0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
95 tayangan16 halaman

Skenario 1 Hemato

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 16

LO 1.

Memahami dan Menjelaskan Pembentukan Eritrosit


1.1 Mekanisme
1. Prekursor eritrosit paling awal adalah Proeritroblas (Rubiblast). Sel ini relatif besar
dengan garis tengah 12µm sampai 15 µm. Kromatin dalam intinya yang bulat besar
tampak berupa granula halus dan biasanya terdapat dua nukleolus nyata.
Sitoplasmanya jelas basofilik. Sementara proeritroblas berkembang, jumlah ribosom
dan polisom yang tersebar merata makin bertambah dan lebih menonjolkan
basofilianya.
2. Turunan proeritroblas disebut Eritroblas basofilik (Prorubisit). Sel ini agak lebih
kecil daripada proeritroblas. Intinya yang bulat lebih kecil dan kromatinnya lebih
padat. Sitoplasmanya bersifat basofilik merata karena banyak polisom, tempat
pembuatan rantai globin untuk hemoglobin.
3. Sel pada tahap perkembangan eritroid disebut Eritroblas Polikromatofilik
(Rubrisit) . Warna polikromatofilik yang tampak terjadi akibat polisom menangkap
zat warna basa pada pulasan darah, sementara hemoglobin yang dihasilkan
mengambil eosin. Inti eritroblas polikromatofilik agak lebih kecil daripada inti
eritroblas basofilik, dan granula kromatinnya yang kasar berkumpul sehingga
mengakibatkan inti tampak sangat basofilik. Pada tahap ini tidak tampak anak inti.
Eritroblas polikromatofilik merupakan sel paling akhir pada seri eritroid yang akan
membelah.
4. Pada tahap pematangan berikutnya disebut dengan Normoblas (Metarubrisit), inti
yang terpulas gelap mengecil dan piknotik. Inti ini secara aktif dikeluarkan sewaktu
sitoplasmanya masih agak polikromatofilik, dan terbentuklah eritrosit
polikromatofilik.
5. Eritrosit polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai Retikulosit dengan polisom
yang masih terdapat dalam sitoplasma berupa retikulum. Jadilah sel Eritrosit.
6. Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter
7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian
tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena
mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan
dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

Fungsi eritrosit yang utama adalah transpor O2 dalam darah. Jika berkurangnya penyaluran
O2 ke jaringan pasti kita mengira kalau peningkatan produksi eritrosit (eritropoiesis) adalah
jawabannya.Tetapi, kadar O2 yang rendah tidak merangsang eritropoiesis untuk langsung
bekerja di sumsum tulang. Penurunan penyaluran O2 ke ginjal akan merangsang ginjal
mengeluarkan hormon eritropoetin ke dalam darah dan akan merangsang eritropoiesis oleh
sumsum tulang. Jika penyaluran O2 ke ginjal telah normal,sekresi eritropoietin akan
dihentikan sampai dibutuhkan. (Sherwood,edisi 8)
1.2 Faktor yang mempengaruhi
Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya
keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,
karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah
eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah. Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam
rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih
dari 2 juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormon dan tergantung
pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.

1. Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormon eritropoetin (EPO)dan
hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketika sel-sel
ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin.
Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO:
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada defisiensi
besi)
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita
pneumonia.

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,
sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2
ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi
eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan langsung
sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus
hormon yang akan mengaktifkan sumsum tulang. Selain itu, testosterone pada pria juga
meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormon seks wanita tidak berpengaruh terhadap
stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.
(Sherwood,edisi 8)

