Seminar Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: Aromaticum Linn.)
Seminar Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: Aromaticum Linn.)
Seminar Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: Aromaticum Linn.)
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
The productivity of cloves (Syzigium aromaticum Linn.) as an endemic plant to
Indonesia is still low when compared with its potential because of the low quality seeds.
Viability as a property for the physiological quality of seeds is influenced by the level of
seed maturity. This study aims to determine the period of physiological maturity and the
appropriate germination media. This study consist of two experiment. The first
experiment used a complete randomized design (CRD) the factor is the level of seed
maturity namely: red green, pink, red and dark red. The second experiment used a CRD
factorial. The first factor is the level of seed maturity (the color of fruit): red green,
pink, red and dark red. The second factor is the type of germination media: sand,
cocopeat and zeolite. The result of the research showed that the period of first count of
clove seeds was at 27 days after planting (DAP) and final count at 47 DAP. The
physiological maturity period of seed is obtained in red fruit. The red fruit have the best
potential viability (100%) and the speed of growth (63.75%). Sand and zeolite media
are the perfect medium for germination of clove seeds.
Keyword : Level of seed maturity, fruit color, viability, vigor and growing environment.
PENDAHULUAN
Produktivitas rata-rata cengkeh di Indonesia saat ini masih rendah yaitu sebesar
425 kg ha-1 (Ditjenbun 2016) atau sekitar 2.1 – 2.7 pohon-1. Produktivitas tanaman
sangat ditentukan oleh penggunaan benih unggul dan bermutu, baik secara fisik,
fisiologis dan genetik. Viabilitas sebagai salah satu indikator mutu fisiologis benih
sangat ditentukan oleh tingkat kemasakan benih yang salah satunya dicirikan oleh
perubahan warna dan ukuran buah atau benih (Yuniarti et al. 2016). Masak fisiologis
benih cengkeh sebelumnya ditentukan berdasarkan usia setelah antesis (MSA) yang
ditandai dengan tingginya nilai daya berkecambah. Namun penggunaan usia setelah
antesis sebagai indikator masak fisiologis sangat tidak efektif karena adanya
ketidakserempakan waktu antesis bunga dalam setiap tangkai dan antar tangkai bunga
sehinga diperlukan metode lain untuk menentukan masak fisiologis benih.
Penggunakan indikator perubahan warna buah untuk menentukan masak fisiologis
sebelumnya telah diterapkan pada beberapa jenis benih dan terbukti efektif yang
ditandai dengan nilai daya berkecambah tertinggi, diantaranya benih salam (Setyowati
dan Fadli 2015), kopi (Ichsan et al. 2013) dan kakao (Kusumastuti 2013). Metode
pengujian daya berkecambah benih cengkeh yang dilaporkan saat ini belum ada di
aturan International Seed Testing Association (ISTA 2014) sehingga perlu dilakukan
pengembangan metode uji daya berkecambah benih cengkeh. Metode pengamatan daya
1
Makalah merupakan bagian dari tesis, disampaiakan pada seminar Sekolah Pascasarjana IPB
2
Mahasiswa S2 Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pascasarjana IPB
3
Ketua komisi pembimbing, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB
4
Anggota komisi pembimbing, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB
2
berkecambah benih menurut ISTA ditentukan melalui pengamatan hari pertama dan
terakhir. Hasil penelitian Indraeni (2017) pada uji daya berkecambah benih jamblang
yaitu pengamatan hari pertama terjadi pada hari ke - 32 dan pengamatan hari terakhir
pada hari ke – 83 setelah dikecambahkan.
Faktor lain yang mempengaruhi daya berkecambah benih adalah kesesuaian
media perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan setiap benih memiliki respon berbeda
terhadap media perkecambahan. Hasil penelitian pada benih pala penggunaan media
pasir nyata paling baik (Febriyan dan Widajati 2015), sementara penggunaan media
zeolit pada benih duku nyata paling baik dengan daya berkecambah sebesar 83.6%
(Hartati et al. 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat masak fisiologi benih, dan
metode uji daya berkecambah benih cengkeh.
