Laporan Enzim 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Hari : Jumat

Biokimia Hewan Tanggal : 20 Maret 2015


Pukul : 07.00 – 11.00
PJP : Ukhradiya M Safira, M.Si
Asisten : Amellia
Widia Ayu Lestari

ENZIM (1)
(Uji Terhadap Pereaksi Molisch, Uji Terhadap Pereaksi Biuret,
Uji Klorida, Uji Musin, Uji Sulfat, Uji Fosfat, dan Pengaruh Suhu
Pada Aktivitas Amilase Air Liur)

Kelompok 6
Ilmi Amalia Yasin J3P114001
Fika Andarwati J3P114004
Nur Hidayat J3P114006
Grillinda Vicky N.P J3P114007
Fazar Ismail J3P114025

PROGRAM KEAHLIAN PARAMEDIK VETERINER


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran
sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Kelenjar-
kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya
disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut. Kelenjar saliva mayor terdiri
dari kelenjar parotis yang terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus
mandibula, kelenjar submandibularis yang terletak dibagian bawah korpus
mandibula dan kelenjar sublingualis yang terletak dibawah lidah sedangkan
kelenjar saliva minor yang terdiri dari kelenjar labial, kelenjar bukal, kelenjar
Bladin-Nuhn, kelenjar Von Ebner dan kelenjar Weber. (Soesilo D et al. 2005)
Saliva sebagian besar sekitar 90% dihasilkan saat makan yang merupakan
reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan pengunyahan makanan
(Soesilo D et al. 2005).
Saliva memiliki kemampuan buffer untuk menetralisir keasaman dan juga
fungsi pembilasan untuk mengurangi lamanya kontak antara minuman isotonik
dengan resin komposit (Putriyanti F et al. 2012).
Amilase adalah enzim hidrolase glikosida yang mengkatalisis pemecahan
pati menjadi gula. Amilase merupakan salah satu enzim yang paling penting
dalam bioteknologi saat ini (Elhadi et al. 2011). Amilase merupakan enzim yang
memecah pati yang diproduksi oleh berbagai jenis makhluk hidup seperti dari
bakteri, jamur, tumbuhan, manusia (Arunsasi et al. 2010).
Enzim α -amilase bekerja dengan memutus ikatan α-1,4-glikosidik pada
rantai lurus amilum sehingga menghasilkan glukosa dalam konfigurasi alpha,
maltosa, dan dekstrin.Enzim β -amilase bekerja dengan memecah ikatan α-1,4-
glikosidik dan tidak mampu melewati ikatan percabangan α-1,6-glikosidik
sehingga menghasilkan maltosa dalam konfigurasi beda.(Jayanti RT. 2011)
Enzim glukoamilase bekerja dengan menghidrolisis ikatan α -1,4 dan α-
1,6-glikosidik dari gugus non pereduksi sehingga menghasilkan D-glukosa
(Jayanti RT 2011). Enzim α-amilase adalah enzim ekstraseluler. Aktivitas
enzimatiknya bergantung pada suhu dan pH eksternal. Temperatur optimum untuk
enzim α-amilase berkisar 70-90 ⁰C. Enzim α-amilase aktif pada kisaran pH 5,2-
5,6 (Jayanti RT 2011). Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air
agar suatu senyawa pecah terurai. Reaksi hidrolisis pati dengan air akan
menyerang pati pada ikatan α-1,4-glikosida menghasilkan dekstrin, sirup atau
glukosa bergantung pada derajat pemecahan rantai polisakarida dalam pati.
(Jayanti RT 2011).
Enzim amilase yang digunakan dalam proses hidrolisis pembuatan
dekstrin dapat diperoleh dari mikroorganisme. Penggunaan enzim dari
mikroorganisme memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah isolasi lebih
mudah, lebih sederhana dibandingkan enzim yang berasal dari tumbuhan maupun
hewan, dan dapat dikendalikan dengan baik pada proses pembuatannya (Zusfahair
et al 2012).
Tujuan percobaan ini adalah mengetahui sifat dan komponen penyusun air
liur, pengaruh suhu dan pH terhadap air liur.

