Proyek Inovasi Terapi Mirror
Proyek Inovasi Terapi Mirror
Proyek Inovasi Terapi Mirror
DOSEN PEMBIMBING
Ns. Titan Ligita, MSN., Ph.D
DISUSUN OLEH :
Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, atas luasnya
limpahan rahmat dan hidayah-Nya hingga akhirnya makalah “Proyek Inovasi Mirror
Therapy pada Pasien Stroke” ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.Penulisan makalah
proyek inovasi ini disusun untuk memenuhitugas stase Keperawatan Gawat Darurat Profesi
Ners Universitas Tanjungpura.Dalam pembuatan makalah proyek inovasi ini tidak lepas dari
bantuan dan dorongan dari beberapa pihak Penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
22 Desember 2020
Penyusun
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep penyakit stroke
b. Untuk mengetahui definisi Mirror Therapy
c. Untuk mengetahui prosedur Mirror Therapy
d. Untuk mengetahui mekanisme kerja Mirror Therapy pada pasien stroke
BAB II
Tinjauan Teori
2.1 Stroke
2.1.1 Definisi
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan karena gangguan
peredaran darah otak yang disertai dengan timbulnya gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah otak yang terganggu, baik yang terjadi secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) (Hidayah, 2019).
Stroke merupakan sindrom defisit neurologis disebabkan adanya gangguan
vaskuler sehingga mencederai jaringan otak. Stroke dapat diakibatkan adanya
iskemia yang disebabkan trombus atau emboli yang menghambat aliran darah
atau ruptur pembuluh darah dengan perdarahan ke jaringan otak (Porth & Matfin,
2009).
2.1.2 Etiologi
Stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke iskemik (non-hemoragik) dan stroke
hemoragik (Nurarif, 2016).
a. Stroke Iskemik (Non Hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah keotak sebagian atau keseluruhan terhenti, 80%
stroke adalah stroke iskemik.
Stroke Iskemik dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a) Stroke Trombotik : Proses terbentuknya gumpalan darah yang terbentuk
didalam pembuluh darah arteri dan vena (thrombus) .
b) Stroke Embolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c) Hipoperfusion Sistemik : Berkurangnya aliran dalah ke seluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
b. Stroke Hemoragik, adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak, Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi.
Stroke Hemoragik ada 2 jenis yaitu :
a) Hemoragik Intraserebral : Perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak.
b) Hemoragik Subaraknoid : Perdarahan yang terjadi pada ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak
(subaraknoid)
2.1.3 Faktor Risiko
Menurut Porth & Matfin (2009) dan Nurarif (2016), faktor risiko yang
dapat berkontribusi terjadinya stroke terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Tidak dapat dimodifikasi (Non-reversible)
Adapun faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi pada stroke adalah usia,
jenis kelamin, ras, dan keturunan.
a) Jenis kelamin
Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita
b) Usia
Semakin tinggi usia, semakin tinggi pula risiko terkena stroke
c) Keturunan
Adanya riwayat keluarga terkena stroke
b. Dapat dimodifikasi (Reversible)
Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi atau diubah antara lain
hipertensi, hiperlipidemia, merokok, diabetes, penyakit jantung, penyakit
karotis, gangguan koagulasi, obesitas atau ketidakaktifan, konsumsi alkohol
berlebihan dan kokain.
2.1.4 Patofisiologi
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang teriadi dalam waktu yang singkat
kurang dari 10—15 menit dapat menyebakan defisit sementara dan bukan defisit
permanen. Sedangkan iskemik yang teriadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang
terkena. Daerah otak yang rerkena akan menggambarkan pembuluh darah otak
yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah
arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak
diketahui iika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat
teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli,
maka mulai teriadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan orak. Kekurangan
oksigen dalam satu menit dapat mentuniukkan geiala yang dapat pulih seperti
kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih
lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami
nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, di mana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen
yang terdapat pada arteri-arteri yang menuiu otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid
atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya
penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya
arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan
perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin
trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi.
Ruptur ulangan merupakan risiko serius yang teriadi sekitar 7—10 hari setelah
perdarahan pertama.
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu,
menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat
meninlbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan cairan
serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepaniang
serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan
otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat
meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan iiwa dengan cepat.
Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi
unkus atau serebelum. Di samping itu, teriadi bradikardia, hipertensi sistemik,
dan gangguan pernapasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila teriadi hemodialisa, darah
dapat mengirirasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang
dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral.
Spasme serebri atau vasospasme biasa teriadi pada hari ke-4 sampai ke-l0 setelah
teriadinya perdarahan dan menyebabkan konstriksi arteri otak. Vasospasme
merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal
neurologis, iskemik otak, dan infark (Batticaca, 2008).
