonic

PENGUKURAN LEVEL FLUIDA


Pengukuran level dapat dilakukan dengan bermacam cara antara lain dengan:
pelampung atau displacer, gelombang udara, resistansi, kapasitif, ultra sonic, optic,
thermal, tekanan, sensor permukaan dan radiasi. Pemilihan sensor yang tepat
tergantung pada situasi dan kondisi sistem yang akan di sensor.

Menggunakan Pelampung
Cara yang paling sederhana dalam penyensor level cairan adalah dengan
menggunakan pelampung yang diberi gagang. Pembacaan dapat dilakukan dengan
POLI MDO JNTP-2008
INSTRUMENTASI DAN KENDALI 17

memasang sensor posisi misalnya potensiometer pada bagian engsel gagang


pelampung. Cara ini cukup baik diterapkan untuk tanki-tanki air yang tidak terlalu
tinggi.

Potensiometer Gagang
Pelampung

h

Cairan

Gambar 4.23. Sensor level menggunakan pelampung

Menggunakan Tekanan
Untuk mengukur level cairan dapat pula dilakukan menggunakan sensor
tekanan yang dipasang di bagian dasar dari tabung. Cara ini cukup praktis, akan
tetapi ketelitiannya sangat tergantung dari berat jenis dan suhu cairan sehingga
kemungkinan kesalahan pembacaan cukup besar.
Sedikit modifikasi dari cara diatas adalah dengan cara mencelupkan pipa
berisi udara kedalam cairan. Tekanan udara didalam tabung diukur menggunakan
sensor tekanan, cara ini memanfaatkan hukum Pascal. Kesalahan akibat perubahan
berat jenis cairan dan suhu tetap tidak dapat diatasi.

Cairan dengan
berat jenis Sensor
diketahui dan Tekanan
tetap

Gambar 4.24. Sensor level menggunakan sensor tekanan

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 18

Menggunakan Cara Thermal


Teknik ini didasarkan pada fakta penyerapan kalor oleh cairan lebih tinggi
dibandingkan penyerapan kalor oleh uapnya, sehingga bagian yang tercelup akan
lebih dingin dibandingkan bagian yang tidak tercelup. Kontruksi dasar sensor adalah
terdidiri dari sebuah elemen pemanas dibentuk berliku-liku dan sebuah pemanas lain
dibentuk tetap lurus. Dua buah sensor diletakkan berhadapan dengan bagian tegak
dari pemanas, sebuah sensor tambahan harus diletakkan selalu berada dalam cairan
yang berfungsi untuk pembanding. Kedua sensor yang berhadapan dengan pemanas
digerakkan oleh sebuah aktuator secara perlahan-lahan dengan perintah naik atau
turun secara bertahap. Mula-mula sensor diletakkan pada bagian paling atas,
selanjutnya sensor suhu digerakkan ke bawah perlahan-lahan, setiap terdeteksi
adanya perubahan suhu pada sensor yang berhadapan pada pemanas berliku, maka
dilakukan penambahan pencacahan terhadap pencacah elektronik. Pada saat sensor
yang berhadapan dengan pemanas lurus mendeteksi adanya perubahan dari panas ke
dingin, maka hasil pencacahan ditampilkan pada peraga.
Sensor level cairan dengan cara thermal ini biasanya digunakan pada tanki-
tanki boiler, karena selain sebagai sensor level cairan, juga dapat dipergunakan untuk
mendeteksi gradien perubahan suhu dalam cairan.

Sensor suhu pendeteksi Switch pendeteksi


permukaan batas atas

Sensor suhu pendeteksi


Level air yang disensor posisi

Kawat pemanas Sensor suhu digerakan


pendeteksi permukaan turun naik

Sensor suhu untuk Kawat pemanas


pembanding pendeteksi posisi

Gambar 4.25. Teknik penyensoran level cairan cara thermal

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 19

Batas atas

Sensor posisi +1 Reset


-1
Pencacah
Arah motor

Sensor permukaan Ambil data dari pencacah

Peraga / Display

Gambar 4.26. Diagram blok pengolahan dan pendisplayan sensor level


menggunakan cara thermal

Menggunakan Cara Optik


Pengukuran level menggunakan optic didasarkan atas sifat
pantulanpermukaan atau pembiasan sinar dari cairan yang disensor. Ada beberapa
carayang dapat digunakan untuk penyensoran menggunakan optic yaitu:
1. Menggunakan sinar laser
2. Menggunakan prisma
3. Menggunakan fiber optik

Menggunakan Sinar Laser


Sinar laser dari sebuah sumber sinar diarahkan ke permukaan cairan,
kemudian pantulannya dideteksi menggunakan detector sinar laser. Posisi pemancar
dan detector sinar laser harus berada pada bidang yang sama. Detektor dan umber
sinar laser diputar. Detektor diarahkan agar selalu berada pada posisi menerima sinar.
Jika sinar yang datang diterima oleh detektor, maka level permukaan cairan dapat
diketahui dngan menghitung posisi-posisi sudut dari sudut detektor dan sudut
pemancar.

