Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul
Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul
Wrap Up Hemato SKENARIO 1 Btul
Ibu Shinta 35 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa
lekas lelah setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Keluhan ini sudah dialami 3 bulan
terakhir. Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini.
Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa pola makan bu Shinta tidak
teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/ temped dan kerupuk. Tidak
dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat pengobatan tidak jelas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi
pernapasan 20 x/menit, suhu tubuh 36,80C, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtiva
palpebral inferior pucat.
Pemeriksaan jantung paru dan abdomen dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan darah rutin dijumpai:
Page 1
SASARAN BELAJAR
Page 2
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum
tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang
akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit
pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan
rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah
merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin.
Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah
dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik.
Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
1. Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel
termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti
dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron.
Page 3
Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah
kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.
2. Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik.
Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4
% dari seluruh sel berinti.
3. Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast
polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal
secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik.
Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada
prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru
karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena
hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal
adalah 10-20 %.
4. Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast
ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang
menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin
sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari
RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%
5. Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan
penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk
melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam
sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan
dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-
2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.
6. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan
ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel
ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit
akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur
eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai
umurnya oleh limpa.
Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari.
Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi
oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut
sebagai Hemolisis.
Page 4
LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan morfologi eritrosit
1. Rubriblast :
Sel besar ( 15-30 µm)
Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus
Nukleoli : 2-3 buah
Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti
2. Prorubrisit :
Lebih kecil dari rubriblast
Inti: bulat, kromatin mulai kasar
Nukleoli (-)
Sitoplasma: biru, lebih pucat
3. Rubrisit :
Lebih kecil dari prorubrisit
Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan
menggumpal
Sitoplasma: pembentukan Hb (+)
4. Metarubrisit :
Lebih kecil dari rubrisit
Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap
Sitoplasma: merah kebiruan
5. Eritrosit polikromatik :
Masih ada sisa-sisa kromatin inti
Sitoplasmawarna violet / kemerahan / sedikit biru
Fase ini disetarakan dengan retikulosit
6. Eritrosit :
Ukuran 6-8 µm
Sitoplasma kemerahan
Bagian tengah pucat, karena bentuk bikonkaf
Bentuk bulat, tepi rata
Morfologi eritrosit
Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 μm, dengan
ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 μm dan .Normalnya bagian tengah eritrosit
tidak melebihi 1/3 diameternya, dan disebut eritrosit normokhromatik.
o Jika bagian tengah (pucat) melebar dan bagian pinggir eritrosit itu kurang
terwarna, sel ini disebut eritrosit hipokhromatik
o Jika bagian tengah (pucat) menyempit, sel ini disebut eritrosit
hiperkhromatik.
Page 5
Bersifat elastis, sehingga mampu merubah bentuk untuk dapat masuk ke dalam
kapiler-kapiler yang memiliki diameter kecil.
Setiap eritrosit diliputi oleh membran plasma (lipoprotein)
Dibawahnya terdapat cystokel yang terdiri dari 2 lapisan :
o Jala granular vertikal
o Filamentosa horisontal
Jala-jala terutama tersusun oleh protein kontraktil “spektrin”
o Memelihara bikonkaf
o Efisiensi pengaliran O2 dan CO2
Umur sel eritrosit ±120 hari
Volume eritrosit adalah 90 - 95 μm3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2
juta/μL dan pada wanita 4,2 -5,4 juta/μL.
Besi : untuk produksi heme, dan kira-kira 65% dari besi tubuh ada di dalam
hemoglobin.
Vitamin B12 (sianokobalamin) : untuk sintesis molekul asam deoksiribonukleat
(DNA) dalam pembentukan sel darah merah.
Asam folat : untuk sintesis DNA dan meningkatkan pematangan sel darah merah.
Vitamin C
Tembaga : katalis dalam pembentukan hemoglobin dan dlam cara ini membantu
untuk membuat sel darah merah.
Kobalt : mineral dan molekul vitamin B12
Page 6
LO 1.5 Memahami dan Menjelaskan kelainan morfologi dan jumlah eritropoiesis
1. Makrositosis
Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit > 8,5 mikron dengan tebal rata-rata 2,3
mikron. Ditemukan pada anemia megaloblastik, anemi pada kehamilan, anemi
karena malnutrition.