2.1.5 Klasifikasi
Adapun jenis-jenis stroke terbagi menjadi dua menurut Batticaca (2008),
yaitu
a. Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan)
Stroke iskemik sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada
malam hingga pagi hari
a) Trombosis pada pembuluh darah (thrombosis of cerebral vessels)
b) Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of cerebral vessels)
b. Stroke hemoragik (perdarahan)
Serangan stroke hemoragik sering terjadi pada usia 20 - 60 tahun dan
biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis (mental).
a) Perdarahan intraserebral (parenchymatous hemorrhage). Gejalanya:
Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
Serangan teriadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau
marah
Mual atau muntah pada permulaan serangan.
Hemiparesis atau hemiplegia teriadi seiak awal serangan.
Kesadaran menurun dengan cepat dan meniadi koma (6.5%, teriadi
kurang dari 1/2 jam—2 iam ; < 2% teriadi screlah 2 jam—19 hari).
b) Perdarahan subarakhnoid (subarachnoid hemorrhage) Gejalanya:
Nyeri kepala hebat dan mendadak.
Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
Ada geiala atau tanda Ineningeal.
Apiledema teriadi bila ada perdarahan subarakhnoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna
2.1.7 Komplikasi
Satyanegara (2011) memaparkan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
stroke antara lain:
a. Komplikasi Dini ( 0 – 48 jam pertama)
Edema serebri, defisit neurologis (kelainan fungsional otak) cenderung
memberat, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi
(kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak (cerebrospinal fluid) bergeser
dari posisi normalnya), dan akhirnya menimbulkan kematian infark miokard,
penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
b. Jangka Pendek ( 1 – 14 Hari )
a) Pneumonia akibat immobilisasi lama
b) Infark Miokard (kematian sel miokardium akibat orises iskemik yang
berkepanjangan)
c) Emboli Parucenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali terjadi
pada saat penderita mulai mobilisasi
c. Jangka Panjang
a) Infark Miokard
b) Gangguan Veskuler lain : Penyakit Veskuler Perifer
2.2.2 Prosedur
Prosedur umum terapi cermin adalah pasien duduk di depan cermin yang
diorientasikan sejajar dengan garis tengahnya yang menghalangi pandangan
anggota tubuh yang terkena yang diposisikan dibelakang cermin. Saat melihat ke
cermin, pasien melihat pantulan anggota tubuh yang tidak terpengaruh yang
diposisikan sebagai anggota tubuh yang terkena. Pengaturan ini cocok untuk
menciptakan ilusi visual dimana gerakan atau sentuhan ke anggota tubuh yang
utuh dapat dianggap mempengaruhi anggota tubuh paretik. Setelah itu, pasien
melakukan gerakan anggota tubuh yang tidak cacat sambil mengamati pantulan
cerminnya yang ditumpangkan di atas anggota tubuh yang cacat (tak terlihat)
(Sengkey & Pandeiroth, 2014).
a. Terapi cermin untuk ekstremitas atas
Penderita stroke duduk, dan sebuah cermin diratakan untuk berpotongan
dengan tubuh pasien di bidang sagital setinggi dada. Ini biasanya dilakukan
dengan meletakkan cermin diatas meja dengan tangan diletakkan di atas meja
di kedua sisi cermin. Bagian reflektif cermin menghadap ke sisi yang tidak
terpengaruh. Saat pasien melihat ke cermin, yang pasien lihat hanyalah sisi
yang tidak terpengaruh. Cermin menghalangi pandangan dari sisi tubuh yang
tidak terpengaruh. Pasien menatap ke cermin yang memantulkan tangan
“baik”. ketika tangan yang “baik” digerakkan, cermin memberikan ilusi
bahwa tangan yang “buruk” sedang bergerak dengan sempurna. Penderita
stroke mencoba meniru gerakan lengan dan tangan yang “baik” ke lengan
hemiparese. Meskipun penderita stroke hanya melihat pantulan tangan yang
“baik”, namun gerakannya terlihat simetris.
Pembahasan
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit penyebab kematian nomor 3 setelah jantung koroner dan
kanker, penyakit stroke ini disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak yang
menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak. Salah satu terapi komplomenter yang dapat diaplikasikan pada
pasien stroke yaitu Mirror Therapy, terapi ini berfukus pada pergerakan anggota badan
yang tidak bermaslaah atau yang masih berfungsi, dengan menggunakan cermin,
bermanfaat untuk menyampaikan rangsangan visual ke otak melalui pengalamatan
terhadap bagian tubuh yang tidak terpengaruh karena melakukan serangkaian gerakan.
