Makalah Limbah Medis
Makalah Limbah Medis
Makalah Limbah Medis
Oleh :
Kelas: 2B
Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadap Allah SWT karena berkat
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penanganan
Limbah Medis dan Non Medis” tepat pada waktunya.
Penyusun mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu setiap pihak diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran
yang bersifat membangun.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Maksud supaya makalah tentang Dampak Limbah serta Penanggulangannya
ini dapat dijadikan masukan untuk membenahi kualitas kehidupan karena adanya
limbah ataupun sampah yang tidak di buang sebagaimana mestinya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
waktu yang cukup lama dan tidak diketahui dengan hanya melihat saja. Hal
ini dikarenakan ukuran limbah yang tidak dapat dilihat
c. Berdampak luas (penyebarannya)
Luasnya dampak yang di timbulkan oleh limbah ini merupakan efek
dari karakteristik limbah yang berukuran mikro yang tak dapat dilihat
dengan mata tellanjang. Contoh dari besarnya dampak yang ditimbulkan
yaitu adanya istilah “Minamata disease” atau keracunan raksa (Hg) di
Jepang yang mengakibatkan nelayan-nelayan mengidap paralis (hilangnya
kemampuan untuk bergerak karena kerusakan pada saraf). Kejadian ini
terajadi di Teluk Minamata dan Sungai Jintsu karena pencemaran oleh raksa
(Hg).
d. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Dampak yang ditimbulkan limbah terutama limbah kimia biasanya
tidak sekedar berdampak pada orang yang terkena tetapi dapat
mengakibatkan turunannya mengalami hal serupa.
Dari karakteristik limbah di atas pencemaran limbah juga didukung oleh
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran limbah terhadap
lingkungan diantaranya :
1. Volume Limbah
Tentunya semakin banyak limbah yang dihasilkan oleh manusia dampak
yang akan ditimbulkan semakin besar pula terasa.
2. Kandungan Bahan Pencemar
Kandunngan yang terdapat di limbah ini mengakibatkan pencemaran
lingkungan apabila kandunganya berbahaya dapat mengakibatkan
pencemaran yang fatal bahkan dapat membunuh manusia serta mahluk
hidup sekitar.
3. Frekuensi Pembuangan Limbah
Pada saat sekarang ini pembuangan limbah semakin naik frekuensinya di
karenakan banyaknya industry yang berdiri. Dengan semakin banyak
frekuensi limbah tentunya pembuanganlimbah menjadi tidak terkandali dan
usaha untuk mengolahnya tidak dapat maksimal dikarenakan pengolahan
limbah yang masih jauh dari harapan kita semua.
4
2.3 Sumber dan Jenis Limbah
2.3.1 Sumber Utama limbah
Sumber adanya limbah sebenarnya banyak sekali tetapi pada
pengelompokannya sumber limbah terdiri dari :
1. Aktivitas manusia
Saat manusia melakukan aktivitas untuk menghasikan sesuatu
barang produksi maka akan timbul suatu limbah karena tidak
mampunya pengolahan yang dilakukan oleh manusia menggunkan
mesin dan juga sulitnya untuk mengolah barang yang tidak berguna
menjadi barang yang bias dimanfaatkan untuk keperluan manusia.
Berikut adalah limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia
misalnya :
a. Hasil pembakaran bahan bakar pada industry dan juga kendaran
bermotor
b. Pengolahan bahan tambang dan minyak bumi
c. Pembakaran hutan untuk membuka lahan pertanian ataupun
perumahan
2. Aktivitas alam
Selaindari aktivitas diatas pencemaran limbah di bumi juga di
timbulkan oleh aktivitas alam walaupun jumlahnya sangat sedikit
pengaruhnya terhadap lingkungan karena lokasinya yang biasanya
bersifat lokal.berikut ini contoh dari aktivitas alam yang menghasilkan
limbah yaitu :
a. Pembusukan bahan organik alami
b. Adanya aktifitas gunung berapi
c. Banjir, longsor serta
d. Aktivitas alam yang lain
Karena kedua aktivitas ini menimbulkan limbah yang mencemari
lingkungan, manusia di bumi terus mengembangkan teknologi untuk
mencegah dampak pencemaran lingkungan. Walaupun dilain pihak
limbah terus meningkat terutamadiakibatkan oleh aktivitas manusia hal
ini didorong oleh beberapa factor sebagai berikut :
5
3. Perkembangan industry
Perkembangan industri yang sangat cepat baik pertambangan,
transportasi dan manufakur atau pabrik yang mengahsilkan limbah
dalam jumlah yang relative besar sehingga terjadi pembuangan limbah
yang kurang terkontrol karena kurannya teknologi untuk membuat
limbah menjadi barang yang terurai atau ramah lingkungan
4. Modernisasi
Pada saat sekarang perkembangan teknologi untuk menghasilkan
barang semakin marak digunakan dikalangan orang yang mengeluti
bidang industry. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan barang dengan
cepat tetapi di lain hal perkembangan teknologi berakibat pada semakin
banyaknya limbah yang dihasilkan oleh teknologi itu sendiri.