2. Eritropoeitin
- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal, hati
- Stimulus pembentukan eritroprotein: dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam jaringan ginjal.
- Penurunan penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin
ke dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang
proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→ kapasitas darah
mengangkut O2 meningkat dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal →
stimulus awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
- Pasokan O2 meningkat ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah
melepaskan O2: stimulus eritroprotein turun
- Fungsi EPO: mempertahankan sel-sel prekursor dengan memungkinkan sel-sel tersebut
terus berproliferasi menjadi elemen-elemen yang mensintesis Hb.
- Bekerja pada sel-sel tingkat G1
- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoiesis karena suplai O2 & kebutuhan O2
mengatur pembentukan eritrosit.
1.3 Morfologi
Eritrosit berbentuk seperti piringan yang bikonkaf dengan cekungan di bagian tengahnya.
Eritrosit mempunyai garis tengah 8 µm, ketebalan 2 µm di tepi luar, dan ketebalan 1 µm di
bagian tengah. Bentuk eritrosit yang bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar
untuk difusi O2 menembus membran dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan volume
yang sama. Tipisnya sel memungkinkan O2 cepat berdifusi antara bagian paling dalam sel dan
eksterior sel.

Membran eritrosit juga sangat lentur sehingga eritrosit dapat menyalurkan O2 di tingkat
jaringan tanpa pecah selama proses tersebut berlangsung. Ciri anatomik terpenting yang
memungkin eritrosit mengangkut oksigen adalah adanya hemoglobin di dalamnya.

Eritrosit memiliki enzim penting yang tidak dapat diperbarui, yaitu enzim glikolitik dan enzim
karbonat anhidrase. Enzim glikolitik berperan dalam menghasilkan energi yang dibutuhkan
untuk mekanisme transpor aktif yang berperan dalam mempertahankan konsentrasi ion yang
sesuai di dalam sel. Enzim karbonat anhidrase berperan dalam transpor CO2. Enzim ini dapat
mengubah CO2 yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh menjadi ion bikarbonat (HCO3-
), yaitu bentuk utama pengangkutan CO2 dalam darah. Eritrosit memperoleh energi dari hasil
proses glikolisis karena eritrosit tidak memiliki mitokondria. (Sherwood, edisi 8)

Fungsi Sel darah Merah


1. Mengedarkan O2 ke seluruh tubuh.
2. Berfungsi dalam penentuan golongan darah.
3. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah
mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah
merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran
sel patogen, serta membunuhnya.
4. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi,
yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah
supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

KATEGORI JUMLAH ERITROSIT (juta/mL)


Bayi 5,0 – 7,0
Usia 3 bulan 3,2 – 4,8
Usia 1 tahun 3,6 – 5,2
Usia 10–12 tahun 4,0 – 5,4
Wanita 3,9 – 4,8
Pria 4,3 – 5,9

1.4 Kelainan
 KELAINAN UKURAN
1. Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 μm dan volumenya ≥ 100 fL (biasanya pada anemia def.
Vit b 12/asam folat)
2. Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fL (biasanya pada anemia def. Fe)
3. Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar
 KELAINAN WARNA
1. Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3 diameternya (biasanya
pada anemia def. Fe)
2. Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3 diameternya
3. Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya
lebih gelap.

 KELAINAN BENTUK
1. Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit terdapat bagian
yang lebih gelap/merah. Akibat cytoplasmic aturation Defects dan liver disease
2. Sferosit, Eritrosit kecil tidak berbentuk bikonkaf , warnanya tampak lebih gelap.
3. Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-kadang dapat
lebih gepeng (eliptosit).
4. Stomatosit, Bentuk sepeti mangkuk.Akibat meningkatnya sodium dalam sel dan
menurunnya potassium
5. Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk menyerupai sabit akibat
polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.
6. Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 – 12 duri dengan ujung duri
yang tidak sama panjang.
7. Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecil pendek,
ujungnya tumpul.
8. Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.
9. Fragmentosit (schistocyte), Bentuk eritrosit tidak beraturan.
10. Teardropcell, Eritrosit seperti buah pear atau tetesan air mata.
11. Poikilositosis, Bentuk eritrosit bermacam-macam.
12. Crenated cell, eritrosit dengan sitoplasma mengkerut, Terjadi karena hipertronik larutan
pada saat pengeringan apusan