Terapi ini merupakan terapi non farmakologi, dengan dibuktikan hasil penelitian yaitu
bermanfaat dan memiliki efektititas setelah diberikan terapi mirror, pasien memiliki
kemampuan gerak, terapi cermin dapat meningkatkan sensori, mengurasi defisit motorik
dan meningkatkan pemulihan ekstremitas yang mengalami hemiparesis.
4.2 Saran
Setelah membaca makalah Proyek Inovasi yang berjudul “ Mirror Therapy Pada
Pasien Stroke” ini diharapkan dapat memambah ilmu pengetahuan dalam pendidikan
keperawatan khususnya di bidang keperawatan gawat darurat dan kritis, serta dapat di
aplikasikan dibidang pelayanan kesehatan rumah sakit oleh tenaga kesehatan khususnya
perawat dalam mengembangkan dan menerapkan kepada pasien yang mengalami penyakit
stroke.
Daftar Pustaka
Agusman, F. & Kusgiarti, E. (2017). Pengaruh Mirror Therapy terhadap Kekuatan Otot
Pasien Stroke Non-Hemoragik di RSUD Kota Semarang. Jurnal SMART
Keperawatan STIKES Karya Husada Semarang, volume 4(1). ISSN: 2503-0388.
Arif, M., Mustika, S. & Primal, D. (2019). Pengaruh Terapi Cermin terhadap Kemampuan
Gerak pada Pasien Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Kumpulan Kabupaten
Pasaman Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Perintis. Volume 6 (1). E-ISSN : 2622-
4135
Elim, C., Tubagus, V., dan Ali, R.H.. Hasil pemeriksaan CT scan pada penderita stroke non
hemoragik di Bagian Radiologi FK Unsrat/SMF Radiologi RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode Agustus 2015 – Agustus 2016. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 4, Nomor 2.
Muslim, D.N.A., Setiawan, A., & Azzam, R. (2017). Pengaruh Mirror Therapy Terhadap
Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pada Pasien Stroke Iskemik Di Rsud Majalaya
Kabupaten Bandung. Universitas Muhammadiyah Jakarta
Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, And Prevention. Medika
Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 1. hal 60-73.
Najiha, A., Alagesan, J. & Rathod, V. & Paranthaman, P. (2015). Mirror Therapy: A Review
Of Evidences. International Journal of Physiotherapy and Research. 3(3). 1086-90.
10.16965/ijpr.2015.148. ISSN 2321-1822. DOI: 10.16965/ijpr.2015.148
Nurarif, A.H., dan Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda Nic Noc dalam berbagao kasus Edis Revisi Jilid I. Jogja
:Medication. ISBN : 978-602-72002-5-8.
Prasetyo, D. A. (2017). Efektivitas Mirror Therapy terhadap Peningkatan Kekuatan
Menggenggam pada Pasien Post Stroke dengan Hemiparesis Di RS Tk. II Dr.
Soepraoen Malang (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).
Pratiwi, A. (2017). Prosedur Mirror Therapy Pada Pasien Stroke. In Proceeding Seminar
Nasional Keperawatan (Vol. 3, No. 1, pp. 157-163).
Ramadany, A. F., Pujarini, L. A., dan Candrasari, A. Hubungan Diabetes Melitus Dengan
Kejadian Stroke Iskemik Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2010. Biomedika,
Volume 5 Nomor 2, hal.11-16.
Rossiter, H. E. (2015). Cortical Mechanisms of Mirror Therapy After Stroke.
Neurorehabilitation and neural repair, 29 (5): 444-452.
Rothgangel, A. S. (2011). The Clinical Aspects of Mirror Therapy in Rehabilitation: A
Systematic Review of The Literature. International Journal of Rehabilitation
Research, 34 (1):1-13.
Sengkey, L. S., & Pandeiroth, P. (2014). Mirror therapy in stroke rehabilitation. JURNAL
BIOMEDIK: JBM, 6(2).
Setiyawan, S., Nurlely, P.S, & Harti, A.S. (2019). Pengaruh Mirror Therapy terhadap
Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien Stroke di RSUD dr. Moewardi. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Volume 7 (1). https://doi.org/10.31596/jkm.v6i2.296
Stroke Engine. (2013). Mirror therapy, http://www.strokengine.ca/intervention/mirr or-
therapy/
Thieme, H. (2018). Mirror Therapy for Improving Motor Function After Stroke. Cochrane
Library.
Usman, A.M. (2019). Efektifitas pemberian mirror therapy pada klien post stroke : a
Literature review. IJONHS Volume 4 Nomor 2