20042
20042
20042
Oleh
1
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tesis ini. Pada kesempatan ini juga penulis ingin
mengucapkan rasa hormat, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan tesis dengan judul “Hubungan Antara Stigma dengan
Expressed Emotion pada Keluarga Pasien Skizofrenik”, merupakan
salah satu tugas akademik dalam menempuh Program Pendidikan Dokter
Spesialis I Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran USU Medan.
Dengan selesainya penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat dr. Harun T.
Parinduri, Sp.KJ(K), dr.Vita Camellia, M.Ked(KJ), Sp.KJ, selaku
pembimbing materi dan dr. M. Sopiyudin Dahlan, M.Kes selaku
pembimbing metodologi penelitian yang telah dengan sabar membimbing,
mengarahkan, memberikan masukan dan ilmu serta waktunya dari awal
hingga akhir proses penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Ketua TKP PPDS I Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr.dr.Elmeida Effendy,M.Ked.K.J.Sp.K.J(K), selaku Ketua Program
Studi Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK-USU, guru dan
pembimbing penulis dalam penyusunan tesis akhir ini, yang penuh
kesabaran dan ketelitian membimbing dan memberikan masukan-
masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis akhir
ini.
2
3. Prof.dr. Bahagia Loebis, Sp.K.J(K), selaku pembimbing serta guru
penulis yang penuh kesabaran membimbing, memberikan
pengarahan, masukan-masukan dan memberikan literature-
literature yang sangat berharga bagi penulis sehingga tesis akhir ini
dapat diselesaikan.
4. dr.H.Harun Thaher Parinduri Sp.K.J(K), selaku pembimbing serta
guru penulis, yang banyak memberikan pengarahan, masukan-
masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis
akhir ini.
5. Prof.dr.H.M. Joesoef Simbolon Sp.K.J(K), selaku guru penulis,
yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
6. Alm. dr.H. Syamsir BS, Sp.K.J(K), selaku guru penulis yang
banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis.
7. dr.Raharjo Suparto, Sp. K.J, selaku guru penulis yang banyak
memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis akhir ini.
8. dr. Vita Camellia,M.Ked.K.J.Sp.K.J, selaku Sekretaris departemen
Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU, pembimbing dan guru penulis yang
banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis
dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
9. dr. M. Surya Husada,M.Ked.K.J.Sp.K.J, selaku Sekertaris Program
Studi Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK-USU dan guru penulis
yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada
penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis akhir ini.
10. dr. Mustafa M.Amin,M.Ked.K.J,M.Sc,SpKJ(K), selaku guru penulis
yang banyak memberikan bimbingan dan masukan-masukan
berharga bagi penulis dalam penyelesaian tesis akhir ini.
11. dr. Dapot P.Gultom, Sp.K.J, M.Kes selaku guru penulis yang
banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis
dalam menyelesaikan tesis akhir ini.
3
12. dr. Vera Marpaung, Sp.K.J, M.Kes selaku guru penulis yang banyak
memberikan masukan-masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis akhir ini.
13. Alm.dr.Herlina Ginting Sp.K.J, selaku guru peneulis yang banyak
memberikan masukan- masukan berharga kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis akhir ini.
14. dr.Mawar Gloria Tarigan, Sp.K.J, selaku guru yang banyak
memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis akhir ini.
15. dr.Juskitar, Sp. K.J, selaku guru penulis yang banyak memberikan
masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan
tesis akhir ini.
16. dr. Freddy S. Nainggolan, Sp.K.J, selaku guru penulis yang banyak
memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis akhir ini.
17. dr. Machnizar Sentari, Sp. K.J, selaku guru penulis yang banyak
memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis akhir ini.
18. dr. Donald F. Sitompul, Sp.K.J, dr.Rosminta Girsang, Sp.K.J, dr.
Artina R. Ginting, Sp.K.J, Alm.dr.Hj. Sulastri Effendi, Sp.K.J, dr.
Mariati, Sp.K.J, dr. Evawati Siahaan, Sp.K.J, dr. Paskawani
Siregar, Sp.K.J, dr. Citra J. Tarigan, Sp.K.J, dr. Adhayani Lubis,
Sp.K.J, dr. Yusak P. Simanjuntak, Sp.K.J, dr. Juwita Saragih,
Sp.K.J, dr. Evalina Perangin-angin, Sp.K.J, dr. Friedrich Lupini,
Sp.K.J, dr. Rudyhard E. Hutagalung, Sp.K.J, dr. Laila S. Sari,
Sp.KJ, dr. Victor E. Pinem, Sp.KJ, dr. Siti Nurul Hidayati, Sp.KJ, dr.
Lailan Sapinah Sp.K.J, dr. Silvy Agustina, Sp.K.J, dr. Ira Aini Dania,
M.Ked.K.J, Sp.K.J, dr. Mila Astari Harahap, M.Ked.K.J, Sp.K.J,
dr.Baginda Harahap, M.Ked.K.J, Sp.K.J, dr. Ricky Wijaya Tarigan,
M.Ked.K.J, Sp.K.J, dr. Hanip Fahri, M.Ked.K.J, SpKJ, dr. Lenni C.
Sihite, M.Ked.K.J, SpKJ, dr.Superida Ginting Suka,M.Ked KJ,
SpKJ,dr. Andreas Xaverio Bangun,M.Ked.K.J, SpKJ, dr. Dian
4
Budianti Amalina, M.Ked.K.J, SpKJ, dr.Duma M. Ratnawati
M.Ked.K.J, SpKJ, dr.Nanda Sari Nuralita, M.Ked.K.J, SpKJ, dr.
Wijaya Taufik Tidji, M.Ked.K.J, SpKJ, dr. Ferdinan Leo Sianturi,
M.Ked.KJ, dr. Saulina D. Simanjuntak, M.Ked.K.J, dr. Nauli Aulia
Lubis, M.Ked.KJ, sebagai senior yang banyak memberikan
bimbingan, dorongan dan semangat kepada penulis dalam
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran
Jiwa.
19. Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan, direktur RSU dr. Pirngadi
Medan, Direktur RS Tembakau Deli Medan atas izin , kesempatan
dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk belajar dan
bekerja selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Kedokteran Jiwa.
20. KA.Biddokes Polda Sumut dan KA.Rumkit Bhayangkara Polda
Sumut Medan yang telah memberikan izin, kesempatan, fasilitas
dan masukan-masukan yang sangat berharga kepada penulis
selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu
Kedokteran Jiwa.
21. Prof.dr. Hj. Habibah Hanum Nasution, Sp.PD,K-Psi, selaku Kepala
Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU,
yang telah menerima dan membimbing penulis selama belajar di
stase Divisi Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
22. dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit
Syaraf dan dr. Yuneldi Anwar, SpS(K), selaku Ketua Program Studi
Departemen Ilmu Penyakit Syaraf serta dr. Khairul Surbakti, SpS,
dr.Dina Listyanigrum, SpS, Msi, selaku pembimbing penulis selama
belajar di Departemen Ilmu Penyakit Syaraf FK USU.
23. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, selaku Kepala Divisi Geriatri
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU dan dr. Pirma Siburian,
Sp.PD-K.Ger, yang telah menerima dan membimbing saya selama
belajar di stase Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK
USU.
5
24. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Psikiatri FK USU : dr. Herny
T.Tambunan, M.Ked.K.J, dr. M. Yusuf Siregar, M.Ked.K.J, dr.
Tiodoris Siregar, M.Ked.K.J, dr. Endang Sutry Rahayu, M.Ked.K.J,
dr. Agussyah Putra, M.Ked.K.J, dr. Rini Gusya Liza, M.Ked.K.J, dr.
Gusri Girsang, M.Ked.K.J, dr.Dessy Mawar Zalia, M.Ked.K.J, dr.
