Laporan Enzim
Laporan Enzim
Laporan Enzim
ENZIM
(Daya cerna air liur)
Kelompok
Bobot BJ : 1,0492 - -
jenis g/mL
Uji + Terbentuk
Molisch cincin ungu
Uji Sulfat + Endapan putih
Contoh Perhitungan :
Bobot jenis air liur = (piknometer + sampel ) (g) – (piknometer kosong) (g)
Volume piknometer (mL)
= 17,5345 g – 7,0421 g
10 mL
= 1,0492 g/mL
Saliva adalah kelenjar kental yang dihasilkan di dalam rongga mulut yang
berisi enzim amilase unruk memecah amilum menjadi ukuran glukosa yang lebih
kecil (dextrin) dan maltosa. Percobaan enzim yang dilakukan untuk mengetahui
fungsi dari enzim amilase dan komposisi dalam air liur. Pertama yang dilakukan
ialah mengukur densitas dari air yang telar di keluarkan dengan menggunakan
rangsangan dari asam asetat. Air liur di keluarkan sebanyak 40 ml dan diukur
densitas nya menggunakan piknometer. Selain menggunakan piknometer
pengukuran densitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan densitometer.
Prinsp kerja densitometer adalah prinsip Archimedes. Larutan zat cair yang diukur
massa jenisnya ditempatkan pada suhu tabung kaca yang tinggi kemudian
densitometer dicelupkan secara perlahan-lahan. Peralatan ini dibiarkan
mengapung secara bebas. Dengan demikian tinggi zat cair harus cukup untuk
mencelupkan densitometer, setelah posisi densitometer cukup stabil maka massa
jenis zat cair dapat dibaca pada skala yang pada bagian ekor. Skala yang
ditunjukkan adalah skala yang tepat berada pada permukaan zat cair yang diukur
massa jenisnya. Keuntungan dari penggunaan densitometer yaitu skala pada
densitometer telah menunjukkan kerapatan dan bobot jenis zat sehingga tidak
serumit seperti pada piknometer sedangkan kerugian dari penggunaan
densitometer yaitu diperlukan sampel dengan volume yang banyak. Hasil yang
didapat kan adalah bobot jenis air liur adalah 1,0492 g/ml. Seharusnya densitas
saliva lebih besar dibandingkan dengan air karena kekentalan viskositas lebih
besar dari air. Kerapatan yang besar akan menimbulkan viskositas yang besar
karena suatu zat semakin rapat molekulnya. Pengujian berikut nya menguji
apakah saliva bersifat asam atau basa dengan menggunakan lakmus biru, dengan
indikator PP dan indikator MO. Saliva diteteskan ke tiga bahan tersebut di
hasilkan pada lakmus biru lakmus tidak berubah tetpa bewarna biru, pada
indikator PP menghasilkan dari yang tidak bewarna menjadi merah sedangkan
dengan indikator MO dari yang tidak bewarna menjadi orange. Berdasarkan hasil
yang didapatkan dari pengujian dapat dinyatakan saliva bersifat basa. Hal ini
dilihat dari trayek pH fenolftalein yaitu antara 8,6-9,6 dengan perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi berwarna sedangkan untuk indikator jingga metil
(metyl orange) kisaran trayek pHnya yaitu 3,6-4,6 dengan perubahan warna dari
tidak berwarna menjadi jingga (Harjadi 1987). Hasil yang di dapatkan tidak
sesuai dengan literatur karena saliva mempunyai pH antara 5.75 sampai 7.05.
Pada umumnya pH saliva adalah sedikit dibawah 7 (Girindra 1986). Ini bisa
disebabkan karena beberapa faktor biasanya disebabkan oleh makanan yang di
konsumsi dan bahan pemicu yang digunakan untuk mengeluarkan saliva terebut.
Pengujian berikutnya ialah pengujian uji biuret untuk mengetahui adanya
ikatan peptida di dalam saliva. Ikatan peptida adalah ikatan yang menyatukan
monomer monomer asam amino yang disebut dengan protein. Prinsip dari uji
biuret ialah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan
dua mulekul urea. Ion Cu2+ dari preaksi Biuret dalam suasana basa akan berekasi
dengan polipeptida atau ikatan-ikatn peptida yang menyusun protein membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua
buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau
dipeptida (sudarmadji 1989). Fungsi penambahan NaOH adalah untuk mencegah
terjadinya endapan Cu(OH)2 dan memecah ikatan protein agar terbentuk urea
sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Larutan CuSO 4 yang ditambahkan
berfungsi sebagai donor Cu2+ yang kemudian akan bereaksi dan membentuk
kompleks ungu (Lehninger 1982). Hasil yang didapatkan saliva positif
mengandung protein atau adanya ikatan peptida ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan Saliva biasanya mengandung peptida tetapi tidak mutlak ada. Hal ini
dikarenakan makanan setiap orang berbeda-beda. Ada yang mengandung protein
dan ada yang tidak. Pembentukan suatu ikatan amida antara dua asam amino atau
lebih, menghasilkan peptida. Peptida adalah asam poliamino dan ikatan amidanya
yang menyebabkan asam aminonya bergabung disebut ikatan peptida. Gugus
perlindungan yang tepat biasanya digunakan untuk menjamin kekhususan reaksi
pada setiap tahap (Pine 1988).
5% -naftol dan 95% alkohol reagen tersebut bila di tambahkan dengan sampel