2. Mikrositosis
Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit < 7 mikron dengan tebal rata-rata 1,5-
1,6 mikron. Ditemukan pada anemi defisiensi besi.
3. Anisositosis
Keadaan dimana ukuran besarnya eritrosit bervariasi, jadi terdapat makro, normo,
mikrosit, sedang bentuknya sama. Ditemukan pada anemi kronik yang berat.
1. Normokromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin normal.
2. Hipokromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin kurang dari normal.
3. Hiperkromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin lebih dari normal.
4. Polikromasia
Keadaan beberapa warna pada eritrosit, misalnya: basofilik, asidofilik, ataupun
polikromatofilik.
Page 7
LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
Hemoglobin adalah zat warna dalam eritrosit yang berfungsi mengangkut O2 dan
CO2. Kadar normal pada laki-laki : 14-18 gr/dl. Untuk perempuan 12-16 gr/dl.
Wanita 12 – 16 g/dl
Pria 14 – 18 g/dl
Page 8
LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan struktur hemoglobin
Hemoglobin dewasa (HbA) terdiri dari empat rantai polipeptida ( dua a dan dua b )
masing-masing mengandung satu molekul heme. Sedangkan pada bayi yang masih dalam
kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul
hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF.
Page 9
Sintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang
bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang
bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk asam
aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat
adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua
pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA
menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi
membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P).
Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil. Kemudian dua
rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus
vinil, membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi untuk
membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk
heme. Masing- masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin. Globin
disintesis oleh ribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin
dan heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian
globin dari hemoglobin akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu
sebagian besar biliverdin diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu.
Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada langkah
terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam
reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).
Page 10
Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara
reversible. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro sehingga reaksi pengikatan O2
merupakan suatu reaksi oksigenasi bukan oksidasi.
Reaksi ini berlangsung cepat, dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik.
Deoksigenasi juga berlangsung sangat cepat. Struktur kuartener hemeoglobin menentukan
afinitasnya terhadap O2. Pada deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam konfigurasi
Tense(T,tegang) yang menurunkan afinitas molekul terhadap O2. Saat O2 pertama kali
terikat, ikatan yang menahan unit globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi
relaxed(R,rileks). Yang memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya
adalah peningkatan afinitas terhadap O2 sebesar 500 kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini
berbalik sehingga terjadi pelepasan O2.
Hemoglobin mengikat O2 untuk membentuk oksihemoglobin, O2 menempel pada
Fe2+ di heme. Afinitas hemoglobin terhadap O2 dipengaruhi pH,suhu, dan konsentrasi 2,3
bifosfogliserat(2,3 BPG) dalam sel darah merah. 2,3 BPG dan H+ berkompetisi dengan O2
untuk berikatan dengan hemoglobin deoksigenasi sehiingga afinitas hemoglobin terhadap
O2 berkurang dengan bergesernya posisi empat rantai peptida(struktur kuartener).
Page 11
Bila darah terpajan oleh berbagai macam obat dan agen-agen pengoksidasi lainya
secara in vitro atau in vivo, besi ferro(Fe2+) yang dalam keadan normal terdapat dalam
molekul tersebut akan berubah menjadi besi ferri (Fe3+), yang membentuk methemoglobin.
Methemoglobin berwarna tua,dan kalau jumlahnya besar dalam sirkulasi, methemoglobin
ini akan menimbulkan perubahan warna kehitaman pada kulit yang menyerupai sianosis.
Pada keadaan normal, terjadi sedikit oksidasi hemoglobin menjadi methemoglbi, tetapi
suatu sistem enzim dalam sel darah merah, yakni NADH-ethemoglobin reduktase,
mengubah kembali methemoglobin menjadi hemoglobin. Tidak adanya sistem ini secara
kongenital merupakan salah satu penyebab methemoglbinemia herediter.
Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi
bebas biasanya terikat ke protein. Besi dapat diambil dari simpanan feritin, diangkut
dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh sel yang memerlukan besi melalui proses
endositosis diperantarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang sedang membentuk
hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan, kelebihan
tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang membentuk kompleks
dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.