METODE PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum mengenai uji lipid dilakukan pada Jumat, 13 Maret 2015 pada
pukul 07.00-11.00 WIB. Tempat pelaksanaan praktikum adalah laboratorium GG
Kim 05.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan diantaranya beberapa tabung
reaksi, gelas piala, pipet mohr, pipet tetes, thermometer air, kertas lakmus, pH
indikator, kertas saring, papan porselen, bak plastik dan penangas air. Bahan-
bahan yang dibutuhkan : asam asetat encer, air liur, pereaksi Molisch, asam sulfat
pekat, pereaksi Millon, albumin, gelatin, kasein, HNO 3 10%, AgNO3 2%, HCL
10%, BaCl2, urea 10%, ferosulfat khusus, aquades, dan larutan kanji 1%.
Prosedur Percobaan
Pengumpulan saliva encer, rongga mulut dibersihkan dengan cara
berkumur berkali-kali. Sepotong kapas atau kertas saring yang dibasahi dengan
sedikit asam asetat encer dan dikunyah. Sebanyak 50 ml air liur dikumpulkan
dalam gelas piala.
Pengukuran suhu, Air liur dalam gelas piala dimasukkan termometer air
dan diukur suhunya.
Uji lakmus, pewarna FF, dan pewarna MO. Air liur diteteskan pada
lempeng tetes dan diuji dengan menggunakan kertas lakmus merah, kertas lakmus
biru, pewarna FF, dan pewarna JM.
Uji Molisch. Sebanyak 2 tetes pereaksi Molisch ditambahkan ke dalam 5
mL air liur dan dikocok. Melalui dinding tabung reaksi ditambahkan H 2SO4 pekat
tetes demi tetes. Warna ungu kemerahan pada batas antara kedua lapisan
menunjukkan hasil positif sedangkan warna hijau menunjukkan hasil negatif.
Uji Biuret. Sebanyak 5 tetes pereaksi Biuret ditambahkan ke dalam 3 mL
air liur. Campuran dipanaskan baik-baik. Hasil positif jika terjadi perubahan
warna menjadi merah atau kuning. Jika pereaksi yang digunakan terlalu banyak
maka warna akan hilang pada pemanasan.
Uji klorida. Sebanyak 1 mL air liur diasamkan dengan 1 mL HNO 3 10%.
Setelah diasamkan, sebanyak 1 mL AgNO 3 2% ditambahkan ke dalam campuran.
Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya klor.
Uji musin. Sebanyak 2 mL air liur ditambahkan dengan asam asetat encer.
Penambahan asam asetat encer ke dalam air liur sampai terbentuk endapan putih
yang amorfous.
Uji sulfat. Sebanyak 1 mL air liur diasamkan dengan 1 mL HCl 10%.
Setelah diasamkan, sebanyak 1 mL BaCl 2 ditambahkan ke dalam campuran.
Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya sulfat.
Uji fosfat. Sebanyak 1 mL air liur ditambahkan dengan 1 mL larutan urea
10% dan 1 mL pereaksi molibdat. Campuran diaduk dengan rata dan ditambahkan
dengan 1 mL larutan ferosulfat. Pembentukan warna biru atau hijau pada larutan
yang semakin lama semakin pekat menunjukkan adanya fosfat.
Pengaruh suhu pada aktivitas amilase air liur. Sebanyak empat tabung
masing masing diisi dengan 2 mL air liur dan 2 mL aquades, kemudian dikocok
dengan baik. Tabung 1 diletakkan pada penangas es yang bersuhu 10°C, tabung 2
pada suhu kamar, tabung 3 pada penangas air bersuhu 37°C, dan tabung 4 pada
penangas air bersuhu 80°C selama 15 menit. Setelah itu masing-masing tabung
ditambahkan 2 mL larutan kanji 1%. Tabung dikocok dan disimpan diletakkan
pada masing-masing suhu selama 10 menit. Setiap isi tabung dipindahkan menjadi
dua bagian, satu bagian isi tabung diuji dengan pereaksi yodium sedangkan bagian
yang lain diuji dengan pereaksi Benedict.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berikut ini hasil yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan.
Tabel 1 Hasil uji kualitatif air liur
Jenis uji Hasil pengamatan Perubahan warna larutan
Lakmus merah Asam Merah
Pewarna FF Asam Tidak berwarna
Pewarna MO Asam Jingga
Uji Biuret + Ungu
Uji Benedict + Biru
Uji Molisch + Cincin ungu
Uji Klorida + Endapan putih
Uji Sulfat + Endapan putih
Uji Musin + Endapan putih
Keterangan: +: mengandung protein (biuret), gula pereduksi (benedict),
karbohidrat (molisch), Cl (klorida), sulfat (sulfat), musin (musin)
-: tidak mengandung protein (biuret), gula pereduksi (benedict),
karbohidrat (molisch), Cl (klorida), sulfat (sulfat), musin (musin)