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 20

Pemancar Penerima

Sinar laser

Gambar 4.27. Sensor level menggunakan sinar laser

Menggunakan Prisma
Teknik ini memanfaatkan harga yang berdekatan antara indeks bias air
dengan indeksbias gelas. Sifat pantulan dari permukaan prisma akan menurun bila
prisma dicelupkan kedalam air. Prisma yang digunakan adalah prisma bersudut 45
dan 90 derajat. Sinar diarahkan ke prisma, bila prisma ditempatkan di udara, sinar
akan dipantulkan kembali setelah melewati permukaan bawah prisma. Jika prisma
ditempatkan di air, maka sinar yang dikirim tidak dipantulkan akan tetapi dibiaskan
oleh air, Dengan demikian prisma ini dapat digunakan sebagai pengganti pelampung.
Keuntungan yang diperoleh ialah dapat mereduksi ukuran sensor.

Transmitter Reciever Transmitter Reciever

air

Prisma di udara
Prisma di air

Gambar 4.28. Sensor level menggunakan prisma

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 21

Menggunakan Fiber Optik


Teknik ini tidak jauh berbeda dengan teknik penyensoran permukaan air
menggunakan prisma, yaitu menggunakan prinsip pemantulan dan pembiasan sinar.
Jika fiber optik diletakan di udara, sinar yang dimasukan ke fiber optik dipantulkan
oleh dinding fiber optik, sedangkan bila fiber optik telanjang dimasukan ke air, maka
dinding fiber optik tidak lagi memantulkan sinar

Jalan sinar dalam serat optik


Sinar dipantulkan oleh dinding serat optik

Transmitter Receiver Transmitter Receiver

Fiber optic telanjang

air

Gambar 4.29. Sensor level menggunakan serat optik

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 22

BAB 5
PENGUKURAN SUHU

Pengertian Suhu
Temperatur merupakan salah satu dari empat besaran dasar yang diakui oleh
Sistem Pengukuran Internasional (The International Measuring System). Lord Kelvin
pada tahun 1848 mengusulkan skala temperature termodinamika pada suatu titik
tetap triple point, dimana fase padat, cair dan uap berada bersama dalam equilibrium,
angka ini adalah 273,16 K (derajat Kelvin) yang juga merupakan titik es. Skala lain
adalah Celcius, Fahrenheit dan Rankine dengan hubungan sebagai berikut:
o
F = 9/5 oC + 32 atau
o
C = 5/9 (oF-32) atau
o
R = oF + 459,69
Temperatur adalah kondisi penting dari suatu substrat. Sedangkan “panas
adalah salah satu bentuk energi yang diasosiasikan dengan aktifitas molekul-molekul
dari suatu substrat”. Partikel dari suatu substrat diasumsikan selalu bergerak.
Pergerakan partikel inilah yang kemudian dirasakan sebagai panas. Sedangkan
temperatur adalah ukuran perbandingan dari panas tersebut.
Pergerakan partikel substrat dapat terjadi pada tiga dimensi benda yaitu:
1. Benda padat,
2. Benda cair dan
3. Benda gas (udara)
Aliran kalor substrat pada dimensi padat, cair dan gas dapat terjadi secara:
1. Konduksi, yaitu pengaliran panas melalui benda padat (penghantar) secara
kontak langsung
2. Konveksi, yaitu pengaliran panas melalui media cair secara kontak langsung
3. Radiasi, yaitu pengaliran panas melalui media udara/gas secara kontak tidak
langsung
Pada aplikasi pendeteksian atau pengukuran tertentu, dapat dipilih salah satu
tipe sensor dengan pertimbangan:
1. Penampilan (Performance)

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 23

2. Kehandalan (Reliable) dan


3. Faktor ekonomis (Economic)

Pemilihan Jenis Sensor Suhu


Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor
suhu adalah:
1. Level suhu maksimum dan minimum dari suatu substrat yang diukur.
2. Jangkauan (range) maksimum pengukuran
3. Konduktivitas kalor dari substrat
4. Respon waktu perubahan suhu dari substrat
5. Linieritas sensor
6. Jangkauan temperatur kerja
Selain dari ketentuan diatas, perlu juga diperhatikan aspek fisik dan kimia
dari sensor seperti ketahanan terhadap korosi (karat), ketahanan terhadap guncangan,
pengkabelan (instalasi), keamanan dan lain-lain.

