Contoh Tesis

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 79

Prodi: P.A.K.

TESIS

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN KELUARGA


DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKS
PADA ANAK USIA REMAJA

Oleh :
LILY PANGKIRO, S.Th

SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN TERUNA BHAKTI


YOGYAKARTA DI TENTENA
JUNI 2015
LEMBAR PENGESAHAN

PENELITIAN

1. Judul Penelitian : Pengaruh Tingkat Pendidikan Keluarga Dalam


Memberikan Pendidikan Seks Pada Anak Usia Remaja
2. Bidang Ilmu : Keagamaan
3. Nama dan Gelar Pengusul : Dr. Johannis Siahaya, M.Th.
4. NIDN : 0507016302
5. Perguruan Tinggi Asal : Sekolah Tinggi Agama Kristen Teruna Bhakti
6. Alamat : Komp. SMA Santo Thomas. Jl. Balerejo, Timoho,
Yogyakarta
7. No.Tlp/HP : 0274-633014/081328000621
8. Email :
9. Lama Kegiatan : 1 Tahun
10. Biaya Penelitia : ---

Tentena, 17 Desember 2014

Disahkan oleh, Pengusul,

Dosen Metode Penelitian

Dr. Johannis Siahaya, M.Th. Lily Pangkiro, S.Th.

Mengetahui,
KETUA STAK TERUNA BHAKTI YOGYAKARTA

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.


NIDN.

ii
I. Identitas Peneliti

1. Judul Penelitian : Pengaruh Tingkat Pendidikan Keluarga Dalam


Memberikan Pendidikan Seks Pada Anak Usia Remaja
2. Nama dan Gelar Pengusul : Dr. Johannis Siahaya, M.Th.
3. Bidang Ilmu (Penelitian) : Sosial Kebudayaan dan Keagamaan
4. Bidang Ilmu (Keahlian) : Keagamaan (Teologi)
5. Objek Penelitian (jenis matial yang akan diteliti dan aspek penelitian):
Objek matrial adalah tingkat pengetahuan orang tentang pendidikan seks, serta cara
pengajaran orang tua tentang seks kepada anak usia remaja.
6. Masa Pelaksanaan Penelitian :
1. Mulai bulan : Agustus 2014
2. Selesai bulan : Desember 2014
7. Biaya yang diusulkan : ---
8. Lokasi Penelitian : Kelurahan Pamona Kecamatan Pamona Puselemba
9. Hasil yang ditargetkan (temuan baru/paket teknologi/hasil lain:
Dengan hasil penelitian akan diketahui penyebab dari kurangnya pengetahuan tentang
pendidikan seks pada anak usia remaja, khususnya pendidikan seks yang didapatkan dari
orang tua.

II. Substansi Penelitian

ABSTRAK

Seks dalam pemikiran masyarakat merupakan suatu yang sangat awam untuk mereka
ketahui, itu karena sebagian yang menganggap bahwa berbicara mengenai seks itu pasti
mengarah kearah – arah yang negative seperti keporno – pornoan, tetapi setelah saya
mengangkat judul tesis ini ternyata hal tersebut tidak seperti yang masyarakat fikirkan karena
pengertian seks itu sendiri merupakan jenis kelamin, yang kita ketahui bahwa manusia itu di
ciptakan berjenis – jenis yaitu laki – laki dan perempuan. Maka dari itulah saya ingin
membedakan cara pengajaran atau arahan orang tua yang berbeda pendidikan, mengenai seks itu
sendiri bagaimana menurut masing-masing orang tua. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif purposive sampling yaitu memilih informan yang berdasarkan dari tingkat pendidikan
orang tua.

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih trend-nya

“sex education” sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau

remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasanya sex

education maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja, dimana anak-anak

tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan sex education yang disebab orang tua masih

menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang tabu. Sehingga dari ketidak

fahaman tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan kesehatan anatomi

reproduksinya.

Dalam kehidupan sehari – hari banyak sering dijumpai kenyataan bahwa anak yang berusia

remaja rentan terjerumus dalam dunia seks. Itu karena pergaulan bebas yang tidak terkontrol oleh

keluarga, paling utama adalah orang tua. Orang tua harus berperan serta dalam mendidik atau

membina anaknya yang telah berusia remaja di dalam keluarga karena hubungan anak dengan orang

tua dan anggota keluarga lain dapat dianggap sebagai suatu sistem atau jaringan bagian – bagian

yang berinteraksi. Sistem keluarga ada dalam perangkat sistem yang lebih besar yaitu lingkungan,

komunitas, dan masyarakat yang lebih luas lagi. Sistem – sistem tersebut berpengaruh terhadap anak

baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui sikap dan cara perawatan asuhan anak oleh

orang tua.

Lingkungan tempat tinggal dan subkultur seorang anak misalnya mempunyai pengaruh besar

terhadap pengalamannya, pandangan terhadap penampilan orang lain, kepercayaan dan nilai – nilai

serta kebebasan yang di berikan orang tuanya. Semua orang tua memiliki nilai ideal yang implisit

maupun eksplisit atas anak – anak mereka tentang pengetahuan nilai moral dan standar prilaku yang

1
bagaimana yang harus mereka miliki bila dewasa. Orang tua mencoba berbagi strategi untuk

mendorng anak mencapai tujuan tersebut. Mereka mengukuhkan dan menghukum anak mereka

menggunakan diri sendiri sebagai panutan, mereka menjelaskan kepercayaan dan harapan mereka

mencoba memiliki lingkungan tempat tinggal, teman sebaya, dan sekolah yang menunjang nilai dan

pencapaian tujuan mereka.

Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang lebih sulit dibandingkan

pertengahan masa kanak – kanak baik bagi remaja itu sendiri maupun orang tua mereka. Sekitar 300

tahun sebelum Masehi, dalam buku “Psikologi Perkembangan pribadi” (2001), “Aristoteles

mengeluh bahwa remaja itu penuh gairah, pemberani dan mudah membawa oleh dorongan hati

mereka’’ Kiell (1967). Karenanya Plato (1953) menasehatkan bahwa anak laki – laki tidak boleh

minum – minuman keras sampai mereka berusia 18 tahun karena mereka mudah terangsang “(api

tidak boleh dituangkan diatas api”).

Periode yang disebut masa remaja ini berlangsung singkat, seperti dalam beberapa

masyarakat yang sederhana, atau relatif lama seperti yang terjadi dalam masyarakat berteknologi

maju. Awal timbulnya masa remaja ini dapat melibatkan perubahan – perubahan mendadak dalam

tuntutan dan harapan sosial atau hanya berupa peralihan bertahap dari peranan sebelumnya. Sehingga

kemampuan kognitif remaja juga terus berkembang. Baik secara kualitatif maupun kuantitatif selama

tahun – tahun masa remaja. Perolehan tersebut dikatakan kuantitatif dalam pengertian bahwa remaja

mampu menyelesaikan tugas – tugas intelektual dengan lebih mudah, lebih cepat dan efisien

dibanding ketika masih kanak – kanak.1

Sedangkan dikatakan kualitatif karena perubahan yang bermakna juga terjadi dalam proses

mental dasar yang digunakan untuk mendefinisikan dan menalar permasalahan. Seperti yang

dikemukakan oleh Theodore Schults dalam buku “Perkembangan kepribadian anak” (1981),

pendidikan mempunyai fungsi yang amat penting dalam mengubah human asset menjadi human
1
Harper and Row. 1984.Perkembangan dan kepribadian anak.

2
capital. Demikan pula dalam pendidikan menduduki peranan penting dalam upayanya meningkatkan

kualitas manusia, baik sosial, spiritual, intelektual, maupun professional.

Di semua masyarakat yang pernah dikenal, hampir semua orang hidup terikat dalam jaringan

kewajiban dan hak keluarga yang disebut hubungan peran (role relations). Seseorang disadarkan

akan adanya hubungan peran tersebut karena proses sosialisasi yang sudah berlangsung sejak masa

kanak – kanak, yaitu suatu proses dimana ia belajar mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota

keluarga lain dari padanya, yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang

dikehendaki. Tetapi ada orang yang merasakan kewajiban itu sebagai suatu beban, atau tidak peduli

akan hak – hak tersebut.

Keanekaragaman tingkah laku inilah yang menjadi salah satu tema pembicaraan umum yang

terdapat di semua masyarakat, yaitu mengenai apa yang menjadi kewajiban anak dan orang tua,

suami dan isteri, keponakan dan paman, dan juga apakah semua tugas dan tanggung jawab tersebut

sudah dijalankan? Diskusi semacam ini lebih sering terjadi dalam masyarakat yang sedang menuju

tahap industrialisasi, maka dari penjelasan diatas sehingga di Poso terdapat kasus yang mungkin

ingin diketahui secara jelas terhadap sistem pola cara pengajaran orang tua yang berdasarkan tingkat

pendidikan yang berbeda, terkhusus pada lokasi kelurahan Pamona Puselemba. Lokasi ini dipilih

karena di kelurahan tersebut sudah padat akan penduduk yang berbagai suku bangsa dan juga

latarbelakang pekerjaan dan pendidikan yang berbeda, sehingga remaja di kelurahan tersebut cukup

banyak.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin meneliti tentang Pengaruh Tingkat

Pendidikan Keluarga Dalam Memberikan Pendidikan Seks Pada Anak Usia Remaja”.

3
B. Identifikasi Masalah

Pendidikan seks artinya sangat beragam, seks bisa berarti jenis kelamin, laki-laki dan

perempuan. Seks bisa juga diartikan pelajaran tentang organ-organ reproduksi. Seks tidak harus

selalu berarti hubungan seksual. Hubungan seks sendiri adalah hubungan intim yang dilakukan

pria dan wanita yang terikat dalam sebuah pernikahan. Namun dalam penerapan mengenai

manfaat informasi tentang pendidikan seks dalam keluarga ini mengidentifikasi berbagai

masalah sebagai mana telah diuraikan dalam latar belakang. Adapun identifikasi masalah

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Belum adanya media informasi buku yang khusus membahas manfaat pendidikan seks dan

cara penyampaian informasi tentang seks dalam keluarga berdasarkan usia.

2. Masyarakat kurang menyadari dampak kurangnya informasi tentang seks dalam keluarga.

3. Pendidikan seks dalam keluarga sebagai usaha pencegahan terjadinya hal-hal negatif yang

diakibatkan dari kegiatan seks bebas.

4. Memberikan informasi kepada orangtua agar memberikan pendidikan seks sejak dini untuk

menghindari dan membekali anak dari pergaulan seks bebas dan bahaya akibat dari seks

bebas.

5. Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak yang disebabkan karena kesibukan masing-

masing sehingga anak tidak memperoleh pengetahuan tentang seks dari orangtua.

C. Rumusan Masalah

Pada penjelasan yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

masalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimana pola pendidikan seks bagi anak usia remaja oleh keluarga dengan orang tua

berpendidikan tinggi, berpendidikan sedang dan berpendidikan rendah?

4
2. Bagaimana kendala dan penyelesaian masalah dalam pendidikan seks bagi anak usia remaja?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk melihat, menggambarkan, mempelajari, dan menjelaskan

bagaimana sesungguhnya peran keluarga terutama orang tua dalam memberikan arahan atau

pandangan kepada anak yang sudah menginjak masa usia remaja mengenai pendidikan seks di usia

dini.

Serta ingin mengetahui cara orang tua yang berbeda dari latarbelakang pendidikan

memberikan arahan atau pandangan pada anak yang berusia remaja.

E. Keutamaan Penelitian

Penelitian ini difokuskan kepada orang tua remaja, dikarenakan untuk mengetahui pola

pengajaran khususnya berdasarkan tingkat pendidikan masing – masing, mengenai pendidikan seks

terhadap anak remajanya, yang difokuskan hanya pada pengenalan alat – alat reproduksi, masa

menuju keremajaan, serta dampak positif dan negatifnya pacaran di usia remaja.

Penelitian ini dilakukan guna menambah pengetahuan bagi si penulis dan sebagai acuan bagi

si pembaca guna agar mengetahui bahwa pendidikan dan arahan yang di berikan oleh orang tua

mereka mengenai pendidikan seks pada anak yang sudah menginjak usia remaja sangatlah penting, di

samping mereka dapat mengetahui proses menuju masa remajanya, serta mengetahui hal – hal apa

saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada masa remajanya.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

Studi Pustaka ini dimaksudkan untuk menunjukan dan menjelaskan tentang Pengaruh

Tingkat Pendidikan Keluarga Dalam Memberikan Pendidikan Seks Pada Anak Usia Remaja .

A. Kajian Filosofi

1. Konsep Keluarga dan Fungsinya

Keluarga sebagai suatu sub – sistem sosial memerlukan adanya perhatian khusus

terhadap pendekatan yang akan digunakan untuk mempelajarinya. Pertama, baik ideal maupun

kenyataan tidak dapat dihilangkan dari pusat perhatian. Umpamanya sangat bersahaja untuk

menandaskan, terhadap seperempat sampai sepertiga pasangan yang menikah akan bercerai,

mereka itu tidak dianggap menjunjung nilai – nilai monogami.

Dalam Buku Sosiologi Keluarga (2002) “Kinsey memperkirakan bahwa setengah dari

semua laki – laki yang telah menikah melakukan hubungan kelamin diluar perkawinan, tetapi

barang kali sebagian besar dari mereka percaya akan manfaat kesetiaan”. 2

Maka pola kekeluargaan manusia sebagaimana ditentukan oleh tugas khusus yang dibebankan

kepadanya, keluarga itu yang diberi tanggung jawab untuk mengubah suatu organisme biologis

menjadi manusia. Pada saat sebuah lembaga mulai membentuk kepribadian seseorang dalam hal

– hal penting, keluarganya banyak berperan dalam persoalan perubahan itu, dengan mengajarnya

kemampuan berbicara dan menjalankan banyak fungsi sosial.3

2
Goode, William J,2002.sosiologi keluarga. PT. Bumi Aksara, Jakarta.
3
Kinsey, Alfered C. Et.al. 1965. Serenal Behavior in The Human Female. New York Pocket Books.