a b c
Gambar 1 Hasil uji sifat asam atau basa air liur dengan kertas lakmus merah (a),
pewarna MO (b), dan pewarna FF (c).

(a) (b) (c) (d) (e)


Gambar 2 Hasil uji air liur dengan uji Molisch (a), uji Klorida (b), uji Sulfat (c),
uji Biuret (d), uji Musin (e)
Air liur yang digunakan untuk praktikum, harus melalui pengujian terlebih
dahulu, untuk mengetahui pH dari air liuar tersebut asam atau basa. Digunakan
beberapa jenis indikator yaitu lakmus,metil orange dan fenolftaline. Indikator
adalah suatu senyawa kompleks yang dapat bereaksi dengan asam dan basa.
Dengan indikator, kita dapat mengetahui suatu zat bersifat asam atau basa.
Indikator juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kekuatan suatu asam
atau basa. (Putriyanti et al. 2012)

Gambar 3 Warna trayek pH bermacam indikator (Putriyanti et al. 2012)


Beberapa indikator terbuat dari zat warna alami tanaman, tetapi ada juga
beberapa indikator yang dibuat secara sintesis di laboratorium. Indikator yang
sering tersedia di laboratorium adalah kertas lakmus karena praktis dan harganya
murah. Lakmus adalah asam lemah, lakmus memiliki molekul yang sungguh
rumit yang dapat disederhanakan menjadi HLit. "H" adalah proton yang dapat
diberikan kepada molekul lain. "Lit" adalah molekul asam lemah. Sehingga
didapatkan kesetimbangan sederhana untuk memudahkan penalaran,proses
penentuan pH dengan menggunakan kertas lakmus. (Arunsasi et al. 2010)

Gambar 4 Reaksi pada kertas lakmus. (Arunsasi et al. 2010)


Lakmus yang tidak terionisasi berwarna merah, ketika terionisasi menjadi
biru. Hasil yang didapatkan pada uji terhadap air liur dengan menggunakan kertas
lakmus merah, kertas yang semula berwarna merah dalam beberapa saat berubah
warna menjadi biru, yang menandakan bahwa saliva tersebut bersifat basa
cenderung netral. (Arunsasi et al. 2010).
Gambar 5 Reaksi perubahan kertas lakmus merah menjadi biru (Arunsasi et al.
2010).
Jingga metil adalah salah satu indikator yang banyak digunakan dalam uji
asam basa.Trayek warna pada pereaksi jingga metil adalah 3,2 – 4,4 merah –
kuning sedangkan hasil yang didapatkan pada pengujian air liur tersebut berwarna
kuning yang menandakan bahwa air liur bersifat basa.(Jayanti RT 2011)

Gambar 6 Struktur jingga metil berwarna.(Jayanti 2011)


Fenolftalein adalah indikator asam basa lain yang sering digunakan, dan
fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain. Warna trayek indikator
Fenoftalein 8,3 – 10 ,Tak berwarna – Merah Muda. Sedangkan pada hasil uji pada
saliva didapatkan hasil tak berwarna yang menandakan saliva tersebut bersifat
basa cenderung netral. (Elhadi et al. 2011).

