Makalah Sedatif Dan Hipnotik
Makalah Sedatif Dan Hipnotik
Makalah Sedatif Dan Hipnotik
NAMA KELOMPOK
ANGGUN RINDA M
SALLSABILLA
TETI DESPI
LAILA MUNAWARA
ROHMATUN SANIA
YOSSI ANDRY
INDAH DWI KARTIKA
SEPTI PUTRI LESTARI
REDO PUTRA
Nadia wahyu ananda
Emi marlianti
AKADEMI FARMASI AL-FATAH BENGKULU 2019/2020
Kata Pengantar
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.
BAB I
PENDAHULUAN
Obat-obat yang berkerja pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah satu obat yang pertama
ditemukan manusia primitif dan masih digunakan secara luas sebagai zat farmakologi sampai
sekarang. Disamping penggunaannya dalam terapi, obat-obat SSP dipakai walaupun tanpa resep
untuk meningkatkan kesejahteraan seseorang.
Cara kerja berbagai obat pada SSP tidak selalu dapat dijelaskan. Walaupun demikian,dalam 30
tahun terakhir, banyak kemajuaan yang diperoleh dalam bidang metodologi farmakologi SSP.
Saat ini telah dapat diteliti cara kerja suatu obat pada sel-sel tertentu atau bahkan pada kanal ion
tunggal didalam sinaps. Informasi yang diperoleh dalam studi studi semacam ini merupakan
dasar dari sejumlah perkembangan yang utama dalam penelitian SSP.
Pertama, telah jelas bahwa hampir semua obat SSP, bekerja pada reseptor khusus yang mengatur
transmisi sinaps. Sejumlah kecil obat seperti anastesi umum dan alkhol dapat bekerja secara non
spesifik pada membran (meskipun perkecualian ini tidak sepenuhnya diterima), tetapi bahkan
kerja yang tidak diperantarai oleh reseptor inipun akan menghasilkan perubahan dalam transmisi
sinaps yang dapat dibuktikan.
Kedua, obat-obatan merupakan salah satu alat terpenting untuk mempelajari seluruh aspek
fisiologi SSP, mulai dari terjadinya bangkitan sampai penyimpanan memori jangka panjang.
Ketiga, penguraian kerja obat-obat yang efikasi klinisnya diketahui telah menghasilkan beberapa
hipotesis yang sangat berguna berkaitan dengan berbagai mekanisme penyakit. Misalnya,
informasi tentang kerja obat antipsikotik pada reseptor dopamin memberikan dasar hipotesis
yang penting mengenai patofisiologi skizoprenia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf pusat (SSP).
Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesia, koma dan
mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap
rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.
Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak
termasuk obat golongan depresab SSP. Walaupun obat tersebut memperkuat penekanan SSP,
secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh
lebih kecil daripada dosis yang dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan benzodiazepin
diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas (anticemas), dan sebagai
penginduksi anestesia.
Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang mempunyai efek anti
antiansietas atau di kenal sebagai minor tranquilizer dan psikoleptika.Benzodiazepin memiliki
lima efek farmakologi sekaligus, yaitu antiolosis,sedasi,antikonvulsi,relaksasi otot melalui
medulla spinalis,dan amnesia retrograde.
Benzodiazepin dikembangkan pertama kali pada akhir tahun 1940-an dengan derivat pertama
kali yang dipasarkan adalah klordiazepoksid (semula dinamakan methaminodiazepokside) pada
tahun 1960, kemudian dilakukan biotransformasi menjadi diazepam (1963), nitrazepam (1965),
oksazepam (1966), medazepam (1971), lorazepam (1972), klorazepat (1973), flurazepam (1974),
temazepam (1977), triazolam dan clobazam (1979), ketazolam (1980), lormetazepam (1981),
flunirazepam, bromazepam, prazepam (1982), dan alprazolam (1983).
Penggolongan Benzodiazepin
Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu short acting,
long acting, ultra short acting.
1) Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit aktif
(sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam
yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif.
2) Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak
diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada
penggunaan berulang.
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek abstinensia
lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk
perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangant menentukan lamanya efek
yang terjadi saat penggunaan
Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur yang ada pada
benzodiazepine menunjukkan 1,4-benzodiazepin. Kebanyakan mengandung gugusan
karboksamid dalam dalam struktur cincin heterosiklik beranggota 7. Substituen pada posisi 7 ini
sangat penting dalam aktivitas hipnotik-sedatif.
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek
utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot, dan
anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer :
vasodilatasi koroner (setelah pemberian dosis terapi golongan benzodiazepine tertentu secara iv),
dan blokade neuromuskular (yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi).
Farmakokinetik
Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini cepat
mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam (nordazepam),
yang kemudian diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per oral, kadar puncak benzodiazepin
plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam. Kecuali lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui
suntikan IM tidak tratur.
Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu paruhnya, dan tidak
selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan. Benzodiazepin yang bermanfaat sebagai
antikonvulsi harus memiliki waktu paruh yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk ke dalam
otak agar dapat mengatasi status epilepsi secara cepat. Benzodiazepin dengan waktu paruh yang
pendek diperlukan sebagai hipnotik, walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan
penyalahgunaan dan dan berat gejala putus obat setelah penggunaannya secara
kronik. Sebagaiansietas, benzodiazepine harus memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun
disertai risiko neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.
NAMA OBAT, CARA PEMBERIAN & DOSIS BEBERAPA BENZODIAZEPIN
Nama Obat
Cara Pemberian Dosis
(Nama Dagang)
Klordiazepoksid Oral,intramuscular,
5,0 – 100,0 ; 1-3x/hari
(LIBRIUM, DLL) intravena
Korazepat (TRANXENE,
Oral 3,75 – 20,00 ; 2-4x/hari
dll)
Oral,intramuscular,
Diazepam (VALIUM, dll) 5 – 10 ; 3-4x/hari
intravena, rectal
Oral,intramuscular,
Lorazepam (ATIVAN) 2,0 – 4,0
intravena,
2.4 BARBITURAT
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedative.
Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak
digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki
anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate (2,4,4-
trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam
malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari
sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan
tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit
dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang
mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa
oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate
yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital. Fase tidur REM dipersingkat.
Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar.
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian obat
barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan
ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu
dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi
melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan
adanya depresi pusat penghambatan.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus ke dalam
darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta
mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta,
ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital, setelah
pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan
kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya
aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi
di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi
obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah
tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh
berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang
mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir
pada semua obat golongan barbiturat.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau ginjal,
hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita
psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada
penderita usia lanjut.
1) Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan
pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2%
purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang
digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan
thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik)
menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan sempurna
mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat.
Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada
SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah
vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah
vena yang lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur ligand-
gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya
denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika
reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan
hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi
propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor
GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi
pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari
membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P-450.
Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism
hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara
metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-
hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide
menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari
0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam.
2) Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang ditandai
dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan
dimana tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan
analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki aksi
kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH
fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara intravena
dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein
plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5
kali dari pada konsentrasi di plasma.
3.) Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering
digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang
dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat
ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek
euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah
hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma,
penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan
asetaminofen.
4) PARALDEHID
Paraldehid merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid diabsorbsi cepat dan
didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10 – 15 menit setelah pemberian dosis hipnotik.
Cara pemberiannya oral dan rectal. Nama dagang Paral untuk pengobatan delirium tremens pada
pasien yang dirawat di rumah sakit; eliminasi lewat metabolisme di hati (75%) dan lewat
pernafasan (25%), gejala toksik meliputi asidosis, hepatitis, dan nefrosis.
5) KLORALHIDRAT
Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol terutama dikonjugasi oleh
asam glukuronat dan konjugatnya(asam uroklorat) di ekskresikan sebagian besar lewat urin. Cara
pemberiannya oral, rectal. Cepat diubah jadi trikloroetanol oleh alcohol dehidrogenase di hati.
Penggunaan kronik menyebabkan kerusakan di hati, gejala putus obatnya berat. Efek samping
dan intoksikasi, kloralhidrat mengiritasi kulit dan mukosa membrane. Efek iritasi ini
menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigantrik, mual, dan kadang – kadang muntah. Efek
samping pada SSP meliputi pusing, lesu, ataksia, dan mimpi buruk. Hang over juga dapat terjadi,
keracunan akut obat ini dapat menyebabkan ikterus. Penghentian mendadak dari penggunaan
kronik dpat mengakibatkan delirium dan bangkitan, yang sering fatal.
6.) ETKLORVINOL
Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia. Secara oral, diabsorbsi
cepat (bekerja dalam waktu 15 -30 menit), kadar puncak dalam darah dicapai dalam 1- 1,5 jam,
dan didistribusi secra meluas. Waktu paruh eliminasi 10 -20 jm. Sekitar 90% obat dirusak di hati.
Etklorfvinol dapat memacu metabolism hati obat – obat seperti antikoagulan oral. Efek samping
yang paling umum adalah aftertaste sperti mint, pusing, mual, mntah, hipotensi, dan rasa kebal
(numbness) di daerah muka. Reaksi idiosinkrasi dpat merupakan rangsangan ringan hingga
sampai kuat, dan hysteria. Reaksi hipersensitifitas meliputi urikaria. Intoksikasi akut menyerupai
barbiturate.
7.) MEPROBAMAT
Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini juga dipakai sebgai
hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia lanjut. Sifat farmakologi obat ini
dlam bebrapa hal menyerupai benzodiazepine. Tidak dpat menimbulkan anestesi umum.
