Laporan Enzim

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Senin/10 November 2014

Biokimia Umum PJP : Syaefudin S,Si M,Si


Asisten : Gia Permasku S,Si
Nindy Lestarie. S,Si

ENZIM
(Daya cerna air liur)

Kelompok

Muhammad Fahrizal Khoiri J3L113030


Puspita Asra Mayrani J3L113005
Putri Septi Widiasari J3L113058
Jhonriston Martabe Simaibang J3L213096

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN

Seperti molekul protein lainnya sifat biologis enzim sangat dipengaruhi


oleh berbagai faktor fisiko kimia. Enzim bekerja pada kondisi tertentu yang
rerlatif ketat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerj enzim antara lain suhu, pH,
oksidasi oleh udara atau senyawa lain, penyinaran ultraviolet, sinar x, α, β, dan γ.
Di samping itu, kecepatan reaksi enzimatik dipengaruhi pula oleh konsentrasi
enzim maupun substratnya ( Hafiz Soewoto,2000).
a. Pengaruh suhu :
Suhu rendah mendekati titik beku tidak merusak enzim, namun enzim
tidak dapat bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai bekerja
sebagian dan mencapai suhu maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu
ditingkatkan terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena
mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada
suhu optimum. Enzim dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar
37° C. Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai ± 60° C,
karena terjadi denaturasi ( Hafiz Soewoto 2000) .
b. Pengaruh pH :
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran
aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di
dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0.
Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim
yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang
mempunyai pH optimum 2. pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan
terdenaturasi. Selain itu pada keaadan ini baik enzim maupun substrat dapat
mengalami perubahan muatan listrik yang mengakibatkan enzim tidak dapat
berikatan dengan substrat( Hafiz Soewoto,2000) .
c. Pengaruh konsentrasi enzim :
Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatik. Dapat dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding
lurus dengan konsentrasi enzim [E]. Makin besar konsentrasi enzim, reaksi makin
cepat( Hafiz Soewoto,2000). Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi
enzim ternyata berbanding lurus. Jadi, makin besar konsentrasi enzim, maka
makin cepat laju reaksi.Kadang-kadang terjadi penyimpangan dari persamaan ini,
sehingga diperoleh garis agak melengkung. Biasanya, penyimpangan ini terjadi
jika enzim yang dipelajari tidak dalam keadaan murni, sehingga mungkin terdapat
senyawa-senyawa penghambat reaksi dalam jumlah yang sangat kecil.
Sebaliknya, penyimpangan juga terdapat dalam sediaan enzim dengan kemurniaan
yang tinggi. Dalam keadaan ini, penyimpangan disebabkan oleh senyawa
pengaktif (aktivator), misalnya tidak adanya ion tertentu, meskipun ph yang
diperlukan sudah dipastikan dengan menggunakan larutan dapar dan tidak hanya
sekedar larutan dengan ph yang diperlukan tersebut ( Mohamad Sadikin, 2002 ).

d. Pengaruh konsentrasi substrat :