Gambar 7 Reaksi pereaksi fenolftalein. (Elhadi et al. 2011).


Salah satu indikator yang memiliki tingkat kepercayaan yang baik adalah
indikator universal. Indikator universal adalah indikator yang terdiri atas berbagai
macam indikator yang memiliki warna berbeda untuk setiap nilai pH 1-14.
Indikator universal ada yang berupa larutan dan ada juga yang berupa kertas.
Paket indikator universal tersebut selalu dilengkapi dengan warna standar untuk
pH 1-14. Hasil yang didapatkan adalah pH dari saliva tersebut 6. (Zusfahair et al.
2012).
Gambar 8 Warna pH 6 yang didapatkan dari hasil uji saliva
Prinsip uji Molisch ialah berdasarkan pembentukan furfural atau turunan-
turunan dari karbohidrat yang didehidrasi oleh asam anorganik pekat.
Karbohidrat oleh asam anorganik pekat (H2SO4) akan dihidrolisis menjadi
monosakarida. Dehidrasi monosakarida jenis pentosa oleh asam sulfat pekat
menjadi furfural dan golongan heksosa menghasilkan hidroksimetilfurfural
(Elhadi et al. 2011). Pereaksi Molisch terdiri atas larutan 5% α-naftol dan alkohol
95%. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan yang mengandung
karbohidrat kemudian ditambahkan asam sulfat pekat, akan terbentuk dua lapisan
zat cair. Batas antara kedua lapisan itu akan terjadi warna ungu karena terjadi
reaksi kondensasi antara furfural dengan α-naftol. Reaksi positif pada percobaan
menunjukkan bahwa air liur mengandung karbohidrat (Novelina et al. 2010)

Gambar 9 Reaksi yang terjadi pada uji Molisch (Noveline et al. 2010)
Prinsip uji Biuret ialah ion Cu 2+ dalam suasana basa akan bereaksi dengan
polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu (violet). Reaksi Biuret positif terhadap dua
buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau
dipeptida, yaitu dipeptida dari asam-asam amino histidin, serin, dan treonin.
Reaksi pun positif terhadap senyawa-senyawa yang mengandung dua gugus: -
CH2NH2, -CSNH2, -C(NH)NH2, dan –CONH2. Fungsi dari uji Biuret adalah untuk
membuktikan adanya molekul-molekul peptida dari protein (Putriyanti et al.
2012). Menurut Raras (2010), reaksi Biuret menggunakan beberapa reagen, yaitu
CuSO4 dan NaOH. CuSO4 berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya
akan membentuk komplesk dengan protein. Sementara penambahan NaOH
berfungsi untuk menyediakan basa. Suasana basa akan membantu membentuk
Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu 2+ dan 2OH-. Reaksi positif pada uji
Biuret sesuai dengan pernyataan Raras (2010) bahwa air liur mengandung protein.
Reaksi yang terjadi pada uji Biuret dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 10 Reaksi yang terjadi pada uji Biuret (Raras 2010)


Uji klorida berdasarkan percobaan, pada tabung terdapat warna putih keruh
setelah penambahan AgNO3 dan setelah penambahan ammonia berlebih, larutan
jadi jernih kembali. HNO3 berfungsi untuk membuat suasana menjadi asam dan
mencegah endapan perak fosfat. Warna putih keruh disebabkan karena Cl
berikatan dengan Ag+ membentuk AgCl (endapan putih). Endapan putih tersebut
akan larut kembali (larutan menjadi jernih) setelah penambahan ammonia yang
bersifat basa. Hal ini menyatakan bahwa air liur memiliki kandungan klorida yang
jumlahnya relative sedikit.
Uji klorida pada air liur menunjukkan hasil positif sesuai dengan pernyataan
Poedjiadi (2009) bahwa air liur mengandung Cl. Uji klorida yang dilakukan pada
percobaan menghasilkan endapan putih setelah penambahan AgNO 3, karena
terbentuknya endapan AgCl dengan reaksi yang terjadi dapat dilihat pada gambar
6. HNO3 yang digunakan pada uji klorida berfungsi untuk membuat suasana
menjadi asam dan mencegah endapan perak fosfat.

