Teori Dasar Refrigerasi
Teori Dasar Refrigerasi
Teori Dasar Refrigerasi
DASAR TEORI
Pada dasarnya sistem refrigerasi dibagi menjadi dua, yaitu (Ambarita, Himsar,
2010)
d. Siklus sterling
Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum
digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap.Komponen utama dari
sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup
expansi.
Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap seperti pada gambar
2.2 diatas adalah sebagai berikut (Ambarita, Himsar, 2010) :
qe = h1 – h4 (2.4)
Tabel 2.1 Nilai COP dari beberapa jenis refrigerant (Ambarita, Himsar, 2010).
(Meyer J, 2006)
Berdasarkan posisi dari ujung nozzle, desain ejector dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori. Yang pertama untuk posisi ujung nozzle
pada constant-area mixing disebut “constan-area mixing ejector”, sehingga
primary flow dan secondary flow bertemu di constant-area section. Untuk posisi
ujung nozzle terletak di suction chamber yaitu didepan constant-area section
disebut “constant-pressure mixing ejector”, sehingga percampuran antara primary
flow dan secondary flow terjadi di suction chamber dengan tekanan konstan. Dan
constant-pressure ejector mempunyai kinerja yang lebih baik serta lebih banyak
digunakan daripada constant-area ejector (Meyer J, 2006). Perbedaan dari dua
kategori ejector tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5.
(Meyer J, 2006)
Kemudian COP dari sistem ini dapat dilihat pada Persamaan 2.8.
Q2 N˙ c .(hfg
COP) = = (2.7)
evap.
Q0 N˙ p .(hfg b )
(hfg evap.)
COP = m (hfg b ) (2.8)
EXR (2.10)
Pb
Pe
Pada constant-pressure ejector diasumsikan bahwa aliran primary dan
secondary bercampur pada mixing chamber dengan tekanan yang konstan. Disini
timbul dua fenomena choking, yang pertama pada aliran primer yang melintas
keluar nozzle, dan choking yang kedua pada aliran yang dibawa yaitu akibat
percepatan dari aliran sekunder menjadi supersonik di constant-area section. Dan
entrainment ratio yang dihasilkan bervariasi menurut perubahan back pressure
dengan secondary pressure (Pe) dan primary pressure (Pm) tetap. Sehingga
kinerja dari ejector dapat dibagi menjadi tiga mode operasional, mengacu pada
back pressure (Pc) (Huang B.J, Chang J.M., C.P Wang and V.A. Petrenko,
1999).
Gambar 2.8 merupakan garis kondisi operasi pada sebuah ejector,
sehingga dapat diketahui bahwa pada takanan back pressure berapa kinerja
terbaik dari ejector:
1. Double-choking atau critical mode pada Pc ≤ Pc*, yaitu primary flow dan
secondary flow keduanya choking dan entrainment ratio adalah konstan, =
konstan.
2. Single-choking atau subcritical mode pada Pc* < Pc < Pco, yaitu hanya
primary flow saja yang terkena choke and berubah menurut back pressure
(Pc).
3. Back-flow atau malfunction mode pada Pc ≥ Pco, yaitu primary flow dan
secondary flow keduanya tidak ada choke dan aliran secondary membalik
(malfunction), ≤ 0.
(Huang B.J, Chang J.M., C.P Wang and V.A. Petrenko, 1999)
2.3 ALIRAN KOMPRESIBEL
Ketika suatu fluida bergerak dengan perubahan densitas secara signifikan
maka aliran tersebut dikatakan aliran kompresibel. Ada dua fenomena yang
mungkin terjadi pada aliran kompresibel. Yang pertama adalah choking, dimana
laju aliran masa pada duct dibatasi oleh konsdisi sonik. Dan yang kedua shock
waves, dimana properti berubah pada aliran supersonik.
V
Ma
c (2.11)
cp
k = rasio spesifik panas k
c v
T
PR v (2.13)
Atau
Pv RT (2.14)
Kemudian untuk keadaan gas pada dua keadaan yang berbeda dapat
ditulis sebagai berikut :
P1v
P v
1 T2 2 (2.15)
T1 2
v = densitas (m3/kg)
T = temperatur (K)
Ru
R adalah konstanta gas R (Nm/kgK), perbandingan antara
Mm
konstanta gas universal Ru=8314 (Nm/kmol.K) dengan massa molekul gas Mm
dapat dilihat pada Tabel A-1.