Pada suatu reaksi enzimatik bila konsentrasi substrat diperbesar,
sedangkan kondisi lainnya tetap, maka kecepatan reaksi (v) akan meningkat
sampai suatu batas kecepatan maksimum (V). Pada titik maksimum ini enzim
telah jenuh dengan substrat. Dalam suatu reaksi enzimatik, enzim akan mengikat
substrat membentuk kompleks enzim-substrat [ES], kemudian kompleks ini akan
terurai menjadi [E] dan produk [P]. Makin banyak kompleks [ES] terbentuk,
makin cepat reaksi berlangsung sampai batas kejenuhan [ES]. Pada konsentrasi
substrat [S] melampaui batas kejenuhan kecepatan reaksi akan konstan. Dalam
keadaan itu seluruh enzim sudah berada dalam bentuk kompleks E-S.
Penambahan jumlah substrat tidak menambah jumlah kompleks E-S.
Klasifikasi enzim berdasar Commission on Enzim Of The Internasional
uinion of Biochemistry ( CEIUB ) atau Internasional Enzim Commision ( IEC )
adalah sebgai berikut :
1. Enzim yang berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi contoh
oksigenase
2. Enzim yang berperan dalam reaksi pemindahan gugus tertentu
contoh enzim transaminase
3. Enzim yang berperan dalam reaksi hidrolisis contoh peptidase
4. Enzim yang berperan dalam mengkatalisis reaksi addisi atau
pemecahan ikatan rangkap contoh liase
5. Enzim yang berperan dalam mengkatalisis reaksi isomerisasi
contoh alanin rasemase
6. Enzim yang berperan dalam mengkataliser reaksipembentukan
ikatan dengan bantuan pemecahan ikatan dalam ATP( ligase )
( M.T. Simanjuntak, 2003).
PRAKTIKUM
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan ialah gelas piala 100 mL, 250 mL, dan 500 mL,
pipet tetes, pipet Mohr 5 mL dan 10 mL, tabung reaksi dan rak tabung,
piknometer, batang pengaduk, plat tetes, penangas air, corong, bunsen, kasa, kai
tiga, bulp dan botol semprot.
Bahan-bahan yang digunakan ialah air liur (saliva), kertas lakmus merah
dan biru, indikator fenolftalein (PP), kertas indikator, gelass wool, jingga metil
(MO), HCl 10%, BaCl2, urea 10%, CuSO4 0,1%, NaOH 10%, pereaksi Molisch,
pereaksi Millon, fosfo molibdat, ferosulfat, H2SO4 pekat dan aquades.
Prosedur Kerja
Pengumpulan sampel enzim amylase. Rongga mulut dibersihkan dengan
cara berkumur-kumur sebanyak 3 kali. Sepotong kapas dikunyah atau dengan
kertas saring yang dibasahi asam asetat encer (untuk menstimulasi air liur). Air
liur yang telah dikumpulkan akan digunakan untuk uji air liur terhadap bobot jenis
dengan menggunakan piknometer, uji reaksi dengan lakmus PP dan MO, uji
terhadap pereaksi Biuret, Millon dan Molisch, uji terhadap klorida, sulfat dan
fosfat, serta uji terhadap Musin.
Uji bobot jenis. Botol piknometer beserta tutupnya (kosong) ditimbang
dan bobot piknometer kosong dicatat. Botol piknometer selanjutnya diisi dengan
air liur sampai penuh lalu tutup. Piknometer yang telah berisi sampel air liur
(saliva) kemudian ditimbang kembali dan bobotnya dicatat. Bobot jenis saliva
dihitung dengan cara membandingkan massa air liur (saliva) dengan volume
piknometer yang digunakan.
Uji asam/basa. Sebanyak dua tetes diteteskan pada plat tetes ditambahkan
2 tetes fenolftalein pada plat 1 dan 2 tetes jingga metil pada plat 2.Kertas lakmus
biru dan merah dicelupkan pada plat tetes yang sudah terdapat plat 3 dan 4 dan
pada plat 5 dicelupkan kertas indikator. Tiap plat yang berisi saliva diperhatikan
keasaman dan kebasaannya.
Uji Biuret. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan 1 mL NaOH 10% dan 1 tetes CuSO4 0,1%
(pereaksi Biuret) sampai larutan berubah warna menjadi violet.
Uji Millon. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan tiga tetes pereaksi Millon. Tabung kemudian
dipanaskan pada penangas air sampai menunjukkan perubahan warna. Jika warna
yang dihasilkan merah/kuning maka hasilnya negatif.
Uji Molisch. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam
tabung reaksi. Sebanyak ditambahkan 2 tetes peraksi Molisch dan pertetes
H2SO4 (P) (dilewatkan melalui dinding). Jika terbentuk cincin berwarna ungu
menunjukkan hasil positif.
Uji Klorida. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL AgNO3 2% dan 1 mL HNO3 10%
sampai terbentuk endapan berwarna putih.
Uji Sulfat. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL BaCl2 dan 1 mL HCl 10% sampai terbentuk
endapan berwarna putih.
Uji Fosfat. 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan 1 mL urea 10%, 1 mL pereaksi Molibdat dan 1 mL
ferosulfat sampai larutan berubah warna menjadi biru yang kelama-lamaan makin
pekat atau dapat juga hijau (+).
Uji Musin. Sebanyak 2 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan pertetes asam asetat encer sampai terbentuk
endapan putih yang amorforus.

.HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel Hasil uji kualitatif air liur
Uji Hasil Perubahan Gambar
Pengamatan Warna

Bobot BJ : 1,0492 - -
jenis g/mL

Lakmus Basa Biru  Biru


biru
Pewarna Basa Tidak
PP Berwarna 
Merah Muda

Pewarna Basa Tidak


MO Berwarna 
Jingga

Uji Biuret + Ungu

Uji Millon + Kuning

Uji + Terbentuk
Molisch cincin ungu
Uji Sulfat + Endapan putih

Uji Fosfat + Kuning

Uji Musin - Kekuningan

Contoh Perhitungan :
Bobot jenis air liur = (piknometer + sampel ) (g) – (piknometer kosong) (g)
Volume piknometer (mL)
= 17,5345 g – 7,0421 g
10 mL
= 1,0492 g/mL
Saliva adalah kelenjar kental yang dihasilkan di dalam rongga mulut yang
berisi enzim amilase unruk memecah amilum menjadi ukuran glukosa yang lebih
kecil (dextrin) dan maltosa. Percobaan enzim yang dilakukan untuk mengetahui
fungsi dari enzim amilase dan komposisi dalam air liur. Pertama yang dilakukan
ialah mengukur densitas dari air yang telar di keluarkan dengan menggunakan
rangsangan dari asam asetat. Air liur di keluarkan sebanyak 40 ml dan diukur
densitas nya menggunakan piknometer. Selain menggunakan piknometer
pengukuran densitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan densitometer.
Prinsp kerja densitometer adalah prinsip Archimedes. Larutan zat cair yang diukur
massa jenisnya ditempatkan pada suhu tabung kaca yang tinggi kemudian
densitometer dicelupkan secara perlahan-lahan. Peralatan ini dibiarkan
mengapung secara bebas. Dengan demikian tinggi zat cair harus cukup untuk
mencelupkan densitometer, setelah posisi densitometer cukup stabil maka massa
jenis zat cair dapat dibaca pada skala yang pada bagian ekor. Skala yang
ditunjukkan adalah skala yang tepat berada pada permukaan zat cair yang diukur
massa jenisnya. Keuntungan dari penggunaan densitometer yaitu skala pada
densitometer telah menunjukkan kerapatan dan bobot jenis zat sehingga tidak
serumit seperti pada piknometer sedangkan kerugian dari penggunaan
densitometer yaitu diperlukan sampel dengan volume yang banyak. Hasil yang
didapat kan adalah bobot jenis air liur adalah 1,0492 g/ml. Seharusnya densitas
saliva lebih besar dibandingkan dengan air karena kekentalan viskositas lebih
besar dari air. Kerapatan yang besar akan menimbulkan viskositas yang besar
karena suatu zat semakin rapat molekulnya. Pengujian berikut nya menguji
apakah saliva bersifat asam atau basa dengan menggunakan lakmus biru, dengan
indikator PP dan indikator MO. Saliva diteteskan ke tiga bahan tersebut di
hasilkan pada lakmus biru lakmus tidak berubah tetpa bewarna biru, pada
indikator PP menghasilkan dari yang tidak bewarna menjadi merah sedangkan
dengan indikator MO dari yang tidak bewarna menjadi orange. Berdasarkan hasil
yang didapatkan dari pengujian dapat dinyatakan saliva bersifat basa. Hal ini
dilihat dari trayek pH fenolftalein yaitu antara 8,6-9,6 dengan perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi berwarna sedangkan untuk indikator jingga metil
(metyl orange) kisaran trayek pHnya yaitu 3,6-4,6 dengan perubahan warna dari
tidak berwarna menjadi jingga (Harjadi 1987). Hasil yang di dapatkan tidak
sesuai dengan literatur karena saliva mempunyai pH antara 5.75 sampai 7.05.
Pada umumnya pH saliva adalah sedikit dibawah 7 (Girindra 1986). Ini bisa
disebabkan karena beberapa faktor biasanya disebabkan oleh makanan yang di
konsumsi dan bahan pemicu yang digunakan untuk mengeluarkan saliva terebut.
Pengujian berikutnya ialah pengujian uji biuret untuk mengetahui adanya
ikatan peptida di dalam saliva. Ikatan peptida adalah ikatan yang menyatukan
monomer monomer asam amino yang disebut dengan protein. Prinsip dari uji
biuret ialah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan
dua mulekul urea. Ion Cu2+ dari preaksi Biuret dalam suasana basa akan berekasi
dengan polipeptida atau ikatan-ikatn peptida yang menyusun protein membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua
buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau
dipeptida (sudarmadji 1989). Fungsi penambahan NaOH adalah untuk mencegah
terjadinya endapan Cu(OH)2 dan memecah ikatan protein agar terbentuk urea
sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Larutan CuSO 4 yang ditambahkan
berfungsi sebagai donor Cu2+ yang kemudian akan bereaksi dan membentuk
kompleks ungu (Lehninger 1982). Hasil yang didapatkan saliva positif
mengandung protein atau adanya ikatan peptida ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan Saliva biasanya mengandung peptida tetapi tidak mutlak ada. Hal ini
dikarenakan makanan setiap orang berbeda-beda. Ada yang mengandung protein
dan ada yang tidak. Pembentukan suatu ikatan amida antara dua asam amino atau
lebih, menghasilkan peptida. Peptida adalah asam poliamino dan ikatan amidanya
yang menyebabkan asam aminonya bergabung disebut ikatan peptida. Gugus
perlindungan yang tepat biasanya digunakan untuk menjamin kekhususan reaksi
pada setiap tahap (Pine 1988).