6
2. Sosialisasi Dalam Keluarga

Sosialisasi merupakan suatu proses pengenalan akan nilai dan norma sosial sebagai tata

kelakuan bagi anggota masyarakat. bentuk pengenalan ini selalu dilakukan dari lingkungan

keluarga sebagai kesatuan unit sosial terkecil didalam struktur sosial. Misalnya seorang yang

lahir pada awalnya tidak mengetahui siapa dirinya, walaupun didalam dirinya terdapat potensi

untuk berkembang. Potensi tersebut adalah kemampuan (capability), bakat (talent) yang

terpendam didalam dirinya yang belum dikembangkan atau diwujudkan.

Untuk mewujudkan potensi ini manusia perlu belajar, yaitu mempelajari cara hidup di

dalam masyarakat agar ia memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan apa yang dilihat dan

didengar di dalam masyarakatnya. Seseorang lahir sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah

pergaulan manusia dengan tata kelakuan yang menjadi pedoman kelakuan yang baik dan yang

tidak.

Ketika orang ini belajar makan dengan tangannya sendiri misalnya, maka dia akan

diajarkan oleh ayah, ibu, atau kakaknya, bahwa makan yang benar adalah yang menggunakan

tangan kanan (kerap disebut “tangan baik”). Pola – pola kelakuan itu dilakukan secara berulang

– ulang hingga menjadi sebuah kebiasaan, sehingga dengan terbiasanya anak makan dengan

menggunakan tangan kanan, maka kebiasaan itu akan menjadi pedoman bahwa perilaku itu

dianggap baik.4

Berangkat dari paparan tersebut muncul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan

sosialisasi itu, maka secara sederhana sosialisasi dapat diartikan sebagai proses belajar bagi

seseorang atau sekelompok orang selama hidupnya untuk mengenali pola – pola hidup, nilai –

nilai dan norma sosial agar ia dapat berkembang menjadi pribadi yang bisa diterima oleh

kelompoknya.

4
Goode, William J,2002.sosiologi keluarga.PT.Bumi Aksara, Jakarta.

7
Dalam pelaksanaanya, sosialisasi dilakukan dengan cara :

1) Sosialisasi represif (represive socialization) adalah sosialisasi yang didalamnya terdapat

sanksi jika pihak – pihak yang tersosialisasi seperti anak atau masyarakat melakukan

pelanggaran. Contohnya, orang tua memberikan hukuman fisik kepada anak yang dianggap

melakukan pelanggaran. Sosialisasi seperti ini biasanya menekankan pada penggunaan

hukuman terhadap kesalahan agar pelanggaran memiliki kesadaran kembali akan

kesalahannya dan memberitahukan kepada pihak lain agar tidak meniru perbuatan para

pelanggar tersebut.

2) Sosialisasi partisipatif ( participative socialization)adalah sosialisasi yang berupa rangsangan

tertentu agar pihak yang tersosialisasi mau melakukan suatu tindakan, misalnya hadiah

(reward). Seorang anak giat belajar dan nantinya naik kelas biasanya orang tua

merangsangnya dengan menjanjikan hadiah kepada anak.

3. Kedudukan kelas dalam faktor keluarga

Manusia adalah mahluk yang mampu mengadakan evaluasi. Ia tidak saja menggolong –

golongkan benda dan aktivitas tetapi juga manusia itu sendiri. Salah satu hasil prosesevaluasi itu

ialah pembagian masyarakat kedalam kelas atau tingkatan sedemikian rupa, sehingga orang

dalam kelas tertentu digolongkan sama, tetapi tingkatan – tingkatan itu sendiri disusun secara

hierakis. Kriteria mana yang dipergunakan untuk menempatkan orang dalam tiap – tiap kelas

berbeda dari satu masyarakat kepada yang lain.

Keluarga bukan semata – mata perorangan yang digolongkan dalam struktur kelas.

Keluarga merupakan kunci sistem stratifikasi dan mekanisme sosial yang memeliharanya.

Interaksi antar pribadi pada tingkatan kelas yang berbeda – beda, dapat dilihat baik jarak maupun

persamaanya. Hal ini berarti bahwa keluarga kelas atas disemua sistem stratifikasi terlibat dalam

perjuangan yang terus menerus untuk mempertahankan kedudukan mereka, dengan

8
mengendalikan jalan masuk menuju berbagai kesempatan, mencegah penerimaan, dan dengan

memaksakan anak – anak mereka bertahan pada standar kelas atas. Karena kenyataanya standar

itu lebih tinggi kearah strata atas, maka keluaraga harus mencurahkan lebih banyak tenaga dan

usaha untuk menangani persoalan – persoalan itu, atau kehilangan kedudukannya itu. Keluarga –

keluarga itu mempunyai kesempatan untuk berhasil, karena sumber – sumber yang tersedia untuk

berbagai tugas ikut bertambah dengan kedudukan kelas.

Keluarga kelas atas dapat menyewa lebih banyak tenaga untuk melatih anak – anak

mereka, lebih banyak pengawas untuk mengawasi agar mereka tidak menyelewen dari jalan yang

telah ditentukan. Keluarga kelas atas dapat mengendalikan hari depan mereka lebih efektif,

karena anak yang ingkar dari kalangan atas akan lebih banyak mengalami kerugian dibandingkan

anak yang memberontak dari kelas rendah. Maka anggota keluarga kelas rendah itu tidak terlalu

dibebani jaringan sanak keluarga yang besar jika ia berhasil naik dalam hieraki sosial, tetapi hal

itu merupakan keuntungan yang perlu dipertanyakan, karena seorang anak muda yang lebih

tinggi statusnya, meskipun agak terbatas dalam pemilihan pekerjaan, tempat tinggal atau istri,

dapat memperoleh keuntungan – keuntungan dari mereka.

Keluarga – keluarga yang mempunyai kelebihan selalu berada dibawah tekanan dari

keluarga – keluarga lain yang menginginkan kelebihan – kelebihan seperti kekayaan dan

kepintaran. Belum ada sistem yang diciptakan untuk melindungi keluarga kelas atas dari

penggantian kematian, kegagalan talenta dan tenaga, ketidak mampuan untuk mensosialisir anak

– anak mereka secara efektif, atau ketidak suburban. Meskipun keluarga kelas atas dapat

melindungi perorangan dari persaingan keras, keluarga – keluarga itu sebagai kelompok atau

jaringan tidak dapat menghindarkan diri dari persaingan, termasuk tekanan dari mereka yang

berjuang keatas.

Dapat terjadi bahwa keluarga – keluarga yang melindungi anggota – anggotanya dengan

terlalu ketat dari persaingan dapat meruntuhkan diri sendiri karena gagal mengarahkan anak –

9
anak mereka secara tepat untuk dapat meneruskan kepemimpinan keluarga pada generasi

berikutnya.

Dalam Buku “Ilmu Pendidikan teoritis” Purwanto (2006) “Hsu mengemukakan bahwa

inilah yang menjadi faktor terpenting dalam mobilitas kelas pada sistem cina. Sering kali kepala

keluarga membiarkan anak laki – lakinya menjadi pemboros, bersenang – senang dalam ketidak

tanggung jawaban mereka dan hidup bebas serta mewah sebagai tanda keberhasilan duniawinya

sendiri. Tetapi karena sebagai pemuda mereka tidak diharuskan untuk berprestasi, mereka

sebagai orang dewasa gagal mempertahankan keutuhan keluarga maupun milik mereka”.5

Bronfenbrenner dan Melvin Khon “ilmu pendidikan teoritis ( Purwanto: 2006)

berpendapat bahwa ada bentuk sosialisasi yang berorientasi pada ketaatan yang disebut dengan

sosialisasi cara represif (repressive socialization), dan yang berorientasi pada di lakukannya

partisipasi (participatory socialization). Sosialisasi yang represif menitik beratkan hukuman

terhadap perilaku yang salah, dan sosialisasi partisipatory memberikan imbalan untuk perilaku

yang baik. Hukuman dan imbalan pada bentuk yang pertama sering bersifat material, sedang

pada bentuk kedua lebih simbolis.6

Komunikasi orang tua dengan anak pada bentuk sosialisasi yang represif lebih sering

berbentuk perintah dan melalui gerak-gerik saja (non-verbal communication) berbeda dengan ciri

komunikasi, pada sosialisasi yang partisipatori, lebih merupakan interaksi dua arah dan bersifat

verbal. Sosialisasi dengan cara represif berpusat pada orang tua karena anak harus

memperhatikan keinginan orang tua, sedang pada sosialisasi yang partisipatori berpusat pada

anak, karena orang tua memperhatikan keperluan anak.

Oleh Karena itu dalam bentuk sosialisasi yang pertama keluarga merupakan signifaht

other (orang-orang penting dengan siapa orang berinteraksi dalam proses sosialisasi), dan pada

5
Purwanto, M. ngalim. 2006. Ilmu pendidikan teoretis dan praktis. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Hlm.
76
6
Ibid. hlmn. 77

10
bentuk yang berikutnya keluarga merupakan generalized other (peranan-peranan semua orang

lain dalam masyarakat dengan siapa seseorang berinteraksi) (Soenarto:1985).7

a. Konsep pembagian kelas sosial

Konsep kelas sosial dapat didefenisikan sebagai suatu strata ( lapisan ) orang – orang yang

berkedudukan sama dalam kontinum (rangkaian kesatuan) status sosial. Kedudukan seorang

pembersih kantor tidaklah sama dengan kedudukan sosial seorang pimpinan perguruan

tinggi. Seorang mahasiswa tidak akan menyapa keduanya dengan cara yang sama.

Kebanyakan diantara kita bersikap hormat terhadap orang – orang yang berkedudukan

sosialnya kita anggap lebih tinggi dari pada kedudukan sosial kita; sebaliknya, memandang

enteng orang – orang yang secara sosial kita pandang berada dibawah dibawah kedudukan

kita.

Sikap yang memandang enteng dan mencari muka, serta sikap yang menghalangi atau

menolak orang yang tidak termasuk dalam suatu kelas sosial itu, menyuguhkan bahan yang

tidak habis – habisnya bagi ratusan novel, drama, film, dan acara televisi.

Kelas sosial tidak ditentukan secara tegas sebagai pengelompokkan status seperti hal sistem.

Kepangkatan kedalam angkatan bersenjata. Status sosial bervariasi dalam suatu kontinum,

suatu garis kemiringan yang bertahap dari puncak kebawah. Oleh karena itu jumlah kelas

sosial tidaklah pasti dan tidak terdapat pula suatu batas dan jarak status ( status interval )yang

tegas dan jelas. Jadi, orang – orang terdapat pada semua jenjang status dari puncak kebawah,

seperti halnya terdapat pada orang – orang pada semua ukuran berat dan ketinggian tubuh,

tanpa adanya jurang pemisah yang terjal pada seri itu. Seri semacam itu dapat terbagi

kedalam sejumlah “kelas sosial”

7
Nurhayati Syarifuddin, S.Pd. “Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Keluarga, Remaja Dan Anak”.
http//Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Keluarga, Remaja Dan Anak « STAN PRODIP PAJAK ANGKATAN
1998.htm

11
1) Lower-class adalah pekerja manual yang tidak memiliki keterampilan seperti buruh

bangunan, tukang sapu jalan.

2) Working-class adalah pekerja manual yang memiliki keterampilan tertentu seperti tukang

jahit, supir, tukang kayu, tukang batu.

3) Middle-class adalah pegawai kantoran atau professional seperti guru, pegawai kantoran

atau professional, dan pegawai administrasi.

4) Elite-classsama dengan middle-class hanya kekayaan dan latarbelakang keluarga lebih

tinggi.

b. Determinasi Kelas Sosial

Seseorang tergolong kedalam suatu kelas sosial tertentu, seperti:

a) Kekayaan dan penghasilan

Uang diperlukan pada kedudukan kelas sosial atas, itu karena kedudukan kelas sosial

seseorang tidak sebanding dengan penghasilannya, sehingga kita harus menyadari bahwa

pada dasarnya kelas sosial merupakan suatu cara hidup yang memerlukan banyak sekali

uang untuk dapat hidup menurut cara hidup orang berkelas sosial atas. Meskipun

demikian, jumlah sebanyak apa pun tak menjamin segera mendapatkan status kelas sosial

atas. Jadi, uang atau penghasilan seseorang memang merupakan determinan kelas sosial

yang penting, hal itu disebabkan oleh perannya dalam memberikan gambaran tentang

latar belakang keluarga dan cara hidup seseorang.

b) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan determinan kelas sosial lainnya. Segera setelah orang – orang

mengembangkan jenis – jenis perkembangan khusus, mereka pun menyadari bahwa

beberapa jenis pekerjaan tertentu lebih terhormat dari pada jenis pekerjaan lainnya. Jenis

– jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memberikan penghasilan yang

lebih tinggi, meskipun demikian terdapat banyak pengecualian. Misalnya, seorang

12
penghibur yang disenangi dalam seminggu bisa memperoleh penghasilan yang sama

jumlahnya dengan penghasilan seorang anggota mahkamah agung dalam setahun.

Walaupun demikian jenis – jenis pekerjaan yang berprestesi tinggi pada umunya

memerlukan pendidikan tinggi, meskipun korelasinya masih jauh dari sempurna. Maka

pekerjaan merupakan aspek kelas sosial yang penting, Karena begitu banyak segi

kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Jika kita mengetahui jenis

pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar

hidup, teman – teman, jam kerja, dan kebiasaan sehari – hari keluarga orang itu. Kita

bahkan bisa menduga selerah bacaan, selerah rekreasi, standar moral, dan orientasi

keagamaanya. Dengan kata lain, setiap jenis pekerjaan merupakan bagian dari cara hidup

yang sangat berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya.

c) Pendidikan

Pendidikan saling mempengaruhi sekurang – kurangnya dalam dua hal. Pertama,

pendidikan yang tinggi memerlukan uang dan motivasi. Kedua, jenis dan tinggi –

rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang kelas sosial. Maka dengan menggunakan

data sensus pekerjaan, pendidikan dan penghasilan, ahli sosiologi itu bisa secara mudah

memisahkan berkas laporan tentang. Kelas sosial atas, kelas sosial menengah, kelas sosial

rendah. Meskipun kelas sosial tidak hanya mengandung ketiga aspek tersebut, tetapi

ketiganya bisa mengidentifikasi kelas sosial dan memenuhi kebutuhan kebanyakan untuk

tujuan penelitian.

