Skenario 1 Hemato
Skenario 1 Hemato
Skenario 1 Hemato
Fungsi eritrosit yang utama adalah transpor O2 dalam darah. Jika berkurangnya penyaluran
O2 ke jaringan pasti kita mengira kalau peningkatan produksi eritrosit (eritropoiesis) adalah
jawabannya.Tetapi, kadar O2 yang rendah tidak merangsang eritropoiesis untuk langsung
bekerja di sumsum tulang. Penurunan penyaluran O2 ke ginjal akan merangsang ginjal
mengeluarkan hormon eritropoetin ke dalam darah dan akan merangsang eritropoiesis oleh
sumsum tulang. Jika penyaluran O2 ke ginjal telah normal,sekresi eritropoietin akan
dihentikan sampai dibutuhkan. (Sherwood,edisi 8)
1.2 Faktor yang mempengaruhi
Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya
keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,
karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah
eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah. Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam
rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih
dari 2 juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormon dan tergantung
pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.
1. Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormon eritropoetin (EPO)dan
hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketika sel-sel
ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin.
Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO:
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada defisiensi
besi)
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita
pneumonia.
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,
sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2
ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi
eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan langsung
sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus
hormon yang akan mengaktifkan sumsum tulang. Selain itu, testosterone pada pria juga
meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormon seks wanita tidak berpengaruh terhadap
stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.
(Sherwood,edisi 8)
2. Eritropoeitin
- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal, hati
- Stimulus pembentukan eritroprotein: dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam jaringan ginjal.
- Penurunan penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin
ke dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang
proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→ kapasitas darah
mengangkut O2 meningkat dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal →
stimulus awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
- Pasokan O2 meningkat ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah
melepaskan O2: stimulus eritroprotein turun
- Fungsi EPO: mempertahankan sel-sel prekursor dengan memungkinkan sel-sel tersebut
terus berproliferasi menjadi elemen-elemen yang mensintesis Hb.
- Bekerja pada sel-sel tingkat G1
- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoiesis karena suplai O2 & kebutuhan O2
mengatur pembentukan eritrosit.
1.3 Morfologi
Eritrosit berbentuk seperti piringan yang bikonkaf dengan cekungan di bagian tengahnya.
Eritrosit mempunyai garis tengah 8 µm, ketebalan 2 µm di tepi luar, dan ketebalan 1 µm di
bagian tengah. Bentuk eritrosit yang bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar
untuk difusi O2 menembus membran dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan volume
yang sama. Tipisnya sel memungkinkan O2 cepat berdifusi antara bagian paling dalam sel dan
eksterior sel.
Membran eritrosit juga sangat lentur sehingga eritrosit dapat menyalurkan O2 di tingkat
jaringan tanpa pecah selama proses tersebut berlangsung. Ciri anatomik terpenting yang
memungkin eritrosit mengangkut oksigen adalah adanya hemoglobin di dalamnya.
Eritrosit memiliki enzim penting yang tidak dapat diperbarui, yaitu enzim glikolitik dan enzim
karbonat anhidrase. Enzim glikolitik berperan dalam menghasilkan energi yang dibutuhkan
untuk mekanisme transpor aktif yang berperan dalam mempertahankan konsentrasi ion yang
sesuai di dalam sel. Enzim karbonat anhidrase berperan dalam transpor CO2. Enzim ini dapat
mengubah CO2 yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh menjadi ion bikarbonat (HCO3-
), yaitu bentuk utama pengangkutan CO2 dalam darah. Eritrosit memperoleh energi dari hasil
proses glikolisis karena eritrosit tidak memiliki mitokondria. (Sherwood, edisi 8)
1.4 Kelainan
KELAINAN UKURAN
1. Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 μm dan volumenya ≥ 100 fL (biasanya pada anemia def.
Vit b 12/asam folat)
2. Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fL (biasanya pada anemia def. Fe)
3. Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar
KELAINAN WARNA
1. Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3 diameternya (biasanya
pada anemia def. Fe)
2. Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3 diameternya
3. Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya
lebih gelap.