Dessy Wahyuni, M.Ked.K.J, dr.Susiati, M.Ked.K.J, dr. Annisa
Fransiska, M.Ked.K.J, dr. Ritha Mariati ,M.Ked.K.J, dr. Reni
Fransiska Barus, M.Ked.K.J, dr. Nining Gilang Sari, M.Ked.K.J,
dr.Nazli Mahdinasari Nasution, M.Ked.K.J, dr. Rosa Yunilda ,
M.Ked.K.J, dr. Arsusi, dr. Andi Syahputra Siregar, dr. Poltak
Jeremias Sirait ,M.Ked.K.J, M.Kes, dr. Muhammad Affandy, dr.
Manahap Pardosi ,dr. Novi Prasanti, dr. Endah Tri Lestari,
M.Ked.K.J, dr. Deasy Hendriati, M.Ked.K.J, dr. Rona Hanani
Simamora, dr.Novita Linda Akbar, dr. Trisna Marni, dr. Catherine
Chong, dr. Cindy, dr. Friska Gurning, dr. Andrew, dr. Suniaty, dr.
Dahlia Rosally Turangan, dr. Nurul Utami, dr. Franky Hadinata
Sitepu, dr. Arneil Sitepu, dr. Roslinda Damanik, dr. Anastasia
Venny Sipayung, dr. Yusuf Wibisono, yang memberikan masukan
berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis baik dalam
pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan
dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis
menyelesaikan master referat ini dan selama penulis mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
25. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis
pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini, serta
berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.
26. Teman-teman layanan digital perpustakaan USU, Evi Yulifimar
S.Sos, Dian Hartati S.Sos, M.Salim A.Md, Hery Satria Nasution
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas selama
mengikuti pendidikan spesialis.
6
27. Buat kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan cintai, Alm.
H. B. Rangkuti dan Ibu Hj. N. Nasution, yang telah dengan susah
payah membesarkan, mendidik, memberi rasa aman, cinta dan doa
restu kepada penulis selama ini. Demikian juga kepada abang dan
adik : Kel. Letkol. Inf. Abd. Razak Rangkuti / Eka Fainulliza, SP,
Kel. Insan Kamil Rangkuti, SE / Azlina Soraya Lubis, Amd, Kel.
Khairunnisa Rangkuti, SH / M. Ilham, SH, atas dorongan semangat
dan doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialis.
28. Buat kedua mertua saya yang sangat penulis hormati dan cintai:
Bapak Alm. H. Diapari Siregar dan Alm. Hj. Siti Amijah Ritonga,
buat abang dan kakak ipar yang penulis hormati dan sayangi, Kel.
M. Nasrun Siregar, Kel. Alm. Ibrahim Siregar, Kel. Dra. Netty
Daurlina Siregar, Drs. Ikhwanul Arifin Siregar, dan Kel. Elida Soraya
Siregar kepada seluruh keponakan-keponakan saya yang telah
banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama
mengikuti pendidikan spesialis.
29. Buat suamiku tercinta : Letkol. Laut (KH), Drs. Ridwan Efendi
Siregar, tiada kata yang terindah yang dapat saya ucapkan selain
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang,
yang telah memberikan saya seorang suami yang baik dan sangat
pengertian, terimakasih atas segala doa, dukungan, dorongan
semangat, kesabaran dan pengorbanan atas waktu dan material
yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan
pendidikan ini.
30. Buat kedua buah hati penulis yang tersayang : Nashwa Ismi
Siregar, Ghania Fayyaza Siregar, terimakasih atas doa dan
dukungan, kesabaran dan kesempatan yang tidak dapat dihabiskan
bersama-sama kalian dalam suka cita dan keriangan selama
penulis menjalani pendidikan spesialisasi dan menyelesaikan
laporan kasus akhir ini.
Akhirnya penulis hanya mampu berdoa dan bermohon semoga
Tuhan yang memberikan rahmat-Nya kepada seluruh keluarga,
7
sahabat dan handaitolan yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah
banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya
ucapkan terimakasih.
8
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan ………………………………………………………. i
Pernyataan ………………………………………………………………….. ii
Ucapan terima kasih ……………………………………………………….. iii
Daftar isi ……………………………………………………………………. x
Daftar Tabel ........................................................................................ xii
Daftar Gambar .................................................................................... xiii
Daftar Lampiran .................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
I.1. Latar Belakang ................................................................... 1
I.2. Perumusan Masalah ........................................................... 5
I.3. Hipotesis ............................................................................ 5
I.4. Tujuan Penelitian ................................................................ 5
I.4.1. Tujuan Umum ........................................................... 5
I.4.2. Tujuan Khusus .......................................................... 5
I.5. Manfaat Penelitian .............................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 7
II.1. Skizofrenia ....................................................................... 7
II.2. Pengasuh dalam keluarga .......................................... 8
II.3. Stigma ........................................................................ 8
II.4. Pengaruh expressed emotion keluarga terhadap
pasien skizofrenik.............................................................. 11
II.5. Hubungan antara stigma dengan expressed emotion
pada pasien skizofrenik .................................................... 13
II.6. Family Questionnaire (FQ) ................................................ 14
II.7. Family Interview Scale / Stigma Items (SI)
dari Schedule for Clinical Assessment in
Neuro Psychiatry (SCAN) ................................................... 16
II.8. Kerangka Teori ................................................................... 17
II.9. Kerangka Konsep ............................................................... 18
9
BAB III. METODE PENELITIAN............................................................ 19
III.1. Desain Penelitian ..................................................... ........ 19
III.2. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 19
III.3. Populasi dan sampel Penelitian ....................................... 19
III.4. Besar Sampel .................................................................. 20
III.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .............................................. 21
III.6. Persetujuan setelah penjelasan / Inform Consent ............. 21
III.7. Etika Penelitian ................................................................... 21
III.8. Cara Kerja ......................................................................... 22
III.9. Kerangka operasional .................................................... 23
III.10. Idetitifikasi Variabel . ............................................... ... 24
III.11. Definisi Operasional.......................................................... 24
III.12. Analisis dan Analisa Data ............................................... 25
BAB IV. HASIL PENELITIAN ................................................... 27
BAB V. PEMBAHASAN ................................................................ 36
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 41
VI.1. Kesimpulan ............................................................. ....... 41
VI.2. Saran ....................................................................... ...... 42
DAFTAR RUJUKAN ...................................................................... ...... 43
DAFTAR LAMPIRAN
10
DAFTAR TABEL
Tabel 4.2 Stigma Items pada keluarga pasien skizofrenik ........ ........... 28
11
DAFTAR GAMBAR
12
DAFTAR LAMPIRAN
13
DAFTAR SINGKATAN dan LAMBANG
14
ABSTRAK
15
ABSTRACT
16
BAB I. PENDAHULUAN
17
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan seseorang. Hingga saat ini penanganan pasien
ini masih belum memuaskan. Hal ini terutama terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang, penyebabnya antara lain masih terdapatnya
stigma dalam keluarga dan masyarakat. Pasien skizofrenia banyak yang
mengalami perlakuan diskriminatif, isolasi sosial dan keterbatasan
aktivitas.6
Dampak dari skizofrenia bagi individu yang terkena, keluarga, dan
masyarakat pada umumnya adalah sangat besar. Beban keluarga di
antaranya hilangnya produktivitas keluarga, gangguan ritme aktivitas
keluarga, stigma yang dibebankan masyarakat pada keluarga dan pasien.
Stigma ini kadangkala menimbulkan reaksi emosional keluarga yang
merawat pasien skizofrenik dapat memperburuk komunikasi antar anggota
keluarga yang pada akhirnya meningkatkan expressed emotion keluarga
pasien. Sebuah penelitian yang dilakukan di Malaysia tahun 2010,
menyatakan bahwa 80% dari caregiver yang menyediakan perawatan
rutin merasa terbeban hubungannya dengan keluarga, 71% melaporkan
sering terjadi ketegangan komunikasi di antara anggota keluarga. Stigma
terhadap gangguan mental tersebut seringkali merupakan barrier besar.