4. Pengertian Pendidikan Seks

Pendidikan Seks (sex education) adalah suatu pengetahuan yang kita ajarkan mengenai

segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ini mencakup mulai dari pertumbuhan

jenis kelamin (Laki-laki atau wanita). Bagaimana fungsi kelamin sebagai alat reproduksi.

13
Bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan pada laki-laki. Tentang menstruasi,

mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada timbulnya birahi karena adanya perubahan pada

hormon-hormon. Termasuk nantinya masalah perkawinan, kehamilan dan sebagainya.

Sehingga pendidikan seks sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah

beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting

untuk mencegah biasnya sex education maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di

kalangan remaja. Kita ketahui bahwa manusia itu diciptakan berjenis – jenis, yaitu laki – laki dan

perempuan. Kalau kamu ditanya apa seks kamu, tentu kamu menjawab laki – laki dan

perempuan.

Sedangkan ciri – ciri, sifat atau peranan dari masing – masing jenis kelamin itulah yang

disebut dengan seksualitas. Seksualitas juga bisa di artikan sebagai dorongan atau kehidupan seks

itu sendiri, yakni segala sesuatu alias totalitas dari kehidupan seseorang laki – laki dan

perempuan meliputi penampilan fisik, emosi, psikologi, juga intelektual mereka. Seks dan

Seksualitas itu sesuatu yang alami terjadi pada manusia karena itu adalah sesuatu hal yang sangat

normal.

5. Bahaya Seks Bebas

Seks bebas merupakan tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang ditujukan

dalam bentuk tingkah laku. Menurut beberapa penelitian, cukup banyak faktor penyebab

remaja melakukan perilaku seks bebas. Salah satu di antaranya adalah akibat atau pengaruh

mengonsumsi berbagai tontonan. Apa yang ABG tonton, berkorelasi secara positif dan

signifikan dalam membentuk perilaku mereka, terutama tayangan film dan sinetron, baik film

yang ditonton di layar kaca maupun film yang ditonton di layar lebar. Dari tahun ke tahun

14
data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat, dari 5% pada tahun

1990-an menjadi 20% di tahun 2000.

Secara umum ada dua dampak yang ditimbulkan dari perilaku seks bebas dikalangan

remaja yaitu kehamilan dan penyakit menular seksual (sipilis, HIV/AIDS, dll). Di Amerika

Serikat setiap tahunnya hampir satu juta remaja perempuan menjadi hamil dan sebanyak 3,7

juta kasus baru infeksi penyakit kelamin diderita oleh remaja.

Untuk menghindari perilaku seks bebas remaja yang berisiko tinggi, peran orang tua

dalam masa tumbuh kembang remaja sangatlah penting, antara lain bahwa orang tua harus

bisa menjadi sahabat remaja agar hubungan orang tua dengan remaja terjalin dengan baik dan

dapat menyelesaikan masalah remaja dengan baik dan tuntas, diperlukan komunikasi yang

baik dan efektif.

Kehamilan remaja bahkan sudah terbukti dapat memberikan risiko terhadap ibu dan

janinnya. Risiko tersebut adalah disproporsi (ketiduksesuaian ukuran) janin, pendarahan,

prematurilas, cacat bawaan janin, dan lain-lain. Selain hamil, timbulnya penyakit menular

seksual pada remaja juga perlu dicermati. Penyakit tersebut ditularkan oleh perilaku seks

yang tidak aman atau tidak sehat. Misalnya, remaja yang sering berganti-ganti pasangan atau

berhubungan dengan pasangan yang menderita penyakit kelamin. Selain akan membawa

cacat kepada bayi, penyakit menular seks yang menyerang usia remaja juga dapat

mengakibatkan penyakit kronis dan gangguan kesuburan di masa mendatang.

Perilaku seks bebas tidak aman dikalangan remaja karena dapat dan banyak

menimbulkan dampak negatif, baik pada remaja putra maupun putri. Biasanya dampak

negatif atau akibat buruk dari perilaku seks bebas tidak aman tersebut lebih berat dirasakan

oleh remaja putri ketimbang remaja putra. Seringkali remaja berperilaku seks berisiko karena

15
tidak punya cukup pengetahuan mengenai akibatnya. Berikut beberapa bahaya utama akibat

seks bebas :

1. Timbul Rasa Ketagihan

Seks bebas akan mengundang rasa ketagihan bagi para pelakunya. Sekali seseorang

mencoba melakukan seks bebas, maka dapat dipastikan orang tersebut akan melakukan

terus menerus perbuatan seks bebas. Hal ini disebabkan karena orang tersebut

mendapatkan kenikmatan untuk menyalurkan hasrat seksualnya.

2. Menciptakan Kenangan Buruk

Norma-norma yang berlaku di masyarakat menyatakan bahwa seks bebas merupakan

perbuatan yang melanggar kepatutan. Apabila seseorang terbukti telah melakukan seks

pranikah atau seks bebas maka secara moral pelaku dihantui rasa bersalah yang berlarut-

larut. Keluarga besar pelaku pun turut menanggung malu sehingga menjadi beban mental

yang berat.

3. Mengakibatkan Kehamilan

Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan kehamilan bila dilakukan pada masa

subur. Kehamilan yang terjadi akibat seks bebas menjadi beban mental yang luar biasa.

Kehamilan yang dianggap “Kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan malapetaka

bagi pelaku bahkan keturunannya.

4. Menggugurkan Kandungan (aborsi) dan Pembunuhan Bayi

Aborsi merupakan tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi

mengakibatkan kemandulan bahkan kanker rahim. Menggugurkan kandungan dengan

cara aborsi tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.

16
5. Penyebaran Penyakit

Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan bahkan keturunannya.

Penyebarannya melalui seks bebas dengan bergonta-ganti pasangan. Hubungan seks satu

kali saja dapat menularkan penyakit bila dilakukan dengan orang yang tertular salah satu

penyakit kelamin. Salah satu virus yang bisa ditularkan melalui hubungan seks adalah

virus HIV.8

Banyak kehamilan yang terjadi akibat perilaku seks bebas yang merupakan kehamilan

yang tidak diharapkan. Untuk itu, sebisa mungkin “orang tuanya“ menggugurkan

kehamilannya karena mereka belum siap untuk menjadi ayah maupun ibu dari bayi yang

akan dilahirkannya itu. Tindakan menggugurkan kandungan (aborsi) dengan tidak

berdasarkan alasan medis jelas bertentangan dengan hukum yang berlaku. Pelakunya akan

mendapatkan hukuman. Dampak lain dari menggugurkan kandungan adalah akan

mengganggu kesehatan seperti kerusakan pada rahim, kemandulan, dan lainnya.

Kehamilan terjadi jika terjadi pertemuan sel telur pihak wanita dan spermatozoa

pihak pria. Dan hal itu biasanya didahului oleh hubungan seks. Kehamilan pada remaja

sering disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses kehamilan.

Bahaya kehamilan pada remaja yaitu :

a) Hancurnya masa depan remaja tersebut.

b) Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan karena

jiwa dan fisiknya belum siap.

c) Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya karena

terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).

d) Pasangan pengantin remaja sering menjadi cemoohan lingkungan sekitarnya.


8
Irianto Koes. Drs, 2010. Memahami Seksologi. Sinar Baru Algensindo, Bandung.

17
e) Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis (dukun,

tenaga tradisional) sering mengalami kematian strategis.

f) Pengguguran kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang, kecuali

indikasi medis (misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan

kehamilan dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang

mengantar dapat dihukum.

g) Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami gangguan kejiwaan saat

ia dewasa.9

6. Remaja dan Berbagai Permasalahannya

Masa remaja merupakan masa yang sangat penting, sangat kritis dan sangat rentan,

karena bila manusia melewati masa remajanya dengan kegagalan, dimungkinkan akan

menemukan kegagalan dalam perjalanan kehidupan pada masa berikutnya. Sebaliknya bila masa

remaja itu diisi dengan penuh kesuksesan, kegiatan yang sangat produktif dan berhasil guna

dalam rangka menyiapkan diri untuk memasuki tahapan kehidupan selanjutnya, dimungkinkan

manusia itu akan mendapatkan kesuksesan dalam perjalanan hidupnya. Dengan demikian, masa

remaja menjadi kunci sukses dalam memasuki tahapan kehidupan selanjutnya.

Masa remaja dimulai dari saat sebelum baligh dan berakhir pada usia baligh. Oleh

sebagian ahli psikologi, masa remaja berada dalam kisaran usia 11 – 19 tahun. Adapula yang

mengatakan antara usia 11 – 24 tahun. Selain itu, masa remaja merupakan masa transisi (masa

peralihan) dari masa anak – anak menuju masa dewasa, yaitu saat manusia tidak mau lagi

diperlakukan oleh lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai anak – anak, tetapi dilihat dari

pertumbuhan fisik, perkembangan psikis (kejiwaan), dan mentalnya belum menunjukkan tanda –

9
Diana Septi Purnama, “ Pentingnya Pendidikan Seks ( Seks Education )”. http//(PENDIDIKAN SEKS )
Pentingnya Pendidikan Seks (Sex Education) _ belajarpsikologi.com.htm

18
tanda dewasa. Pada masa ini (masa remaja), manusia banyak mengalami perubahan yang sangat

fundamental dalam kehidupannya baik berupa fisik dan psikis (kejiwaan dan mental).

Terjadinya perubahan kejiwaan tersebut menimbulkan banyak kebingunan dan keanehan

– keanehan sebagai suatu yang baru dalam kehidupan remaja. Dengan demikian, masa remaja

adalah masa yang penuh gejolak emosi dan ketidak seimbangan yang tercakup dalam strom and

stress. Karena itu, remaja mudah terkena pengaruh oleh lingkungan munculnya :

a. Kekecewaan dan penderitaan

b. Meningkatnya konflik, pertentangan, dan krisis penyesuaian diri.

c. Impian dan khayalan

d. Pacaran dan percintaan

e. Keterasingan dari kehidupan dewasa dan normal kebudayaan.

Oleh karena itu, masa remaja disebut sebagai periode strom and drag dan masa sensitive

yaitu periode dimana terjadi gejolak emosi dan tekanan kejiwaan yang sangat besar pada diri

remaja yang apabila tidak mampu mengendalikan dan mengontrolnya dengan baik dan terarah,

maka remaja akan melakukan tindakan pengrusakan, penyimpangan dan pelanggaran norma –

norma aturan dan ketentuan – ketentuan agama, norma sosial dan aturan pemerintahan serta

tergelincir dan jatuh dalam kehidupan yang gelap dan suram. Selanjutnya, adanya

kesimpangsiuran terhadap nilai – nilai moral, etika, sosial dan tata kehidupan kemasyarakatan

dan kenegaraan yang membuat kaum remaja bertambah bimbang, bingung, dan ragu – ragu,

sehingga mereka bertanya – tanya dalam hatinya mana yang sebenarnya harus dipilih dan

diikuti.10

Masa remaja juga dikenal dengan masa perkembangan menuju kematangan jasmania,

seksualitas, fikiran, dan emosional. Begitu juga masa remaja sering disebut sebagai masa dimana

terjadinya fikiran, kedewasaan, maupun sosial. Semua itu merupakan proses perpindahan
10
Patmonodewo, Soemiarti, dkk. 2001. Psikologi perkembangan peribadi.Universitas Indonesia:Jakarta

19
seseorang dari masa anak – anak . masa remaja bukanlah masa yang berada secara tersendiri dan

terpisah dari masa lampau dan sekarang. Tetapi masa remaja adalah masa yang saling berkaitan

dengan masa lampau, sekarang, dan akan datang. Setiap manusia dituntut untuk mengetahui dan

memahami dengan baik tentang masa remajanya.

7. Permasalahan Remaja

Masalah hubungan antar lawan jenis ini merupakan masalah yang sangat potensial

muncul dalam hubungan orang tua dan remaja. Perubahan yang terjadi dalam norma dan nilai

yang mengatur hubungan antar lawan jenis atau berpacaran begitu besar perubahannya. Hal ini

tidak saja menyangkut pilihan teman lawan, jenis, atau waktu kencan saja, tetapi sampai

kemasalah kedalaman hubungan pranikah. Orang tua tidak bisa menerima anaknya yang baru

berusia remaja sudah menjalin hubungan serius dengan teman lawan jenis atau berpacaran.

Karena, remaja dalam hal hubungan dengan lawan jenis atau berpacaran ini sering kali tidak

bersikap terbuka.

Kadangkala keterbukaan dalam masalah hubungan dengan lawan jenis ini terlihat dari

hasil beberapa penelitian, antara lain dalam skripsi yang telah dilakukan A. Widiyanti, berjudul

“Pengaruh Sosialisasi Keluarga dan Peer group terhadap Sikap dan Perilaku Keserbabolehan

dalam Hubungan antar Jenis, diungkapkan bahwa sebagian respondennya, baik pria maupun

wanita, tidak memilih isu pacar sebagai topik utama yang dibicarakannya dengan orang tuanya.

Topik yang paling sering di bicarakan remaja oleh orang tuanya umumnya mengenai sekolah dan

mengenai keluarga dekat (Widayanti, 1993). Sebaliknya, informasi atau topik tentang hubungan

lawan jenis ini lebih sering menjadi topik pembicaraan dengan kalangan peer group remaja

tersebut.

Walaupun tidak semua penelitian mencoba melakukan perbandingan yang hanya

memberi perhatian pada satu pihak (pandangan orang tua saja atau pandangan remaja saja) tidak

20
berarti tidak dapat mengungkapkan perbedaan-perbedaan yang signifikan antara remaja dan

orang tuanya. Penelitian mengenai tingkah laku seksual di kalangan remaja sekolah di empat

Kota Madya Jawa Barat yang telah dilakukan oleh Drs. Doddy Haryadi, MS.

Seorang staf pengajar pada fakultas UNPAD, mengungkapkan bahwa tingkat kedalaman

hubungan antar lawan jenis dikeempat kota yang di telitinya (Bandung, Cirebon, sukabumi, dan

Bogor) relatif sama dimana sebagian besarresponden sudah mulai memberi perhatian pada lawan

jenis sejak SMP (Haryadi:1991). Kedalaman hubungan semakin besar sesuai dengan semakin

tinggi jenjang pendidikan. Sehingga berciuman, bahkan tindakan yang lebih “berani” dapat

ditemui diantara para siswa SLTA. Tetapi yang juga menarik dari temuan penelitian ini adalah

bahwa semakin besar kota yang diteliti (fasilitas, sarananya lengkap), maka kedalaman bentuk

hubungan antar lawan jenisnya cenderung semakin menonjol, misalnya remaja yang

berpacarannya mencapai tahap “sexual intercourse” itu ditemui pada remaja dikota.