Temperatur Kerja Sensor Suhu


Setiap sensor suhu memiliki temperatur kerja yang berbeda, untuk
pengukuran suhu disekitar kamar yaitu antara -35 oC sampai 150 oC, dapat dipilih
sensor NTC, PTC, transistor, dioda dan IC hibrid. Untuk suhu menengah yaitu antara
150 oC sampai 700 oC, dapat dipilih thermocouple dan RTD. Untuk suhu yang lebih
tinggi sampai 1500 oC, tidak memungkinkan lagi dipergunakan sensor-sensor kontak
langsung, maka teknis pengukurannya dilakukan menggunakan cara radiasi. Untuk
pengukuran suhu pada daerah sangat dingin dibawah 65 K = -208 oC (0 oC = 273,16
K ) dapat digunakan resistor karbon biasa karena pada suhu ini karbon berlaku
seperti semikonduktor. Untuk suhu antara 65 K sampai -35 oC dapat digunakan
kristal silikon dengan kemurnian tinggi sebagai sensor.
Gambar 5.1. berikut memperlihatkan karakteristik dari beberapa jenis sensor
suhu yang ada.

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 24

Thermocouple RTD Thermistor IC Sensor

V R R V, I

T T T T
- self powered - most stable - high output - most linear
- simple - most accurate - fast - highest output
Advantages

- rugged - more linear than - two-wire ohms - inexpensive


- inexpensive termocouple measurement
- wide variety
- wide temperature
range
- non linear - expensive - non linear - T < 200 oC
Disadvantages

- low voltage - power supply - limited - power supply


- reference required required temperature range required
- least stable - small ΔR - fragile - slow
- least sensitive - low absolute - power supply - self heating
resistance required - limited
- self heating - self heating configuration

Gambar 5.1. Karakteristik sensor temperatur

Bimetal
Bimetal adalah sensor temperatur yang sangat populer digunakan karena
kesederhanaan yang dimilikinya. Bimetal biasa dijumpai pada alat setrika listrik dan
lampu kelap-kelip (dimmer). Bimetal adalah sensor suhu yang terbuat dari dua buah

lempengan logam yang berbeda koefisien muainya (α) yang direkatkan menjadi

satu.
Bila suatu logam dipanaskan maka akan terjadi pemuaian, besarnya pemuaian
tergantung dari jenis logam dan tingginya temperatur kerja logam tersebut. Bila dua
lempeng logam saling direkatkan dan dipanaskan, maka logam yang memiliki
koefisien muai lebih tinggi akan memuai lebih panjang sedangkan yang memiliki
koefisien muai lebih rendah memuai lebih pendek. Oleh karena perbedaan reaksi
muai tersebut maka bimetal akan melengkung kearah logam yang muainya lebih

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 25

rendah. Dalam aplikasinya bimetal dapat dibentuk menjadi saklar Normally Closed
(NC) atau Normally Open (NO).
Logam A
Logam B

Bimetal sebelum Bimetal sesudah


dipanaskan dipanaskan

Gambar 5.2. Kontruksi Bimetal

Disini berlaku rumus pengukuran temperature dwi-logam yaitu :

t[3(1  m) 2  (1  mm)( m 2  1 / mn)]


 (2.1)
6( A   B )(T2  T1 )(1  m) 2

dan dalam praktek tB/tA = 1 dan (n+1).n =2, sehingga;

2t
 (2.2)
3( A   B )(T2  T1 )

dimana ρ = radius kelengkungan


t = tebal jalur total
n = perbandingan modulus elastis, EB/EA
m = perbandingan tebal, tB/tA
T2-T1 = kenaikan temperature
αA, αB = koefisien muai panas logamA dan logam B