Page 12
LI.3 Memahami dan Menjelaskan Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya.
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam
evaluasi penderita anemia.
Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Derajat anemia perlu
disepakati sebagai dasar penatalaksanaan kasus anemia.
Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah :
Page 13
Klasifikasi anemia yang paling sering dipakai adalah :
1. Klasifikasi Morfologik
Berdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan
melihat indeks eritrosit. Dengan melihat morfologi anemia maka dapat diduga
penyebab anemia tersebut
Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3
golongan besar, yaitu:
1. Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum
anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin
yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ
target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-
gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai
berikut:
Page 14
System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas,
angina pectoris dan gagaljantung
System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabel.
Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurun
Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis
dan halus
Page 15
• Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa
persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut
terkoreksi, atau reticulocyte production index. Produksi sel darah merah efektif
merupakan proses dinamik. Hitung retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah
yang diproduksi pada penderita tanpa anemia. Rumus hitung retikulosit terkoreksi
adalah:
Hitung retikulosit terkoreksi = % retikulosit penderita x hematocrit
45
Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya
pelepasan retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit
biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan
menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum
tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terutama
terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Perhitungan
hitung retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit imatur disebut reticulocyte
production index (RPI).1
RPI = (%retikulosit x hematokrit penderita / 45) Hematokrit Faktor
Faktor koreksi penderita koreksi
Faktor koreksi dapat dilihat pada tabel 1. (%)
40 – 45 1,0
35 – 39 1,5
Tabel 1 : Faktor koreksi hitung RPI 25 – 34 2,0
15 – 24 2,5
<15 3,0
Page 16
Jumlah trombosit
Abnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik.
Trombositopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan
anemia, misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang,
destruksi trombosit autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, defi siens folat
atau B12. Peningkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada penyakit
mieloproliferatif, defisiensi Fe, infl amasi, infeksi atau keganasan. Perubahan
morfologi trombosit (trombosit raksasa, trombosit degranulasi) dapat ditemukan
pada penyakit mieloproliferatif atau mielodisplasia.
• Pansitopenia
Pansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia.
Pansitopenia berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defisiensi folat, vitamin
B12, atau keganasan hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat
ditemukan pada penderita dengan splenomegali dan splenic trapping sel-sel
hematologis. Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat
membantu diagnostik. Contoh: Pada seorang penderita, Hb turun dari 15 g%
menjadi 10 g% dalam 7 hari. Bila disebabkan oleh ganguan produksi total (hitung
retikulosit = 0) dan bila destruksi sel darah merah berlangsung normal (1% per
hari), Hb akan turun 7% dalam 7 hari.
Penurunan Hb seharusnya 0,07 x 15 g% = 1,05 g%. Pada penderita ini, Hb turun
lebih banyak, yaitu 5 g%, sehingga dapat diasumsikan supresi sumsum tulang saja
bukan merupakan penyebab anemia dan menunjukkan adanya kehilangan darah atau
destruksi sel darah merah.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi
merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan
besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi
hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
Page 17
Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara
perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
Tahap pertama
Disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi
Page 18
lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.
Tahap kedua
Dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis
didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi
transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC) meningkat dan
free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
Tahap ketiga
Disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju
eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.
Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif.
Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
Page 19
f) Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor transferin
meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan
thalassemia.
g) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan
cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)
h) Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi:
antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses,
endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari
dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek
samping lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Efek
samping dapat berupa mual,muntah serta konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6
bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau
tidak,anemia sering kambuh kembali.
Indikasi parenteral:
Tidak dapat mentoleransi Fe oral
Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe
oral.Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe
oral (colitis ulserativa).
Page 20
Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.
Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa
Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg
besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan :
Kebutuhan Besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3
3. Terapi Transfusi
Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam
penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia
yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi.
Secara umum untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb.
1. Kelainan jantung, seperti gagal jantung dan angina pektoris (angin duduk)
2. Edema akibat hipoproteinemia
3. Stroke
Page 21
DAFTAR PUSTAKA
Page 22