Penelitian lain yang dapat menggambarkan adanya perbedaan antara orang tua dan

remaja dalam hal masa kapan seorang remaja boleh berpacaran. Sri Herliyanti dalam skripsinya

yang berjudul “Pandangan Orang Tua dan Remaja Mengenai Pemilihan Sekolah dan Kegiatan

Belajar Sekolah, “aktivitas dan pergaulan” dalam penelitiannya ini menemukan bahwa ada

perbedaan mengenai hubungan pacaran pada tingkat SLTA. Sebanyak 62% responden orang tua

(ibu) tidak setuju anaknya berpacaran pada tingkat SLTA, sedangkan 96% remaja siswa SLTA

justru setuju bila mereka sudah berpacaran pada tingkat SLTA.

Sebagai tambahan, pada umunya informasi mengenai seks dan hubungan lawan jenis atau

pun keterlibatan remaja dalam hubungan lawan jenis, banyak di pengaruhi oleh lingkungan diluar

keluarga, secara lebih jelasnya oleh teman bermain “peer group”nya. Hal ini di temui pada

penelitian-penelitian yang telah disebutkan diatas.

21
8. Masalah Pemilihan Pendidikan

Tugas pendidik sungguh tidak mudah untuk menentukan mana yang buruk dan mana

yang baik, tetapi sebagai pendidik itu merupakan sebuah keharusan. Sebagai pendidik harus

benar-benar kenal akan norma-norma kesusilaan yang berlaku sekarang, bahkan tidak cukup

mengenal saja, tetapi wajib pula memilikinya, yang berarti ia sendiri harus hidup sesuai dengan

norma-norma kesusilaan yang telah ditetapkannya (Purwanto, 2006).

Pendidikan merupakan hal lain yang sering pula menjadi alasan konflik hubungan orang

tua dan remaja. Banyak aspek dari topik ini yang bisa menjadi pendorong perbedaan tersebut,

pemilihan jenjang pendidikan, jenis pendidikan, bidang studi, dan bahkan pilihan tempat

pendidikan tersebut. Namun, seiring dengan kemajuan masyarakat, perbedaan antara orang tua

dan remaja dalam melihat pentingnnya pendidikan, relatif tajam. Yang masih sering muncul

perbedaan didua generasi ini antara lain dalam pilihan bidang studi atau alasan mengapa harus

berpendidikan.

Bahwa pendidikan diakui penting baik oleh orang tua dan remaja, misalnya yang

ditemukan dalam oleh Sri Herlyanti, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang relatif

berarti. Hanya saja kalau orang tua melihat anak perlu mengambil jenjang pendidikan perguruan

tinggi karena menjamin masa depan anak, maka remaja itu sendiri memilih perguruan tinggi

karena tingkat pendidikan ini dianggap bergengsi dan masa depannya jelas.

9. Sosialisasi Pendidikan Seks Pada Anak Remaja

Rasa ingin tahu ( curiosity ), tidak hanya milik para ilmuan dan peneliti. Namun, rasa

ingin tahu yang besar sebenarnya ada pada diri anak – anak. Dalam kehidupan sehari – hari, kita

menyaksikan betapa anak – anak memiliki rasa ingin tahu yang besar. Mereka akan menanyakan

sesuatu, mengapa begitu, mengapa begini, bagaimana hal itu terjadi, dan apa sebabnya. Sebagai

orang dewasa, kita sering terhenyak dan kelabakan.

22
Maka kita harus waspada terhadap jawaban yang keliru karena apa yang kita jelaskan

pada anak akan terus diingat anak sampai dewasa. Karena itu, kita harus menjawab pertanyaan

anak dengan benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Informasi tentang seks diberikan sedikit

demi sedikit, hari demi hari, agar pertanyaan anak dapat dijawab secara jujur dan jelas. Menurut

Dr. Wilson W. Grant, Dalam bukunya “ From Parent to Child About Sex” menyatakan bahwa

cara menerapkan pendidikan seks pada anak – anak ialah dengan penjelasan sedikit demi sedikit,

dari hari ke hari. (Afra, 2011) “Menurut para ahli ( pakar ) ilmu jiwa, perkembangan masa anak

– anak adalah masa meniru dan mencontoh. Karena apa yang dilihat dan didengar oleh anak –

anak akan ditirunya”.

Lebih – lebih bila yang dilihat dan didengarnya itu perbuatan orang tuannya. Ini akan

melekat pada memori anak yang masih kosong dan ia akan mudah dan cepat menirukannya,

karena dalam pandangan anak, orang tua adalah idola dan simbol keakuannya atau kebanggannya

yang segala ucapan dan tindakannya harus diikuti dan dicontoh. Apabila orang tuanya tanpa

sadar dan tidak sengaja melontarkan kata – kata kotor maka secara otomatis anak dengan latah

akan mengikutinya.

Dengan demikian, orang tua harus waspada dan bersikap selektif dalam mendidik anak.

Jangan sampai anak dibiarkan melihat dan mendengar hal – hal jelek, yang akan merusak

kepribadiannya. Dalam hal ini orang tua pun memperhatikan lingkungan dan pergaulan anak

karena kedua hal itu ikut membentukkepribadian anak. Meskipun orang tua menerapkandisiplin

yang ketat dalam mendidik anak dirumahnya, akan tetapi bila lingkungan dan pergaulan diluar

rumahnya tidak mendukung, maka orang tua pun akan merasa kesulitan dalam mengarahkan

pembentukan kepribadian yang positif dan konstruktif. Termasuk dalam hal ini bagaimana

kecakapan dan kesigapan orang tua dalam memberikan pendidikan dan bimbingan seks pada

anak.

23
Barangkali diantara kita bertanya – Tanya, apakah anak sudah mempunyai kecendrungan

dan naluri seksual sehingga harus diberi pendidikan dan bimbingan seks ? Jawabannya adalah

“ya” karena pada dasarnya setiap anak yang lahir membawa fitra dan naluri yang sama. Namun

dalam perkembangannya ada yang cepat ada pula yang lambat, tergantung kepekaan anak untuk

beradaptasi dan bersosialisasi serta kepandaian orang tua untuk mengarahkannya. Potensi

tersebut berkembang seirama dengan perkembangan anak itu sendiri. Tentu potensi dan bakat

anak yang baru lahir akan sangat berbeda dengan anak yang menginjak usia remaja.

Maka setiap orang tua hendaknya mengupayakan dalam memberikan pendidikan seks

kepada anaknya yang belum dewasa agar tidak “dewasa sebelum waktunya” karena pada zaman

sekarang tak jarang anak – anak usia SD dan SMP yang menurut ukuran belum baligh sudah

terangsang naluri seksualnya ketika melihat hal – hal yang sensual sehingga tak sedikit pula dari

mereka yang melakukan penyimpangan dan pelecehan seksual, bahkan adapula yang berani

berkencang layaknya suami istri.

Hal ini diakibatkan kurangnya perhatian orang tua terhadap pentingnya pendidikan seks

bagi anak, disamping pengaruh lingkungan dan pergaulan anak yang tidak terkontrol dan

tersaring. Oleh karena itu, semestinya orang tua mengajarkan pendidikan seks kepada anak sejak

dini. Pendidikan seks ini bukan saja dilakukan melalui kata – kata atau nasihat yang terkadang

tidak disukai oleh anak, akan tetapi dengan cara tindakan konkrit, yakni mengingatkan anak agar

jangan sembarangan memasuki kamar orang tua, pada saat – saat tertentu ia harus minta izin bila

hendak memasukinya karena ada kepentingan dan keperluan yang mendesak misalnya.

10. Perbedaan jenis kelamin

Bagian besar remaja putra, kenaikan pesat dalam dorongan seksual yang menyertai

pubertas sukar untuk dihindari dan cenderung berorientasi genital (conger, 1980; Miller dan

simon, 1980). Dorongan seks yang dirasakan sendiri oleh pria mencapai puncak selama masa

24
remaja, demikian pula kekerapan penyaluran seksual total (terutama melalui masturbasi kecuali

pada minoritas remaja yang menikah atau hidup bersama) (Chillman, 1978).

Dikalangan remaja putri, tampaknya terdapat jajaran perbedaan individual yang jauh

lebih luas. Sebagian mengalami keinginan seksual seperti halnya pria pada umumnya. Tetapi

untuk sebagian besar dari mereka, perasaan seksual lebih membaur dan lebih dekat berhubungan

dengan pemenuhan kebutuhan lain, seperti harga diri, penentraman,kasih sayang dan cinta (Bell,

1980). Ada peningkatan yang bermakna dalam minat dan perilaku seksual dikalangan kedua

jenis kelamin selama masa remaja. Walaupun kegiatan seksual pada umumnya dan masturbasi

pada khususnya lebih banyak terdapat dikalangan pria dari pada kalangan wanita, perbedaanya

semakin menipis dalam beberapa tahun terakhir ini (Chillman, 1978).

Dalam kajian tentang moralitas seksual, wanita muda secara khas memperlihatkan sikap

yang lebih konsevatif dibandingkan pemuda. Sebagai contoh, dikalangan mahasiswa Amerikat

tahun pertama pada tahun 1980, dua pertiga pria, tetapi hanya sepertiga wanita yang setuju

dengan pernyataan, “seks boleh saja, asal saling suka” (Astin, 1981).

Sebaliknya, bila terdapat keterlibatan yang mendalam hal hidup bersama sebelum

menikah, perbedaanya jauh lebih kecil. Hanya 32 persen remaja putri Amerika dan 21 persen

remaja putra yang menyatakan mereka tidak mau bersanggama dalam keadaan demikian

(Norman dan Harris,1981).

11. Perbedaan Jenis Kelamin Laki – Laki dan Perempuan

Adapun perbedaan yang secara eksternal maupun internal pada remaja cowok maupun

cewek, yaitu :

a. Alat – Alat Reproduksi

Reproduksi itu artinya kemampuan melakukan perkembangbiakan alias menghasilkan

keturunan. Reproduksi merupakan salah satu ciri makhluk hidup. Reproduksi bisa

25
berlangsung secara vegetatif dan generatif. Vegetatif adalah dari bagian tubuh induk bisa

terpisah dan membentuk individu baru, biasanya terjadi pada tumbuhan, misalnya dengan

melalui tunas, umbi akar, stek daun dan sebagainya. Sedangkan generative adalah melibatkan

individu jantan dan betina dalam membentuk keturunan. Bahkan yang membedakan seorang

laki – laki dan perempuan adalah sistem reproduksinya.

Kalau pada laki – laki, ada seperangkat alat reproduksi yang terdiri dari alat kelamin interna

(dalam) dan eksterna (luar). Alat kelamin interna laki – laki meliputi :

1) Testis yaitu buah pelir atau buah zakar.

2) Vas Deferens yaitu saluran – saluran yang bermuara pada saluran yang lebih besar yang

menghubungkannya testis dengan Vesika seminalis (tempat penampungan sementara sel

sperma)

Dan alat kelamin Eksterne pada laki terdiri dari :

1) Penis

2) Skrotum

Sedangkan alat kelamin interna pada perempuan yang meliputi :

1) Ovarium yaitu indung telur dan berfungsi ketika perempuan itu sudah matang alat

reproduksinya.

2) Tuba falopii yaitu saluran yang menghubungkan antara kedua kandung telur dengan

rahim

3) Uterus (Rahim) yaitu organ reproduksi perempuan, dimana sel telur yang sudah dibuahi

oleh sel sperma akan menempel dan berkembang sampai menjadi bayi yang siap lahir.

4) Vagina atau liang kemaluan yaitu penghubung antara organ kelamin eksterna dan

interna.

Dan alat kelamin eksterna pada perempuan yaitu :

a. Mons veneris

26
b. Labia mayora

c. Labia minora

d. Vulva

e. Klitoris

12. Menghindari Seks Bebas

Para ahli berpendapat bahwa pendidik yang terbaik adalah orang tua dari anak itu

sendiri. Pendidikan yang diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam

membicarakan masalah seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan

suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak. Hal ini akan lebih

mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan anak laki-

lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan antara ibu

dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya. Kemudian usahakan

jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana, kekakuan,

kebingungan dan kehabisan bahan pembicaraan.

Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya

mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan

keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses

kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan.

Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan

oleh Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan:

1) Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.

2) Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-

tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan

27
contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh

diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.

3) Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan

dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu

menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin,

karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap

kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.

4) Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan

dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan

pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus

anak.

5) Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual

perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh

sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan

memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian

dari pengetahuannya. Perilaku seks bebas sangat berdampak bagi perkembangan jiwa

seseorang. Perilaku seks bebas sangat berbahaya sehingga patut kita hindari. Untuk

menghindari seks bebas, perlu dilakukan pendidikan seks kepada semua anggota

keluarga.11

Pendidikan seks dapat diartikan sebagai penerangan tentang anatomi fisiologi seks

manusia, bahaya penyakit kelamin dan sebagainya. Pendidikan seks bisa juga diartikan

sebagai sex play yang hanya perlu diberikan kepada orang dewasa. Pendidikan seks bukan

hanya mengenai penerangan seks dalam arti heterosexual, dan bukan semata-mata
11
Gunarsa, Singgih, D. (2003). Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.

28
menyangkut masalah biologis atau fisiologis, melainkan juga meliputi psikologis, sosio-

kultural, agama, dan kesehatan. Dalam pendidikan sek dapat dibedakan antara sex

intruction yaitu penerangan mengenai anatomi, mengenai biologi dari reproduksi, pembinaan

keluarga dan metode kontrasepsi serta education in sexuality meliputi bidang-bidang etika,

moral, fisikologi, ekonomi, dan pengetahuan lainnya. Sex instruction tanpa education in

sexuality dapat menyebabkan promiscuity (pergaulan dengan siapa saja) serta hubungan-

hubungan seks yang menyimpang.

Di Amerika, materi pendidikan seks diberikan oleh orang tua secara langsung.

Dengan iklim yang sangat terbuka, mereka mendiskusikan materi pendidikan seks dengan

sang anak. Cara ini dinilai lebih baik ketimbang anak mencari pengetahuan seks sendiri

melalui media internet atau majalah.

