Tekpan Pengolahan Kimia
Tekpan Pengolahan Kimia
Tekpan Pengolahan Kimia
Disusun Oleh :
Kelas B
Kelompok 4
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT karena hanya berkat
“Pengolahan Bahan Pakan Secara Kimia” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun berharap laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat yang positif
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan untuk
mengucapkan terimakasih.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Bab Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................... i
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................... Error! Bookmark not defined.
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................... 2
1.3 Maksud dan Tujuan .................. Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Praktikum .................................................................... 2
1.5 Waktu dan Tempat...................................................................... 3
II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Bulu Ayam .................................................................................. 4
2.2 Keratin pada Bulu Ayam ............................................................ 6
2.3 Pengolahan Tepung Bulu Ayam ................................................. 6
2.4 Proses Kimia dan Fisik Pengolahan Tepung Bulu Ayam........... 7
iii
4.2.2 Asam Lemah ................................................................. 15
V KESIMPULAN ................................................................................ 19
iv
0
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Hasil Pengamatan Basa Kuat dan Asam Kuat .............................. 10
2 Hasil Pengamatan Basa Lemah dan Asam Lemah ........................ 10
1
PENDAHULUAN
karena 60—80% total biaya produksi digunakan untuk biaya pakan. Pakan
merupakan kebutuhan pokok bagi suatu usaha peternakan, baik pada peternakan
manusia, maka kebutuhan akan produk-produk peternakan seperti daging, susu, dan
telur terus meningkat hal ini harus diimbangi dengan pengelolaan peternakan yang
baik, dewasa ini dunia usaha peternakan dihadapkan kepada ketersediaan pakan
bagi ternak yang tergantung pada musim ataupun ketersediaan bahan baku serta
Salah satu cara agar dapat memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia
atau non ruminansia sepanjang tahun adalah dengan mengolah bahan tersebut
dengan cara fisik ataupun kimia. Pengolahan bahan pakan secara kimia dapat
dapat digunakan untuk pengolahan bahan pakan secara kimia. Fungsi dari kedua
bahan tersebut adalah untuk meningkatkan kecernaaan bahan pakan akan tetapi
pakan supaya tingkat kecernaannya lebih tinggi dengan cara pengolahan pakan
lemah.
Universitas Padjadjaran.
Universitas Padjadjaran.
3
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
ayam. Potensi bulu ayam sebagai salah satu komponen pakan sangat mungkin
Seberapa banyak jumlah bulu ayam yang dapat diperoleh setiap tahunnya akan
sangat bergantung dari jumlah ternak ayam yang dipotong. Menurut PACKHAM
(1982) bahwa dari hasil pemotongan setiap ekor ternak unggas akan diperoleh bulu
sebanyak ± 6% dani bobot hidup (bobot potong ± 1,5 kg). Atas dasar jumlah
pemotongan ayam dan asumsi tersebut maka dapat dihitung jumlah bulu ayam yang
Keratin merupakan protein struktural yang tidak larut dalam air yang
ditemukan pada bulu, rambut, kuku, tanduk, dan jaringan epidermal lain yang
stabilitas yang kuat oleh ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik, serta rantai
mekanik tinggi dan tahan terhadap pendegradasi protein lainnya (Kreplak dkk,
2004), seperti pepsin, papain, dan tripsin (Werlang & Brandelli, 2005) sehingga
sulit didegradasi.
Keratin berbentuk tiga dimensi yang memiliki lilitan α-heliks atau lipatan
βsheet, dan tersusun atas atom karbon yang berikatan dengan gugus fungsional
4
keratin dapat bersifat fleksibel dan hidrofobik (Brandelli dkk, 2010). Keratin juga
enzim proteolitik biasa dalam mendegradasi keratin dan menjadi penentu kekuatan
Kandungan bulu ayam terdiri dari 91% protein keratin, 1% lipid, dan 8%
air. Keratin pada bulu ayam sebagian besar disusun oleh asam amino sistein,
glutamin, prolin, dan serin (Kreplak dkk, 2004), sedangkan menurut Gushterova
dkk (2005), keratin bulu ayam tersusun atas beberapa asam amino seperti glisin,
alanin, serin, sistein, dan valin, serta sedikit lisin, metionin, dan triptofan.
