Fraktur Os Tibia 1/3 Tengah
Fraktur Os Tibia 1/3 Tengah
Fraktur Os Tibia 1/3 Tengah
Vennaya Masyeba
102013423
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon jeruk, Jakarta Barat Telp. (021) 56942061
[email protected]
Abstrak
Tulang merupakan salah satu bagian yang penting dari tubuh kita, selain untuk menopang
tubuh, tulang juga sebagai alat gerak yang berkerja sama dengan otot dan syaraf. Tulang lah
yang membantu kita untuk beraktifitas sehari-hari. Jika terjadi fraktur atau patah tulang maka
kegiatan sehari-hari kita dapat terganggu sesuai dengan seberapa parah fraktur yang dialami.
Kecelakaan merupakan salah satu penyebab patah tulang yang sering terjadi pada masyarakat
kita. Fraktur itu sendiri memiliki jenis-jenis dan komplikasi nya masing-masing. Untuk
mendalami mengenai fraktur maka akan dibahas di bawah ini.
Abstract
Bone is one of the important parts of our body, in addition to support the body, the bones as
well as locomotors who work with the muscles and nerves. Bone was the one who helped us
to your everyday activities. If there is a fracture or a fracture then our daily activities can be
interrupted in accordance with the severity of the fracture is experienced. Accidents are one
of the causes of fractures that often occur in our society. Fracture itself has types and its
complications respectively. To explore on the fracture will be discussed below.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau keluarga pasien (allo
anamnesis) atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter
akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal seperti, penyakit atau kondisi yang paling
mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis), penyakit atau kondisi lain yang
menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding), faktorfaktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan
faktor risiko), kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi), faktor-faktor yang dapat
memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya
pengobatan), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk
menentukan diagnosisnya.1
Pada kasus ini, perlu ditambahkan juga anamnesis yang berhubungan terhadap keluhan
pasien. Biasanya penderita fraktur datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya
terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi
karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua,
penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena
trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan
fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala
lain.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan
dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan
pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi), dan
pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi). Pada pemeriksaan fisik
secara komprehensif seorang dokter perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu keadaan umum
pasien, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan kulit, kepala, mata, telinga, hidung, dan
tenggorokan, pemeriksaan leher, punggung, thoraks atau dada, kelenjar limfe yang penting
menentukan diagnosis, jantung, abdomen, ekstremitas atas maupun bawah.3,4
Pemeriksaan fisis pada pasien dengan fraktur dilakukan untuk mencari lokasi dan tanda-tanda
yang biasa menyertai adanya fraktur. Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan
adanya syok, anemia atau perdarahan, juga kemungkinan kerusakan pada organ-organ lain,
misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen, atau adanya faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.3
Pada pemeriksaan inspeksi, yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum penderita secara
keseluruhan, membandingkan dengan bagian yang sehat, memperhatikan posisi anggota
gerak, ekspresi wajah pasien yang ditunjukkan karena nyeri, lidah kering atau basah, adanya
tanda-tanda anemia karena perdarahan, apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak
untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka, ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa
jam sampai beberapa hari, perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan, lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain,
perhatikan kondisi mental penderita, dan keadaan vaskularisasi.3
Pada pemeriksaan palpasi, yang perlu dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain temperatur
setempat yang meningkat, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang, krepitasi yang dapat
diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati, pemeriksaan vaskuler pada
daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior
sesuai dengan anggota gerak yang terkena, refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna dan
temperatur kulit pada bagian distal daerah trauma, pengukuran tungkai terutama pada tungkai
bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.3
Selain palpasi perlu ditambahkan pemeriksaan pergerakan pada kasus fraktur karena tidak
dibutuhkan auskultasi dan perkusi. Pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami
trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf. Perlu juga
pemeriksaan neurologis yang berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan
saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi
dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur menurut Doenges adalah pemeriksaan rontgen,
untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur. CT Scan/ MRI (Magnetic Resonance Imaging),
untuk memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak. Pemeriksaan Laboratorium seperti, Hb (Hemoglobin) yang mungkin
meningkat (Hemokonsentrasi) atau juga dapat menurun (perdarahan), leukosit meningkat
sebagai respon stress normal setelah trauma, kreatinin, trauma meningkatkan beban kreatinin
untuk klien ginjal. Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.5
Diagnosis
Working Diagnosis
Diagnosis kerja atau working diagnosis untuk kasus ini ialah Fraktur terbuka tibia 1/3 tengah
dextra derajat II. Tibia merupakan salah satu tulang yang sering terpapar pada banyak jenis
trauma kendaraan, industri dan atletik dikarenakan permukaan anterior tibia yang terletak
subkutis di seluruh panjangnya. Maka, fraktur tibia sering merupakan fraktur yang terbuka.