Penanaman
Benih direndam dalam larutan Dithane M-45 sebanyak 3 g L-1 selama ±2 menit,
setelah itu ditiriskan selama ±5 menit. Pengecambahan benih dilakukan di green house
3
menggunakan box plastik berukuran 35 x 30 x 12 cm. Box plastik diletakkan di atas rak
bambu dengan ketinggian ±80 cm dari permukaan tanah. Benih ditanam pada media
dengan posisi melintang, radikula menghadap ke bawah, kemudian di timbun kembali
setebal 1.5 – 2 cm. Penyiraman dilakukan setiap 1 hari sekali dan penyemprotan
fungisida dithane 3 gr L-1 dilakukan 1 minggu sekali atau disesuaikan dengan berat
ringannya serangan cendawan pada benih.
Uji kadar air benih
Pengujian kadar air (KA) benih dilakukan sebelum pengecambahan benih. Benih
diiris tipis menggunakan cutter dengan ketebalan ±0,3 – 0,4 cm. Kadar air benih diukur
menggunakan metode oven pada suhu oven 103 ± 2 0C selama 17 ± 1 jam.
Evaluasi viabilitas dan vigor benih
Evaluasi viabilitas benih dilakukan dengan mengamati pertumbuhan kecambah
normal setiap hari hingga periode 50 hari setelah tanam. Tolok ukur viabilitas benih
yang diamati ialah pengamatan hari pertama dan terakhir uji daya berkecambah, daya
berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), keserempakan tumbuh
(KST) dan potensi tumbuh maksimum (PTM). Kriteria kecambah normal yang
digunakan mengacu pada ISTA (2014) dimana kriteria kecambah normal untuk tanaman
pohon yaitu memiliki akar primer dan sekunder, hipokotil, kotiledon, epikotil dan
plumula dengan panjang minimal 4 kali panjang benih.
Analisis data
Data diuji F, jika menunjukkan pengaruh nyata dilanjutkan uji beda duncan pada
selang kepercayaan 95%.
60
50
Kadar air (%)
40
30
20
10
0
Merah hijau Merah muda Merah Merah tua
Gambar 1. Kadar air benih cengkeh pada berbagai tingkat kemasakan
Periode pengamatan hari pertama (First count) dan terakhir (final count)
4
Struktur kecambah normal benih cengkeh memiliki seluruh struktur esensial benih
yaitu akar primer dan sekunder, kotiledon, hipokotil, epikotil dan plumula dengan
panjang kecambah dari pangkal akar minimal 4 kali panjang benih (Gambar 2).
Viabilitas benih merupakan tolok ukur mutu fisiologis benih. Penentuan viabilitas
benih dilakukan dengan uji daya berkecambah. Uji daya berkecambah dilakukan dengan
mengamati jumlah kecambah normal yang tumbuh pada hitungan pertama (first count)
dan hitungan terakhir (final count). Menurut (Sadjad 1994) first count ditentukan pada
saat persentase jumlah kecambah normal per hari (etmal) mencapai maksimum, dan
final count adalah saat persentase jumlah kecambah normal per hari tidak lagi
menunjukan pertambahan (akumulasi).
Benih cengkeh dengan tingkat kemasakan berbeda memiliki first count dan final
count masing-masing yaitu saat 27-30 hari setelah tanam (HST) dan 33-42 HST pada
media pasir (Gambar 3), 30-33 HST dan 43-47 HST pada media cocopit (Gambar 4),
serta 27-31 HST dan 36-41 pada media zeolit (Gambar 5). First count dapat diamati
pada saat 27 HST dan final count pada 47 HST (Tabel 2).
100
Daya berkecambah (%) 90 Merah
Merah hijau
hijau
80
70 Merah
Merah muda
muda
60
50 Merah
Merah tua
40
30 Merah
Merah tua
gelap
20
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49
Hari pengamatan
Gambar 3. Penentuan first count dan final count benih cengkeh pada berbagai tingkat
kemasakan dan media pasir.
100
Daya berkecambah (%)
Merah
Merah hijau
hijau
80
Merah
Merah muda
muda
60
40 Merah
Merah tua
20 Merah
Merah tua
gelap
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49
Hari pengamatan
Gambar 4. Penentuan first count dan final count benih cengkeh pada berbagai tingkat
kemasakan benih dan media cocopit
100
90 Merahhijau
Merah hijau
Daya berkecambah (%)
80
70 Merahmuda
Merah muda
60
50
Merahtua
Merah
40
30
20 Merahgelap
Merah tua
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49
Hari pengamatan
Gambar 5. Penentuan first count dan final count benih cengkeh pada berbagai tingkat
kemasakan benih dan media zeolit
Viabilitas benih
Viabilitas benih umumnya dilihat berdasarkan daya berkecambah (DB) dan
potensi tumbuh maksimum (PTM). Hasil analisis ragam menunjukan bahwa DB dan
PTM dipengaruhi oleh tingkat kemasakan benih dan media perkecambahan. Benih
berwarna merah hijau dan merah muda yang dikecambahkan pada media cocopit
memiliki DB dan PTM nyata lebih rendah (Tabel 3). Kondisi media cocopit terlalu
basah sehingga memicu perkembangan cendawan pada media perkecambahan. Meski
demikian seluruh benih yang dikecambahkan pada masing-masing media memiliki DB
dan PTM diatas 85%.
6
Tabel 2. Daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum benih cengkeh pada
berbagai tingkat kemasakan dan media perkecambahan
Tingkat kemasakan
Media
Merah hijau Merah muda Merah Merah tua
---------- Daya berkecambah ----------
Pasir 98.13ab 95.00b 98.13ab 98.75ab
Cocopit 85.63e 87.50de 94.38bc 90.63cd
ab ab a
Zeolit 96.88 97.50 100.00 98.75ab
---------- Potensi tumbuh maksimum (%) ----------
a
Pasir 100.00 100.00a 100.00a 100.00a
Cocopit 86.88c 90.00c 98.13a 93.75b
a a a
Zeolit 100.00 100.00 100.00 100.00a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan tidak
beda nyata uji Duncan.
Benih dengan tingkat kemasakan merah hijau sampai dengan merah tua yang
dikecambahkan pada media pasir dan zeolit memiliki persentase DB yang sama. Semua
benih dengan tingkat kemasakan berbeda yang dikecambahkan pada media pasir dan
zeolit memiliki PTM yang sama. Hal ini menunjukan bahwa media pasir dan zeolit
merupakan media yang sesuai bagi perkecambahan benih cengkeh. Hasil ini sesuai
dengan penelitian penggunaan media pasir pada perkecambahan benih aren (Rofik dan
Murniati 2008) dan media zeolit pada benih duku (Hartati et al. 2001) yang menunjukan
bahwa kedua media menghasilkan DB nyata lebih tinggi yaitu masing-masing sebesar
88.33% dan 83.6%. Menurut Rusmin et al. (2014) dan Ciptaningtyas dan Suhardiyanto
(2016) kualitas aerasi dan drainase yang baik pada media perkecambahan memudahkan
benih mendapatkan air dan udara dalam jumlah yang cukup selama proses
perkecambahan, serta menjaga kelembaban lingkungan tumbuh akar tetap optimal.
Penggunaan media cocopit kurang sesuai bagi perkecambahan benih cengkeh
karena kondisi media terlalu basah, sehingga banyak benih terserang cendawan, tumbuh
menjadi kecambah abnormal hingga beberapa benih mati.
Vigor benih
Indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT) merupakan tolok ukur vigor benih.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa tingkat kemasakan benih berpengaruh nyata
terhadap indeks vigor dan kecepatan tumbuh. Benih berwarna merah memiliki indeks
vigor dan kecepatan tumbuh nyata paling tinggi (Tabel 4).
Benih masak fisiologis memiliki akumulasi cadangan makanan maksimum untuk
mendukung proses metabolisme dan perkembangan struktur esensial (embryonic axis)
yaitu akar, hipokotil, epikotil dan plumula hingga menjadi kecambah normal (Mello et
al. 2010). Benih belum masak fisiologis belum memiliki cadangan makanan yang cukup
dan struktur esensial belum terbentuk sempurna sehingga akan menghambat proses
perkecambahan, sebaliknya benih lewat masak fisiologis akan menyebabkan kerusakan
di lapangan (Pramono dan Rustam 2017).
Pada media pasir, tingkat kemasakan benih berwarna merah menunjukan IV dan
KCT yang nyata lebih tinggi. Benih lewat mask fisiologis (merah tua) mengalami
penurunan IV dan KCT yang nyata. Berdasarkan hasil pengamatan pada tolok ukur
vigor, maka masak fisiolgis benih cengkeh pada buah berwarna merah.
7
Tabel 3. Indeks vigor dan Kecepatan tumbuh benih cengkeh pada berbagai tingkat
kemasakan dan media perkecambahan
Media Tingkat Kemasakan
Merah hijau Merah muda Merah Merah tua
---------- Indeks Vigor (%) ----------
c
Pasir 54.38 56.25c 73.75a 63.13b
f ef def
Cocopit 43.13 45.63 47.50 45.63ef
Zeolit 51.25cde 53.13cd 57.50bc 55.00c
---------- Kecepatan Tumbuh (% KN/etmal) ----------
bc
Pasir 1.05 0.92ef 1.19a 1.04c
g g f
Cocopit 0.73 0.77 0.88 0.78g
Zeolit 0.95de 1.01cd 1.11b 1.00cd
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukan tidak
beda nyata uji Duncan.
SIMPULAN
1. First count dan final count pengujian daya berkecambah benih cengkeh diamati
pada 27 dan 47 HST.
2. Masak fisiologis benih cengkeh diperoleh pada buah berwarna merah, dengan
viabilitas dan vigor tertinggi.
3. Media pasir dan zeolit merupakan media yang sesuai untuk perkecambahan benih
cengkeh dengan pola penyiraman sehari sekali.
DAFTAR PUSTAKA
38–48.
Mello JI de O, Barbedo CJ, Salatino AF-Ribeiro, Rita de CL. 2010. Reserve
carbohydrates and lipids from the seeds of four tropical tree species with different
sensitivity to desiccation. Brazilian Archives of Biology and Technology. 53(4):
883-889). doi: 10.1590/S1516-89132010000400019.
Pramono AA, Rustam E. 2017. Perubahan kondisi fisik, fisiologis, dan biokimia benih
Michelia champaca pada berbagai tingkat kemasakan. Pros Sem Nas Masy Biodiv
Indon 3(3): 368–375. doi: 10.13057/psnmbi/m030313.
Rofik A, Murniati E. 2008. Seed deoperculation and germination substrate to enhance
viability of sugar palm (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) seed. Buletin Agronomi
40(36): 33–40.
Rusmin D, Suwarno Faiza C, Darwati Ireng, Ilyas Satriyas. 2014. Pengaruh suhu dan
media perkecambahan terhadap viabilitas dan vigor benih purwoceng untuk
menentukan metode pengujian benih. Bul. Littro 25(1): 45–52.
Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID): PT. Widiasarana
Indonesia.
Setyowati N, Fadli A. 2015. Penentuan tingkat kematangan buah salam (Syzigium
polyanthum (Wight) Walpers) sebagai benih dengan uji kecambah dan vigor biji.
Jurnal Pusbindiklat Lipi 1(1): 1–8.
Yuniarti N, Kurniaty R, Danu, Siregar N. 2016. Mutu fisik, fisiologis dan kandungan
biokimia benih trema (Trema orientalis Linn. Blume) berdasarkan tingkat
kemasakan buah. Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan 4(2): 53–65.
doi:https://doi.org/10.20886/bptpth.2016.4.2.53-65.