5. Pertambahan penduduk
Semakin banyaknya penduduk di bumi ini mengakibatkan
bertambah meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal serta
meingkatnya jumlah kebutuhan akan barang. Hal ini dapat
menimbulkan berberpa macam masal seperti :
a) Pembukaan lahan untuk pemukiman dan saran transportasi
Pembukaan lahan untuk pemukiman dan saran transportasi
berdampak terhadap semakin berkurangnya hutan untuk
mengurangi kadar pencemaran lingkungan.
b) Penimbunan sampah
Semakin hari kita melihat banyaknya sampah yang menumpuk
karena pembuangannya yang sembarangan dan mungkin juga
karena kurang mampunya tempat pembuangan sampah untuk
menampung sampah atau yang biasa disebut TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) dalam menampung sampah sehingga sampah
menumpuk di suatu tempat yang berdampak menurunnya kualitas
lingkungan sekitar
Jenis Limbah
Bermacam-macam limbah mungkin akan kita temui di sekitar kita.
Pernahkah anda melihat sampah plastic, kaleng,pecahan kaca, kotoran hewan dan
6
lain sebagainya. Dari sekian banyaknya limbah ini dapat dikelompokan berdasar
sumber dari limbah ini berasal seperti penjelasan di bawah ini :
Garbage yaitu sisa pengelolaan atau sisa makanan yang mudah membusuk.
Misal limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga, restoran dan hotel.
Rubbish yaitu bahan atau limbah yang tidak mudah membusuk yang terdiri
dari bahan yang mudah terbakar seperti kayu dan kertas bahan yang tidak
mudah terbakar seperti klaeng dan kaca
Ashes yaitu sejenis abu hasil dari proses pembakaran seperti pembakaran
kayu, batubara maupun abu dari hasil industry.
Dead animal yaitu segala jenis bangkai yang membusuk seperti bangkai
kuda, sapi, kucing tikus dan lain-lain.
Street sweeping yaitu segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di
jalan karena perbuatan orang yang tidak bertanggungjawab.
Industrial waste yaitu benda-benda padat sisa dari industry yang tidak
tepakai atau dibuang. Missal industry kaleng dengan potongan kaleng-
kaleng yang tidak terolah.
7
Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman
yang serius bagi kelangsungan dan kelestarian kawasan wisata alam.
Sebaliknya, apabila dikelola dengan baik, sampah memiliki nilai
potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas
dan estetika lingkungan, dan pemanfaatan lain sebagai bahan
pembuatan kompos yang dapat digunakan untuk memperbaiki lahan
kritis di berbagai daerah di Indonesia, dan dapat juga mempengaruhi
penerimaan devisa negara.
Komposisi Sampah
Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa
makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini
dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos;
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk,
seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan,
botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah
ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual
untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang
dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan
gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran,
HVS, maupun karton;
Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak
adalah sampah organik, sebesar 60 – 70%, dan sampah anorganik
sebesar ± 30%.
Ancaman Bagi Kawasan Wisata Alam
Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak
dikelola dengan baik adalah sebagai berikut:
a. Gangguan Kesehatan:
Timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang
dapat mendorong penularan infeksi;
Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit yang terkait
dengan tikus;
8
b. Menurunnya kualitas lingkungan
c. Menurunnya estetika lingkungan
Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan
lingkungan tidak indah untuk dipandang mata;
d. Terhambatnya pembangunan Negara
Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan,
mengakibatkan pengunjung atau wisatawan enggan untuk
mengunjungi daerah wisata tersebut karena merasa tidak nyaman,
dan daerah wisata tersebut menjadi tidak menarik untuk
dikunjungi. Akibatnya jumlah kunjungan wisatawan menurun,
yang berarti devisa negara juga menurun.
Pengelolaan Sampah
Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan
yang diinginkan, maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti
filosofi pengelolaan sampah. Filosofi pengelolaan sampah adalah bahwa semakin
sedikit dan semakin dekat sampah dikelola dari sumbernya, maka pengelolaannya
akan menjadi lebih mudah dan baik, serta lingkungan yang terkena dampak juga
semakin sedikit.
Tahapan Pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di kawasan wisata
alam adalah:
a. Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya
Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan
sampah organik dan anorganik dengan menyediakan tempat sampah
organik dan anorganik disetiap kawasan yang sering dikunjungi
wisatawan.
b. Pemanfaatan Kembali
Kegiatan pemanfaatan sampah kembali, terdiri atas:
1) Pemanfaatan sampah organik, seperti composting (pengomposan).
Sampah yang mudah membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos
yang ramah lingkungan untuk melestarikan fungsi kawasan wisata.
9
Berdasarkan hasil, penelitian diketahui bahwa dengan melakukan
kegiatan composting sampah organik yang komposisinya mencapai
70%, dapat direduksi hingga mencapai 25%.
2) Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan
kerajinan yang berbahan baku dari barang bekas, atau kertas daur
ulang. Sedangkan pemanfaatan kembali secara tidak langsung,
misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran
bekas, botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan.
a. Tempat Pembuangan Sampah Akhir
Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis
baik dari kegiatan composting maupun pemanfaatan sampah
anorganik, jumlahnya mencapai ± 10%, harus dibuang ke Tempat
Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Di Indonesia, pengelolaan
TPA menjadi tanggung jawab masing-masing Pemda.
Dengan pengelolaan sampah yang baik, sisa sampah akhir
yang benar-benar tidak dapat dimanfaatkan lagi hanya sebesar ±
10%. Kegiatan ini tentu saja akan menurunkan biaya pengangkutan
sampah bagi pengelola kawasan wisata alam, mengurangi luasan
kebutuhan tempat untuk lokasi TPS, serta memperkecil
permasalahan sampah yang saat ini dihadapi oleh banyak
pemerintah daerah.
Pengelolaan sampah yang dilakukan di kawasan wisata alam,
akan memberikan banyak manfaat, diantaranya adalah:
a. Menjaga keindahan, kebersihan dan estetika lingkungan
kawasan sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung;
b. Tidak memerlukan TPS yang luas, sehingga pengelola wisata
dapat mengoptimalkan penggunaan pemanfaatan kawasan;
c. Mengurangi biaya angkut sampah ke TPS;
d. Mengurangi beban Pemda dalam mengelola sampah.
10
2.5 Limbah Plastik
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan
kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar,
yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset.
Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi
bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan
kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari
adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus
meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan
plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar
136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam
kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut
diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai
konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut
Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap
rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata
setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah
tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara
lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air,
maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi
lingkungan. (YBP, 1986).
Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-
bahan kimia yang cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah daripada plastik ini
sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik
itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara
sempurna. Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak
bersahabat ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa
menggunakan batasan tertentu. Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya kita yang berada di Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita
temukan di hampir seluruh aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita
mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali (reuse)
11
kantung plastik yang disimpan di rumah. Dengan demikian secara tidak langsung
kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang percuma setelah
digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang
plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita
berbelanja makanan di warung tiga kali sehari berarti dalam satu bulan satu orang
dapat menggunakan 90 kantung plastik yang seringkali dibuang begitu saja. Jika
setengah penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan terkumpul 90×125
juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika
kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan hingga
nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun fenomena yang
terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih malu jika membawa kantung
plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di supermarket negara China,
setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik sendiri dan apabila tidak
membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan
pihak supermarket.
a. Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang)
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan
plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber
daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan
limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun
daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam
skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan
keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik
digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama
dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk
seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya
dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar
suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah
harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk,
pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan
tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan
12
limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan,
pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan
sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik
di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena
pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di
negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja
melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan
canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan
berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-
barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah
plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun
harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk
meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat
jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilen
(PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan
asoi.
13
kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya.
Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai
substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah
dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang
dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi
dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur
ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003)
dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur
ulang.
Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa
polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh
rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih
kurang 200°C).
b. Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang
berupa benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah
bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber dari limbah rumah sakit.
Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990
tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk
menyelenggarakan kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan
penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan
kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
(Siregar, 2001).
Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui
berbagai macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih,
penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu,
14
perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu diberi
perhatian khusus (Said dan Ineza, 2002).
Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang
melaksanakan pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai
lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan kesehatan
yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan
pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002).
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang
berupa benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah
bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan
limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) :
Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.
Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan
fasilitas yang diperlukan.
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan
menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan,
pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan
dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu
secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan
mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga
sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan
fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan.