Gambar 11 Reaksi yang terjadi pada uji klorida (Khopkar 2011)


Uji musin yang dilakukan menunjukkan hasil positif sesuai dengan
pernyataan Novelina et al. (2010) bahwa air liur mengandung musin yang
berkontribusi terhadap kekentalan saliva dan aktivitas fisiologis. Penambahan
asam asetat encer akan membentuk endapan putih yang amorfous dengan air liur.
Asam asetat berfungsi untuk mengendapkan musin. Penambahan asam akan
mendenaturasi protein dalam musin sehingga strukturnya menjadi tidak larut dan
mengendap, sedangkan filtratnya merupakan zat lain dalam saliva yang tergolong
nonprotein.
Uji sulfat pada air liur menunjukkan reaksi positif dengan terbentuknya
endapan putih pada larutan yang diuji sesuai dengan pernyataan Poedjiadi (2009)
bahwa air liur mengandung sulfat. Pengujian sulfat ini menggunakan BaCl 2 yang
akan membentuk BaSO4 yang memiliki kelarutan rendah sehingga akan
mengakibatkan terbentuknya endapan dalam larutan yang diasamkan dengan
reaksi yang terjadi dapat dilihat pada gambar 7. Menurut Khopkar (2011), ion-ion
utama yang ditemukan dalam saliva adalah kalsium dan fosfat yang berperan
penting dalam pembentukan kalkulus.

Gambar 12 Reaksi yang terjadi pada uji sulfat (Khopkar 2011)


Uji fosfat merupakan uji untuk mengetahui adanya ion fosfat pada suatu
larutan. Penambahan ferosulfat ke dalam tabung reaksi akan membentuk
kompleks warna hijau yang merupakan reaksi positif fosfat dan sesuai dengan
pernyataan Poedjiadi (2009) bahwa air liur mengandung fosfat. Larutan
ditambahkan larutan urea (CO(NH2)2) dan pereaksi molibdat khusus yang
bertujuan untuk memisahkan mineral agar dapat bereaksi dengan larutan
ferosulfat khusus membentuk persenyawaan berwarna biru atau hijau, karena
senyawa ferosulfat reaktif dengan fosfat yang akan membentuk senyawa
berwarna. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur tidak mutlak adanya. Hal
tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi (Metjesh 2010).
Pengaruh suhu terhadap enzim amilase dilakukan untuk menentukan
besarnya suhu ketika enzim amilase dapat menghidrolisis pati menjadi maltosa
dan glukosa. Maltosa dan glukosa merupakan gula pereduksi yang akan bereaksi
positif terhadap pereaksi Benedict, sedangkan pada uji iod akan bereaksi negatif
karena pati telah terhidrolisis oleh enzim amilase (Sirajuddin 2011). Pemanasan
air liur dengan pereaksi Benedict akan terjadi perubahan warna dari biru, hijau,
kuning, kemerah-merahan dan akan terbentuk endapan merah bata kupro oksida
jika konsentrasi karbohidrat pereduksi tinggi. Perbedaan warna tergantung pada
konsentrasi karbohidrat yang diuji (Sumardjo 2009). Hasil pengujian iod
diperoleh hasil positif pada suhu 10℃ dan 80° C , sedangkan pada uji Benedict
diperoleh hasil negatif pada semua suhu (tabel 1). Berdasarkan hasil pengujian,
enzim amilase aktif menghidrolisis pati pada suhu 10 ℃ , suhu kamar, suhu 37℃ ,
dan suhu 100℃ . Titik saat campuran tidak memberi warna lagi (jernih) disebut
titik akromatik. Warna jernih dapat terbentuk disebabkan amilum yang berikatan
dengan iod sehingga warna ungu telah mengalami proses hidrolisis menjadi
maltosa dan dekstrin yang tidak menimbulkan warna apabila berada dalam larutan
iodium.
Tabel 2 pengaruh suhu pada aktivitas enzim amilase air liur
Tabung Hasil setelah perlakuan Hasil ( +/-) Uji Iod Hasil ( +/-) Uji Benedict
(Suhu) suhu