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin


2.1 Mekanisme Pembentukan
 Sintesis heme
Sintesis heme merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak langkah enzimatik
dan melibatkan 2 kompartemen, yaitu mitokondria dan sitosol. Sintesis heme terutama
terjadi di dalam mitokondria. Proses ini diawali dengan kondensasi glisin dan succinyl-CoA
yang kemudian diubah menjadi asam 5-aminolevulinik (ALA) oleh enzim asam δ-
aminolevulinat (ALA) sintase. Kemudian, asam 5-aminolevulinik mengalami serangkaian
reaksi pada sitoplasma sampai akhirnya menjadi Ko-proporfirinogen dan masuk kembali ke
mitokondria dan menjadi protoprofirinogen. Kemudian, protoprofirinogen diubah menjadi
protoporfirin dan bergabung dengan besi yang diangkut oleh transferin menjadi heme.
Transferin mengangkut besi ke jaringan yang mempunyai reseptor transferin.
(Hoffbrand, 2013)
 Sintesis globin
Globin merupakan protein yang terbentuk dari asam-asam amino yang disintesis di
ribosom. Kelompok gen α-globin berada pada kromosom 16, sedangkan kelompok gen β-
globin berada pada kromosom 11.

Tabel Batas Kadar Hemoglobin


Kelompok umur Batas nilai hb ( gr/dl)
Anak 6 bulan – 6 tahun 11,0
Anak 6 tahun – 14 tahun 12,0
Pria dewasa 13,0
Ibu hamil 11,0
Wanita dewasa 12,0
Sumber : WHO

2.2 Fungsi
Menurut Depkes RI, fungsi hemoglobin antara lain:
1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-jaringan
tubuh.
2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan
tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke
paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah
atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar
hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia

2.3 Struktur
Molekul hemoglobin memiliki 2 bagian, yaitu heme dan globin. Globin merupakan protein
yang terbentuk dari 4 rantai polipeptida, yaitu 2 rantai alfa dan 2 rantai beta yang sangat
berlipat-lipat. Gugus heme merupakan 4 gugus non protein yang mengandung besi, dengan
masing-masing gugus terikat dengan satu rantai polipeptida pada bagian globin. Masing-
masing dari keempat atom besi dapat berikatan dengan secara reversibel dengan satu molekul
O2. Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan
berwarna keunguan jika mengalami deoksigenasi. (Sherwood, edisi 8)
2.4 Faktor yang mempengaruhi

1. Faktor patologis
Misalnya anemia. Jika seseorang mengalami anemia otomatis dalam darahnya
berkurang sehingga kadar Hb ikut berkurang
2. Zat besi
Merupakan inti molekul Hb. Kekurangan Fe menyebabkan menurunnya produksi Hb
3. Vitamin E
Mengakibatkan integritas sel darah merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga
sangat sensitif terhadap terjadinya hemolisis dan menyebabkan kadar Hb ikut
berkurang
4. Vitamin B6
Sebagai faktor pembentukan Hb. Jika kekurangan akan menyebabkan kadar Hb dalam
darah berkurang
5. Protein
Merupakan bahan dasar pembentukan Hb dan sel darah merah
6. Vitamin B12 dan asam folat
Untuk sintesis ADN dalam pembentukan eritrosit

2.5 Reaksi O2 dan Hb

Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen menempel


pada Fe2+ dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul
oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro, sehingga reaksi
pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi.
Dengan reaksi : Hb + O2 ↔ HbO2
Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O2 berikatan dengan hemoglobin.
Sedangkan jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin
(deoksihemoglobin).
Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan % saturasi
kemampuan hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki bentuk signoid khas yang
disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus heme pertama pada satu molekul
Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O2, dan oksigenase gugus kedua
lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap
molekul O2 keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia


3.1 Definisi

Anemia adalah berkurangnya kadar Hb darah. (kapita selekta hematologi edisi 4)