Juga dikarenakan lokasinya yang subkutis, suplai darah ke tibia kurang daripada tulang lain,
serta infeksi dan penyatuan tertunda dan non-union lebih sering ditemukan.6
Differential Diagnosis
Diagnosis banding pada kasus ini adalah fraktur tertutup korpus tibia, fraktur tibia proksimal.
Permukaan sendi tibia bagian proksimal merupakan bidang datar atau dataran tempat
bertumpunya 2 kondilus femoris yang membulat. Trauma yang membengkokkan, memuntir
atau trauma sumbu pada daerah ini dapat menimbulkan berbagai fraktur dataran tibia. Trauma
seringkali dapat menimbulkan kominutiva yang meluas ke korteks metafisis tibia. Satu atau
kedua kondilus bisa terlibat disertai dengan hilangnya keharmonisan permukaan sendi tibia
proksimal. Tomogram diperlukan untuk menggambarkan cedera ini secara lengkap. Bila ada
depresi sentral dan pergeseran kurang dari 5 mm, cukup diatasi dengan terapi konservatif,
biasanya dengan imobilisasi dengan gips sampai efusi dan nyeri tekan teratasi, bisa pula
dengan tongkat ketiak untuk menghindari pemikulan berat badan pada sendi. Bila depresi
sendi lebih dari 5 mm, atau bila kominutiva menyebabkan pergeseran angularis pada
kondilus, maka pemulihan bedah diperlukan. Untuk depresi sentral, dapat dilakukan
artrotomi, kemudian direduksi dengan membongkar fragmen ke dalam posisi melalui lubang
yang terletak pada korteks tibia, dan graft tulang. Graft tulang dan fragmen fraktur disokong
dengan pin transversa atau sekrup. Kominutiva luas disertai pergeseran kondilus umumnya
memerlukan plat penunjang untuk sokongan adekuat.6
Manifestasi klinis
Nyeri pada daerah tibia, kehilangan fungsi, adanya deformitas dengan nyeri tekan (+) dan
pembengkakan, perubahan warna kulit di sekitar tulang tibia dan memar.7
Etiologi
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
o
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit di atasnya.8
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.8
o Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
o Tumor Tulang (Jinak atau Ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
o Infeksi (osteomielitis) : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
o Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3.Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang
yang bertugas dikemiliteran. 8
Patofisiologi
Jenis-jenis fraktur
1.
Fraktur complete adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser pada posisi normal). Fraktur in complete, patah
hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.8
2. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit. Fraktur terbuka
(fraktur kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi 3 tipe, yaitu:
Fraktur tipe I
Pada fraktur tipe atau derajat I, terdapat luka yang panjangnya kurang dari 1 cm
dan luka relatif masih bersih dengan sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali
kontaminasi. Luka dapat terjadi karena perforasi dari dalam keluar oleh salah satu
ujung tulang yang patah. Pola frakturnya sederhana, misalnya spiral atau oblikpendek. Fraktur derajat I ini umum disebabkan karena trauma dengan energi yang
tidak begitu besar.
Fraktur tipe II
Pada fraktur tipe atau derajat II, ialah fraktur dengan laserasi kulit yang
panjangnya lebih dari 1 cm, atau berkisar antara 1-10 cm dengan adanya
kerusakan kecil/tidak adanya kerusakan pada jaringan lunak. Pada fraktur ini tidak
dijumpai otot yang mati dan ketidakstabilan fraktur berkisar dari sedang sampai
parah.
Pada fraktur tipe atau derajat III, disertai dengan kerusakan jaringan lunak dan
biasanya juga disertai dengan perdarahan dengan/tanpa kontaminasi luka. Pola
frakturnya kompleks dengan instabilitas fraktur. Luka biasanya memiliki panjang
lebih dari 10 cm. Fraktur tipe III ke dalam 3 sub-tipe, yaitu:
Disertai dengan kehilangan jaringan lunak yang luas dengan tulang yang sudah
terekspos dan lapisan periosteal yang terbuka. Fraktur tipe IIIB ini umum disertai
dengan kontaminasi berat dan memerlukan donor jaringan untuk menutup luka.
Fraktur terbuka apapun yang sudah menciderai pembuluh darah arteri dan
membutuhkan perbaikan segera.
Menurut Smeltzer, fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang,
fraktur bergeser/tidak bergeser. Jenis ukuran fraktur adalah:
1. Greenstick: fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
2. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3. Oblique: fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil
dibanding batang tulang).
4. Spiral: fraktur memuntir seputar batang tulang.
5. Communitive: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
6. Depresi: fraktur dengan tulang patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
7. Kompresi: fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8. Patologik: fraktur yang terjadi pada bawah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
paget, metastasis tumor tulang).