Termistor
Termistor atau tahanan thermal adalah alat semikonduktor yang berkelakuan
sebagai tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya
negatif. Umumnya tahanan termistor pada temperatur ruang dapat berkurang 6%
untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1 oC. Kepekaan yang tinggi terhadap
perubahan temperatur ini membuat termistor sangat sesuai untuk pengukuran,
pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi.
Termistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan
seperti: mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium
(U). Rangkuman tahanannya adalah dari 0,5  sampai 75  dan tersedia dalam
POLI MDO JNTP-2008
INSTRUMENTASI DAN KENDALI 26

berbagai bentuk dan ukuran. Ukuran paling kecil berbentuk mani-manik (beads)
dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin
(washer) dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat ditumpukan dan
di tempatkan secara seri atau paralel guna memperbesar disipasi daya.
Dalam operasinya termistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap
temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara
eksponensial untuk jenis NTC ( Negative Thermal Coeffisien)

RT  R A e T (2.3)

o
C

sbb:

(2.4)

Gambar 5.3. Konfigurasi Thermistor: (a) coated-bead


(b) disk (c) dioda case dan (d) thin-film
Teknik Kompensasi Termistor
Karkateristik termistor berikut memperlihatkan hubungan antara temperatur
dan resistansi seperti tampak pada gambar 5.4

Gambar 5.4. Grafik Termistor resistansi vs temperatur:

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 27

(a) logaritmik (b) skala linier

Untuk pengontrolan perlu mengubah tahanan menjadi tegangan, berikut


rangkaian dasar untuk mengubah resistansi menjadi tegangan.

Gambar 5.5. Rangkaian uji termistor sebagai pembagi tegangan

Thermistor dengan koefisien positif (PTC, tidak baku)

Gambar 5.6. Termistor jenis PTC: (a) linier (b) switching

Cara lain untuk mengubah resistansi menjadi tegangan adalah dengan teknik
linearisasi.

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 28

Daerah resistansi mendekati linier

Untuk teknik kompensasi temperatur menggunakan rangkaian penguat jembatan


lebih baik digunakan untuk jenis sensor resistansi karena rangkaian jembatan dapat
diatur titik kesetimbangannya.

Gambar 5.7. Dua buah Termistor Linier:


(a) Rangkaian sebenarnya (b) Rangkaian Ekivalen

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 29

Gambar 5.8. Rangkaian penguat jembatan untuk resistansi sensor

Nilai tegangan outputnya adalah:


atau rumus lain untuk tegangan output

Resistance Thermal Detector (RTD)


RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering
digunakan. RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada
bahan keramik isolator. Bahan tersebut antara lain; platina, emas, perak, nikel dan
tembaga, dan yang terbaik adalah bahan platina karena dapat digunakan menyensor
suhu sampai 1500o C. Tembaga dapat digunakan untuk sensor suhu yang lebih
rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah terserang korosi.

Kumparan
kawat platina

Inti dari Quartz


Terminal
sambungan

Kabel keluaran

Gambar 5.9. Konstruksi RTD

RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 30

1. Tidak diperlukan suhu referensi


2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara
memperpanjang kawat yang digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi.
3. Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel
4. Dapat digunakan kawat penghantar yang lebih panjang karena noise tidak
jadi masalah
5. Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal
menjadi sederhana dan murah.
Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear
terhadap temperatur uji tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model
matematis linier adalah:
RT  R0 (1  t )
dimana : Ro = tahanan konduktor pada temperature awal (biasanya 0 oC)
RT = tahanan konduktor pada temperatur t oC
α = koefisien temperatur tahanan
Δt = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal

Sedangkan model matematis nonliner kuadratik adalah:

Gambar 5.10. Resistansi versus Temperatur untuk variasi RTD metal

Bentuk lain dari Konstruksi RTD

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 31

Gambar 5.11. Jenis RTD: (a) Wire (b) Ceramic Tube (c) Thin Film

Rangkaian Penguat untuk three-wire RTD:

Gambar 5.12. (a) Three Wire RTD (b) Rangkaian Penguat

Ekspansi Daerah Linier


Ekspansi daerah linear dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Menggunakan tegangan referensi untuk kompensasi nonlinieritas
2. Melakukan kompensasi dengan umpan balik positif

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 32

Gambar 5.13. Kompensasi non linier (a) Respon RTD non linier;
(b) Blok diagram rangkaian koreksi

Termokopel
Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika
sebuah batang logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung tersebut
elektron-elektron dalam logam akan bergerak semakin aktif dan akan menempati
ruang yang semakin luas, elektron-elektron saling desak dan bergerak ke arah ujung
batang yang tidak dipanaskan. Dengan demikian pada ujung batang yang dipanaskan
akan terjadi muatan positif.