Keratin pada bulu ayam dapat didegradasi dengan memecah atau memutus
ikatan disulfida pada keratin tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan pemanasan
hidrotermal dilakukan dengan pengaturan suhu dan tekanan yang tinggi, begitu pula
perlakuan kimia dilakukan dengan penambahan asam (HCl) dan basa (NaOH) pada
konsentrasi tinggi (Steiner dkk, 1983). Perlakuan biologis dapat dilakukan secara
2010).
Kendala utama penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum untuk ternak
adalah rendahnya daya cerna protein bulu. Hal tersebut disebabkan sebagian besar
kandungan protein kasar berbentuk keratin (SRI INDAH, 1993). Dalam saluran
pencernaan, keratin tidak dapat dirombak menjadi protein tercerna sehingga tidak
5
dapat dimanfaatkan oleh ternak. Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan,
bulu ayam harus diberi perlakuan, dengan memecah ikatan sulfur dari sistin dalam
bulu ayam tersebut. Adapun pengolahan tepung bulu dapat dilihat sebagai berikut:
Limbah bulu ayam yang diproses menggunakan teknik fisik yaitu dengan
tekanan dan suhu tinggi pada suhu 105°C dengan tekanan 3 atm dan kadar air 40%
selama 8 jam. Sampel yang sudah bersih akan di autoklaf, kemudian dikeringkan
Proses kimiawi dilakukan dengan penambahan HCl 12%, dengan ratio 2:1
pada bulu ayam yang sudah bersih, lalu disimpan dalam wadah tertutup selama
empat hari. Sampel yang telah direndam oleh HCl 12% kemudian dikeringkan dan
menambahkan enzim proteolitik 0,4% dan disimpan selama dua jam pada suhu
52°C. Bulu ayam kemudian dipanaskan pada suhu 87°C hingga kering dan digiling
NaOH 6%, disertai pemanasan dan tekanan menggunakan autoklaf. Bulu ayam
(Puastuti, 2007).
mencampur bulu ayam yang telah kering dengan larutan 0,4% NaOH, kemudian
dengan tujuan untuk dikeringkan dan akhirnya digiling menjadi tepung bulu ayam
Bulu ayam yang sudah siap kemudian dikeringkan dan digiling. pemrosesan
dapat berhasil berkat adanya bahan kimia yang bersifat basa yaitu NaOH sehingga
perlu diketahui bagaimana karakteristik dari NaOH itu sendiri. NaOH mudah larut
dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, NaOH juga larut dalam
etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil
dari pada kelarutan KOH, NaOH tidak larut dalam dietil-eter dan pelarut non-polar
lainnya.
NaOH berbentuk padat bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap
CO2 yang ada diudara, NaOH juga dikenal sebagai soda kuastik atau Sodium
hidroksida adalah sejenis basa logam kuastik. NaOH murni berbentuk putih pada
dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50 %.
7
ayam (Kim dan Petterson, 2000). Teknik hidrolisis bulu ayam yang telah banyak
dilakukan yaitu dengan asam alkali. Selain itu penggunaan tekanan dan suhu tinggi
Tepung bulu ayam dalam bentuk alami tanpa pengolahan mempunyai nilai
nutrisi yang rendah. Oleh sebab itu, bulu ayam sebelum digunakan sebagai pakan
ternak terlebih dahulu dilakukan pengolahan. Hidrolisat bulu ayam dengan HCl
12% merupakan salah satu cara pengolahan bulu ayam (Adiati dkk, 2002). Proses
bulu sehingga bulu lebih larut. Bulu ayam direbus dalam larutan yang mengandung
0,5% NaOH selama 45 menit. Bulu selanjutnya direndam dalam larutan 0,5%
NaOH dan Na2S pada suhu 60°C residu bahan kimia dihilangkan dengan cara bulu
menggunakan autoklaf pada tekanan 121 atm selama 20 menit. Setelah dikeringkan
didalam oven 60°C selama 2 hari selanjutnya bulu digiling menjadi tepung bulu
III
(1) H2SO4 3N
(3) Toples
(4) pH meter
(6) Aquadest
(7) Termometer
(1) CH3COOH
(3) Toples
(4) pH meter
(6) Aquadest
(7) Termometer
(1) Timbang bahan dasar sebanyak 100 gram, tentukan BK bahan olahan.