Konsumsi obat ini secra tunggal dengan dosis yang sangat besar dapat menyebabkan depresi
nafas yang berat hingga fatal, hipetensi, syok, dan gagal jamtung. Meprobamat tampaknya
memiliki efek analgesic ringan pada pasien nyeri tulang otot, dan meningkatkan efek obat
analgetik yang lain. Absorbsi peroral baik. Kadar puncak dalam plasma, tercapai 1 - 3 jam.
Sedikit terikat protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati, terutama secra hidroksilasi,
kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis. Waktu paro miprobamat dapat diperpanjang
selama penggunaaan kronis, sebagian kecil obat diekskreikan lewat urin. Pada dosis sedatif, efek
samping utama ialah ngantuk dan ataksia. Pada dosis yang lebih besar, sangat mengurangi
kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan memperlambat waktu reaksi. Miprobamat
meningkatkan efek depresi depresan SSP lain. Gejala efek samping lain yang mugkin timbul
antara lain : hipotensi, alergi pada kulit, purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan
bronkospasme. Penyalahgunaaan meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya secara
klinik telah menurun. Carisoprodol(SOMA), suatu perelaksasi otot yang menghasilkan
meprobamat sebagai metabolit aktifnya, juga banyak disalahgunakan. Gejala putus obat terjadi
bila obat dihentikan secara mendadak setelah pemberian meprobamat jangka lama. Gejala yang
timbul meliputi : ansietas, insomnia, tremor, ganguan saluran cerna, dan sering kali timbul
halusinasi. Bangkitan umum sering terjadi pada kira – kira 10 % kasus.
Stimulainsia
Stimulansia adalah senyawa yang mempengaruhi Sistem Saraf Pusat (SSP) dan dapat
meningkatkan konsentrasi, merangsang susunan saraf pusat untuk menghilangkan kelelahan,
serta menambah kemampuan fisik dan mental. Kafein adalah agen utama yang digunakan
sebagai stimulansia.
Stimulan menaikkan kegiatan sistem saraf simpatetik, sistem saraf pusat (CNS), atau kedua-
duanya sekaligus. Beberapa stimulan menghasilkan sensasi kegirangan yang berlebihan,
khususnya jenis-jenis yang memberikan pengaruh terhadap CNS. Stimulan dipakai di dalam
terapi untuk menaikkan atau memelihara kewaspadaan, untuk menjadi penawar rasa lelah, di
dalam situasi yang menyulitkan tidur (misalnya saat otot-otot bekerja), untuk menjadi penawar
keadaan tidak normal yang mengurangi kewaspadaan atau kesadaran (seperti di dalam
narkolepsi), untuk menurunkan bobot tubuh (phentermine), juga untuk memperbaiki kemampuan
berkonsentrasi bagi orang-orang yang didiagnosis sulit memusatkan perhatian (terutama ADHD).
Dalam peristiwa yang jarang terjadi, stimulan juga dipakai untuk merawat orang yang
mengalami depresi. Stimulan kadang-kadang dipakai untuk memompa ketahanan dan
produktivitas, juga untuk menahan nafsu makan. Eforia yang dihasilkan oleh beberapa stimulan
mengarah kepada penggunaan rekreasionalnya, meskipun hal ini tidaklah legal di dalam sebagian
besar sistem hukum.
Kafeina, ditemui di dalam minuman seperti kopi dan minuman ringan, seperti halnya nikotin,
yang dijumpai pada tembakau, adalah salah satu di antara stimulan yang paling biasa dipakai di
dunia.
Contoh lain dari stimulan yang dikenal adalah efedrin, amfetamin, kokain, metilfenidat, MDMA,
dan modafinil. Stimulan biasa disebutkan di dalam bahasa gaul Amerika sebagai "upper".
Stimulan yang berpotensi disalahgunakan diawasi secara ketat di Amerika dan sistem hukum
lainnya. Beberapa di antaranya bisa saja tersedia secara sah hanya melalui resep dokter (misalnya
metamfetamin, nama dagang Desoxyn, campuran garam amfetamin, nama dagang Adderall,
deksamfetamin, nama dagang Dexedrine) atau dilarang sama sekali (misalnya metkatinon).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif adalah berbagai macam jenis obat-obatan yang diproduksi
untuk keperluan dunia medis untuk pengobatan.
3.2 Saran
Karena daya kerjanya obat-obatan tersebu sangatlah keras, sehingga penggunaannyapun harus
melalui resep dokter dan harus dalam pengawasan dokter. Obat-obatan yang dimaksud tersebut
jika disalah gunakan akan berpengaruh dan merusak psikis maupun fisik dari si pemakai dan
mengakibatkan ketergantungan, jadi hindari penyalahgunaan obat-obatan jenis hipnotik sedatif
karena termasuk obat-obatan narkotik atau psikotropik.
DAFTAR PUSTAKA
Harvey, Richard A., Pamela C. Champe. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: EGC.
Syarif, Amir, Ari Estuningtyas, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
file:///I:/windy%20%20MAKALAH%20FARMAKOLOGI%20sedatif%20hipnotik%20dan%20
psikotropi.htm (diakses tanggal 8 maret 2015)