Namun harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu
ditingkatkan lagi (Barlin, 1995).
c. Peranan Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat
15
nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik yang
dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi
lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud
dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi
besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan
masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan
Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada
alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan Iimbah
padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media
penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun
masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara,
pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran
tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat
mempunyai dampak besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok
Kesehatan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu
Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan pencegahan
dan pemberantasan penyakitpencegahan dan penanggulangan pencemaran,
pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat
dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003). Usaha peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha
pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami
kemajuan. Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran
limbah rumah sakit antara lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :
Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.
Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.
Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada
dasarnya berfungsi menerima limbah cair yang berasal dari berbagai alat
sanitair, menyalurkan melalui instalasi saluran pembuangan dalam gedung
16
selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju
instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang
sudah diolah mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke
saluran pembuangan kota (Sabayang dkk, 1996). Limbah padat yang
berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain sebagainya
baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya
sehingga kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah
sakit dapat terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak
pencemaran limbah rumah sakit tersebut (Sabayang dkk, 1996).
d. Potensi Pencemaran Limbah Rumah Sakit
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997
diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996
tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan
bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari.
Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per
hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat)
berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius
sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah
(limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah
sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan
betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan
kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit
(Sebayang dkk, 1996). Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah
besar, beberapa diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya.
Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 – 0,6 kilogram per tempat
tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996).
Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan
teguran kepada 23 rumah sakit (RS) yang tidak mengindahkan surat
peringatan mengenai keharusan memiliki instalasi pengolahan air limbah
(IPAL). Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit
yang ada di Jaktim, hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan
17
bekerja dengan baik. Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan
beberapa rumah sakit
IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data
tersebut juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang
memiliki incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah
padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh
dibuang begitu saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma,
pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak
rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali.
Sayangnya, sejak dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu,
hanya tiga rumah sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya,
limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum
dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius
disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur
limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar
permasalahan limbah medis. Padahal, limbah medis memerlukan
pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang
termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah
sitotoksis, dan limbah laboratorium. Pasalnya, tangki pembuangan seperti
itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat
pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit
dibuang ke tangki pembuangan seperti itu (Sebayang dkk,
1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Sudin Kesmas
Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena
pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit.
Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan
Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan
dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL,
juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan
surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia
harus di bakar di incinerator. Persoalannya, harga incinerator itu cukup
18
mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya (Sebayang dkk,
1996).
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit,
dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari
kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian
manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami
masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan
pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian
pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk
menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran,
kurang memahami apa yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi
kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang
harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk
mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik
pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang).
Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap
pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun
non B3. Memantau aliran obat mencakup pembelian dan persediaan serta
meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan lingkungan
melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan, pencegahan
pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat (Sebayang
dkk, 1996).
e. Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Serta Lingkungan
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak
yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik
meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan
tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh
kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
(Said, 1999). Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
19
yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat
mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan
parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah
sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan
lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung
mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang
menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah
sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang
memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan
peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib
buruk (Said, 1999).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika
dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori.
Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah
yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah
sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).
jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan
Djustiana, 1998) :
1. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan
dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan
mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan
staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai
resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau
pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang
diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk
darah.
2. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf
sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label
biohazard.
20
3. Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan
plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak
menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena
memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.
4. Limbah Dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai
serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus
merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit.
5. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian
infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur
dengan baik.
f. Pencegahan Pengolahan Limbah Pada Pelayanan Kesehatan
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi
volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau
kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan
pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya
preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke
lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya,
serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib, 1999). Program minimisasi
limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih
merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan
pengolahan limbah yang masih mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999).
Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan
teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah
berbahaya antara lain reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah
(waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement),
pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya
(source reduction) (Hananto, 1999).
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus
dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu
21
mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses
produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi
volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan
keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar,
hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi
kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya
relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang digunakan untuk
reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) :
1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam
menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran,
tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi
dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran
limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya,
sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi
biaya pengolahan limbah.
3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian
alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar
persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses
kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan
gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan
terkontrol.
5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan
petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan
efisiensi.
6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses
kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan
efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat
pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.
Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah
di seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga
22
limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu
memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) :
1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna,
satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.
3. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai
limbah klinik.
4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai
limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan
kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana,
2000) :
1. Pemisahan limbah
Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas
Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang
berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk
insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup
mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang
tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan
mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna,
kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan
unit-unit lain.
2. Penyimpanan limbah
Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3
bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga
kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-
tempat tertentu untuk dikumpulkan
Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung
dengan warna yang samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat
yang sesuai
23
Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu
dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila
telah ditutup
Kantung dipegang pada lehernya
Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan
memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal),
pada waktu mengangkut kantong tersebut
Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru
yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut
seisinya (double bagging)
Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam
yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah
Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya
kedalam kantung limbah
4. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut
kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke
kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan
dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas
Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut
limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari,
kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan
dengan menggunakan larutan klorin.
5. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik
dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah
klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun
dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari
yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
24
Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih
sederhana dibanding dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas
tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan dan bangunan
khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang
antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :
Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);
Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-
rata selama 24 jam.
Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara
dan bebas kuman padao gen (khususnya alpha streptococus
haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang perawatan dan isolasi :
kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar
gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi
maksimum yang telah ditentukan.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator
sendiri. insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar
pada suhu 1300 – 1500o C atau lebih tinggi dan mungkin dapat
mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan
energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh
penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah
sakityang berasal dari rumah sakitlain. Insinerator modern yang baik
tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya
menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda
tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan
Sulaiman, 2001).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat
ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran
(liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001) :
Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
Tambahkan lapisan kapur.
25
Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa
ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan
tanah.
Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.
g. Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakitumumnya banyak
mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat
membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakittersebut.
Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari
laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan
dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau
activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan
inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum
“dilempar” menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya,
ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya.
Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang (Suparmin dkk, 2002).
h. Teknologi Pengolahan Limbah
Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak
dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator.
Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik
banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan
dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang
membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-
sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat
medis (Suparmin dkk, 2002).
Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada
sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan
Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama
zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat
dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh
(Suparmin dkk, 2002). Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah
ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi.
26
Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang
direkomendasikan United States Environmental Protection Agency
(USEPA) pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga
diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain
(Christiani, 2002).
Ozonisasi
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses
ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies
dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906.
Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun
waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air
minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika (Berlanga,
1998).
Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi
bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada
ruangan kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari
sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa
disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat
dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge
(Berlanga, 1998). Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh
berbagai macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella
enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya
(Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding
bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui
proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl
radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan
perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam
mengolah limbah cair domestik dan industri (Akers, 1993).
27
Ozonisasi Limbah cair rumah sakit
Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur,
laundry, toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi
lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon
yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan
membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986).
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi
untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya.
Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi
dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986).
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki
ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang
terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan
karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak
mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini
karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara
dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang
dengan aman ke sungai (Harper, 1986).
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH),
sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V),
jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan
oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida,
atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh
hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk
kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa
organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen
yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan
karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk
mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi
berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna
pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik
serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair
28
rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses
adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan
karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses
penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang
dengan cara dicuci (Wilson, 1986).
Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu
ultraviolet atau hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan
didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan
dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat
menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus
menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga
mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah
sakittidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan
kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain
efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi
yang luas (Wilson, 1986).
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak
positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak
negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang
tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik
akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin
pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan
kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di
lingkungan rumah sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan
pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakitsebagai salah astu indikator
penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang
sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang
dihasilkan (Wilson, 1986)
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah)
atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis.
Karakteristik limbah:
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Limbah merupakan hasil dari aktivitas manusia dan aktivitas alam.
Pengolahan limbah merupakan cara untuk mengurangi pencemaran yang
diakibatkan oleh limbah.
3.2 Saran
Pengolahan limbah disaat ini perlu perhatian khusus mengingat semakin
banyaknya volume limbah di lingkungan sekitar. Dengan pengolahan limbah
diharapkan lingkungan sekitar bisa tetap alami tidak tercemar oleh limbah.
30
DAFTAR PUSTAKA
Berlanga B (1998). Process, formula and installation for the treatment and
sterilization of biological, solid, liquid, ferrous metallic, non-ferrous
metallic, toxic and dangerous hospitalwaste material. United States Patent :
5,820,541
Christiani (2002). Pemanfaatan substrat padat untuk imobilisasi sel lumpur aktif
pada pengolahan limbah cair rumah sakit. Buletin Keslingmas
Djoko S (2001). Pengelolaan limbah rumah sakit. Sipil Soepra : jurnal sipil 3(8):
91-9
Harper (1986). Hospital waste disposal system. United States Patent : 4,619,409
Haryanto (2001). Analisis senyawa-senyawa kimia limbah cair rumah sakit Kodya
Jambi. Percikan : 31 (Mei): 54-9
http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah
http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_0604/isi_4.
htm
31
http://onlinebuku.com/2009/01/20/pengolahan-limbah-plastik-dengan-metode-
daur-ulang-recycle/
http://www.klinikmedis.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=7:pencegahan-penanganan-
pengolahan-limbah-rumah-sakit&catid=1:latest-news
32