Gambar 3 Reaksi uji Biuret (Poedjiadi 1994)


Uji millon adalah uji yang spesifik terhadap asam amino yang memiliki
tirosin. Prinsip dari uji millon ini adalah pereaksi milon yang berisi logam logam
merkuri dan merkuro dalam asam nitrat dan asam nitrit bila bereaksi dengan
tirosin akan membentuk warna merah karena asam nitrat dan asam nitrit menitrasi
tirosin dan membentuk garam garam merkuri yang akan bewarn merah. Tetapi
tidak semua asam amino dapat diuji dengan pereaksi milon karena tidak semua
asam amino mempunyai gugus hidroksil fenil (inti benzene) atau fenol. Hasli
yang didapatkan adalah larutan berubah warna menjdai warna kuning hasil
menandakan negatif karena uji positif menghasilkan warna endapan warna merah.
Tetapi belum tentu tidak terdapat tirosin dalam saliva karena pada uji biuret
menandakan adanya protein mungkin tirosin yang terdapat dalam saliva sedikit
jadi tidak terdeksi. Karena tirosin adalah monomer monomer asam amino yang
akan menyusun protein.

Gambar 4 Reaksi uji Millon (Poedjiadi 1994)


Uji molisch adalah untuk mengetahui karbohidrat di dalam saliva. Prinsip
dari uji molisch yaitu Pengujian yang menggunakan reagen molisch yang berisi

