Kel 2 Gadar Bu Jasma
Kel 2 Gadar Bu Jasma
Kel 2 Gadar Bu Jasma
“TRIASE LEVEL 2”
DOSEN PEMBIMBING
Oleh :
1
TAHUN 2021
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Triase level 2 ( Kuning ) ialah kode warna kuning diberikan kepada pasien
yang memerlukan perawatan segera, namun masih dapat ditunda karena ia
masih dalam kondisi stabil. Pasien dengan kode kuning masih memerlukan
perawatan di rumah sakit dan pada kondisi normal akan segera ditangani.
Triage 2 Pasien dengan kondisi baik yang tidak mengancam jiwa, tetapi
memiliki potensi ancaman terhadap fungsi anggota tubuh, sehingga
memerlukan tindakan/intervasi medis yang cepat dengan waktu tunggu 0-5
menit.
B. Jenis – Jenis
Jenis-jenis Triase Ada beberapa jenis triase antara lain triase bencana,
triase militer, triase ED, triase ICU dan triase telepon23. Ada beberapa
perbedaan antara triase ED dan triase Bencana. Pada triase IGD, setiap pasien
dinilai sesuai dengan kebutuhan klinis pasien, sedangkan pengkategorian
pasien dalam triase bencana juga bergantung pada keterbatasan sumber daya
dan korban jiwa lainnya.
Dalam triase level ini perlu menentukan apakah pasien berada dalam
kondisi darurat yang memerlukan penanganan segera. Untuk itu, digunakan 3
pertanyaan penyaring:
2
c. Apakah pasien berada dalam kondisi nyeri hebat atau distress?
a. Pasien dengan nyeri dada yang mengarah pada dugaan sindrom koroner
akut, tetapi kondisinya stabil
C. Contoh Kasus
3
Karena tergolong kuat, kasus patah tulang paha cenderung jarang terjadi.
Namun sekalinya kejadian, patah tulang paha membutuhkan waktu lebih dari 6
bulan sampai benar-benar sembuh.Setelah tulang paha kembali stabil dan tidak
bergeser pasca operasi, dokter biasanya akan merekomendasikan terapi fisik.
Terapi fisik ini ditujukan agar otot-otot di sekitar tulang menjadi kuat seperti
sedia kala. Latihan ringan juga dapat mengembalikan fleksibilitas dan fungsi
normal kaki, terutama pada bagian paha.
1.Operasi
Sebelum dan sesudah operasi, dokter akan meresepkan berbagai jenis obat
pereda nyeri seperti: Paracetamol,Obat non-steroid antiinflamasi
(NSAIDs),Gabapentinoid,Penenang otot,Opioid,Obat nyeri oles (topikal)
D. Penanganan Kasus
4
baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti semula. Adapun beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat adalah (1) survey
primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2) meminimalisir rasa
nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4) menghilangkan dan
mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi.
1. ) Survey Primer
Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan
adalah mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway,
Breathing, Circulation, Disability Limitation, Exposure).
1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah
kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan
nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha
untuk membebaskan jalan nafas harus memproteksi tulang cervikal,
karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien dengan gangguan
kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan
airway definitif.
5
Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara
nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh
tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan
balut tekan steril umumnya dapat menghentikan pendarahan.
Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting disamping
usaha menghentikan pendarahan.
6
paling sederhana dalam membidai tungkai yang trauma adalah dengan
tungkai sebelahnya.
Pada cedera lutut pemakaian long leg splint atau gips dapat
membantu kenyamanan dan stabilitas. Tungkai tidak boleh dilakukan
imobilisasi dalam ekstensi penuh. Fraktur tibia sebaiknya dilakukan
imobilisasi dengan cardboard atau metal gutter, long leg splint. jika
tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi meliputi tungkai
bawah, lutut, dan pergelangan kaki.
2. Pemeriksaan Radiologi
Umumnya pemeriksaan radiologis pada trauma skeletal merupakan
bagian dari survey sekunder. jenis dan saat pemeriksaan radiologis yang
akan dilakukan ditentukan oleh hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan
hemodinamik, serta mekanisme trauma. foto pelvis AP perlu dilakukan
sedini mungkin pada pasien multitrauma tanpa kelainan hemodinamik
dan pada pasien dengan sumber pendarahan yang belum dapat
ditentukan.
7
Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk
dievaluasi adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan
dan infeksi, (2) fungsi neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas
ligamentum dan tulang. Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan
Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai warna dan perfusi, luka,
deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh
perlu dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal aktif, begitu pula
dengan bagian punggung. Bagian distal tubuh yang pucat dan tanpa pulsasi
menandakan adanya gangguan vaskularisasi. Ekstremitas yang bengkak
pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury dengan
ancaman sindroma kompartemen. Pada pemerikasaan Feel, kita
menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi
neurologi, dan krepitasi. Pada periksaan Move kita memeriksa Range of
Motion dan gerakan abnormal
Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi
bagian distal dari fraktur dan juga memeriksa capillary refill pada ujung jari
kemudian membandingkan sisi yang sakit dengan sisi yang sehat. Jika
hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler
yang dapat mendeteksi aliran darah di ekstremitas. Pada pasien dengan
hemodinamik yang normal, perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat,
parestesi dan adanya gangguan motorik menunjukkan trauma arteri. Selain
itu hematoma yang membesar atau pendarahan yang memancar dari luka
terbuka menunjukkan adanya trauma arterial
Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat
cedera muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan
iskemia sel syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerja sama
pasien. Setiap syaraf perifer yang besar fungsi motoris dan sensorisnya perlu
diperiksa secara sistematik:
Tujuan penanganan fraktur selanjutnya adalah mencegah sumber –
sumber yang berpotensi berkontaminasi pada luka fraktur. Adapun beberapa
cara yang dapat dilakukan adalah mengirigasi luka dengan saline dan
menyelimuti luka fraktur dengan ghas steril lembab atau juga bisa diberikan
8
betadine pada ghas. Berikan vaksinasi tetanus dan juga antibiotik sebagai
profilaksis infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan adalah:
1. Generasi pertama cephalosporin (cephalotin 1 – 2 g dibagi dosis 3 -4 kali
sehari) dapat digunakan untuk fraktur tipe I Gustilo
2. Aminoglikosid (antibiotik untuk gram negatif) seperti gentamicin (120
mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk tipe II dan tipe III klasifikasi
Gustilo.
3. Metronidazole (500 mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk
mengatasi kuman anaerob.
9
menimbulkan efek bronkodilator pada dosis rendah. Kerugian ketamine
adalah dapat menimbulkan delirium, tetapi dapat dicegah dengan
memasukkan benzodiazepine sebelumnya (0.5 – 2 mg midazolam intravena)
Peripheral nerve blocks juga menjadi pilihan baik dilakukan
tunggal maupun kombinasi dengan analgesik intravena. Yang umumnya
digunakan adalah femoral nerve block.
10
REFRENSI
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/broken-leg/symptoms-
causes/syc-20370412
11