9. Avulasi: tertariknya fragmen tulang dan ligamen atau tendon pada perlekatannya.
10. Impaksi: fraktur di mana fragmen tulang lainnya rusak.
Penatalaksanaan Fraktur Tulang Terbuka
Tatalaksana utama dari pasien dengan fraktur tulang terbuka, umunnya dimulai dengan
protocol Advance Trauma Life Support (ATLS) yang mencakup pemeriksaan status
neurologik, kepala, medula spinalis, abdomen dan pelvis yang harus dilakukan sebelum
memulai tatalaksana untuk fraktur terbukanya sendiri.7
Medica Mentosa
Untuk fraktur tulang terbuka, terapi secara farmakologik umumnya berkisar pada pemberian
antibiotik. Walaupun hal ini masih diperdebatkan, namun ada beberapa generalisasi dari
Pra-operasi
Melakukan evaluasi sebelum operasi dengan menilai secara akurat status neurologik
dan vaskuler pasien. Selain itu, dapat pula dilakukan potret luka secara digital untuk
rekam medis. Luka fraktur terbuka dilapisi dengan kasa steril yang lembut.
Irigasi
Luka dibersihkan dengan sejumlah besar cairan saline untuk menghilangkan sejumlah
besar kontaminasi dan perdarahan yang dapat memperjelas lebih dalam kontaminasi
dan jaringan yang rusak. Irigasi ini juga dilakukan untuk memperkecil kemungkinan
bakteri-bakteri sisa yang dapat menginfeksi jaringan yang masih sehat.
Debridement
Dilakukan dengan tujuan untuk menghindari adanya jaringan rusak yang tertinggal
dan kontaminasi yang meluas. Tepi kulit yang sudah rusak digunting sampai ke
perbatasan dengan kulit yang sehat. Lemak subkutan yang longgar juga dibuang
bersamaan dengan otot yang rusak parah atau yang non-kontraktil. Selain
menghilangkan jaringan mati, tulang pun juga harus dibuang apabila sudah tidak
melekat dengan jaringan lunak sekitarnya, fragmen sendi yang besar dikecualikan
dalam hal ini dengan alasan untuk perbaikan stabilitas sendi. Secara singkat,
debridement bertujuan untuk menghilangkan jaringan rusak yang dapat menjadi
tempat berkembangbiaknya bakteri.
Stabilisasi
Untuk membantu mengurangi trauma-trauma ringan yang dapat terjadi dan
memberikan kestabilan untuk penyembuhan jaringan. Untuk stabilisasi ini dapat
dilakukan beberapa metode fiksasi yang disesuaikan dengan kualitas jaringan lunak
sekitar, lokasi dan pola fraktur dan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan.
Stabilisasi ini masih mengundang kontroversi karena penggunaan alat fiksasi dapat
menjadi sumber potensial infeksi. Secara umum, fiksasi eksternal dilakukan apabila
pasien memerlukan irigasi dan debridement yang lebih dari sekali misalnya pada
fraktur tipe III dan kadang-kadang donor jaringan juga diperlukan. Fiksasi internal
dengan plat dan sekrup biasa dilakukan pada fraktur tipe I dan fraktur artikuler yang
membutuhkan reposisi anatomis. Pada fraktur tipe IIIC, sebaiknya dilakukan fiksasi
eksternal terlebih dahulu sebelum melakukan perbaikan pembuluh darah yang rusak.
Seringkali tindakan memasang alat fiksasi setelah memperbaiki pembuluh darah,
berakhir pada gangguan rekonstruksi vaskuler.7
Non-medica mentosa
Terapi non-farmakologik pada pasien fraktur tulang terbuka ialah dengan berusaha untuk
mengembalikan fungsi tulang yang mengalami fraktur seperti sediakala, antara lain dengan
melakukan fisioterapi dan terapi okupasi.7
Penatalaksanaan Fraktur Tibia Terbuka
Medica mentosa
Pada fraktur tibia terbuka, perlu dilakukan pemberian antibiotik secara intravena untuk
mencegah infeksi berlanjut sebagai tindakan awal. Antibiotik yang diberikan dapat berupa
generasi pertama sefalosporin (spektrum Gram- positif) seperti sefalotin dengan dosis 1-2
gram setiap 6-8 jam dan biasa cukup baik untuk fraktur tipe I. Antibiotik aminoglikosida
(spektrum Gram-negatif) seperti gentamisin dengan dosis 120 mg setiap 12 jam atau 240 mg
setiap hari dapat ditambahkan untuk fraktur tipe II dan III. Sebagai tambahan, metronidazole
dengan dosis 500 mg setiap 12 jam atau penisilin dengan dosis 1,2 gram setiap 6 jam dapat
ditambahkan untuk spektrum bakteri anaerob. Profilaksis tetanus juga penting untuk diingat.