Keluarga yang memiliki anggota dengan gangguan mental sering
mengalami berbagai emosi seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa marah,
frustasi, rasa malu, dan perasaan tidak berguna. Stigma terhadap
penderita juga kerap membuat keluarga menyembunyikan anggota
keluarga tersebut, atau bahkan mengasingkan mereka. 7
Di Indonesia belum ada angka prevalensi yang pasti tentang
stigmatisasi, namun berdasarkan data masih banyak keluarga dan
masyarakat yang menganggap skizofrenia sebagai penyakit yang
memalukan dan membawa aib bagi keluarga. Keberadaan pasien di
masyarakat dianggap sering meresahkan, dengan perilaku yang
cenderung mengakibatkan tindak kekerasan dan mengganggu tetangga.6
Penelitian yang dilakukan di Etiopia memperlihatkan 75%
responden mengalami stigma akibat adanya anggota keluarga yang
18
menderita skizofrenia. Penelitian tersebut juga memperlihatkan 42%
responden gelisah akibat diperlakukan berbeda. Masyarakat Etiopia
sendiri sangat percaya bahwa skizofrenia terjadi akibat dirasuki oleh roh
jahat atau roh nenek moyang.6,8 Sitgmatisasi juga terjadi di Hongkong,
dimana pasien gangguan jiwa sering disalahartikan, mereka dianggap
suka kekerasan, bunuh diri, tidak dapat diterka dan tidak mampu membuat
keputusan rasional. Pearson tahun 1998 melaporkan, hasil penelitiannya
di Cina menunjukkan bahwa stigma sangat tinggi di Negara tersebut,
terlihat 80% orang yang menderita gangguan jiwa tidak mendapat
pengobatan. Sing Lee pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitiannya di
Jepang bahwa pada masyarakat tersebut juga memperlihatkan
stigmatisasi yang kuat terhadap skizofrenia.6
Pada onset awal skizofrenia, anggota keluarga dari penderita
gangguan ini sering mengalami reaksi syok, distress, penolakan,
kemarahan atau ketakutan. Diagnosis awal dapat menjadi dampak besar
pada anggota keluarga karena mereka sadar akan stigma dan pandangan
negatif yang akan melekat pada mereka. Keluarga juga mungkin
menyadari kemungkinan bahwa skizofrenia dapat mengubah kehidupan
mereka yang menderita penyakit itu. Suatu studi telah menunjukkan
bahwa proporsi yang signifikan dari pasien skizofrenia yang kembali ke
rumah keluarga. Keluarga-keluarga ini selalu melanjutkan perawatan ini
dan dukungan dari mereka sangat penting, walaupun pasien yang tidak
tinggal dengan keluarga mereka. Anggota keluarga dapat menjadi sumber
penting dari umpan balik untuk individu dengan skizofrenia. Faktor sosial
dan lingkungan seperti stigma, beban perawatan dan expressed emotion
diantara anggota keluarga akan berdampak pada pasien dan ini menjadi
dasar keberhasilan mereka ketika dirawat jalan. Intinya, hubungan
keluarga tetap penting dimana keluarga dapat menjadi efek negatif atau
positif untuk kesejahteraan penderita dengan skizofrenia, tergantung pada
kualitas hubungan.9
Pasien skizofrenik yang dirawat inap, yang kembali pada
lingkungan keluarga yang ditandai dengan tingginya tingkat kritikan,
19
keterlibatan emosional yang berlebihan, atau permusuhan (disebut
sebagai expressed emotion yang tinggi) lebih cenderung mengalami
kekambuhan dibandingkan dengan pasien skizofrenik yang kembali pada
keluarga yang ditandai dengan expressed emotion yang rendah.5,10,11
Ekspresi ditetapkan sebagai pengukuran empiris yang dapat dipercaya
sebagai beberapa aspek emosional kehidupan keluarga. Konsep
expressed emotion didasarkan pada bagaimana keluarga pasien psikiatri
secara spontan berbicara tentang pasien. Dalam dekade terakhir, studi
tentang expressed emotion telah dilakukan pada berbagai sampel pasien,
dan status ekspresi emosi pada umumnya telah terbukti menjadi prediktor
yang baik bagi kekambuhan gangguan psikiatri. Misalnya, risiko terjadinya
kekambuhan pada pasien skizofrenik setelah dirawat pada keluarga yang
memiliki expressed emotion yang tinggi dua kali lebih besar dibandingkan
pada pasien dengan expressed emotion keluarga yang rendah.11
Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa expressed emotion
memprediksikan hasil antara pasien dengan skizofrenia. Para peneliti
Inggris melaporkan bahwa gaya keluarga tertentu dikarakteristikkan
dengan tingginya pengaruh expressed emotion pada perjalanan penyakit
skizofrenia. Expressed emotion tinggi, menurut para penulis ini,
menyebabkan peningkatan probabilitas eksaserbasi gejala atau
kekambuhan. Intervensi keluarga dengan fokus pada expressed emotion
telah menunjukkan dampak positif pada perjalanan penyakit skizofrenia.
Mengingat bahwa penelitian stres relatif sebagai konsekuensi dari
penyakit, masalah dan beban hidup dengan penderita skizofrenia yang
cukup besar, penelitian masalah kerabat sendiri masih terbatas.9
Pada penelitian Michael dan kawan-kawan di Cina pada tahun
2002 menunjukkan bahwa anggota keluarga dengan stigma sedang
sampai berat efeknya terhadap kehidupan pasien diatas 3 bulan sebanyak
60% responden, dan pada kehidupan dari anggota keluarga 28% dari
responden. Efek stigma pada pasien dan anggota keluarga signifikan lebih
besar jika responden dengan expressed emotion pada tingkat yang
tinggi.12
20
Saat ini di Sumatera Utara belum pernah ada yang melakukan
penelitian tentang stigma keluarga terhadap anggota keluarga yang
keluarganya menderita skizofrenia.
Berdasarkan hal tersebut maka melalui penelitian ini ingin diketahui
apakah terdapat hubungan antara stigma dengan expressed emotion
pada keluarga pasien skizofrenik yang datang berobat jalan pada di BLUD
RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Propinsi Sumatera Utara, yang pada akhirnya
diharapkan dapat memberikan informasi terhadap klinisi dan keluarga
pasien skizofrenik.
I.3. Hipotesis
Terdapat hubungan antara stigma dengan expressed emotion pada
keluarga pasien skizofrenik
21
5. Untuk mengetahui perbandingan dimensi expressed emotion
berdasarkan karakteristik demografik pada keluarga yang
mengalami stigma.
6. Untuk mengetahui perbedaan Critical comment (CC) berdasarkan
karakteristik demografik pada stigma ringan
7. Perbedaan Critical comment (CC) berdasarkan karakteristik
demografik pada stigma berat
8. Untuk mengetahui perbedaan Emotional Over Involvement (EOI)
berdasarkan karakteristik demografik pada stigma berat
9. Untuk mengetahui perbedaan Emotional Over Involvement (EOI)
berdasarkan karakteristik demografik pada stigma ringan.
2. Bidang penelitian
Hasil studi ini juga dapat dilanjutkan untuk bahan studi selanjutnya
yang sejenis atau penelitian ini dijadikan sebagai bahan acuan.
22
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Skizofrenia
Skizofrenia didefinisikan sebagai abnormalitas pada satu atau lebih
dari lima domain berikut: waham, halusinasi, pikiran yang kacau
(berbicara), perilaku yang abnormal atau sangat tidak teratur (termasuk
katatonia), dan simtom negatif. Skizofrenia berlangsung selama minimal 6
bulan dan mencakup setidaknya 1 bulan dari simtom fase aktif.13
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling berat. Risiko seumur
hidup sekitar 0,5-1%, dan karena onsetnya dini dan kecenderungan untuk
kronik menyebabkan prevalensi penyakit ini relative tinggi.