9
BK bahan olahan.
(8) Analisa komposisi kimia bahan awal dan bahan hasil pengolahan.
Keterangan:
pH = 7,9
suhu = 25°C
(1) Timbang bahan dasar sebanyak 100 gram, tentukan BK bahan olahan.
BK bahan olahan.
(8) Analisa komposisi kimia bahan awal dan bahan hasil pengolahan.
Keterangan:
pH = 2,7
10
suhu = 24°C
11
IV
4.2 Pembahasan
nutrien limbah tersebut. Bulu ayam, meskipun kadar proteinnya mencapai 80-90%
akan tetapi protein tersebut tersusun dari protein keratin yang sulit dicerna oleh
unggas (Kim & Patterson 2000, Zerdani dkk 2004). Adanya pengolahan bulu yang
tepat dan relatif biaya ringan akan memberikan manfaat yang besar, yaitu
protein konvensional pengganti bungkil kedelai dan tepung ikan (Hartadi dkk,
1997). Bulu ayam mengandung protein kasar yang tinggi yakni 80-91% dari bahan
kering (BK).
Protein bulu ayam sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke
dalam protein serat. Keratin adalah produk pengerasan jaringan epidermal dari
tubuh dan merupakan protein fibrous yang kaya akan sulfur dan banyak terdapat
pada bulu (Horowitz dkk, 1984). Keratin merupakan protein serat yang membentuk
rambut, bulu (burung), kuku serta kaya akan sistein dan sistin. Keratin pada bulu
ayam dapat didegradasi dengan memecah atau memutus ikatan disulfida pada
keratin tersebut.
Pada praktikum kali ini dilakukan proses perendaman bulu ayam dengan
asam kuat yaitu H2SO4 , pada proses pengolahan dengan asam kuat merupakan hal
yang dilakukan untuk meningkatkan daya cerna bulu ayam tersebut. Proses awal
pengolahan bulu ayam ini awalnya bulu ayam direndam sebentar oleh aquadest
dijelaskan pula bahwa tujuannya untuk menghancurkan protein keratin yang susah
13
diamati suhu dan pH selama empat hari berturut-turut . Hasil pengamatan suhu pada
hari pertama yaitu 25oC , hari kedua 25oC, hari ketiga 25oC dan hari ke empat 25oC.
Sedangkan pH yang didapat pada hari pertama yaitu 16, hari kedua 24, hari ketiga
Pada suhu pertama sampai hari keempat tidak terjadi perubahan diakibatkan
selama proses perendaman yang terjadi adalah proses reduksi yang dimana
terjadinya proses pengikatan oksigen sehingga suhu yang didapatkan tetap sebesar
sedang terjadi.
digunakan untuk memutuskan ikatan sulfur dan sistin di dalam bulu ayam.