3.2 Etiologi
Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen
ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri,
sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan
dan segera dihancurkan.
Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu
kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor
konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat
dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang
seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM
dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu
singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan
bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan
untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan
semula, misalnya dengan tranfusi.
Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-
bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya
terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan
memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
Anemia akibat kehilangan darah
Setelah mengalami perdarahan tubuh mengganti cairan plasma dengan cepat 1 hingga 3 hari,
yang menyebabkan konsenrasi sel darah merah menjadi rendah.
Bila tidak terjadi perdarahan berikutnya kondisi konsentrasi sel darah merah akan kembali ke
dalan jumlah normal 3 hingga 6 minggu.
Anemia aplastic
Aplasia sumsum tulang berarti tidak berfungsinya sumsum tulang, sehingga pembentukan sel
darah merah terganggu.
Penyebab terjadinya aplasia adalah adanya paparan sinar-x secara berlebihan, zat kimia tertentu
pada industry, bahkan obat – obatan pada pasien yang sensitif Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik
Berbagai kelainan sel darah merah kebanyakan di dapat secara keturunan. Sel-sel tersebut
bersifat rapuh, sehingga mudah pecah sewaktu melewati kapiler, terutama sewaktu melalui
limpa. Walaupun sel darah merah yang terbentuk jumlahnya dapat mencapai normal, atau
bahkan lebih besar dari normal pada penyakit-penyakit hemolitik, masa hidup sel darah merah
sangat singkat sehingga sel ini di hancurkan lebih cepat di bandingkan pembentukannya
sehingga mengakibatkan anemia yang parah.

3.3 Klasifikasi

ETIOLOGI
KLASIFIKASI
ANEMIA
MORFOLOGI

A. Berdasarkan Etiologi
1. Kehilangan darah (akut, kronis)
2. Gangguan pembentukan eritrosit
- Insuficient eritropoiesis (eritropoiesis tidak cukup)
- Ineffective eritropoiesis (eritropoiesis tidak efektif)
3. Berkurangnya masa hidup eritrosit
- Kelainan kongenital : Membran, enzim, kelainan Hb
- Kelainan didapat : Malaria, obat, infeksi, proses imunologis
B. Berdasarkan Morfologi
a. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah ataudestruksi darah yang
berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulangharus bekerja lebih keras lagi dalam
eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran
darah tepi. Padakelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal
sertamengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individumenderita
anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia
aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism,dan anemia pada penyakit hati kronik.

b. Anemia makrositik normokrom


Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normaltetapi
normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal inidiakibatkan oleh
gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNAseperti yang ditemukan pada
defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab
terjadi gangguan pada metabolisme sel

c. Anemia mikrositik hipokrom


Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobindalam jumlah
yang kurang dari normal. Hal ini umumnyamenggambarkan insufisiensi sintesis hem
(besi), seperti pada anemiadefisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah
kronik, ataugangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit
hemoglobinabnormal kongenital)

Mikrositer Makrositer
Kadar Normositer normokrom
hipokrom
MCV < 80 fl 80 – 95 fl > 95 fl