Ketidakmampuan terutama disebabkan gejala negatif dan defisit kognitif,
yang merupakan gambaran yang memiliki dampak yang lebih besar pada
fungsi jangka panjang dibandingkan dari delusi dan halusinasi yang
dramatis serta sering menyebabkan kekambuhan. Dampak sosial dan
ekonomi dari penyakit tersebut cukup besar, dan dampak pada penderita
dan keluarga mereka cukup buruk.14
Prevalensi skizofrenia adalah sama pada laki-laki dan perempuan.
Tetapi, awitan dan perjalanan penyakit berbeda berdasarkan jenis
kelamin. Awitan terjadi lebih cepat pada laki-laki daripada perempuan.
Lebih dari setengah dari semua pasien skizofrenik laki-laki, tetapi hanya
sepertiga dari semua pasien skizofrenik perempuan, yang pertama kali
dirawat di rumah sakit jiwa sebelum usia 25 tahun. Usia puncak awitan
adalah 10 sampai 25 tahun untuk laki-laki, dan 25 sampai 35 tahun untuk
perempuan. Awitan skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau setelah usia
60 tahun sangatlah jarang. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa laki-
laki lebih cenderung mengalami gangguan gejala negatif daripada
perempuan, dan perempuan lebih cenderung memiliki fungsi sosial yang
lebih baik dibandingkan laki-laki. Secara umum, hasil akhir terhadap
pasien skizofrenik perempuan lebih baik daripada pasien skizofrenik laki-
laki. Ketika awitan terjadi setelah usia 45 tahun, gangguan ini disebut
sebagai awitan lambat.2 Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia
23
adalah 0.3-1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun
ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah mengalami skizofrenia.15
II.3. Stigma
Kata stigma berasal dari bahasa Inggris yang artinya label atau
tanda. Dalam kaitannya dengan skizofrenia, yang dimaksud dengan
stigma adalah label dari masyarakat yang memandang negatif penyakit
skizofrenia. Mereka menganggap apabila salah seorang anggota
keluarganya menderita skizofrenia, hal ini merupakan aib bagi keluarga.
Seringkali keberadaan pasien skizofrenik sering dirahasiakan dan
disembunyikan, bahkan dikucilkan dan tidak dibawa berobat ke dokter.
Pada beberapa daerah di Indonesia, sebagian pasien skizofrenik bahkan
sampai dipasung. Selain dari hal tersebut, sebagian keluarga dan
masyarakat masih menganggap bahwa skizofrenia merupakan gangguan
24
atau penyakit yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak rasional atau
supranatural. Sebagai contoh, ada anggapan bahwa orang yang
menderita skizofrenia ini dianggap sebagai orang gila yang disebabkan
oleh guna-guna, teluh, kemasukan setan, kemasukan roh jahat,
melanggar larangan atau tabu dan lain-lain.6
Keluarga dari pasien skizofrenik mengalami pengalaman negatif
oleh efek dari stigma yang terkait dengan penyakit mental. Dalam
masyarakat kita, penyakit mental kadang-kadang ditafsirkan sebagai
tanda kelemahan. Beberapa orang masih percaya skizofrenia disebabkan
oleh pengasuhan anak yang buruk dan merupakan kesalahan keluarga.
Lainnya berfikir bahwa sakit mental hanya perlu untuk “mendapatkan
lebih” dan melanjutkan hidup mereka. Ini sangat sulit bagi seseorang yang
peduli pada penderita skizofrenia. Penyakit mental berbeda dari penyakit
fisik. Ketika anda melihat orang-orang yang sakit secara fisik, anda akan
menawarkan untuk membantu mereka dengan membuka pintu atau
membawa belanjaan mereka. Anda berasumsi bahwa penyakit mereka
bukan karena kesalahan mereka. Penyakit mental, terutama skizofrenia,
biasanya akan menjadi jelas bagi orang lain karena seseorang bertindak
“ganjil”. Bukannya mencoba untuk membantu, kebanyakan orang malah
menjaga jarak dan ingin mengabaikan orang dengan skizofrenia.
Akibatnya, perawat penderita skizofrenia dapat diasingkan dan dibuat
merasa bersalah dan sendirian.16
Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma skizofrenia, yaitu:6
1. Sikap keluarga dan masyarakat yang menghindar
Kebanyakan orang tidak bias menerima penyimpangan perilaku seperti
tertawa dan bicara tanpa sebab, mengumpulkan benda-benda aneh.
Penyimpangan persepsi dan pikir seperti halusinasi, depersonalisasi,
derealisasi, waham. Penyimpangan emosi seperti marah tanpa sebab,
labil, apatis, dan sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan seperti ini
dianggap aneh dan label negatif serta tidak dianggap sebagai tanda atau
gejala suatu penyakit. Masyarakat umumnya baru melihat penyimpangan
fisik sebagai penyakit.
25
2. Kekambuhan
Sering terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia yang
diakibatkan oleh ketidakteraturan berobat menyebabkan masyarakat
mempunyai anggapan bahwa skizofrenia memang tidak dapat
disembuhkan, sehingga sekali orang melabelnya maka seterusnya label
tersebut melekat. Mereka beranggapan bahwa pasien skizofrenia
memang tidak perlu dibawa ke rumah sakit untuk diobati karena akan sia-
sia padahal untuk berobat memerlukan biaya yang besar.
3. Aktivitas pasien
Pasien skizofrenik sering mengalami permasalahan yang mengganggu
hidupnya, diantaranya :
- Aktivitas hidup sehari-hari (activity daily living)
- Hubungan interpersonal
- Harga diri yang rendah
- Motivasi
4. Faktor budaya
Masalah stigma terhadap mereka yang menderita skizofrenia
sebenarnya adalah sangat umum, dan sudah lama diakui mempengaruhi
pengobatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lee pada tahun
2002, tentang stigma skizofrenia dan problem antar kebudayaan pada
Negara Timur, ditemukan kenyataan bahwa pasien skizofrenik masih
banyak yang tidak mendapatkan perawatan formal karena mahalnya biaya
perawatan. Banyak diantaranya dirantai di tiang listrik di jalanan, di
kandangkan, dipukul bahkan pada lokakarya Asia Pasifik yang ke-III di
Thailand tahun 2001 dikatakan bahwa di sebuah pulau di Asia pasien
skizofrenik dilemparkan dari rumah dengan harapan akan dimakan
harimau.
Indonesia sebagai Negara kepulauan dan beragam kebudayaan,
ternyata di beberapa daerah stigma sangat kuat sehingga pasien sering
dikucilkan, dikandangkan, dipasung atau dibawa berobat ke dukun dan
paranormal. Daerah lain seperti Bali, ternyata stigma skizofrenia ini
berbeda, karena masyarakat di Bali punya pandngan yang bias dianggap
26
proporsional terhadap terminilogi “gila”. Kreatifitas berkesenian malahan
lebih banyak dilihat dari aspek kegilaannya, yang secara fisik sering dilihat
sebagai sosok yang eksentrik, berambut gondrong, pakaian sengaja
dibuat compang-camping, mengenakan aksesoris sebanyak-banyaknya
dan tingkah laku aneh yang lain dari orang kebanyakan dan lain-lain.
5. Faktor edukasi
Faktor edukasi sangat berpengaruh terhadap keberadaan stigma.
Ketidaktahuan masyarakat tentang skizofrenia menyebabkan menetapnya
stigma. Anggapan bahwa penyebab skizofrenia adalah adanya kekuatan
supranatural sehingga menyebabkan kesulitan untuk menerima
pengobatan modern di Etiopia. Di Cina akibat ketidaktahuan juga
menyebabkan pasien skizofrenik sering dikucilkan, dikandangkan,
dipasung dan di diskriminasi. Kurangnya edukasi dan informasi
menyebabkan keluarga tidak memahami perilaku pasien baik gejala positif
atau gejala negatif dan sering mengakibatkan lamanya penderita dibawa
ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai. Namun
sebaliknya, pemberian edukasi seperti di Canada terbukti menurunkan
tingkat stigma.