Menurut Kartono Mohamad (Diskusi Pendidikan Seks Bagi Remaja: 1991)

pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua

yang bertanggungjawab. Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus

dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia

baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan

dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba

hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang

seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan

adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga

bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik

dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo,

Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987).

29
13. Pencegahan Seks Bebas Menurut Agama

Iman, merupakan hal yang paling penting dalam berpacaran. Karena penilaian

kepribadian pasangan dapat dinilai saat berpacaran. Mereka yang menuntut hal-hal yang

melanggar norma-norma yang dianut, tentunya tidak dapat diharapkan menjadi pasangan

yang baik. Seandainya orang tersebut menjadi suami atau istri kelak, tentunya keinginan

untuk melanggar norma-norma pun selalu ada.

Pencegahan menurut agama antara lain :

1) Memisahkan tempat tidur anak; Setiap orang tua berusaha untuk mulai memisahkan

tempat tidur anak-anaknya ketika mereka memasuki minimal usia tujuh tahun.

2) Meminta izin ketika memasuki kamar orang tua; Sejak dini anak-anak sudah diajarkan

untuk selalu meminta izin ketika akan masuk ke kamar orang tuanya pada saat-saat

tertentu.

3) Mengajarkan adab memandang lawan jenis; Berilah pengertian mengenai adab dalam

memandang lawan jenis sehingga anak dapat mengetahui hal-hal yang baik dan buruk.

4) Larangan menyebarkan rahasia suami-istri; Hubungan seksual merupakan hubungan yang

sangat khusus di antara suami-istri. Karena itu, kerahasiaanya pantas dijaga. Mereka tidak

boleh menceritakan kekurangan pasangannya kepada orang lain, apalgi terhadap anggota

keluarga terutama anak- anaknya.

30
14. Pencegahan Seks Bebas Dalam Keluarga

Faktor keluarga sangat menentukan dalam masalah pendidikan seks sehingga prilaku

seks bebas dapat dihindari. Waktu pemberian materi pendidikan seks dimulai pada saat anak

sadar mulai seks. Bahkan bila seorang bayi mulai dapat diberikan pendidikan seks, agar ia

mulai dapat memberikan mana ciri-laki-laki dan mana ciri perempuan. Bisa juga diberikan

saat anak mulai bertanya-tanya pada orang tuanya tentang bagaimana bayi lahir. Peran orang

tua sangat penting untuk memberikan pendidikan seks pada usia dini.

Menurut Afief Rahman (Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga: 1991),

pendidikan seks sebaiknya dimulai dari kandungan. Pembacaan ayat-ayat suci dari Kitab

Suci sangat penting. Hal ini ditujukan agar anak yang dikandung mendapatkan keberkahan

dari Sang pencipta seperti diketahui, identitas seks manusia sudah dimulai sejak di dalam

kandungan, sehingga memang sepantasnya pendidikan seks dimulai pada fase tersebut.

Pencegahan seks bebas dalam keluarga antara lain :

1) Keluarga harus mengerti tentang permasalahan seks, sebelum menjelaskan kepada anak-

anak mereka.

2) Seorang ayah mengarahkan anak laki-laki, dan seorang ibu mengarahkan anak

perempuan dalam menjelaskan masalah seks.

3) Jangan menjelaskan masalah seks kepada anak laki-laki dan perempuan di ruang yang

sama.

4) Hindari hal-hal yang berbau porno saat menjelaskan masalah seks, gunakan kata-kata

yang sopan.

5) Meyakinkan kepada anak-anak bahnwa teman-teman mereka adalah teman yang baik.

6) Memberikan perhatian kemampuan anak di bidang olahraga dan menyibukkan mereka

dengan berbagai aktivitas.

31
7) Tanamkan etika memelihara diri dari perbuatan-perbuatan maksiat karena itu merupakan

sesuata yang paling berharga.

8) Membangun sikap saling percaya antara orang tua dan anak.

Masa remaja merupakan masa yang rentan seorang anak dalam menghadapi gejolak

biologisnya. Ditunjang dengan era globalisasi dan era informasi yang demikian rupa

menyebabkan remaja sekarang terpancing untuk coba-coba mempraktekkan apa yang

dilihatnya. Terlebih bila apa yang dilihatnya merupakan informqasi tentang indahnya seks

bebas yang bisa membawa dampak pada remaja itu sendiri.

Pihak orang tua cenderung menganggap bahwa seks bebas dapat dicegah dengan

melakukan peraturan yang keras terhadap anak-anaknya. Padahal hubungan seks tersebut

kerap kali dilakukan di rumah saat orang tuanya sedang pergi.

Untuk menghindari anak-anak dari hubungan seks bebas, berikut ini ada beberapa tips

yang baik untuk menghindari masalah tersebut.

1) Diskusikan seks dengan anak, meski anda sendiri, mungkin merasa risih, pendidikan seks

sebaiknya dilakukan dalam perbincangan santai, seperti mengomentari sesuatu hal yang

anda lihat bersama atau menjawab pertanyaan anak.

2) Bercakap-cakap tentang seks dan kontrasepsi bukan berarti anda setuju dan mengizinkan

anak melakukan hubungan seks. Melalui bercakap-cakap orang tua dapat

mengungkapkan perasaannya tentang seks dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya

3) Jadikan orang tua, tempat bertanya. Orang tua sebaiknya tidak mengkritik pertanyaan

anaknya. Yang pasti anak tahu kalau orang tua akan mendengarkannya. Kalau pertanyaan

itu mungkin membuat anak takut atau marah, cobalah untuk tidak menunjukkan hal itu

atau cepat-cepat mengakhiri diskusi. Berikanlah jawaban yang objektif.

32
4) Bantu peningkatan rasa percaya diri, perdalam kemampuan khusus atau hobi bagi anak.

Penguasaan suatu keterampilan akan memicu anak rasa percaya diri tanpa harus

memikirkan seks.

5) Ajak anak mengikuti kegiatan olah raga, serta organisasi, karena dengan melatih diskusi

akan mengalihkan perhatiannya dari hal-hal yang berkaitan dengan seks.

6) Bila anda seorang ayah, bersikaplah penuh perhatian terhadap putri anda. Kalau ayah tak

lagi menunjukkan sikap kasih sayang, seperti memeluk, saat putrinya remaja ia jadi

terluka dan mencari perhatian pada lawan jenisnya.

7) Jangan bersikap terlalu keras terhadap anak, karena akan membuat anak jadi

pembangkang. Terlebih orang tua cenderung menganggap seks dapat dicegah dengan

memberlakukan peraturan yang keras terhadap anaknya. Padahal seks dilakukan di rumah

saat orang tuanya pergi. Untuk menghindari hal itu orang tua bisa membuat peraturan

uang tidak membolehkan teman lawan jenis datang kerumah bila tidak ada orang dewasa

di rumah.

8) Bentengi anak-anak dengan bekal agama yang cukup sejak kecil, agar mereka mengerti

bahwa melakukan hubungan seks di luar nikah merupakan dosa besar.12

15. Keluarga Ujung Tombak Pencegahan

Pencegahan seks bebas dapat dilakukan melalui pendekatan ketahanan keluarga.

Sayangnya, fungsi keluarga ini sudah sering ditinggalkan. Pemahaman semua serba boleh

dan hilangnya rasa malu, ikut sosialisasi sehingga nilai-nilai penting yang seharusnya

menjadi fungsi sebuah keluarga ditinggalkan. Ada delapan fungsi keluarga yang perlu

12
Diana Septi Purnama, “ Pentingnya Pendidikan Seks ( Seks Education )”. http//(PENDIDIKAN SEKS )
Pentingnya Pendidikan Seks (Sex Education) _ belajarpsikologi.com.htm

33
diterapkan terutama kepada anak-anak. Ke delapan fungsi tersebut yakni fungsi agama,

budaya, cinta kasih, fungsi perlindungan, reproduksi, sosial, ekonomi dan pelestarian

lingkungan.

Selain menerapkan fungsi keluarga tadi, perlu upaya pencegahan lainnya seperti

meningkatkan sosialis dan ketakwaan kepada Tuhan, tidak melakukan hubungan seks di luar

nikah, setia pasangan, menggunakan jarum suntik yang steril. Selain itu bila ingin melakukan

atau menerima sosialisasi darah harus benar-benar bebas dari HIV/AIDS, tidak menggunakan

seks dengan kelompok pengidap, tidak menggunakan pisau cukur, gunting kuku, sikat gigi

dari pengidap HIV/AIDS serta menggunakan kondom.13

16. Pola Asuh

Sementara pembicara lain, Dra Hj Telly P Siwi Zaidan Psi, mengatakan perlunya

menerapkan pola asuh yang tepat untuk menghindarkan remaja dari pergaulan dan seks

bebas. Remaja,menurut psikolog ini, sangat rentan terhadap HIV/AIDS karenanya perlu

perhatian ekstra tapi tetap dengan pola demokratis. “Pila asuh otoriter di mana keinginan

orangtua dinomorsatukan atau pola asuh permissive (segala keinginan anak dituruti) bukan

pola asuh yang tepat.

Pola asuh demokratis yang perlu diterapkan, karena di dalamnya ada proses diskusi

antara anak dan orangtua,” kata Telly. Untuk menghindarkan remaja dari seks bebas, perlu

pengetahuan dan informasi yang benar yang sampai pada remaja bersangkutan. “Adalah

tugas kita semua terutama orangtua untuk membekali remaja dengan ajaran yang benar tapi

tidak menghakimi,” demikian Telly.

13
Gunarsa, Singgih, D. (2003). Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia

34
1) Agama: membina norma dan ajaran agama dan mengimplementasikannya dalam

kehidupan sehari-hari

2) Budaya: membina tugas-tugas keluarga, meneruskan norma dan menyaring budaya asing

3) Cinta kasih: tumbuh kembangkan potensi kasih sayang antara anggota keluarga

4) Perlindungan: penuhi sosialisasi rasa aman pada anggota keluarga

5) Reproduksi: bina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan kesehatan reproduksi

bagi keluarga

6) Sosial: sadari, rencanakan keluarga sebagai pendidikan dan sosialisasi pertama

7) Ekonomi: lakukan kegiatan ekonomi di lingkungan keluarga untuk menopang

kelangsungan kehidupan keluarga

8) Pelestarian lingkungan: bina kesadaran sikap, praktik pelestarian lingkungan dalam

keluarga.

Kiranya, pendidikan seks bagi remaja memang sangat diperlukan, untuk memberikan

kesadaran kepada remaja akan pentingnya menjaga hak reproduksinya. Oleh karena itu,

diharapkan agar pendidikan seks kepada anak-anak dan remaja baik laki-laki maupun

perempuan bisa diajarkan dengan tepat pula.14

B. Kajian Pustaka

1. Alwahdania. S (2013)

Dalam penelitiannya yang berjudul Pendidikan Seks Dalam Keluarga Bagi Anak

Usia Remaja (Studi kasus Keluarga dari Tingkat Pendidikan Atas, Menengah dan Bawah,

(Di Kelurahan Manggala).

14
Ibid.

35
Seks dalam pemikiran masyarakat merupakan suatu yang sangat awam untuk

mereka ketahui, itu karena sebagian yang menganggap bahwa berbicara mengenai seks

itu pasti mengarah kearah – arah yang negative seperti keporno – pornoan, tetapi setelah

saya mengangkat judul skripsi ini ternyata hal tersebut tidak seperti yang masyarakat

fikirkan karena pengertian seks itu sendiri merupakan jenis kelamin, yang kita ketahui

bahwa manusia itu di ciptakan berjenis – jenis yaitu laki – laki dan perempuan. Maka dari

itulah saya ingin membedakan cara pengajaran atau arahan orang tua yang berbeda

pendidikan, mengenai seks itu sendiri bagaimana menurut masing – masing orang tua.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif purposive sampling yaitu memilih

informan yang berdasarkan dari tingkat pendidikan orang tua.

Hasil penelitian ini yaitu bahwa tidak semua orang tua mengetahui tentang

pengertian seks itu sebenarnya, karena pengertian seks yang mereka tahu hanyalah hal –

hal yang tidak baik, mudah – mudahan dengan skripsi ini bisa membantu memahami arti

seks yang sebenarnya, dan saya pun banyak belajar saat saya membuat skripsi ini, bahwa

sebaiknya anak itu sejak dini di beri arahan mengenai pendidikan seks oleh orang tuanya

agar pada saat remaja maupun dewasa ia sudah mengetahuinya dari orang tuanya tanpa

perlu mereka penasaran dan sehingga mencari jawabannya di luar. Dan mudah –

mudahan skripsi yang saya buat dapat memberi pengetahuan dan sumber informasi dalam

penambah khasanah keilmuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada

jurusan sosiologi dan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.

2. Anik Listiyana (2010)

Dalam penelitiannya yang berjudul : Peranan Ibu Dalam Mengenalkan

Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini.

36
Pemahaman pendidikan seks di usia dini ini diharapkan anak agar anak dapat

memperoleh informasi yang tepat mengenai seks. Hal ini dikarenakan adanya media lain

yang dapat mengajari anak mengenai pendidikan seks ini, yaitu media informasi.

Sehingga anak dapat memperoleh informasi yang tidak tepat dari media massa terutama

tayangan televisi yang kurang mendidik. Dengan mengajarkan pendidikan seks pada

anak, diharapkan dapat menghindarkan anak dari risiko negatif perilaku seksual maupun

perilaku menyimpang. Dengan sendirinya anak diharapkan akan tahu mengenai

seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama,

dan adat istiadat, serta dampak penyakit yang bisa ditimbulkan dari penyimpangan

tersebut.

Tingginya kasus kekerasan seksual pada anak (child abuse) yang dilakukan oleh

orang-orang terdekat anak termasuk keluarga menunjukkan pentingnya pemahaman akan

pendidikan seks usia dini. Masalah pendidikan seks kurang diperhatikan orang tua pada

masa kini sehingga mereka menyerahkan semua pendidikan termasuk pendidikan seks

pada sekolah.. Padahal yang bertanggungjawab mengajarkan pendidikan seks di usia dini

adalah orang tua, sedangkan sekolah hanya sebagai pelengkap dalam memberikan

informasi kepada si anak. Peranan orang tua, terutama ibu sangat strategis dalam

mengenalkan pendidikan seks sejak dini kepada anakanak mereka.