1 (Suhu es Tidak bening + -


10℃ )
2 (suhu Bening - -
kamar )
3 (suhu 37 Bening - -
℃)
4 (suhu 80 Tidak Bening + -
℃)
Keterangan: + : mengandung pati (iod), mengandung gula pereduksi (Benedict).
- : tidak mengandung pati (iod), tidak mengandung gula pereduksi
...........(Benedict).

(a) (b) (c) (d)


Gambar 13 Hasil Uji Iod (a) Suhu 10o (b) Suhu kamar (c) Suhu 37o (d) Suhu 80o
(a) (b) (c) (d)
Gambar 14 Hasil Uji Benedict (a) Suhu 10o (b) Suhu kamar (c) Suhu 37o (d) Suhu
80o
SIMPULAN
Enzim amilase memiliki pH optimum sekitar 6.8 dan memiliki suhu
optimum 37°C. Enzim amilase tidak dapat bekerja optimum pada suhu terlalu
rendah atau suhu terlalu tinggi. Suhu terlalu rendah membuat enzim amilase tidak
aktif, sedangkan suhu terlalu tinggi membuat enzim amilase rusak karena
terdenaturasi. Berdasarkan hasil percobaan enzim amilase bereaksi positif
terhadap beberapa pengujian, yaitu uji Biuret, uji Molisch, uji klorida, uji sulfat,
uji musin menunjukkan enzim amilase mengandung protein, karbohidrat, klorida,
sulfat, fosfat, dan musin.

DAFTAR PUSTAKA
Soesilo D, Santoso RE, dan Diyatri I. 2005. Peranan sorbitol dalam
mempertahankan kestabilan pH saliva pada proses proses pencegahan
karies. Maj Ked Gigi (Dent J). 38(1): 25-28
Putriyanti F, Herda E, Soufyan A. 2012. Pengaruh saliva terhadap diametral
tensile strength micro fine hybrid resin composite yang direndam dalam
minuman isotonic. J PDGI . 61(1): 43-47
Elhadi AI, Elkhalil, Fatima YG. 2011. Biochemical characterization of
thermophilic amylase enzyme isolated from Bacillus strains. Journal of
Sience and Nature . 2(3): 616 – 620
Arunsasi, Manthirikani S, Jegadeesh G, Ravikumar M. 2010. Submerged
fermentation of amylase enzyme Byaspergillus flavus using cocos
nucifera meal. Kathmandu University Journal Of Science, Engineering
And Technology. 6(2). 75-87.
Zusfahair, Ningsih DR. 2012. Pembuatan dekstrin dari pati ubi kayu
menggunakan katalis amilase hasil fraksinasi dari Azopirillum sp.
JG3. Molekul. 7(1): 9-19.
Jayanti RT. 2011. Pengaruh pH, suhu, hidrolisis enzim α-amilase dan konsentrasi
ragi roti untuk produksi etanol menggunakan pati bekatul [skripsi].
Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret
Raras HAA. 2010. Penetapan Kadar Protein Secara Biuret. Yogyakarta (ID):
Univeritas Sanatha Dharma Pr.
Novelina S, Satyaningtijas AS, Agungpriyono S, Setijanto H, Sigit K. 2010.
Morfologi dan histokimia kelenjar mandibularis walet linchi (Collocalia
linchi) selama satu musim berbiak dan bersarang. J KH. 4(1): 1978-225.
Khopkar SM. 2011. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah;
Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical
Chemistry.
Poedjiadi A. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Matjesh S. 2010. Kimia Organik II. Jakarta (ID): Depdikbud.
Sirajuddin. 2011. Penuntun Pratikum Biokimia. Makassar (ID): Unhas Press.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC.

Anda mungkin juga menyukai