27
dalam sebuah wawancara yang dilakukan selama pasien di rawat di
rumah sakit jiwa.17
Expressed emotion merupakan pengukuran dari sikap keluarga
terhadap pasien psikotik dan juga terhadap emosional lingkungan dari
keseluruhan pasien. Konsep expressed emotion diperkenalkan pada studi
yang dilakukan oleh Brown dan kawan-kawan, dimana expressed emotion
terbukti memiliki pengaruh pada kekambuhan pasien skizofrenik. Nilai
prediktif expressed emotion dikonfirmasikan dalam studi replikasi
dilakukan oleh Vaughn dan Leff. Beberapa respons emosi negatif
diungkapkan oleh keluarga, seperti permusuhan, kritikan dan keterlibatan
emosional yang berlebihan, yang mendalam pada kasus penyakit mental
yang disebabkan stigma sosial dan prilaku psikotik yang tidak terduga,
secara signifikan berhubungan dengan kekambuhan pada pasien
psikotik.17
Sejumlah penelitian telah dilakukan yang melibatkan tidak hanya
pasien skizofrenik tetapi juga pasien dengan bentuk-bentuk psikosis,
seperti gangguan afektif dan gangguan makan. Expressed emotion yang
tinggi merupakan faktor risiko untuk kekambuhan dalam berbagai kondisi
psikopatologis.18
Expressed emotion ditetapkan sebagai pengukuran empiris yang
dapat dipercaya sebagai beberapa aspek emosional kehidupan keluarga.
Konsep expressed emotion didasarkan pada bagaimana keluarga pasien
psikiatri secara spontan berbicara tentang pasien. Keluarga
diklasifikasikan memiliki expressed emotion yang tinggi jika mereka
memberikan komentar kritis lebih dari jumlah ambang yang ditentukan
atau menunjukkan adanya tanda-tanda permusuhan atau ditandai
keterlibatan emosional yang berlebihan.10,11 Dalam dekade terakhir, studi
tentang expressed emotion telah dilakukan pada berbagai sampel pasien,
dan status expressed emotion pada umumnya telah terbukti menjadi
mempercepat kekambuhan gangguan psikiatri. Misalnya, risiko terjadinya
kekambuhan pada pasien skizofrenia setelah dirawat pada keluarga yang
memiliki expressed emotion yang tinggi dua kali lebih besar dibandingkan
28
pada pasien dengan expressed emotion keluarga yang rendah.11,19 Selain
itu, penelitian yang dilakukan oleh Solomon dan kawan-kawan pada tahun
2010 menunjukkan bahwa expressed emotion yang tinggi berhubungan
dengan sikap pasien terhadap kepatuhan pengobatan dan kontak sosial.10
Penelitian yang luas terhadap expressed emotion telah mampu
menunjukkan dengan baik bahwa fenomena ini sebagai prediktor yang
handal dan kuat terhadap berbagai kekambuhan gangguan yang
bervariasi selain skizofrenia, termasuk gangguan mood, gangguan makan,
alkohol, depresi, serta penyakit fisik. Bagaimanapun juga, sedikitnya
pemahaman tentang mekanisme dan proses ini mempunyai hubungan
yang konsisten antara expressed emotion dan kekambuhan. Penelitian
telah memberikan beberapa bukti dimana expressed emotion merupakan
cerminan dari pola perilaku transaksional antara pasien dan gaya koping
keluarga, dan menunjukkan hubungan dua arah.10 Sebuah tinjauan pada
13 studi baru-baru ini yang meneliti hubungan antara expressed emotion
dan atribusi dari pengasuh tentang perilaku pasien mendukung
kesimpulan bahwa keyakinan pengasuh memainkan peran penting dalam
proses kekambuhan dalam cara yang bervariasi. Oleh karena itu,
informasi yang valid dari pendapat tersebut tampaknya penting untuk
mengembangkan intervensi edukasi keluarga tentang seluk beluk dan
kesukaran terhadap pengasuhan skizofrenia yang disesuaikan dengan
kebutuhan mereka secara spesifik.19
29
Stigma, sebagai sikap sosial yang negatif diarahkan terhadap
individu dan keluarga, mungkin hubungan stres lebih lanjut dalam sistem
keluarga dan dengan demikian memperbesar tingginya tingkat expressed
emotion yang diungkapkan oleh keluarga. Sebaliknya, tingkat expressed
emotion anggota keluarga dapat mempengaruhi persepsi dan respon
mereka terhadap stigma dan diskriminasi. Misalnya, kerabat dengan
rendahnya expressed emotion, yang tidak terlalu cemas dalam respon
mereka terhadap penyakit pasien, mungkin cenderung memandang
stigma dengan cara yang kurang mengancam dan berbahaya bagi pasien
atau keluarga; kerabat dengan expressed emotion yang tinggi, yang
menanggapi penyakit pasien dengan cara yang sangat cemas dan
takut,mungkin akan mengalami stigma yang lebih akut.
Temuan yang paling luar biasa dari studi ini adalah hubungan
yang sangat kuat antara expressed emotion tinggi dan laporan efek dari
stigma pada keduanya yaitu pasien dan keluarga. Setelah mengontrol
untuk berbagai variabel prediktif, tingkat expressed emotion dari
responden tetap menjadi prediktor besar yang paling penting dirasakan
pengaruh stigma terhadap kehidupan pasien dan anggota keluarga
lainnya.
30
dilakukan oleh para ahli klinis yang berpengalaman, disusun berdasarkan
pernyataan anggota keluarga penderita skizofrenia, mengenai interaksi
dan cara bersosialisasi dalam keluarga. Kuesioner ini diperkenalkan
pertama sekali pada tahun 2001 dan terdiri dari 130 pertanyaan,
selanjutnya pada tahun 2002 mengalami pemampatan menjadi 30 butir
dan pada akhirnya versi yang terbaru terdiri dari 20 pertanyaan. Di dalam
FQ terdapat empat pilihan jawaban yang memungkinkan mulai dari tidak
pernah/sangat jarang = 0; jarang = 1; sering = 2; hingga sangat sering= 3.
Nilai titik potong (cut of score) pada FQ adalah 23 (expressed emotion
rendah ≤ 23 < (expressed emotion tinggi).21
Instrumen ini telah divalidasi di Indonesia oleh Nurtantri pada tahun
2005, dimana akurasi pengukuran FQ terhadap seseorang yang
mempunyai expressed emotion tinggi adalah sebesar 94.3%. Sensitivitas
alat ukur ini adalah sebesar 95.5% dengan spesifisitas 93.8%.21
Pengembangan versi akhir FQ terdiri dari 20 butir pertanyaan, yang
mencakup 2 dimensi (domain) yang berbeda dari expressed emotion
keluarga pasien skizofrenik, yaitu: kritik/ critical comments dan keterlibatan
emosional yang berlebihan/ emotional over involvement. Critical
comments didasari oleh isi dan/atau intonasi suara. Kata-kata yang
menyatakan kritik apabila keluarga tidak menyukai, tidak menyetujui atau
sikap/ perilaku yang menampakkan kemarahan. Emotional over
involvement didasari oleh terdapatnya respons emosional yang berlebihan
terhadap penyakit pasien, ditandai dengan pengorbanan diri yang tidak
biasa dan perilaku sayang/ setia yang berlebihan, atau memberikan
perlindungan yang sangat berlebihan. Hasil dari analisis faktor
menunjukkan 2 underlying construct dari ke 20 butir pertanyaan FQ.
Faktor ke-1 mempunyai korelasi yang kuat pada butir-butir pertanyaan 3,
5, 9, 13, 17, dan 19, yang sesuai dengan butir pertanyaan pada komponen
EOI. Faktor ke-2 mempunyai korelasi yang kuat pada butir-butir
pertanyaan 2, 4, 12, dan 16 yang sesuai dengan butir pertanyaan pada
komponen CC.