37
C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka kerangka berpikir penulis dalam penelitian

digambarkan sebagai berikut :

KELUARGA

Orang Tua Berpendidikan Orang Tua Berpendidikan Orang Tua Berpendidikan


Tinggi Sedang Rendah

Pendidikan Seks Orang Tua Terhadap


Anak Remaja

Gambar 1. Kerangka Berpikir

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Diduga tingkat pendidikan keluarga berpengaruh terhadap pemberian pendidikan tentang seks

pada anak usia remaja.

38
BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian yang diuraikan dalam bab ini meliputi tempat dan waktu

penelitian, metode penelitian, populasi, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data,

pengembangan instrumen, termasuk di dalamnya kalibrasi instrumennya dan analisis data.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif

yaitu metode penelitian yang berlandaskan filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti

populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel dilakukan secara random,

pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik

yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.15

Filsafat positivisme memandang realitas/gejala/fenomena itu dapat diklasifikasikan,

relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Penelitian ini

dilakukan pada populasi atau sampel yang representatif. Proses penelitian bersifat deduktif, di

mana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan

hipotesis. Selanjutnya, hipotesis diuji melalui pengumpulan data lapangan. Untuk

mengumpulkan data digunakan instrumen penelitian. Data yang telah terkumpul selanjutnya

dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik inferensial sehingga dapat

disimpulkan hipotesis yang dirumuskan terbukti atau tidak. Penelitian kuantitatif ini dilakukan

pada sampel yang diambil secara random, sehingga kesimpulan hasil penelitian dapat

digeneralisasikan pada polulasi di mana sampel tersebut diambil.16

15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D,14.
16
Ibid.

39
A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Pamona terhadap keluarga yang memiliki anak

usia remaja dengan latar pendidikan orang tua yang tinggi, sedang dan rendah.

Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2015, dengan alokasi

waktu sebagai berikut:

1. Menyiapkan dan memvalidasi instrumen penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai

bulan Februari 2015.

2. Pelaksanaan pengambilan data populasi bulan Februari sampai April 2015.

3. Pengolahan dan penghitungan data dilaksanakan pada bulan April sampai 2013 sampai Mei

2015

4. Pembahasan, kesimpulan, penarikan implikasi, dan penulisan saran-saran dilaksanakan pada

bulan Mei sampai Juni 2015.

5. Penyerahan hasil akhir penelitian pada bulan Juni 2015.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan metode survei.

Penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data

yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut sehingga ditemukan

kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis.

Penelitian survei dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak

mendalam, tetapi generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel yang

40
representatif.17 Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,

yaitu dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya.18

Penelitian bertujuan untuk menguji hipotesis yang menyatakan pengaruh variable bebas

(independent variable) terhadap variable terikat (dependent variable). Adapun yang menjadi

variable bebas adalah Tingkat Pendidikan Keluarga (untuk selanjutnya diberi nama variable X),

selanjutnya variabel terikat adalah Pemberian Pendidikan Seks Pada Anak Usia Remaja di

Kelurahan Pamona (untuk selanjutnya diberi nama variable Y).

Adapun paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Paradigma

Sederhana,19 yang dapat digambarkan sebagai berikut.

Dx1 Dy1

Dx2 X Y Dy2

Dy3
Dx3

Gambar1. Paradigma Penelitian

Keterangan:
Variabel X (Independent Variable) = Tingkat Pendidikan Keluarga
Dimensi: Dx1 =Tingkat Pendidikan Tinggi
Dx2 =Tingkat Pendidikan Sedang
Dx3 =Tingkat Pendidikan Rendah

17
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula
(Bandung: Alfabeta, 2005), 49-50.
18
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,199.
19
Ibid., 66.

41
Variabel Y (Dependent Variable) = Pendidikan seks pada anak usia remaja
Dimensi Dy1 = Perbedaan Jenis Kelamin
Dy2 = Seks Bebas
Dy3 = Pola Asuh

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2013), populasi merupakan wilayah generalisasi (dapat berupa:

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu), yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada

obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh

subyek atau obyek itu.20Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi.Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya dapat diberlakukan untuk populasi.

Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).21

Yang dimaksud populasi pada penelitian ini adalah keluarga-keluarga yang memiliki

anak remaja yang berusia 12-17 tahun yang ada di Kelurahan Pamona. Teknik pengambilan data

populasi adalah dengan Proportionate Stratified Random Sampling, teknik pengambilan sampel

ini digunakan karena populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata

secara proporsional.22

Dikarenakan jumlah populasi yang tidak diketahui, maka ditentukan jumlah sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 sampel.

20
Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Kombinasi (Mixed Methods), Penelitian (Action Research), Penelitian Evaluasi (Bandung:
Alfabeta, 2013), 148.
21
Ibid.,149.
22
Ibid.,152.

42
D. Teknik Pengumpulan Data

Kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data merupakan dua hal yang

mempengaruhi kualitas dan data hasil penelitian. Kualitas instrumen penelitian berkenaan

dengan validitas dan reliabilitas instrumen, dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan

cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang telah teruji validitas dan

reliabilitasnya akan menghasilkan data yang valid dan reliabel, apabila instrumen tersebut

digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya. Pengumpulan data dalam penelitian ini,

menggunakan sumber primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner atau angket.23

Kuesioner adalah instrumen pengumpulan data, di mana responden mengisi pertanyaan

atau pernyataan yang diberikan oleh peneliti. Peneliti dapat melakukan pengukuran bermacam-

macam karakteristik dengan menggunakan kuesioner, seperti: data yang terkait dengan

pemikiran, perasaan, sikap, kepercayaan, nilai, persepsi, kepribadian dan perilaku dari

responden.24

E. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat untuk mengukur, mengobservasi yang dapat menghasilkan

data kuantitatif. Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran

dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrumen harus

mempunyai skala. Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan

untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur

tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Dalam skala

23
Ibid., 224.
24
Ibid., 230.

43
pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan instrumen dapat dinyatakan dalam

bentuk angka sehingga akan lebih akurat, efisien dan komunikatif.25

Skala sikap yang digunakan untuk penelitian ini adalah Skala Likert. Skala Likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang

tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik

oleh peneliti, yang selanjutmya disebut sebagai variabel penelitian. Dalam Skala Likert, variabel

yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan

sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan-pertanyaan atau

pernyataan-pernyataan.26Jawaban setiap item instrumen pada Skala Likert mempunyai gradasi

dari sangat positif sampai sangat negatif, seperti tampak pada tabel di bawah ini.

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan prosedur dan teknik statistik.

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Statistical Product and Servise Solution

(SPSS) versi 18.

Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa analisis kuantitatif dapat menggunakan statistik

deskriptif dan inferensial.Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan non parametris.

Statistik parametris digunakan untuk menganalisis data interval dan rasio, jumlah sampel besar,

serta berlandaskan pada ketentuan bahwa data yang akan dianalisis berdistribusi normal.27

Menurut Mikha Agus Widiyanto (2013), secara umum untuk semua statistika parametrik

yang berfungsi generalisasi, yaitu pemberlakuan hasil penelitian dalam populasi dengan

25
Ibid., 166-167.
26
Ibid., 168.
27
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, 233.

44
menggunakan data sampel harus memenuhi asumsi-asumsi meliputi (1) Data sampel diambil secara

acak dari populasi, (2) Data berdistribusi normal. Sedangkan asumsi-asumsi lainnya disesuaikan

dengan teknik analisis yang digunakan.28 Untuk teknik analisis korelasi product moment dan regresi

sederhana, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: sampel yang dipilih harus secara random

atau acak, data dari setiap variabel harus berdistribusi normal, bersifat linear dan data yang

dihubungkan mempunyai pasangan yang sama sesuai dengan subyek yang sama (dalam arti berasal

dari responden yang sama).29Oleh karena itu, prosedur pengolahan data dalam penelitian ini meliputi:

(1) Analisis Deskriptif. (2) Uji Persyaratan Analisis. (3) Uji Hipotesis.

1. Prosedur Deskripsi Data

Analisis statistika deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan ciri-ciri variabel yang

diteliti, yaitu mengetahui harga skor minimum, skor maksimum, rentang (range), rerata (mean),

tengah (median), frekuensi terbanyak (modus), standar deviasi, dan varian dari masing-masing

variabel penelitian. Mean adalah rata-rata hitung dari suatu data. Biasanya mean digunakan

untuk menghitung rata-rata dari data kuantitatif (interval dan rasio). Median adalah nilai tengah

dari suatu data.Biasanya median digunakan untuk menghitung data setidaknya level ordinal.

Modus adalah nilai data yang paling sering muncul atau memiliki frekuensi terbesar. Range

adalah jarak. Range diperoleh dari hasil selisih antara nilai maksimum dan minimum suatu data.

Nilai maksimum adalah nilai tertinggi dari suatu data.Nilai minimum adalah nilai terendah dari

suatu data.Varian adalah ukuran disepersi sekitar rata-rata.Varian diperoleh dari jumlah kuadrat

rata-rata selisih nilai observasi dengan rata-rata hitung dibagi banyaknya observasi.Standar

28
Mikha Agus Widiyanto, Statistika Terapan: Konsep & Aplikasi SPSS/LISREL dalam
Penelitian Pendidikan, Psikologi & Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Elex Media Komputindo,
2013), 153.
29
Ibid.,214.

45
Deviasi adalah ukuran dispersi sekitar rata-rata.Bila standar deviasi dikuadratkan maka didapat

varian.30

2. Prosedur Uji Persyaratan Analisis

Uji persyaratan analisis dilakukan untuk memenuhi persyaratan melakukan uji hipotesis,

yang meliputi:

Pertama, Uji Normalitas. Normalitas data merupakan syarat pokok yang harus dipenuhi

dalam analisis parametrik. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal

atau tidak.Normalitas suatu data penting karena dengan data yang terdistribusi normal, maka data

tersebut dianggap dapat mewakili suatu populasi.31Pengujian dilakukan dengan cara melihat dari

Nilai Skewness – Kurtosis.32Menurut Nugroho (2005) data yang baik adalah memiliki distribusi

normal, data berdistribusi normal memiliki nilai skewness mendekati 0.33Pengujian dilakukan

dengan bantuan SPSS 18.

Kedua, Uji Linieritas. Linieritas juga merupakan salah satu syarat untuk pengujian

dengan menggunakan statistika parametrik, korelasi, dan regresi sederhana, seperti yang

diterapkan dalam penelitian ini. Menurut Candiasa (2010), pengujian linieritas regresi dengan

SPSS sekaligus menampilkan hasil pengujian keberartian arah regresi. Pengujian keberartian arah

regresi dapat dilakukan dengan uji statistik F. Pengujian keberartian arah regresi dengan uji

statistik F banyak melibatkan perhitungan yang sama dengan pengujian linieritas regresi. Oleh

karena itu, umumnya pengujian linieritas regresi ini dilakukan bersama-sama dengan pengujian

30
Sunjoyo, Aplikasi SPSS untuk SMART Riset (Bandung: Alfabeta, 2013), 24.
31
Duwi Priyatno, 33.
32
Sunjoyo, 61-62.
33
Nugroho, “Strategi jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS,” dalam
Aplikasi SPSS untuk Smart Riset, ed. Sunjoyo(Bandung: Alfabeta, 2013), 62.

46
keberartian arah regresi dengan menggunakan uji statistik F. 34Pengujian ini dilakukan dengan

bantuan SPSS 18 pada taraf signifikansi 0,05.

3. Prosedur Uji Hipotesis

Menurut Mikha Agus Widiyanto (2013), analisis korelasi berfungsi untuk mengetahui

kuat lemahnya hubungan, sedangkan analisis regresi digunakan sebagai prediksi. Analisis

korelasi dan regresi sangat berkaitan. Apabila dalam analisis hubungan antar variabel yang

diteliti terdapat hubungan, maka keadaan variabel-variabel dapat digunakan memprediksi

keadaan variabel itu. Namun, apabila tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang

dikaji, maka variabel-variabel tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksi keadaan suatu

variabel. Dengan demikian, uji regresi hanya dapat atau perlu dilakukan apabila telah diketahui

adanya hubungan yang signifikan antara variabel yang menjadi kajian penelitian.35

Secara umum langkah-langkah pengolahan dan analisis data dalam penelitian kualitatif

iniadalah sebagai berikut:

a. Proses pengolahan ini terdiri dari tiga tahapan yaitu sebagai berikut:

1) Editing

Pada tahap ini kita memulai memeriksa dan memperbaiki semua data-data yang telah

terkumpul.

2) Klasifikasi

Pada tahap ini kita mengolong-golongkan jawaban dan data lainnya menurut kelompok

variabelnya.Selanjutnya, diklasifikasikan lagi menurut indikator tertentu seperti ditetapkan

sebelumnya. Pengelompokan ini sama dengan menumpuk-numpuk data sehingga akan

mendapat tempat didalam kerangka laporan yang telah ditetapkan sebelumnya.

34
I Made Candiasa, Statistik Univariat dan Bivariat Disertai Aplikasi SPSS (Singaraja:
Undiksha Press, 2010), 183.
35
Mikha Agus Widiyanto, 211.

47
3) Memberi kode

Untuk tahap ini, kita melakukan pencatatan judul singkat (menurut indikator dan

variabelnya), serta memberikan catatan tambahan yang dinilai perlu dan

dibutuhkan.Sedangkan, tujuannya agar memudahkan kita menemukan makna tertentu dari

setiap tumpukan data serta muda menempatkannya didalam kerangka laporan.

b. Penafsiran

Pada tahap ini data yang sudah diberi kode kemudian diberi penafsiran.Kita segera melakukan

analisis data dengan memperkaya informasi melalui analisis perbandingan.Sepanjang tidak

menghilangkan konteks aslinya.Hasilnya adalah pemaparan gambar tentang situasi dan gejala

dalam bentuk pemaparan naratif.

Keabsahan Data atau Uji Kredibilitas Data

Memiliki dua fungsi yaitu melaksanakan penelitian sedemikian rupa sehingga tingkat

kepercayaan penemuan kita dapat dicapai dan mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil

penemuan kita dengan jalan pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang diteliti. Ada tujuh

teknik yang dapat kita gunakan untuk menguji kredibilitas data temuan kita sebagai berikut

(Prastowo, 2001):

a. Perpanjangan pengamatan
b. Meningkatkan ketekunan
c. Triangulasi
d. Diskusi dengan teman sejawat
e. Member check
f. Analisis kasus negatif
g. Menggunakan bahan referensi

48
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi dan Objek Penelitian

Kelurahan Pamona berada di sebelah selatan Kota Tentena, Ibukota Kecamatan Pamona

Utara. Sebelah timur berbatasan dengan Danau Poso dan Kelurahan Sangele, sebelah utara

berbatasan dengan Kelurahan Petirodongi, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Tendea

dan hutan lindung, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Sawidago.

Pamona adalah suku mayoritas di wilayah Kelurahan Pamona. Selain itu terdapat pula

suku Mori, Toraja, Tionghoa, Bada, Lore. Sebelum konflik, terdapat pula beberapa warga yang

bersuku Bugis dan Kaili. Bahasa Pamona merupakan bahasa komunikasi sehari-hari yang

digunakan oleh masyarakat selain bahasa Indonesia sehari-hari. Demikian pula adat Pamona,

merupakan adat yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat di Kelurahan Pamona.

Agama Kristen adalah agama mayoritas di wilayah Tentena dan juga di Kelurahan

Pamona. Kelurahan Sangele, kelurahan yang berbatasan langsung dengan Kelurahan Pamona

merupakan pusat Gereja Kristen Protestan di Sulawesi Tengah. Di wilayah Tentena terdapat

sekitar 5 aliran gereja, yaitu gereja Protestan (bernaung dalam Sinode GKST), gereja Pantekosta

(bergabung dalam GPDI – Gereja Pantekosta di Indonesia), gereja Katolik (bernaung dalam

keuskupan Manado, Sulawesi Utara), gereja Sidang Jemaat Allah (aliran kharismatik), gereja

GKI (Gereja Kristen Indonesia yang bergabung dengan gereja Indonesia yang mayoritas berada

di Jawa), dan gereja Toraja (bernaung dalam gereja Toraja di Toraja).

Dalam catatan Pemerintah Kelurahan Pamona, sebelum arus pengungsi datang, jumlah

penduduk sebanyak 368 KK (terbagi dalam 8 RT). Catatan statistik menunjukkan jumlah laki-

49
laki adalah 2.334 jiwa dan perempuan berjumlah 2.273 jiwa. Catatan ini berubah drastis setelah

arus pengungsi memasuki Kota Tentena dan menjadi warga baru. Setelah momen tersebut,

jumlah penduduk Kelurahan Pamona menjadi 1121 KK (terbagi dalam 21 RT). Jumlah RT

kemudian bertambah lagi menjadi 23 RT setelah penutupan lokasi pengungsian di Later.

Kepadatan penduduk dan pertimbangan budaya warga baru di perkampungan baru

menyebabkan Lurah Pamona mengambil kebijakan untuk memberikan keleluasaan bagi warga

baru untuk memilih ketua RT-nya sendiri tanpa campur tangan kelurahan. Jumlah ini

menggambarkan saat ini jumlah warga baru lebih banyak dari penduduk lokal.

Jumlah warga baru yang lebih banyak dari warga lokal juga diikuti oleh perubahan

penguasaan ekonomi. Dalam satu tahun terakhir, warga baru secara perlahan-lahan memiliki

modal ekonomi yang cukup. Perubahan ini dirasakan oleh warga lokal sehingga terdapat istilah

bahwa pengungsi yang datang di wilayah Tentena ini sebenarnya bukan ’pengungsi’, tetapi

’mengungsi’ alias ’berpindah tempat’.

Mengungsi dipahami sebagai orang yang memiliki harta benda tetapi berpindah tempat,

sedangkan pengungsi dipahami sebagai orang yang tidak memiliki apa-apa dan terpaksa

berpindah tempat. Wacana tentang pengungsi dan bukan pengungsi alias warga lokal menguat

semenjak pasar tradisional yang dahulu dipadati oleh pedagang dari suku Bugis dan Toraja

dipadati oleh pedagang pengungsi yang bersuku Pamona.

Menurut salah seorang tokoh adat, perubahan penguasaan ekonomi juga dipengaruhi oleh

karakter tidak terikat pada tanah yang dimiliki oleh suku Pamona. Hal ini terlihat pada kebiasaan

warga Pamona yang sangat mudah menjual tanah hanya untuk alasan kebutuhan pernikahan atau

kebutuhan sekolah dan kuliah anaknya. Kebiasaan ini pada akhirnya menggeser kepemilikan

tanah di wilayah Pamona, dan secara tidak langsung menggeser penguasaan ekonomi warga.

50
Petani dan pegawai negeri adalah dua profesi mayoritas penduduk di Kelurahan Pamona.

Namun, masuknya pengungsi menambah jenis pekerjaan baru, yakni buruh (buruh bangunan,

buruh cuci, buruh tani) dan tukang ojek. Selain itu terdapat lapisan dalam profesi sebagai petani.

Terdapat petani tuan tanah, petani kecil, petani penggarap, dan buruh tani.

Sebagian besar eks-pengungsi adalah buruh tani dan petani penggarap. Sementara itu,

warga lokal yang bersuku Pamona atau Mori adalah petani kecil dan petani tuan tanah mayoritas

adalah warga lokal yang bersuku Tionghoa. Pegawai negeri mayoritas dari suku Pamona.

Meskipun menjadi pegawai negeri tidak jarang warga juga menjadi petani kecil.

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Umum Responden

Berdasarkan jumlah sampel pada bab iii, maka pada penelitian ini, jumlah

responden adalah 30 orang. Berikut ini disajikan distribusi responden berdasarkan jenis

kelamin.

Tabel 1.
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Uraian Jumlah Persentase


1. Laki-laki 10 33.3
2. Perempuan 20 66.6
Jumlah 30 100
Sumber : Olahan Data, 2015

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang berjenis

kelamin laki-laki adalah sebanyak 10 orang atau 33.3%, sedangkan responden yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 20 orang atau 66.6%.

51
Berikut ini disajikan distribusi responden berdasarkan umur, yang dapat dilihat

pada tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2
Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No Uraian Jumlah Persentase


1. 31 – 40 tahun 4 13.3
2. 41 – 50 tahun 20 66.6
3. 51 – 60 tahun 6 20
Jumlah 30 100
Sumber : Olahan Data, 2015

Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang berumur

31 – 40 tahun ada 4 orang atau 13.3%, yang berumur 41 – 50 tahun ada 20 orang atau

66.6% sedangkan yang berumur 51 – 60 orang ada 6 orang atau 20%.

Berikut ini disajikan distribusi tabel berdasarkan pendidikan terakhir yang

dimiliki oleh responden.

Tabel 3
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

No Uraian Jumlah Persentase


1. SD 5 16.67
2. SMP 5 16.67
3. SMA 10 33.33
4. D3 5 16.67
5. S1 5 16.67
Jumlah 30 100
Sumber : Olahan Data, 2015

52
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki

pendidikan SD, SMP, D3 dan S1 masing-masing sebanyak 5 orang atau 16,67%

sedangkan yang berpendidikan SMA sebanyak 10 orang atau 33,33%.

2. Analisis Frekuensi

Berdasarkan kuesioner yang telah disebarkan kepada 30 orang responden, yang

kemudian datanya ditabulasi dan kemudian diolah dengan menggunakan alat bantu SPSS

For Windows Version 18.00, maka didapatkan hasil data sebagai berikut :

Tabel 4
Analisis Frekuensi

Frekuensi
Variabel Indikator
SS % S % RR % TS % STS %
X.1 7 23.3 12 40.0 9 30.0 2 6.7 0 0.0
Tingkat X.2 9 30.0 12 40.0 7 23.3 2 6.7 0 0.0
Pendidikan X.3 3 10.0 20 66.7 7 23.3 0 0.0 0 0.0
Keluarga X.4 5 16.7 16 53.3 9 30.0 0 0.0 0 0.0
(X) X.5 7 23.3 14 46.7 9 30.0 0 0.0 0 0.0
X.6 7 23.3 15 50.0 8 26.7 0 0.0 0 0.0
Y.1 3 10.0 21 70.0 6 20.0 0 0.0 0 0.0
Pendidikan
Y.2 1 3.3 24 80.0 5 16.7 0 0.0 0 0.0
Seks Pada
Y.3 4 13.3 23 76.7 3 10.0 0 0.0 0 0.0
Usia
Y.4 2 6.7 27 90.0 1 3.3 0 0.0 0 0.0
Remaja
Y.5 5 16.7 20 66.7 5 16.7 0 0.0 0 0.0
(Y)
Y.6 4 13.3 23 76.7 3 10.0 0 0.0 0 0.0
Sumber : Olahan Data, 2015

3. Uji Reliabilitas

Dari analisis data dengan pengujian reliabilitas didapatkan hasil yang dapat dilihat

pada tabel 5 berikut ini :

53
Tabel 5

Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach Keterangan


Alpha
Tingkat Pendidikan Keluarga (X) 0.825 Sangat Reliabel
Pendidikan Seks pada Usia Remaja (Y) 0.705 Reliabel
Sumber : Olahan Data, 2015

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat nilai Cronbach Alpha variable X berada di

rentang nilai 0.800 – 1.000 sedangkan variabel Y berada pada rentang 0.600 – 0.800.

Dengan demikian penelitian dapat dilanjutkan, karena nilai alpha croncbach yang sangat

reliabel dan reliabel.

4. Uji Validitas

Dari analisis data dengan pengujian validitas didapatkan hasil yang dapat dilihat

pada tabel 6 berikut ini :

Tabel 6

Hasil Uji Validitas

Correct Item-
Variabel Indikator Total Keterangan
Correlation
0.751 Valid
X.1
X.2 0.727 Valid
Tingkat Pendidikan X.3 0.732 Valid
Keluarga (X) X.4 0.425 Valid
X.5 0.628 Valid
X.6 0.365 Valid
Y.1 0.398 Valid
Pendidikan Seks Pada Usia
Y.2 0.613 Valid
Remaja (Y)
Y.3 0.453 Valid

54
Correct Item-
Variabel Indikator Total Keterangan
Correlation
Y.4 0.390 Valid
Y.5 0.469 Valid
Y.6 0.367 Valid
Sumber : Olahan Data, 2015

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari semua butir pernyataan pada setiap

variabel nilai Correct Item-Total Correlation berada di atas nilai r tabel yaitu lebih besar

dari 0,361, dengan demikian dinyatakan bahwa semua butir pernyataan pada kuesioner

dinyatakan valid, sehingga dapat digunakan dalam penelitian.

5. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Tujuan dilakukannya uji asumsi normalitas adalah untuk menguji apakah dalam

sebuah model regresi, variabel bebas dan variabel terikat mempunyai distribusi

normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau

mendekati normal. Dasar pengambilan keputusan adalah jika data menyebar di

sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka memenuhi persyaratan

asumsi normalitas. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Program

SPSS Version 18.0 seperti yang ada pada Lampiran, maka Grafik Normalitas dapat

dilihat dalam Gambar berikut.

55
Gambar 2

Uji Normalitas

Sumber : Olahan Data, 2015

Dari Gambar di atas dapat dilihat bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal, maka dapat dikatakan bahwa model regresi memenuhi

syarat asumsi normalitas.

b. Uji Multikolinearitas

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Program SPSS Version 18.0

seperti yang ada pada Lampiran, maka dapat dilihat nilai VIF berada di antara (+1) –

(+10) yang berarti model terbebas dari gejala multikolinearitas. Tingkat toleransi

yang dihasilkan juga tidak terlalu rendah karena nilai VIF masih jauh dari +10, nilai

VIF masih menyebar di sekitar +1 sehingga tolerance yang diciptakan masih tinggi.

56
c. Uji Heteroskedastisitas

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan melihat

ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik Scatter Plot. Jika grafik Scatter Plot tidak

membentuk atau menggambarkan pola tertentu, berarti dapat dikatakan model regresi

terbebas dari heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil perhitungan dengan

menggunakan Program SPSS Version 18.0 seperti yang ada pada Lampiran, maka

Grafik Scatterplot dapat dilihat dalam Gambar berikut.

Gambar 3

Uji Heteroskedastisitas

Sumber : Olahan Data, 2015

57
6. Regresi Linier Sederhana

Berdasarkan hasil penelitian dari kuesioner yang disebarkan, yang kemudian

ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan bantuan software SPSS Version 18.0

maka didapatkan hasil uji regresi sederhana seperti pada tabel 7 berikut ini :

Tabel 7

Hasil Uji Regresi Sederhana

Variabel B t hitung Sign. Ket


Constant 14,514 8,413 0.000
Tingkat Pendidikan Keluarga (X) 0,400 5,474 0.000 Signifikan
R = 0,719 ttabel = 2,042
R Square = 0,517 α = 0.05
Sumber : Olahan Data, 2015

Berdasarkan tabel di atas dapat diartikan sebagai berikut :

1. Persamaan regresi sederhana Y = 14,514 + 0,400X yang dapat diartikan:

a. Besarnya pendidikan seks pada usia remaja dapat dilihat pada nilai konstanta

sebesar 14,514, dengan asumsi tidak memperhitungkan adanya pengaruh tingkat

pendidikan keluarga.

b. Tingkat pendidikan keluarga meningkatkan pendidikan seks pada usia remaja

sebesar 0,400, dengan asumsi variabel lainnya konstan.

2. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t didapatkan bahwa variabel X memiliki

nilai thitung yang lebih besar (5,474) dari nilai ttabel yaitu 2,042 dengan tingkat

signifikan lebih kecil dari nilai α = 0,05.

3. Nilai R sebesar 0,719 dapat diartikan bahwa hubungan antara variabel X (Tingkat

Pendidikan Keluarga) terhadap variabel Y (Pendidikan Seks Pada Usia Remaja)

adalah kuat, karena semakin mendekati angka 1.

58
4. Nilai R Square sebesar 0,517 atau 51,7% menjelaskan besarnya pengaruh variabel X

(Tingkat Pendidikan Keluarga) terhadap variabel Y (Pendidikan Seks Pada Usia

Remaja). Nilai R Square di atas dapat diartikan bahwa besarnya pengaruh variabel X

terhadap Y adalah sebesar 51,7% sedangkan sisanya 48,3% dipengaruhi oleh variabel

lain di luar variabel yang diteliti dalam penelitian ini.

C. Pembahasan

Keluarga memegang peranan penting dalam pendidikan.Keluarga sebagai jalur

pendidikan informal dan lingkungan pendidikan pertama yang sangat berpengaruh terhadap

pembentukan karakter, moral dan kepribadian anak. Hal tersebut menjadikan keluarga harus

mampu memainkan peranannya dalam mendidik anak untuk membentuk generasi masa depan

yang berkualitas.

Dalam perkembangannya, banyak sekali pengaruh - pengaruh yang membentuk

kepribadian dan karakter anak selain lingkungan keluarga.Seiring pesatnya globalisasi, pengaruh

media menjadi salah satu bagian dari lingkungan yang tak dapat dielakkan.Televisi merupakan

salah satu media yang sangat berpengaruh terhadap pembentukkan moral dan kepribadian

anak.Banyak sekali anak yang berlama-lama menghabiskan waktunya didepan televisi.

Tayangan-tayangan televisi kerapkali berbau negatif dan tak sesuai dengan

perkembangan anak dan tak layak untuk dikonsumsi anak-anak.Oleh karena itu, keluarga dalam

hal ini orangtua, dituntut untuk dapat mendampingi dan memberikan bimbingan pada anak saat

menonton televisi.Orangtua harus turut membantu menyeleksi bagian-bagian yang positif dan

negatif dari tayangan tersebut.Keluarga dalam hal ini, berperan sebagai pendidik terhadap

pengaruh media televisi pada anak.

59
1. Kasus Keluarga Pendidikan Rendah ( tidak sekolah, SD dan SMP )

Anggota keluarga kelas rendah itu tidak terlalu dibebani jaringan sanak keluarga yang

besar jika ia berhasil naik dalam hieraki sosial, tetapi hal itu merupakan keuntungan yang perlu

dipertanyakan, karena seorang anak muda yang lebih tinggi statusnya, meskipun agak terbatas

dalam pemilihan pekerjaan, tempat tinggal atau istri, dapat memperoleh keuntungan –

keuntungan dari mereka.

2. Kasus Keluarga Pendidikan Menengah

Kelas sosial menengah dan kelas sosial atas atas berusaha menyiapkan para anggota kelas

sosialnya untuk memerankan fungsi khusus dalam masyarakat.Para orang tua kelas sosial

menengah berupaya untuk mendorong anak-anak mereka dengan memberikan harapan-harapan

keberhasilan dan bayangan-bayangan yang menakutkan jika mereka jatuh ke dalam status kelas

sosial yang lebih rendah. Jadi, diantara kelas sosial, kelas sosial menengahlah yang paling giat

upayanya untuk “memperoleh kemajuan”.

3. Kasus Keluarga Pendidikan Atas ( Sarjana)

Keluarga kelas atas dapat menyewa lebih banyak tenaga untuk melatih anak – anak

mereka, lebih banyak pengawas untuk mengawasi agar mereka tidak menyelewen dari jalan yang

telah ditentukan. Keluarga kelas atas dapat mengendalikan hari depan mereka lebih efektif,

karena anak yang ingkar dari kalangan atas akan lebih banyak mengalami kerugian dibandingkan

anak yang memberontak dari kelas rendah.

60
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

61
DAFTAR PUSTAKA

A.M, Moleong. J Lexy. Dr. Prof. Metodologi Penelitian Kuantitatif. PT Remaja


ROSDAKARYA. Bandung

Afra Afifah, Supriyanto Ahmad Dr, 2011.Pendidikan Seks Untuk Remaja. Gizone Publishing,
Surakarta.

Bungin, Burhan. 2011.Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Diana Septi Purnama, “ Pentingnya Pendidikan Seks ( Seks Education )”. http//(PENDIDIKAN
SEKS ) Pentingnya Pendidikan Seks (Sex Education) _ belajarpsikologi.com.htm

Ed. M. Ram Aminuddin. Drs, 1984. Sosiologi. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Goode, William J,2002. Sosiologi Keluarga. PT.Bumi Aksara, Jakarta.

Gunarsa, Singgih, D. (2003). Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.

Harper and Row. 1984.Perkembangan dan kepribadian anak.

Irianto Koes. Drs, 2010. Memahami Seksologi. Sinar Baru Algensindo, Bandung.

Kolip Usman & Setiadi.M Elly, 2011. Pengantar Sosiologi. Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.

Nurhayati Syarifuddin, S.Pd. “Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Keluarga, Remaja Dan Anak”.
http//Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Keluarga, Remaja Dan Anak « STAN PRODIP
PAJAK ANGKATAN 1998.htm

Patmonodewo, Soemiarti, dkk. 2001. Psikologi Perkembangan Peribadi. Universitas


Indonesia:Jakarta

Prastowo, Andi. 2001. Metode Penelitian Kuantitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian.
Ar-Ruzz Media.jogjakarta

Purwanto, M. Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. PT Remaja Rosdakarya:
Bandung.

62
Lampiran

63
TABULASI DATA
Pendidikan Seks Pada Usia Remaja
Tingkat Pendidikan Keluarga (X)
NO. RESP. NO. RESP. (Y)
X.1 X.2 X.3 X.4 X.5 X.6 JML Y.1 Y.2 Y.3 Y.4 Y.5 Y.6 JML
R1 5 5 4 4 4 4 26 R1 5 4 4 5 5 4 27
R2 4 5 4 3 5 4 25 R2 5 4 4 4 4 5 26
R3 4 5 4 3 5 3 24 R3 4 4 4 5 4 4 25
R4 4 4 5 4 4 4 25 R4 4 5 4 4 4 4 25
R5 3 3 3 3 3 3 18 R5 4 3 3 3 3 3 19
R6 5 4 4 4 4 5 26 R6 4 4 4 4 5 4 25
R7 5 5 4 4 4 4 26 R7 4 4 4 4 5 4 25
R8 5 4 4 4 4 4 25 R8 4 4 4 4 4 4 24
R9 4 4 4 5 5 4 26 R9 5 4 4 4 4 5 26
R10 5 5 4 4 4 4 26 R10 4 4 4 4 4 4 24
R11 5 4 4 4 4 5 26 R11 4 4 4 4 5 4 25
R12 4 4 4 5 4 5 26 R12 4 4 4 4 4 5 25
R13 3 3 3 3 3 3 18 R13 3 3 3 4 3 4 20
R14 3 4 4 4 4 4 23 R14 4 4 5 4 4 4 25
R15 4 5 5 4 5 4 27 R15 3 4 4 4 4 4 23
R16 3 3 3 4 3 5 21 R16 3 4 4 4 4 4 23
R17 2 2 3 3 3 3 16 R17 4 3 4 4 4 3 22
R18 4 4 4 5 4 4 25 R18 4 4 4 4 3 4 23
R19 4 5 4 3 5 3 24 R19 4 4 5 4 4 4 25
R20 3 3 4 4 3 4 21 R20 4 4 4 4 4 4 24
R21 5 4 4 4 4 5 26 R21 4 4 4 4 5 4 25
R22 4 4 4 5 4 5 26 R22 4 4 4 4 4 5 25
R23 3 3 3 3 3 3 18 R23 3 3 3 4 3 4 20
R24 3 4 4 4 4 4 23 R24 4 4 5 4 4 4 25
R25 4 5 5 4 5 4 27 R25 3 4 4 4 4 4 23
R26 3 3 3 4 3 5 21 R26 3 4 4 4 4 4 23
R27 2 2 3 3 3 3 16 R27 4 3 4 4 4 3 22
R28 4 4 4 5 4 4 25 R28 4 4 4 4 3 4 23
R29 4 5 4 3 5 3 24 R29 4 4 5 4 4 4 25
R30 3 3 4 4 3 4 21 R30 4 4 4 4 4 4 24

64
Frequency Table

X.1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Setuju 2 6,7 6,7 6,7
Ragu-Ragu 9 30,0 30,0 36,7
Setuju 12 40,0 40,0 76,7
Sangat Setuju 7 23,3 23,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

X.2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Setuju 2 6,7 6,7 6,7
Ragu-Ragu 7 23,3 23,3 30,0
Setuju 12 40,0 40,0 70,0
Sangat Setuju 9 30,0 30,0 100,0
Total 30 100,0 100,0

X.3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ragu-Ragu 7 23,3 23,3 23,3
Setuju 20 66,7 66,7 90,0
Sangat Setuju 3 10,0 10,0 100,0
Total 30 100,0 100,0

X.4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ragu-Ragu 9 30,0 30,0 30,0
Setuju 16 53,3 53,3 83,3
Sangat Setuju 5 16,7 16,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

X.5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ragu-Ragu 9 30,0 30,0 30,0
Setuju 14 46,7 46,7 76,7
Sangat Setuju 7 23,3 23,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

65
X.6
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ragu-Ragu 8 26,7 26,7 26,7
Setuju 15 50,0 50,0 76,7
Sangat Setuju 7 23,3 23,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

Y.1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ragu-Ragu 6 20,0 20,0 20,0
Setuju 21 70,0 70,0 90,0
Sangat Setuju 3 10,0 10,0 100,0
Total 30 100,0 100,0

Y.2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ragu-Ragu 5 16,7 16,7 16,7
Setuju 24 80,0 80,0 96,7
Sangat Setuju 1 3,3 3,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

Y.3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ragu-Ragu 3 10,0 10,0 10,0
Setuju 23 76,7 76,7 86,7
Sangat Setuju 4 13,3 13,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

Y.4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ragu-Ragu 1 3,3 3,3 3,3
Setuju 27 90,0 90,0 93,3
Sangat Setuju 2 6,7 6,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

66
Y.5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ragu-Ragu 5 16,7 16,7 16,7
Setuju 20 66,7 66,7 83,3
Sangat Setuju 5 16,7 16,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

Y.6
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ragu-Ragu 3 10,0 10,0 10,0
Setuju 23 76,7 76,7 86,7
Sangat Setuju 4 13,3 13,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

67
Reliability X

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100,0


a
Excluded 0 ,0

Total 30 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

,825 6

Item-Total Statistics

Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha


Item Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted

X.1 19,5667 6,806 ,751 ,758


X.2 19,4333 6,806 ,727 ,765
X.3 19,5000 8,328 ,732 ,779
X.4 19,5000 8,879 ,425 ,828
X.5 19,4333 7,909 ,628 ,789
X.6 19,4000 9,007 ,358 ,841

68
Reliability Y

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100,0


a
Excluded 0 ,0

Total 30 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

,705 6

Item-Total Statistics

Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha


Item Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted

Y.1 19,9667 2,447 ,398 ,680


Y.2 20,0000 2,414 ,613 ,614
Y.3 19,8333 2,489 ,453 ,659
Y.4 19,8333 2,902 ,390 ,684
Y.5 19,8667 2,257 ,469 ,657
Y.6 19,8333 2,626 ,355 ,690

69
Regression

Notes

Output Created 26-Jun-2015 10:36:45


Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no
missing values for any variable used.
Syntax REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR
SIG N
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA
COLLIN TOL
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT Y
/METHOD=ENTER X
/SCATTERPLOT=(*SRESID ,*ZPRED)
/RESIDUALS DURBIN
NORMPROB(ZRESID).

Resources Processor Time 00:00:00,390

Elapsed Time 00:00:00,492

Memory Required 1596 bytes

Additional Memory Required for 568 bytes


Residual Plots

[DataSet0]

70
Regression
Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Pendidikan Seks Anak Usia 23,8667 1,85199 30


Remaja
Tingkat Pendidikan Keluarga 23,3667 3,32683 30

Correlations

Pendidikan Seks Tingkat


Anak Usia Pendidikan
Remaja Keluarga

Pearson Correlation Pendidikan Seks Anak Usia 1,000 ,719


Remaja

Tingkat Pendidikan Keluarga ,719 1,000


Sig. (1-tailed) Pendidikan Seks Anak Usia . ,000
Remaja
Tingkat Pendidikan Keluarga ,000 .
N Pendidikan Seks Anak Usia 30 30
Remaja

Tingkat Pendidikan Keluarga 30 30

b
Variables Entered/Removed

Model Variables
Variables Entered Removed Method

1 Tingkat . Enter
Pendidikan
a
Keluarga

a. All requested variables entered.


b. Dependent Variable: Pendidikan Seks Anak Usia Remaja

71
b
Model Summary

Model Adjusted R Std. Error of the


R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 ,719 ,517 ,500 1,30996 2,434

a. Predictors: (Constant), Tingkat Pendidikan Keluarga


b. Dependent Variable: Pendidikan Seks Anak Usia Remaja

b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


a
1 Regression 51,419 1 51,419 29,964 ,000
Residual 48,048 28 1,716

Total 99,467 29

a. Predictors: (Constant), Tingkat Pendidikan Keluarga


b. Dependent Variable: Pendidikan Seks Anak Usia Remaja

a
Coefficients

Model Unstandardized Standardized


Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 14,514 1,725 8,413 ,000

Tingkat Pendidikan Keluarga ,400 ,073 ,719 5,474 ,000 1,000 1,000

a. Dependent Variable: Pendidikan Seks Anak Usia Remaja

72
a
Collinearity Diagnostics

Model Dimension Variance Proportions

Tingkat
Pendidikan
Eigenvalue Condition Index (Constant) Keluarga

1 1 1,990 1,000 ,00 ,00


dimension1

2 ,010 14,357 1,00 1,00

a. Dependent Variable: Pendidikan Seks Anak Usia Remaja

a
Residuals Statistics

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 20,9182 25,3209 23,8667 1,33156 30


Std. Predicted Value -2,214 1,092 ,000 1,000 30
Standard Error of Predicted ,241 ,589 ,326 ,093 30
Value
Adjusted Predicted Value 20,6436 25,5076 23,8764 1,34590 30
Residual -2,71866 2,07934 ,00000 1,28718 30
Std. Residual -2,075 1,587 ,000 ,983 30
Stud. Residual -2,216 1,633 -,004 1,026 30
Deleted Residual -3,10019 2,20022 -,00973 1,40509 30
Stud. Deleted Residual -2,397 1,686 -,017 1,056 30
Mahal. Distance ,012 4,903 ,967 1,287 30
Cook's Distance ,000 ,345 ,047 ,075 30
Centered Leverage Value ,000 ,169 ,033 ,044 30

a. Dependent Variable: Pendidikan Seks Anak Usia Remaja

73
74
75
76

Anda mungkin juga menyukai