Antibiotik tersebut umumnya diteruskan sampai 72 jam diikuti dengan penutupan luka.
Setelah melakukan tindakan awal, dilakukan irigasi luka dan kemudian luka fraktur dilapisi
dengan kasa steril. Debridement dalam kurun waktu 6 jam diperlukan untuk tetap menjaga
kemungkinan infeksi rendah.Faktor kunci dalam mencegah infeksi ialah dengan stabilisasi
fraktur secepat mungkin. Kemudian, setelah debridement primer, dilakukan perbaikan fraktur
dengan cara memasang nail a intramedullar untuk fraktur tipe I, II, dan III. Fiksasi eksternal
diperuntukkan untuk fraktur tipe IIIA dan IIIB. Tindakan amputasi terkadang diperlukan,
untuk mencegah infeksi meluas namun tentu saja hal ini masih kontroversi dan memiliki
beberapa kerugian, antara lain kehilangan dari salah satu bagian kaki dan ketergantungan
pada kaki prostetik. Apabila pasien merupakan salah satu partisipan aktif dari olahraga atau
pekerjaan yang membutuhkan pergerakan kaki yang baik maka amputasi mustahil dilakukan.
Tindakan salvage merupakan salah satu tindakan di samping amputasi namun tindakan ini
memerlukan lebih banyak prosedur dan waktu operasi dibandingkan dengan tindakan
amputasi. Namun kemungkinan amputasi masih bisa diperoleh apabila terjadi infeksi,
kegagalan penyambungan, atau rasa sakit pada kaki setelah tindakan salvage.7
Komplikasi
Infeksi ialah komplikasi yang paling jelas dari sebuah fraktur tulang terbuka. Risiko infeksi
biasanya dikaitkan dengan keparahan dari cidera yang terjadi pada fraktur terbuka tipe I,
kemungkinan infeksi 0-2%. Pada fraktur terbuka tipe II, kemungkinan infeksi 2-10%. Pada
fraktur terbuka tipe III, kemungkinan infeksi 10-50%. Selain infeksi, komplikasi lain dari
sebuah fraktur tulang terbuka dapat berupa non-union, delayed union, mal-union, yang
merupakan komplikasi lanjut. Risiko non- union pada fraktur tulang terbuka lebih besar
dibandingkan dengan fraktur tulang tertutup pada derajat yang sama. Banyak faktor yang ikut
mempengaruhi hal ini, salah satunya berkaitan dengan kerusakan pada pembuluh darah yang
menghambat suplai darah ke zona yang mengalami fraktur. Kehilangan periosteum tulang
juga menjadi salah satu faktor yang menghambat penyembuhan tulang. Sedangkan, fraktur
tibia terbuka memiliki rata-rata infeksi dan non-union yang lebih besar. Bahkan, dapat pula
ditemani dengan keberadaan ostemomyelitis baik yang akut, subakut dan kronik dan dapat
baru muncul berbulan-bulan atau bertahun tahun setelah cidera. Infeksi pada daerah sekitar
pin, merupakan komplikasi umum pada penanganan dengan external fixator yang biasanya
juga ditemani dengan osteomyelitis kronik.9
Prognosis
Prognosis pada fraktur tibia terbuka, semakin tinggi derajat cidera tulang yang terjadi maka
umumnya akan lebih sulit untuk diterapi, mengingat biasanya cidera tulang derajat tinggi
misalnya derajat III sering diiringi dengan adanya infeksi dan kegagalan penyatuan tulang.9
10
Kesimpulan
Fraktur dapat dibedakan sesuai dengan jenis-jenis nya yang memiliki komplikasi dan
penatalaksanaan sesuai dengan jenis fraktur apa yang mengenai tulang tersebut. Komplikasi
juga dapat terjadi pada fraktur, dan semakin berat frakturnya makan prognosisnya pun akan
semakin buruk.
Daftar Pustaka
1. Jonathan G. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007. h. 1-17.
2. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Yarsif
Watampone; 2007.h.355-61, 364-70.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.25-7.
4. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan
fungsi di bangsal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.30-2.
5. Carpenito, L. J. Hand book of nursing diagnosis. Edisi ke-8. Jakarta: EGC;2000.h.762.
6. Sabiston. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC;2003.p.384.
7. Grace PA, Borley NR. At a glance: ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga
2006.p.84-85.
8. Ruedi TP, Buckley RE, Moran CG. AO principles of fracture management: specific
fractures, volume 1. Switzerland: AO Publishing;2007.p.90-6.
9. Patel M. Open tibia fractures. Medscape 2011 May 23. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1249761-overview#a010, 27 Maret 2015.
11