31
II.7. Family Interview Scale / Stigma Items (SI) dari Schedule for
Clinical Assessment in Neuro Psychiatry (SCAN)
32
II.8. Kerangka Teori
• Expressed Emotion
• Sikap keluarga dan
masyarakat
• Kekambuhan Stigma
• Aktifitas pasien
• Faktor budaya
• Edukasi
33
II.9. Kerangka Konsep
Pasien
skizofrenik
Keluarga
pasien skizofrenik
34
BAB III. METODE PENELITIAN
35
III.4. Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah:23
2
𝑧𝑧𝑧𝑧 �2𝑃𝑃𝑃𝑃+ 𝑧𝑧𝑧𝑧 �𝑃𝑃1𝑄𝑄1+ 𝑃𝑃2𝑄𝑄2
n1 = n2 = � �
𝑃𝑃1−𝑃𝑃2
2
1,96 √2𝑥𝑥 0,43𝑥𝑥 0,57+0,84 √0,58𝑥𝑥 0,42+0,28 𝑥𝑥 0,72
=� �
0,58−0,28
= 41,5 = 50
Keterangan :
Zα = deviat baku α = 1,96
Zβ = deviat baku β = 0,84
P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya = 28%
= 0,28
Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,28 = 0,72
P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
Peneliti = 58 % = 0,58
Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,58 = 0,42
P1 – P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
= 0,58 – 0,28 = 0,3
P = proporsi total = (P1 + P2 ) / 2 = (0,58 + 0,28) / 2
= 0,43
Q = 1 – P = 1 – 0,43 = 0,57
Kesimpulan :
Perhitungan besar sampel yang memberikan jumlah besar sampel
minimal untuk studi ini masing-masing kelompok 50 subjek, dengan
demikian besar sampel untuk studi ini ditetapkan sebanyak 100 subjek.
36
III.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi :
Anggota keluarga
1. Anggota keluarga yang merawat pasien skizofrenik dan tinggal
serumah dengan pasien dan berinteraksi dengan pasien
sekurang- kurangnya 10 jam perminggu dalam waktu minimal
selama 6 bulan.
2. Berusia antara 18 - 60 tahun
3. Pendidikan minimal SMP
4. Bersedia ikut dalam studi
Pasien skizofrenik :
1. Pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria diagnosis PPDGJ III
2. Telah memasuki fase stabil pengobatan
3. Berusia 20-40 tahun
4. Memiliki kartu BPJS gratis
Kriteria eksklusi :
1. Keluarga pasien skizofrenik yang menderita gangguan psikiatri
2. Keluarga pasien skizofrenik yang memiliki riwayat penyakit
medis yang tidak memungkinkan untuk mengasuh/merawat
pasien skizofrenik (misalnya : stroke, dll)
37
III.8. Cara Kerja
• Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite
Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
• Keluarga pasien dan pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria
inklusi mengisi persetujuan secara tertulis setelah mendapatkan
penjelasan yang terperinci dan jelas, dan bersedia untuk ikut serta
dalam penelitian.
• Selanjutnya keluarga pasien skizofrenik diminta untuk mengisi
kuesioner Stigma Items dari Schedule for clinical Assessment In
Neuro Psychiatry (SI dari SCAN) untuk menilai stigma yang dialami
oleh keluarga yang merawat pasien skizofrenik, kemudian akan
dilanjutkan mengisi kuesioner Family questionnaire untuk menilai
expressed emotion keluarga pasien skizofrenik.
• Pemeriksaan dilakukan secara self report dengan cara mengisi
kuesioner yang diberikan kepada keluarga pasien.
• Setelah semua data terkumpul akan dilakukan pengolahan dan
analisis data serta disajikan dalam bentuk tabel.
38
III.9. Kerangka Operasional
Karakteristik Demografik :
Umur, jenis kelamin, • Keluarga Pasien
Skizofrenik
status perkawinan,
• Pasien Skizofrenik
pekerjaan, pendidikan,
hubungan dengan pasien
Kriteria Kriteria
Inklusi Eksklusi
Keluarga Pasien
Skizofrenik
Informed Consent
Familly Questionnaire
Family Questionnaire
≤ 23
> 23
Analisis data
39
III.10. Identifikasi variabel skizofrenia
Variabel bebas : Stigma keluarga pasien skizofrenik dan karakteristik
demografik
Variabel tergantung : Expressed emotion keluarga yang dinilai dengan
skala FQ
40
akut pengobatan (4-
8 minggu) dan fase
stabilisasi (minimal 6
bulan).
5 Status Dibedakan atas Kuesioner, 1. Menikah Nominal
perkawinan masih dalam ikatan wawancara 2. Tidak menikah
perkawinan
(menikah), dan tidak
dalam ikatan
perkawinan
(janda/duda, atau
tidak menikah)
6 Jenis kelamin laki-laki dan Kuesioner, 1. Laki-laki Nominal
perempuan wawancara 2. Perempuan
7 Umur lamanya hidup sejak Kuesioner, 1. 18-30 Ordinal
lahir yang tahun 2. 31-40
dinyatakan dalam 3. 41-50
satuan tahun. 4. 51-60
8 Tingkat Tingkat pendidikan Kuesioner, 1. SMP Ordinal
pendidikan formal tertinggi yang ijazah 2. SMA
dicapai. 3. Perguruan
Tinggi
9 Anggota keluarga pasien Kuesioner, 1. Ayah kandung Nominal
keluarga skizofrenik yang wawancara 2. Ibu kandung
pasien bertindak sebagai 3. Suami/ Istri
skizofrenik pengasuh, perawat, 4. Saudara
atau pengawas serta kandung
penyedia kebutuhan 5. Anak/ Saudara
bagi anggota lain
keluarganya yang
menderita
skizofrenia.17
41
Statistical Package for Social Sciences (SPSS). Untuk mengetahui
karakteristik sosiodemografik yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
status perkawinan, pekerjaan yang berhubungan dengan stigma pada
keluarga pasien skizofrenik digunakan uji Chi Square. Kriteria untuk
signifikansi ada tidaknya hubungan yang bermakna adalah dengan
menggunakan nilai p < 0,05.22
42
BAB IV. HASIL PENELITIAN
Jenis Kelamin
- Laki-laki 27 27
- Perempuan 73 73
Status Perkawinan
- Kawin 80 80
- Tidak Kawin 20 20
Pekerjaan
- Bekerja 79 79
- Tidak Bekerja 21 21
Pendidikan
- SMP 38 38
- SMA 38 38
- PT 24 24
Hubungan dengan pasien
- Ayah kandung 12 12
- Ibu kandung 34 34
- Suami/ istri 22 22
- Saudara kandung 24 24
- Anak/ Saudara lain 8 8
43
Tabel 4.1. Memperlihatkan bahwa kelompok umur yang paling
banyak adalah pada kelompok umur 51 – 60 tahun sebanyak 59 orang
yaitu 59%, berjenis kelamin perempuan sebanyak 73 orang yaitu 73%,
yang kawin sebanyak 80 orang yaitu 80%, yang bekerja sebanyak 79
orang yaitu 79%, dan tingkat pendidikan SMP dan SMA sebanyak 38
orang yaitu 38%, ibu kandung sebanyak 34 orang yaitu 34%
Ringan 50 50
Berat 50 50
Total 100 100
44
Tabel 4.3. Distribusi karakteristik demografik berdasarkan kelompok
subjek penelitian
4 Pekerjaan : 0,50**
Bekerja 40 (80) 39 (78)
Tidak bekerja 10 (20) 11 (22)
5 Pendidikan : 0,423**
SMP 16 (32) 22 (44)
SMA 20 (40) 18 (36)
PT 14 (28) 10 (20)
45
Pada kelompok jenis kelamin memperlihatkan stigma berat pada
kelompok jenis kelamin laki-laki sebanyak 32 orang yaitu 64%; dan stigma
ringan pada kelompok jenis kelamin perempuan sebanyak 39 yaitu 78%.
46
Tabel 4.4. Expressed emotion pada keluarga pasien skizofrenik
Rendah ( ≤ 23 ) 43 43
Tinggi ( > 23 ) 57 57
47
a. Komponen Expressed Emotion : Critical comment (CC)
48
status perkawinan, pendidikan, status pekerjaan dan hubungan keluarga
dengan pasien.
Tabel. 4.7 Perbedaan Critical comment (CC) berdasarkan
karakteristik demografik pada stigma berat
49
b. Komponen Expressed Emotion : Emotional Over Involvement (EOI)
Tabel. 4.8 Perbedaan Emotional Over Involvement (EOI) berdasarkan
karakteristik demografik pada stigma ringan
Karakteristik demografik Emotional Over Involvement (EOI) p
n Mean SD Median Min-max
Umur 18 - 30 4 6.5 1.732 7 4-8 0.859*
31 - 40 6 6.17 1.329 6 4-8
41 - 50 15 5.87 1.642 6 4-9
51 - 60 25 6.40 2.039 6 1-11
50
EOI berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan
hubungan dengan pasien.
51
BAB V. PEMBAHASAN
52
Lebih dari setengah subjek kawin dan bekerja pada studi ini, yaitu
80 (80%) untuk subjek yang kawin dan 79 (79%) untuk subjek yang
bekerja.
Pada studi didapatkan bahwa paling banyak pada kelompok
dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA sebanyak 38 orang yaitu
38%.Tingkat pendidikan merupakan variabel yang dapat memodulasi
stigma yang dialami oleh keluarga. Dalam studi sebelumnya, pada tingkat
pendidikan yang lebih tinggi memiliki stigma yang lebih ringan daripada
tingkat pendidikan yang lebih rendah. Hal ini dijelaskan oleh fakta
mengenai penyakit skizofrenik dan sumber daya sosial, memungkinkan
mereka untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik bagi pasien
skizofrenik.26
Dalam hal hubungan keluarga yang menjadi pengasuh pasien
pada studi ini lebih banyak ditemukan ibu kandung yaitu 34 (34%). Hal ini
mungkin dikarenakan berkaitannya dengan budaya pola asuh keluarga di
Indonesia. Dimana anak yang belum mandiri, masih menjadi tanggung
jawab orang tua, sampai berapapun umur anak tersebut. 25
Pada studi analisis multivariat oleh Girma dan kawan-kawan
tahun 2014 di Etiopia mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara karakteristik demografik seperti umur, jenis kelamin,
status perkawinan, agama, suku dan pendidikan dengan stigma.8
Studi ini memperlihatkan bahwa expressed emotion pada
keluarga pasien skizofrenik yang memiliki expressed emotion rendah
sebanyak 43 orang yaitu 43% dan yang memiliki expressed emotion tinggi
sebanyak 57 orang yaitu 57%. Studi ini juga sesuai dengan studi yang
dilakukan oleh Nuralita dan kawan-kawan tahun 2015 di Medan, dimana
dijumpai expressed emotion yang tinggi sebanyak 73 orang (73%) pada
keluarga pasien skizofrenik. Expressed emotion yang tinggi juga dijumpai
pada studi yang dilakukan oleh Darwin tahun 2013 di Jakarta, studi Carra
tahun 2012 di Italia, dan studi Aquilera pada tahun 2010 di Amerika,
dimana expressed emotion yang tinggi berhubungan dengan tingkat
53
pengetahuan pengasuh mengenai skizofrenia, dan juga dipengaruhi oleh
sosial budaya setempat.5,9,27
Pada studi ini juga menunjukkan terdapatnya hubungan yang
bermakna antara stigma dengan expressed emotion (p = 0,001). Kekuatan
hubungan/Odd ratio (R) yaitu 40.773 dengan IK 95% (12.022-138.286).
Artinya subjek yang mengalami expressed emotion tinggi 40.773 kali
untuk mengalami stigma berat, atau probabilitas pasien yang mengalami
expressed emotion tinggi akan mengalami stigma berat adalah 46%.
Studi ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Philips dan kawan-
kawan tahun 2002 di China, yang menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara stigma dengan expressed emotion pada keluarga pasien
skizofrenik. Expressed emotion telah dinilai sebagai konstruk primer
terhadap kekambuhan pasien, dan expressed emotion juga berhubungan
dengan kontruks yang lain, contohnya stigma. Stigma yang mengarah
pada sikap sosial yang negatif yang ditujukan terhadap individu dan
keluarga, kemungkinan akan berlanjut pada hubungan yang tertekan di
dalam keluarga dan dengan demikian dapat memperbesar tingkat
expressed emotion di dalam keluarga. Sebaliknya, tingkat expressed
emotion anggota keluarga dapat mempengaruhi persepsi dan respons
mereka terhadap stigma. Dimana kedua hal ini memberikan pengaruh
terhadap peningkatan kepatuhan pengobatan dan hasil akhir pasien
skizofrenik.12 Stigma, sebagai sikap sosial yang negatif diarahkan
terhadap individu dan keluarga, kemungkinan menyebabkan stres lebih
lanjut dalam hubungan keluarga dan dengan demikian memperbesar
tingginya tingkat expressed emotion yang diungkapkan oleh keluarga.12
Pada studi ini memperlihatkan Critical comment (CC) komponen
dari expressed emotion pada stigma ringan didapatkan rata-rata tertinggi
pada umur 51-60 tahun yaitu 3.36±2.039, jenis kelamin perempuan yaitu
3.46±1.519, status perkawinan tidak kawin yaitu 3.73±1.421, pendidikan
SMP yaitu 3.69±2.056, pada yang tidak bekerja 3.40±2.011, dan
hubungan keluarga dengan pasien adalah ayah kandung yaitu
3.75±2.630, namun tidak didapatkan perbedaan bermakna berdasarkan
54
umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, status pekerjaan dan
hubungan keluarga dengan pasien.
Studi ini juga memperlihatkan Critical Comment (CC) komponen
dari expressed emotion pada stigma berat didapatkan rata-rata tertinggi
pada umur 51-60 tahun yaitu 5.68±2.039, jenis kelamin perempuan yaitu
5.94±1.922, status perkawinan kawin yaitu 5.98±1.877, pendidikan SMA
yaitu 5.78±2.102 pada yang tidak bekerja 6±1.549, dan hubungan
keluarga dengan pasien adalah ibu yaitu 6.28±1.674, namun tidak
didapatkan perbedaan bermakna berdasarkan umur, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan, status pekerjaan dan hubungan keluarga dengan
pasien.
Pada studi ini memperlihatkan Emotional Over Involvement (EOI)
komponen dari expressed emotion pada stigma ringan didapatkan rata-
rata tertinggi pada umur 51-60 tahun yaitu 6.40±2.039, jenis kelamin
perempuan yaitu 6.23±2.212, status perkawinan tidak kawin yaitu
6.82±2.442, pendidikan SMP yaitu 7.12±2.604, pada yang tidak bekerja
7.50±2.273, dan hubungan keluarga dengan pasien adalah ibu yaitu
6.94±2.380, didapatkan perbedaan yang bermakna rata-rata EOI
berdasarkan pekerjaan, namun tidak didapatkan perbedaan bermakna
EOI berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan
hubungan dengan pasien.
Studi ini juga memperlihatkan Emotional Over Involvement (EOI)
komponen dari expressed emotion pada stigma berat didapatkan rata-
rata tertinggi pada umur 31-40 tahun yaitu 9.43±2.507, jenis kelamin
perempuan yaitu 10.06±2.752, status perkawinan tidak kawin yaitu
10.67±3.464, pendidikan Perguruan Tinggi yaitu 10.10±3.143, pada yang
tidak bekerja 11.36±3.585, dan hubungan keluarga dengan pasien adalah
saudara kandung yaitu 10.30±2.584, namun tidak didapatkan perbedaan
bermakna EOI berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan dan hubungan dengan pasien.
Keterbatasan dalam studi ini adalah tidak mengukur seberapa
sering kekambuhan pasien, aktifitas pasien, dan adanya edukasi terhadap
55
keluarga dimana hal ini juga dapat memberikan pengaruh terhadap stigma
di dalam keluarga. Tetapi di dalam studi ini mampu menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara stigma dan expressed emotion, dan hubungan
antara stigma dengan faktor demografik, sehingga dengan diketahuinya
stigma yang dialami oleh keluarga ini dapat mengurangi expressed
emotion keluarga guna mencapai keberhasilan terapi dan mencegah
kekambuhan.
56
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
57
dengan pasien adalah ibu kandung, namun tidak terdapat hubungan
bermakna berdasarkan karakteristik demografik.
• EOI pada stigma ringan yang terbanyak terdapat pada umur 51-60
tahun, perempuan, tidak kawin, SMP, tidak bekerja dan hubungan
keluarga dengan pasien adalah ibu kandung. Terdapat perbedaan
bermakna antara EOI berdasarkan pekerjaan, namun tidak terdapat
perbedaan bermakna EOI berdasarkan umur, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan dan hubungan keluarga dengan pasien.
• EOI pada stigma berat yang terbanyak terdapat pada umur 31-40
tahun, perempuan, tidak kawin, PT, tidak bekerja, dan hubungan
keluarga dengan pasien adalah saudara kandung, namun tidak
terdapat perbedaan bermakna berdasarkan karakteristik demografik.
VI.2 Saran
58
DAFTAR RUJUKAN
59
8. Girma E, et al. Self-stigma among caregivers of people with mental
illness: toward caregivers’ empowerment. Journal of Multidisciplinary
Healthcare 2014:7 37-43
9. OLA B A. The influence of burden of care and perceived stigma on
expressed emotions of relatives of stable persons with schizophrenia
in Nigerian semi-urban/urban settings. Master’s Dissertation In
International Mental Health. Universidade Nova de Lisboa. 2013. 1-
144
10. Solomon P, Alexander L, Uhl S. The relationship of case managers’
expressed emotion to clients’ outcomes. Soc Psychiat Epidemiol.
2010; 45:165–174.
11. Bruckner E, Peter H, Rufer M, Bandelow B, Dahme B, Hand I, et al.
Expressed Emotion in the partners of a non-clinical adult sample: a
comparison with relatives of patients with schizophrenia and
depression. German J Psychiatry. 2008; 11: 84-90.
12. Philips M R, Pearson V, Li F, Xu M, Yang L. Stigma and expressed
emotion: a study of people with schizophrenia and their family
members in china. British Journal of Psychiatry (2002), 181, 488-93.
13. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual
of mental disorder, 5 thed. Washington DC: APA Press; 2013.
14. Stefan M, Travis M, Murray RM. Atlas of schizophrenia. 1st ed.
London: The Parthenon Publishing Group; 2002.p.8
15. Amelia DR, Anwar Z. Relapse pada pasien skizofrenia. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan. 2013; 01: 52-64.
16. Veague HB. Psychological disorders: schizophrenia. Collin C ed 1st .
New York: Infobase Publishing, 2007: 75-8
17. Olivares JM, Sermon J, Hemels M, Schreiner A. Definitions and
drivers of relapse in patients with schizophrenia: a systematic literature
review. Annals of General Psychiatry. 2013; 12 (32): 1-11.
18. Murni AR, Oeib TP, Fatimah Y, Asmawati D. Schizophrenia relapse in
Kuala Lumpur, Malaysia: do relatives’ expressed emotion and
personality traits matter? Comprehensive Psychiatry. 2013; 20: 1-10.
60
19. Kurihara T, Kato M, Tsukahara T, Takanoc Y, Reverger R. The low
prevalence of high levels of expressed emotion in Bali. Psychiatry
Research. 2000; 94: 229-38.
20. Chien WT, Chan SW. Further validation of the Chinese version of the
Level of Expressed Emotion Scale for research and clinical use.
International Journal of Nursing Studies. 2010; 47:190–204.
21. Nurtrantri IS. Penentuan validitas dan reliabilitas family questionnaire
(FQ) dalam menilai ekspresi emosi pada keluarga yang merawat
penderita skizofrenia di RSCM. Jakarta :Universitas Indonesia; 2005.
22. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.
Ed 3. Sagung seto: 2008
23. Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam
penelitian kedokteran dan kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika, 2009.
24. Carpiniello B, Pinna F, Tusconi M, Zaccheddu E, Fatteri F. Gender
differences in remission and recovery of schizophrenic and
schizoaffective patients: Preliminary results of a prospective cohort
study. Schizophrenia Research and Treatment. 2012; 1-8.
25.Dewi S, Elvira SD, Budiman R. Gambaran kebutuhan hidup
penyandang skizofrenia. Departemen Psikiatri. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo. J.Indon Med Assoc.
2013;63 (3) : 1-7
26.Caqueo A, Gutierrez J. Burden of care in families of patient with
schizophrenia. Quality of Life Research. 2006;15:719-24.
27.Carra G, Cazzullo CL,Clerici M. The association between expressed
emotion, illness severity and subjective burden of care in relatives of
patients with schizophrenia. BMC Psychiatry. 2012; 12 (140) : 1-8.
61
Lampiran 1.
Jadwal Penelitian
Maret April Mei Juni 2015
2015 2015 2015
Persiapan
Pelaksanaan
Penyusunan
laporan
Seminar
hasil
62
Lampiran 2
Bapak/Ibu/Sdr/I Yth.
Saya dr. Alfi Syahri Rangkuti, saat ini sedang menjalani Program
Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Kedokteran Jiwa FK-USU dan
saat ini sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara
Stigma dengan Expressed emotion pada Keluarga Pasien Skizofrenik”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan
antara stigma dengan expressed emotion pada pasien skizofrenik.
Pada penelitian saya ini, saya akan memberikan kuisioner untuk
menilai stigma keluarga pasien yang terdiri dari 14 butir pertanyaan.
Kemudian saya akan menginformasikan kepada Bapak/Ibu/Sdr/i hasil
penelitian tersebut.
Partisipasi Bapak/Ibu/Sdr/i dalam penelitian ini bersifat sukarela
dan tanpa paksaan maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya
Bapak/Ibu/Sdr/i menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka
tidak akan mendapatkan sanksi apapun atau kehilangan haknya sebagai
pasien.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini,
diharapkan saudara/I yang terpilih sebagai sukarelawan pada penelitian
ini, dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian, yang
telah disiapkan.
Jika selama menjalani penelitian terdapat hal-hal yang kurang jelas
sehubungan dengan penelitian ini, maka saudara/I dapat menghubungi
Saya : dr Alfi Syahri Rangkuti, Departemen Psikiatri FK-USU, telepon
081260660665. Terima kasih
Medan, Maret 2015
Hormat Saya,
63
Lampiran 3
(…………………………)
64
Lampiran 4
DATA SAMPEL PENELITIAN
Data Demografik
1. Nama : ......................................
2. Umur : ................tahun
3. Jenis kelamin : L/P
4. Pendidikan : SLTP / SLTA / PT
5. Pekerjaan : Bekerja/Tidak bekerja
6. Status Perkawinan : Kawin/ TidakKawin/Janda/Duda
7. Hubungan dengan pasien :Orang tua/suami/istri/anak/saudara/
Lain-lain (sebutkan ..........................)
8. Usia awal menderita gangguan : ............. tahun
65
Lampiran 5
Riwayat Pendidikan
Tahun 1980-1986 : SD Negeri 060832 Medan
Tahun 1986-1989 : SMP Negeri I Medan
Tahun 1990-1993 : SMA Negeri I Medan
Tahun 1994-2002 : Pendidikan dokter umum di Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara
Tahun 2010-sekarang :Pendidikan Spesialis di bidang Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Riwayat Pekerjaan
Tahun 2004-2006 : Dokter PTT di RSUP H.Adam Malik Medan
Tahun 2006-sekarang : Dokter PNS di RSUP H.Adam Malik Medan
66
Lampiran 6
Etical Clearance
67
Lampiran 7
SI dari SCAN
FQ
68