PKN 5
PKN 5
PKN 5
Oleh :
ALFIN SAHRI 2010111068
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS HUKUM, PRODI ILMU HUKUM
Mata kuliah : Kewarganegaraan
Dosen : Bpk. Yoserwan
2020
ALFIN SAHRI
2010111068
PRODI ILMU HUKUM
Hubungan Tugas dan Wewenang Lembaga Presiden sebagai
Eksekutif dan DPR sebagai Lembaga Legislatif
Pasal 13
Pasal 14
(2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi (2010 :123) menyatakan bahwa kedua pasal tersebut,
merupakan kewenangan Lembaga Kepresidenan yang harus dilakukan (perundingan)
bersama DPR. Hal ini berkaitan dengan fungsi pengawasan DPR dalam arti luas termasuk fungsi
konsulatif dan fungsi diplomatik. Fungsi konsultatif adalah fungsi pengawasan yang dijalankan
DPR dalam melakukan konsultasi dengan Presiden dan semua pimpinan lembaga negara. Dalam
konsultasi itu, DPR bisa melaksanakan fungsi pengawasannya, paling tidak untuk mendengar
kebijakan politik yang ditentukan oleh pimpinan lembaga negara dan meminta penjelasan
mengenai hal itu. Fungsi pengawasan dalam bidang diplomatik adalah fungsi DPR untuk
mengikuti setiap perkembangan politik menyangkut kerja sama pemerintah Indonesia dengan
pemerintah negara-negara sahabat. Dalam melaksanakan fungsinya itu, DPR dapat menanyakan
banyak hal kepada pemerintah Indonesia mengenai hubungan kerjasama Indonesia dengan
negara lain, terutam mengenai bantuan luar negeri, untuk membangun dan mengmbangkan
ALFIN SAHRI
2010111068
PRODI ILMU HUKUM
kekuatan militer, ekonomi dan pendidikan. Dengan kata lain DPR dapat menanyakan berbagai
hal mengenai politik luar negeri Indonesia ysng dijalankan oleh pemerintah.
Adanya pertimbangan dari DPR pada Pasal 13 Ayat (1) ini penting dalam rangka
menjaga objektivitas terhadap kemampuan dan kecakapan seseorang pada jabatan tersebut.
Selama ini terkesan jabatan duta merupakan pos akomodasi orang-orang tertentu yang berjasa
pada pemerintah sebagai pembiayaan bagi orang-orang yang kurang loyal pada pemerintah.
Karena ia akan menjadi duta dari seluruh rakyat Indnonesia di negara lain tempat ia ditugaskan
pada khususnya dan dimata internasional pada umumnya. Adanya pertimbangan DPR pada Pasal
13 Ayat (1) dipandang sangat tepat karena hal ini sangat penting bagi akurasi informasi untuk
kepentingan hubungan baik antara kedua negara dan bangsa.Sedangkan DPR memberikan
pertim- bangan dalam hal pemberian abolisi dan amnesti karena didasarkan pada pertimbangan
politik. Namun demikian bagi Bagir Manan (1999 : 165) kurang sependapat dengan hal tersebut
karena pemberian amnesti dan abolisi tidak selalu terkait dengan pidana politik. Kalaupun
diperlukan, pertimbangan cukup dari Mahkamah Agung. DPR adalah badan politik sedangkan
yang diperlukan adalah pertimbangan hukum. Peritimbangan politik, sosial, kemanusiaan dan
lain-lain merupakan isi dari hak prerogatif, yang diperlukan adalah pertimbangan hukum untuk
memberi dasar yuridis pertimbangan presiden.
Namun demikian menurut Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi (2010 : 125) berpendapat
bahwa jika diamati lebih jauh, yang dapat diketahui dari hubungan keduannya terdapat hubungan
yang bersifat politis. Karena pertimbangan yang diberikan oleh DPR merupakan hasil
perundingan para elit politik yang ada di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dari alasan-alasan politis
pimpinan lembaga negara dalam pengangkatan duta dan konsul tersebut. Sama halnya dengan
proses pembuatan undang-undang, yang lahir dari para kepentingan para elit politik dan
dibungkus dengan atas nama kepentingan rakyat. Padahal, tidak sedikit dari produk legislatif
tersebut sama sekali tidak berpihak pada rakyat.
ALFIN SAHRI
2010111068
PRODI ILMU HUKUM