KELAINAN BENTUK
1. Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit terdapat bagian
yang lebih gelap/merah. Akibat cytoplasmic aturation Defects dan liver disease
2. Sferosit, Eritrosit kecil tidak berbentuk bikonkaf , warnanya tampak lebih gelap.
3. Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-kadang dapat
lebih gepeng (eliptosit).
4. Stomatosit, Bentuk sepeti mangkuk.Akibat meningkatnya sodium dalam sel dan
menurunnya potassium
5. Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk menyerupai sabit akibat
polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.
6. Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 – 12 duri dengan ujung duri
yang tidak sama panjang.
7. Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecil pendek,
ujungnya tumpul.
8. Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.
9. Fragmentosit (schistocyte), Bentuk eritrosit tidak beraturan.
10. Teardropcell, Eritrosit seperti buah pear atau tetesan air mata.
11. Poikilositosis, Bentuk eritrosit bermacam-macam.
12. Crenated cell, eritrosit dengan sitoplasma mengkerut, Terjadi karena hipertronik larutan
pada saat pengeringan apusan
2.2 Fungsi
Menurut Depkes RI, fungsi hemoglobin antara lain:
1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-jaringan
tubuh.
2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan
tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke
paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah
atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar
hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia
2.3 Struktur
Molekul hemoglobin memiliki 2 bagian, yaitu heme dan globin. Globin merupakan protein
yang terbentuk dari 4 rantai polipeptida, yaitu 2 rantai alfa dan 2 rantai beta yang sangat
berlipat-lipat. Gugus heme merupakan 4 gugus non protein yang mengandung besi, dengan
masing-masing gugus terikat dengan satu rantai polipeptida pada bagian globin. Masing-
masing dari keempat atom besi dapat berikatan dengan secara reversibel dengan satu molekul
O2. Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan
berwarna keunguan jika mengalami deoksigenasi. (Sherwood, edisi 8)
2.4 Faktor yang mempengaruhi
1. Faktor patologis
Misalnya anemia. Jika seseorang mengalami anemia otomatis dalam darahnya
berkurang sehingga kadar Hb ikut berkurang
2. Zat besi
Merupakan inti molekul Hb. Kekurangan Fe menyebabkan menurunnya produksi Hb
3. Vitamin E
Mengakibatkan integritas sel darah merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga
sangat sensitif terhadap terjadinya hemolisis dan menyebabkan kadar Hb ikut
berkurang
4. Vitamin B6
Sebagai faktor pembentukan Hb. Jika kekurangan akan menyebabkan kadar Hb dalam
darah berkurang
5. Protein
Merupakan bahan dasar pembentukan Hb dan sel darah merah
6. Vitamin B12 dan asam folat
Untuk sintesis ADN dalam pembentukan eritrosit
3.2 Etiologi
Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen
ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri,
sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan
dan segera dihancurkan.
Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu
kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor
konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat
dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang
seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM
dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu
singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan
bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan
untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan
semula, misalnya dengan tranfusi.
Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-
bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya
terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan
memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
Anemia akibat kehilangan darah
Setelah mengalami perdarahan tubuh mengganti cairan plasma dengan cepat 1 hingga 3 hari,
yang menyebabkan konsenrasi sel darah merah menjadi rendah.
Bila tidak terjadi perdarahan berikutnya kondisi konsentrasi sel darah merah akan kembali ke
dalan jumlah normal 3 hingga 6 minggu.
Anemia aplastic
Aplasia sumsum tulang berarti tidak berfungsinya sumsum tulang, sehingga pembentukan sel
darah merah terganggu.
Penyebab terjadinya aplasia adalah adanya paparan sinar-x secara berlebihan, zat kimia tertentu
pada industry, bahkan obat – obatan pada pasien yang sensitif Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik
Berbagai kelainan sel darah merah kebanyakan di dapat secara keturunan. Sel-sel tersebut
bersifat rapuh, sehingga mudah pecah sewaktu melewati kapiler, terutama sewaktu melalui
limpa. Walaupun sel darah merah yang terbentuk jumlahnya dapat mencapai normal, atau
bahkan lebih besar dari normal pada penyakit-penyakit hemolitik, masa hidup sel darah merah
sangat singkat sehingga sel ini di hancurkan lebih cepat di bandingkan pembentukannya
sehingga mengakibatkan anemia yang parah.
3.3 Klasifikasi
ETIOLOGI
KLASIFIKASI
ANEMIA
MORFOLOGI
A. Berdasarkan Etiologi
1. Kehilangan darah (akut, kronis)
2. Gangguan pembentukan eritrosit
- Insuficient eritropoiesis (eritropoiesis tidak cukup)
- Ineffective eritropoiesis (eritropoiesis tidak efektif)
3. Berkurangnya masa hidup eritrosit
- Kelainan kongenital : Membran, enzim, kelainan Hb
- Kelainan didapat : Malaria, obat, infeksi, proses imunologis
B. Berdasarkan Morfologi
a. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah ataudestruksi darah yang
berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulangharus bekerja lebih keras lagi dalam
eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran
darah tepi. Padakelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal
sertamengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individumenderita
anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia
aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism,dan anemia pada penyakit hati kronik.
Mikrositer Makrositer
Kadar Normositer normokrom
hipokrom
MCV < 80 fl 80 – 95 fl > 95 fl
MCH < 27 pg 27 – 34 pg -
4.2 Etiologi
Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,gangguan
absorpsi,serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun yang dapat berasal dari
o Saluran cerna akibat dari tukak peptik,kanker lambung,kanker kolon,infeksi
cacing tambang
o Saluran genitalia wanita: meenorrhagia/ metrorhagia
o Saluran kemih: hematuria
o Saluran nafas: hemoptoe
2. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan,atau kualitas besi
yang tidak baik (makanan banyak serat,rendah vit C,rendah daging)
3. Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas,anak dalam masa
pertumbuhan,kehamilan
4. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi
Penyebab perdarahan paling sering pada laki laki adalah perdarahan gastrointestinal/infeksi
cacing tambang, pada wanita karna metrorhagia
(Hematologi klinik ringkas)
Diagnosis banding:
1. Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan
metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya
penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum
tulang masih cukup.
2. Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.
3. Anemia sideroblastik
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.
b) Besi parenteral
Efek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi:
Intoleransi oral berat
Kepatuhan berobat kurang
Kolitis ulserativa
Perlu peningkatan Hb secara cepat
Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid complex →
diberikan secara intramuskuler atau intravena pelan.
Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut, dan sinkop.
Dosis besi parenteral: harus dihitung dengan tepat
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
c) Pengobatan lain
Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani)
Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi besi
Transfusi darah: jarang dilakukan
Dilakukan atas indikasi:
- adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung
- anemia yang sangat simtomatik
- penderita sangat memerlukan peningkatan kadar Hb yg cepat seperti pd kehamilan
trimester akhir
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (Packed Red Cell) untuk mengurangi
bahaya overload
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal
kehidupan adalah sebagai berikut :
Meningkatkan pemberian ASI eksklusif
Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun
Memberi makanan kepada bayi yang mengandung zat besi serta makanan yang kaya
dengan asam askorbat (jus buah)
Pencegahan Penyakit Anemia dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan sehat
diantaranya adalah :
Zat besi : Kandungan zat besi dapat kita temukan pada daging, kacang- kacangan.
Buah yang dikeringkan, sayuran yang mempunyai warna hijau gelap dan makanan
lainnya yang mengandung zat besi
Folat : Pisang, Jeruk, sayuran berwarna hijau gelap, kacang-kacangan dan pasta
Vitamin C : Untuk membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh dan dapat dikonsumsi
dari jeruk, melon dan buah-buahan lainnya
Vitamin B12: Dapat ditemukan di dalam susu, daging, dll
4.8 Komplikasi
Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa membesar.
Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga terjadilah gagal
jantung.
Gangguam kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir rendah.
Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.
Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada berdebar.
4.9 Prognosis
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respon baik
bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke 10 dan normal lagi
setelah hari ke 14 di ikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin
menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika respon terhadap teraphy tidak baik, maka perlu di pikirkan :