Pemutusan ikatan keratin tersebut salah satunya menggunakan asam lemah. Asam
lemah merupakan asam yang tidak teronisasi secara signifikan dalam larutan. Pada
praktikum pengolahan bulu ayam menggunakan asam lemah, bulu ayam direndam
kadar air bulu sekitar 45%. Bulu ayam yang diambil dari rumah potong kemudian
dicuci dan dikeringkan. Bahan yang sudah siap dan sudah dimasukkan ke dalam
toples diaduk secara rata agar bulu ayam tercampur dengan CH3COOH. Selama
tiga hari dilakukan pengukuran suhu dan pH, pada hari ke satu sampai pada hari ke
empat suhu tetap stabil yaitu 250c ini dikarenakan tempat dan suhu ruang
apapun. Tetapi seharusnya suhu ruang mengalami perubahan akibat proses oksidasi
14
hingga hari keempat, pada hari kedua masih dalam keadaan asam yaitu sekitar 4,2
kemudian pada hari ketiga dan keempat pH berubah menjadi netral yaitu sekitar 7,8
proses ini terjadi akibat adanya oksidasi yang akan menyebabkan pengurangan dari
nilai protein, juga diikuti dengan pertambahan suhu. Setelah pengamatan selama
tiga hari kemudian bahan di haluskan hasil penghalusan bulu menjadi lebih lunak
berbeda dengan bulu yang tidak mendapatkan perlakuan sama sekali. Bulu lebih
mudah hancur setelah diberikan perlakuan, hal ini disebabkan ikatan sulfur dan
ikatan sistin pada bulu ayam sudah diputus. Proses pemutusan ikatan sufur dan
ikatan sistin dengan perendaman CH3COOH akan menunjukkan hasil yang baik
jika mengalami proses reduksi dan proses oksidasi, baik itu proses reduksi terlebih
memiliki potensi untuk dijadikan tepung bulu, tetapi perlakuan menggunakan asam
lemah tidak sebaik menggunakan asam kuat. Tepung bulu yang baik memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Desi (2002)
yang menyatakan bahwa tepung bulu merupakan salah satu bahan pakan dengan
kandungan protein relatif tinggi. Hal ini didukung dengan pendapat Howie dkk
(1996), bulu ayam sangat potensial dijadikan sebagai sumber protein pada ransum
ternak karena kandungan protein kasarnya sangat tinggi, yaitu antara 85-95%.
15
KESIMPULAN
selama proses perendaman yang terjadi adalah proses reduksi sehingga suhu
2. Pada asam lemah suhu diperoleh yaitu 23 oC, 24 oC, 25 oC, dan 24 oC. Hal
hari kedua masih dalam keadaan asam yaitu 4,1; 4,3; dan 4.1. Pada hari
ketiga pH berubah menjadi netral yaitu sekitar 7,6 , hal ini disebabkan oleh
pertambahan suhu.
16
DAFTAR PUSTAKA
ADIATI, U., W PUASTUTI dan I-W. MATHIUS. 2002. Explorasi potensi produk
samping rumah potong (bulu dan darah) sebagai bahan pakan imbuhan
pascarumen. Laporan Penelitian Balai Penelitian Ternak Ciawi: Bogor.
Hartadi, H., Soedomo R., Soekanto L., Allen D. Tillman. 1997. Tabel-tabel Dari
Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Howie, S.A., Calsamiglin and M.D. Stern. 1996. Variation in ruminant degradation
and Intestinal digestion of animal by product protein. Animal. Feed Science.
Tech. 63(14) : 1-7.
Kreplak, L., Doucet, J., Dumas, P. and Briki, F. 2004. New aspects of -helix to -
sheet transition in stretched hard -keratin fibres. Biophysic. J., 87, 640-
47
Puastuti W, Yulistiani D, Mathius IW. 2004. Bulu ayam yang diproses secara kimia
sebagai sumber protein by pass rumen. JITV 9 (2): 73- 80.
17
SRI INDAH Z. 1993. Pengaruh lama pengolahan dan tingkat pemberian tepung
bulu terhadap performans ayam jantan broiler. Skripsi . Fakultas
Peternakan IPB: Bogor.
STEINER, R.J., R.O. KELLEMS and D.C. CHURCH. 1983. Feather and hair
meals for ruminant. IV. Effects of chemical treatments of feathers and
processing time on digestibility. J. Anim. Sci. 57: 495 – 502