(2.16)
A V 2
Pada Persamaan 2.21 jika Ma<1, area berubah akan menyebabkan tekanan
berubah sesuai tanda perubahan area (jika dA positif berarti dp positif untuk
Ma<1). Untuk Ma>1, maka perubahan area berlawanan dengan perubahan
tekanan.
dV
dA
1 M
2
A V (2.17)
1. Persamaan Kontinuitas
Persamaan dasar:
r r
d
0 V .dA
t CV CS
0 V A V A
1 1 1 2 2 2
2. Persamaan Momentum
Persamaan dasar:
r r
Fs F V d V
x Bx
t CV
CS V .dA
x
x
dengan asumsi steadi, FB x =0 dan Rx sebagai gaya tekan dinding maka
RpApA
V V A V V A
x 11 2 2 1 111 2 222
3. Hukum I Thermodinamika
Q& W& r r
W&
W&
ed e pv
s shear other
t CV
CS
V .dA
Dimana :
V 2
eu gz
2
Asumsi: - Q&
0
- W& s 0
& &
- W shear W other 0
- gravitasi diabaikan
V2 V2
0 u p v V A u p v V A
1 2
1 1 1 111 2 222
2 2 2
2
yaitu
Pb dari keadaan a sampai e yang dapat dilihat pada Gambar 2.11b dan c.
Untuk penurunan tekanan Pb pada keadaan a dan b, tekanan throat lebih
aliran massa yang terjadi adalah laju aliran massa maximum m& max .
Kemudian ketika
Pb diturunkan pada tekanan dibawah P yaitu pada
keadaan d atau e, nozzle sudah tidak merespon lagi perubahan tekanan keluar
karena sudah dalam keadaan choked pada laju aliran massa maximum ini. Dan
aliran keluar dengan kecepatan supersonic sehingga tekanan keluar dapat turun
dari P ke P .
Ae
Ae dan area throat At) sama dengan rasio kritis *
yaitu bilangan Ma=1 pada
A
throat, tetapi aliran masih subsonik pada bidang keluar nozzle. Back pressure
antara C dan H pada throat aliran sonik dan timbul shock, mendekat back
pressure H pada diverging alirannya supersonik. Untuk G dan I shock timbul
secara komplek dan beruntun di bagian luar.
Persamaan kotinyuitas :
r r
d (2.24)
0 V .dA
t CV CS
0 V A V A
111 222
V1 A1 V2 A2
V 2
A 2 D 4
1 2 2 (2.25)
V
2 1 D1
A
Persamaan Bernouli :
P V2 2
2P 2 V
1
1 gz1 gz2 (2.26)
2 2
V 2 V 2
P1 P2 2 1 2 (2.27)
2 V1
Subtitusi persamaan :
V 2 A 2
P1 P2 2 1 2
2 A1
Sehingga V2 teoritis :
2 P1 P2
V2 (2.28)
A 2
1 2
A1
A
1 2
A
1
m& V A A 2 2 P 12 P (2.29)
teoritis 22
A 2
1 2
A1
2P 12P
Cd A 2
m&
14 (2.30)
Corner taps : F1 =0 F2 =0
k k 1 rk 1/ k 1 4
Y r k 11 r1 r 42/k (2.33)
Dengan r P /
2 sehingga persamaan laju aliran masa pada
P1
orifice plate untuk fluida kompresibel menjadi :
m&
YCd A2
(2.34) 2P 12P
14
2.5 Sifat Air Pada Berbagai keadaan
(Changel, 2005)
Sifat keadaan dari air dapat dipresentasikan dalam diagram dua dimensi
yaitu diagram T-v, p-v dan p-T seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Dari
diagram T-v dapat dilihat misalkan tekanan air didalam suatu boiler dinaikan
sampai 1Mpa maka dapat diketahui air didalam boiler akan menguap dengan
temperatur yang lebih tinggi dari pada jika dipanaskan pada tekanan 1atm begitu
juga sebaliknya, seperti terlihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Diagram T-v dari air
(Changel, 2005)
Pada Gambar 2.16, grafik p-v bentuknya menyerupai dengan grafik T-v
tapi temperatur T = konstan mempunyai trend yang menurun.
(Changel, 2005)
Kemudian grafik dibawah ini adalah grafik P-T atau biasa disebut
diagram fasa air karena disana terdapat tiga bagian fasa air yang dipisahkan oleh
tiga garis. Garis sublimasi memisahkan fasa padat dan fasa uap, garis pelelehan
memisahkan fasa padat dan fasa cair kemudian garis penguapan memisahkan fasa
cair dan uap. Tiga garis ini (Changel, 2005)
Gambar 2.17 Diagram P-v dari Air
(Changel, 2005)
bertemu pada satu titik yang disebut titik tripel (triple point) yaitu titik
dimana terdapat ketiga pada suatu kesetimbangan seperti terlihat pada Gambar
2.17.