5% -naftol dan 95% alkohol reagen tersebut bila di tambahkan dengan sampel

yang mengandung karbohidrat kemudian di berikan asam pekat akan membentuk


furfural yang merupakan senyawa kompleks yang disebabkan oleh daya dehidrasi
asam sulfat pekat terhadap karbohidrat yang akan membuat ungu kemerahan.
Fungsi dari penambahan asam sulfat pekat adalah untuk menghidrolisis
karbohidrat agar menjadi bentuk furfural yang bila bereaksi dengan reagen
molisch akan membentuk ungu kemerahan. Hasil menyatakan bahwa saliva
mengandung karbohidrat karena saliva berubah warna menjadi warna kemerahan
tetapi, hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa di dalam
saliva tidak mengandung karbohidrat. Menurut Lehninger (1998) saliva tidak
mengandung karbohidrat. Hal ini menunjukkan pada saliva tidak mengandung
karbohidrat. Bila ada, hal ini dapat disebabkan air liur yang dihasilkan probandus
masih mengandung sisa-sisa makanan. Hal ini dapat di sebabkan karena amsih
ada sisa makanan yang mengandung karbohidrat dalam saliva karena seharusnya
jika ingin mengambil saliva orang tersebut tidak boleh makan terlebih dahulu.

Gambar 5 reaksi uji Molisch (Poedjiadi 1994)


Pengujian yang terakhir ialah untuk menguji meteri mineral di
dalam saliva dengan uji sulfat dan fosfat. Prinsip dari uji sulfat adalah reaksi
saliva dengan BaCl2 akan membentuk endapan BaSO4 tetepi sebelum nya saliva di
berikan HCl terlebih dulu untuk menjadi kan saliva menjadi bersifat asam.. Hasil
yang didapat kan saliva positif karena adanya endapan putih karena adanya sulfat
yang bereaksi dengan BaCl2. Sedangkan prinsip dari uji fosfat adalah saliva yang
ditambahkan urea 10% akan membentuk warna kuning yang merupakan larutan
FeSO4. Hasil yang didapatkan saliva mengandung sulfat arena saliva berubah
warna menjadi kekuningan. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur tidak
mutlak adanya. Hal tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi
(Matjesh 1996). Terakhir adalah uji untuk mengetahui adanya musin dan adanya
klorin. Musin adalah senyawa yang terdapat pada saliva yang berfungsi untuk
melincinkan jalanya makanan dan membasahi rongga mulut. Prinsip dari uji ini
adalah penambahan asam asetat ke dalam saliva akan menghasilkan endapan putih
yang amorfous dari uji ini hasil yang didapatkan adalah negatif karena saliva tidak
menghasilkan endapan putih. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa saliva yang terdiri dari bahan organik yang terutama adalah
ptialin dan musin. Prinsip uji Klorida adalah mencampurkan saliva dengan
AgNO3 dalam suasana asam sehingga terbentuk endapan putih. Endapan putih
pada hasil pencampuran uji Klorida merupakan AgCl yang mengendap. HNO3
digunakan untuk membuat suasana menjadi asam dan mencegah endapan perak
fosfat. Hasil yang diamati praktikan ini sudah sesuai dengan literatur yang
dirujuk, bahwa air liur mendapat sedikit sumbangan Cl yang berasal dari cairan
gigi. Ketika larutan uji dicampurkan dengan AgNO3 dalam suasana asam akan
membentuk endapan putih atau AgCl (McGilvery R.W dan Goldstein G.W 1996).
Hasil yang didapatkan pada uji klorida adalah positif karena saliva terjadi endapan
di bawah tabung.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan saliva memiliki bobot jenis
sebesar 1,0492 g/mL, memliki sifat basa, mengandung ikatan peptida (protein),
mengandung sulfat, fosfat, dan klorida serta terdapat karbohidrat didalam nya.
Tetapi saliva tidak mengandung musin
DAFTAR PUSTAKA
Deman John, M. 1997. Kimia Makanan. Guru Besar Dapertemen Ilmu
Makanan.Ontario Agricultural College.University of Guelph.Ontario
Canada.
Girindra, Aitjah. 1993. Biokimia 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gilvery dan Goldstein. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3.
Airlangga University Press: Surabaya
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia
Lehinger AL. 1998. Dasar-Dasar Biokimia 1. Thenawijaya M, penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Matjesh, Sabirin. 1996. Kimia Organik II. Jakarta : Depdikbud
Panil, Zulbadar. 2004. Memahami Teori dan Praktek Biokimia Dasar Medis.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Pine, H. Stanley. 1988. Kimia Organik. Bandung : ITB Press.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai