Referat Fraktur Terbuka
Referat Fraktur Terbuka
Referat Fraktur Terbuka
PENDAHULUAN
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar dan segera untuk mengurangi resiko infeksi.
Utamanya adalah untuk mencegah infeksi, penyembuhan fraktur dan restorasi
fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam
penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera,
secara hati-hati, debridemen yang dapat dilakukan berulang-ulang selama 48-72
jam, stabilisasi fraktur, penutupan kulit serta pemberian antibiotik yang adekuat. 1
Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi serta tingkat
keparahan cederanya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya
yang mengenai tubuh. Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh trauma langsung
maupun tidak langsung seperti luka tembak, trauma kecelakaan lalu lintas,
ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan pada jaringan
lunak.2
Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo
dan Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur
yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang
memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan
definitif. Oleh karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah
potensial tersebut dengan penanganan secepat mungkin.
BAB II
PEMBAHASAN
penderita
dengan
fraktur
yang
penting
dilakukan
adalah
membersihkan jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih dan
imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa
nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut ke ambulan.
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis.
Apakah luka itu luka tembus tulang, adaah trauma pembuluh darah atau
saraf ataukah ada trauma organ dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba dirumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa pemberian transfuse darah dan obat-obat anti
nyeri.
Adapun prinsip penatalaksanaan fraktur dibagi menjadi 6, yaitu:
1. Jangan membuat keadaan lebih jelek
2. Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus
- Menghilangkan nyeri
Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma oleh karena perlu
dilakukan penatalaksaan sesuai dengan prinsip trauma, sebagai berikut:
Penilaian awal (primary survey / survei awal)
Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan
prioritas berdasarkan trauma yang dialami. Fungsi-fungsi vital penderita harus
dinilai secara tepat dan efisien. Penanganan penderita terdiri atas evaluasi awal
yang cepat serta resusitasi fungsi vital, penangan trauma, dan identifikasi keadaan
yang dapat menyebabkan kematian.
A: Airway (saluran napas). Pada evaluasi awal penderita trauma, yang pertama
kali harus dinilai adalah saluran nafas. Penilain ini untuk mengetahui adanya
obstruksi saluran nafas seperti adanya benda asing, adanya fraktur mandibula atau
kerusakan trakea maupun laring yang dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas.
Harus diperhatikan pula secara cermat mengenai kelainan yang mungkin terdapat
pada vertebra servikalis dan apabila ditemukan kelainan, harus dicegah gerakan
yang berlebihan pada tempat ini dan dapat diberikan alat bantu seperti kolar leher
untuk penyangga. Pada beberapa keadaan kemungkinan terdapat kesulitan untuk
membedakan adanya benda asing dalam jalan nafas, fraktur mandibula dan
maksila, robekan trakea atau laring dan trauma servikalis. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah pemeriksaan neurologis dan foto rontgen vertebra servikal
B: Breathing (pernapasan). Perhatikan secara keseluruhan daerah thorak untuk
menilai ventilasi. Jalan napas yang bebas bukan berarti ventilasi cukup. Bila ada
gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis,
kita harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat pernapasan berupa kantong
yang disambung dengan masker atau pipa endotrakeal
C: Circulation (sirkulasi). Sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2 hal: a)
volume darah dan output jantung yang merupakan penyebab utama kematian pada
trauma. Perdarahan dianggap sebagai penyebab hipotensi pada trauma sebelum
dapat dibuktikan penyebab yang lain. Pada keadaan ini diperlukan penilaian
secara cepat dan akurat terhadap status hemodinamik penderita yang mengalami
trauma. 3 tanda klinis untuk menunjukan hipovolemik: kesadaran, warna kulit,
nadi b) perdarahan baik perdarahan luar maupun perdarahan dalam. Perdarahan
luar harus diatasi dengan balut tekan
D: Disability (evaluasi neurologis). Evaluasi neurologis secara cepat setelah satu
survei awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil. Evaluasi ini
menggunakan metode AVPU, yaitu: A (Alert atau sadar), V (Vocal atau adanya
respon terhadap suara), P (Painful adanya respon terhadap rangsangan nyeri) dan
U (Unresponsive atau tidak ada respon sama sekali). Hasilnya dapat diketahui
GCS (glasgow coma scale)
E: Exposure (kontrol lingkungan). Untuk melakukan pemeriksaan secara teliti
pakaian penderita perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri), selain itu perlu
dihindari terjadinya hipotermi
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif
dilakukan:
1.
Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCL
fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat pada
luka.
2.
3.
4.
Penutupan kulit
Fraktur terbuka harus diobati dalam waktu periode emas (6-8 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini dilakukan
Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, saat dan sesudah tindakan operasi.
Pemberian antibiotika efektif mencegah terjadinya infeksi pada fraktur
terbuka. Untuk fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah golongan
sefalosporin dan dikombinasi dengan golongan aminoglikosida.
6.
Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia).5
dengan povine iodine, lalu drapping area operasi. Debridemen dilakukan pertama
kali pada daerah kulit. Kemudian rawat perdarahan di vena dengan melakuan
koagulasi. Buka fascia untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai
dengan 4C, Color, Contractility, Circulation and Consistency. Lakukan
pengangkatan kontaminasi canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage
canal medulary dihindarkan dengan alasan mencegah infeksi ke arah proksimal.
Irigasi dilakukan dengan normal salin. Penggunaan normal salin adalah 6-10 liter
untuk fraktur terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan reposisi.
Penutupan luka dilakukan jika memungkinkan. Berdasarkan jumlah jaringan
lunak yang hilang, luka-luka kompleks (complex wound) dapat ditutupi dengan
menggunakan metode yang berbeda, yakni :
a.
Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur.
Kemudian diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan
ditempatkan di atas luka.
b.
Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini
sering diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap
membutuhkan bantuan dari seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk
memastikan pembuluh darah terhubung dan sirkulasi tetap berjalan. 6
Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke posisi
normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan
pelat logam ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan
bersama-sama dengan memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di
tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan
dan disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum
operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman. Indikasi untuk fraktur
terbuka, fraktur multipel.
b.
Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan
untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin
atau sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah
tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup
dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini
merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi
yang tepat. Indikasi dilakukan fiksasi eksterna yaitu fraktur terbuka grade II
& III, fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat.7
10
Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan
11
12
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
3.1.1
14
melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh
trabekular atau sel spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoetik.
Metaphysis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup
luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epiphysis. Epiphysis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang. Seluruh tulang dilapisi
oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum.
Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis
Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya dilapisi
oleh periosteum. Berdasarkan histologisnya maka dikenal:
Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini
pertama-tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan
15
16
17
terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks kolagen
dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah
asam hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri
atas kalsium dan fosfor dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat,
dan fluorida. Enzim tulang adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas
yang kemungkinan besar mempunyai peranan penting dalam produksi organik
matriks sebelum terjadi kalsifikasi.11
3.1.2 Penyembuhan fraktur
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.
Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses
penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami
kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi
konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang
secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga
merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses
penyembuhan fraktur berbeda pada tulang kortikal pada tulang panjang serta
tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang atau tulang-tulang pendek,
sehingga kedua jenis penyembuhan fraktur ini harus dibedakan.
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:
18
19
daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi sisi fraktur segera
setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi
sampai 2 3 minggu.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk suatu
kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna
sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan
yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari
diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam
jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi
pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan
yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor
ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur.
Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus
belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 8.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen
sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam
20
kalsium membentuk suatu tulang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai
woven bone. Pada pemeriksaan radiologis pertama terjadi penyembuhan
fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara
bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 8 dan berakhir
pada minggu ke 8 12 setelah terjadinya fraktur.
5. Fase remodelling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodelling ini, perlahan-lahan akan terjadi resorbsi
secara osteoklasik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan
kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat
berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem harvesian dan
kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang
sumsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 12 dan
berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.12
3.1.3
21
Waktu penyembuhan tulang pada anak anak jauh lebih cepat pada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis
pada daerah periosteum dan endoestium dan juga berhubungan dengan
proses remodeling tulang pada bayi pada bayi sangat aktif dan makin
berkurang apabila usia bertambah
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Lokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis
penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi
fraktur seperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibanding
dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
3. Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka
penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang
bergeser. Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan
menyebabkan kerusakan periosteum yang lebih hebat.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang baik, maka
penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur
vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan
menghambat terjadinya union atau bahkan mungkin terjadi nonunion.
5. Reduksi dan Imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang
lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan
22
23
orang dewasa. Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat di lihat
pada table berikut:
LOKALISASI
WAKTU PENYEMBUHAN (minggu)
Phalang / metacarpal/ metatarsal / kosta
36
Distal radius
12
Humerus
10 12
Klavicula
Panggul
10 12
Femur
12 16
8 10
Tibia / fibula
12 16
Vertebra
12
Tabel 3.1 Waktu penyembuhan fraktur
24
adanya trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat
lanjut dapat dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur.13
3.2
Fraktur
3.2.1
Pengertian
Fraktur adalah diskontinuitas atau terputusnya jaringan tulang maupun
jaringan skeletal akibat tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang Trauma yang dapat menyebabkan fraktur dapat berupa trauma
langsung maupun tidak langsung. Dimana trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, sedangkan trauma
tidak langsung apabila trauma tersebut dihantarkan ke daerah yang lebih dari
daerah fraktur (contoh: jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur
pada klavikula) dan pada keadan ini biasanya jaringan lunak akan tetap utuh.
Fraktur terbuka sendiri merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk menurangi resiko infeksi. Selain mencegah
infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan dari fraktur dan restorasi fungsi
anggota gerak.5
Fraktur terbuka sering menimbulkan komplikasi berupa infeksi. Infeksi
dapat berasal dari flora normal di kulit ataupun bakteri pathogen khususnya
bakteri gram (-). Golongan flora normal kulit, seperti Staphylococus,
Propionibacterium acne, Micrococus dan dapat juga Corynebacterium.
3.2.2
Epidemiologi
25
Lokasi
Fraktur
Terbuka
Ekstremitas atas
15,406
503
3.3
Ekstremitas bawah
13,096
488
3.7
Lingkar bahu
1,448
0.2
Pelvis
942
0.6
Tulang Belakang
683
0.0
Total
31,575
1,000
3.17
26
3.2.3
Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
Berdasarkan
bentuk
garis
patah
dan hubungannya
dengan
27
mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap
sumbu
tulang
dan
meruakan
akibat
trauma
angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
28
Menurut Gustilo dan Anderson pada tahun 1990 membagi fraktur terbuka
menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Grade I : Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka
tusukan dari fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan
jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan
lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek
atau sedikit komunitif.
29
2. Grade II : Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan
dengan sedikit kontaminasi fraktur.
3. Grade III : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot,
kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini
biasanya di sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di
bagi dalam 3 subtipe:
1. Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun
terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat
segmental atau komunitif yang hebat
2. Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan
dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka,
kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.
3. Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan
lunak.16
30
Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:17
1.
Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat
dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
31
2.
Tekanan
membengkok
yang
menyebabkan
fraktur
transversal
3.
32
4.
5.
6.
7.
Gejala klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
33
3.2.6
Diagnosis
1. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada
daerah lain.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
34
3. Pemeriksaan Lokal
35
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.5
3.2.7
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan
kelainan tulang dan sendi :
36
o Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang
bersifat
radiolusen
untuk
imobilisasi
sementara
sebelum
dilakukan
pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.
2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan
diatas sendi yang mengalami fraktur
2 anggota gerak
37
2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto
berikutnya 10-14 harikemudian.
Pemeriksaan radiologis lainnya:
o CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian
tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.
o MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan
jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera
tendon,ligamen, otot, tulang rawan dan tulang.
o Radioisotop scanning
o Tomografi
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
ditanyakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan
lokasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan
fraktur. 5,8
3.2.8
Komplikasi
38
Prognosis
Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan terbukanya
barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya
infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka
yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden period) dan setelah waktu
tersebut, luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patah
tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran
akhir penanganan patah tulang terbuka tercapai walaupun ditinjau dari segi
prioritas penanganannya, tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6.12
39
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur adalah diskontinuitas atau terputusnya jaringan tulang maupun jaringan
skeletal akibat tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang. Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat. Insiden fraktur terbuka
sebesar 4% dan banyak pada laki-laki. Klasifikasi fraktur terbuka yang dianut
dewasa ini adalah menurut Gustillo dan Anderson. Penyebabnya bisa berupa
trauma langsung dan tidak langsung. Diagnosis fraktur terbuka didapatkan dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang paling bermakna adalah look, feel dan
move serta penunjang berupa pemeriksaan radiologis, CT-Scan maupun MRI.
Tujuan dari tata laksana fraktur terbuka adalah untuk mengurangi resiko infeksi,
terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal
yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian
antibiotik yang adekuat. Komplikasi fraktur sendiri terdiri dari komplikasi umum,
40
lokal dini maupun lokal lanjut. Prognosis tergantung pada penolongan fraktur itu
sendiri yang harus dilakukan sebelum 6 jam (golden period).
DAFTAR PUSTAKA
1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3 rd Edition.
Pennsylvania. 2006.
2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update
2012,
May
21).
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview#aw2aab6b3.
Accessed 18 September 2014
3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available
from http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm.
Accessed 18 September 2014
4. American College of Surgeons. Advance Trauma Life Support Course for
Physicians (1993), USA
5. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Trauma, Fraktur Terbuka, Edisi
ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 317-478.
6. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures.
Available
from
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582.
Accessed 18 September 2014
7. Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of Internal Fixation.
2009[cited
2011
Feb
2].
Available
from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269987-overview.
Accessed 18 September 2014
8. Chapman MW. Open Fractures in in Chapmans Orthopaedic Surgery 3rd
ed Vol 1. 2001[online database]. Lippincott Williams & Wilkins.
9. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
10. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Struktur dan Fungsi Tulang,
Edisi ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 6-11.
11. Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. 1998. Histologi Dasar.
Jakarta : EGC.
41
42