Ujung panas +
Arus elektron
e akan mengalir
dari ujung
panas ke
ujung dingin
-

Ujung dingin

Gambar 5.14. Arah gerak elektron jika logam dipanaskan

Kerapatan electron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari jenis
logam. Jika dua batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan kemudian
dipanaskan, maka elektron dari batang logam yang memiliki kepadatan tinggi akan
bergerak ke batang yang kepadatan elektronnya rendah, dengan demikian terjadilah
perbedaan tegangan diantara ujung kedua batang logam yang tidak disatukan atau

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 33

dipanaskan. Besarnya termolistrik atau gem (gaya electromagnet) yang dihasilkan


menurut T.J Seeback (1821) yang menemukan hubungan perbedaan panas (T1 dan
T2) dengan gaya gerak listrik yang dihasilkan E. Peltir (1834), menemukan gejala
panas yang mengalir dan panas yang diserap pada titik hot-juction dan cold-junction,
dan Sir William Thomson, menemukan arah arus mengalir dari titik panas ke titik
dingin dan sebaliknya, sehingga ketiganya menghasilkan rumus sbb:

E = C1(T1-T2) + C2(T12 – T22) (2.5)

Efek Peltier Efek Thomson

atau E = 37,5(T1_T2) – 0,045(T12-T22) ( 2.6)

di mana 37,5 dan 0,045 merupakan dua konstanta C1 dan C2 untuk termokopel
tembaga/konstanta.

Ujung panas + Beda potensial


yang terjadi
pada kedua
VR ujung logam Vout  VS  VR
Vs yang berbeda
- panas jenisnya

Ujung dingin

Gambar 5.15. Beda potensial pada Termokopel

Bila ujung logam yang tidak dipanaskan dihubung singkat, perambatan


panas dari ujung panas ke ujung dingin akan semakin cepat. Sebaliknya bila
suatu termokopel diberi tegangan listrik DC, maka diujung sambungan terjadi
panas atau menjadi dingin tergantung polaritas bahan (deret Volta) dan polaritas
tegangan sumber. Dari prinsip ini memungkinkan membuat termokopel menjadi
pendingin.
Thermokopel sebagai sensor temperatur memanfaatkan beda
workfunction dua bahan metal

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 34

Gambar 5.16. Hubungan Termokopel (a) titik beda potensial


(b) daerah pengukuran dan titik referensi

Pengaruh sifat thermocouple pada wiring

Gambar 5.17. Tegangan referensi pada titik sambungan:


(a) Jumlah tegangan tiga buah metal (b) Blok titik sambungan

Sehingga diperoleh rumus perbedaan tegangan:

Rangkaian kompensasi untuk Thermocouple diperlihat oleh gambar 5.18

Gambar 5.18. Rangkaian penguat tegangan junction termokopel

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 35

Perilaku beberapa jenis thermocouple diperlihatkan oleh gambar 5.19

- tipe E (chromel-konstanta)
- tipe J (besi-konstanta)
- tipe T (tembaga-Konstanta)
- tipe K (chromel-alumel)
- tipe R atau S (platina-pt/rodium)

Gambar 5.19. Karateristik beberapa tipe termokopel

Dioda sebagai Sensor Temperatur


Dioda dapat pula digunakan sebagai sensor temperatur yaitu dengan
memanfaatkan sifat tegangan junction

Dimanfaatkan juga pada sensor temperatur rangkaian terintegrasi (memiliki


rangkaian penguat dan kompensasi dalam chip yang sama).
Contoh rangkaian dengan dioda sebagai sensor temperatur:

Contoh rangkaian dengan IC sensor

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 36

Rangkaian alternatif untuk mengubah arus menjadi tegangan pada IC sensor


temperatur:

Gambar 5.20. Rangkaian pengubah arus ke tegangan


untuk IC termo sensor

Infrared Pyrometer
Sensor inframerah dapat pula digunakan untuk sensor temperatur.

Gambar 5.21. Infrared Pyrometer sebagai sensor temperatur

POLI MDO JNTP-2008


INSTRUMENTASI DAN KENDALI 37

Memanfaatkan perubahan panas antara cahaya yang dipancarkan dengan diterima


yang diterima pyrometer terhadap objek yang di deteksi.

POLI MDO JNTP-2008

Anda mungkin juga menyukai