MCH < 27 pg 27 – 34 pg -

1. Anemia pasca Megaloblastik


perdarahan
2. Anemia aplastik – 1. Anemia defisiensi folat
hipoplastik 2. Anemia defisiensi vit
1. Anemia
3. Anemia hemolitik B12
defisiensi besi
4. Anemia penyakit Nonmegaloblastik
2. Thalasemia
Jenis kronik
3. Anemia
5. Anemia mieloptisik a) Anemia penyakit
penyakit penyakit
6. Anemia gagal ginjal hati kronik
kronik
7. Anemia b) Anemia
4. Anemia
mielofibrosis hipotiroid
sideroblastik
8. Anemia sindrom c) Anemia sindroma
mielodisplastik mielodisplastik
9. Anemia leukimia
akut
3.4 Pemeriksaan
1. Anamnesis
o Riwayat penyakit sekarang,terdahulu,gizi,keluarga
o Lingkungan,pemaparan bahan kimia serta pemakaian obat
2. Pemeriksaan fisik
o Warna kulit: pucat,plethora,sianosis,ikterus,kulit telapak tangan kuning
o Purpura: petechie dan echymosis
o Kuku: koilonychia
o Mata: ikterus,konjungtiva pucat,perubahan fundus
o Mulut: ulserasi,hipertrofi gusi,perdarahan gusi
o Limfadenopati
o Hepatomegali
o Splenomegali
o Nyeri tulang
o Pembengkakan testis
3. Pemeriksaan laboratorium hematologik
o Tes penyaring: dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.dengan
pemeriksaan ini dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia
tersebut. Meliputi:
- Kadar Hb
- Indeks eritrosit (MCV,MCH,MCHC).Dengan perkembangan electronic
counting maka hasi Hb,WBC,trombosit serta indeks eritrosit dapat
diketahui sekaligus
- Apusan darah tepi
o Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan
trombosit
- Laju endap darah
- Hitung diferensial
- Hitung retikulosit
o Pemeriksaan sumsum tulang
o Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini baru dikerjakan jika telah
mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk
mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut
- Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, feritin
serum
- Anemia megaloblastik: asam folat darah atau eritrosit, vit B12
- Anemia hemolitik: hitung retikulosit,tes coombs, elektroforesis Hb
4. Pemeriksaan laboratorium non hematologik
o Faal ginjal,endokrin,hati
o Asam urat
o Biakan kuman
5. Pemeriksaan penunjang lain
(hematologi klinik ringkas)
3.5 Manifestasi Klinik
Gejala anemia dapat dibagi menjadi 3 jenis gejala yaitu :
a. Gejala Anemia Umum
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul
pada setiap kasus anemia setelah penuruan hemoglobin sampai kadar tertentu ( Hb<7
g/dL ).
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengin (tinnitus),
mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan disepsia. Pada pemeriksaan
pasien tampak pucat yang dapat dilihat dari konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan
dan jaringan bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat
ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah
penurunan hemoglobin yang berat ( Hb<7 g/dL ).
b. Gejala khas anemia

 Anemia defisiensi besi


- Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
- Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
- Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida
- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem
dan lain-lain
 Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vitamin B12
 Anemia hemolitik : icterus, splenomegaly dan hepatomegaly
 Anemia aplastic : perdarahan dan tanda-tanda infeksi

c. Gejala Penyakit Dasar


Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi
tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing
tambang: sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan.
Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada
anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis rheumatoid.
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus
anemia untuk mengaarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis
anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.
(Hematologi klinik ringkas)
LO 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia defisiensi zat besi
4.1 Definisi
Anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan Hb berkurang
(Hematologi klinik ringkas)

4.2 Etiologi
Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,gangguan
absorpsi,serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun yang dapat berasal dari
o Saluran cerna akibat dari tukak peptik,kanker lambung,kanker kolon,infeksi
cacing tambang
o Saluran genitalia wanita: meenorrhagia/ metrorhagia
o Saluran kemih: hematuria
o Saluran nafas: hemoptoe
2. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan,atau kualitas besi
yang tidak baik (makanan banyak serat,rendah vit C,rendah daging)
3. Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas,anak dalam masa
pertumbuhan,kehamilan
4. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi
Penyebab perdarahan paling sering pada laki laki adalah perdarahan gastrointestinal/infeksi
cacing tambang, pada wanita karna metrorhagia
(Hematologi klinik ringkas)

4.3 Manifestasi Klinik


1. Gejala umum anemia
Disebut juga sindrom anemia. Dijumpai pada anemia def.besi dengan kadar Hb
dibawah 7-8 g/dl. Gejala berupa badan lemah,lesu,cepat lelah,mata berkunang-
kunang,serta telinga mendenging
2. Gejala khas akibat def.besi
o Koilonychia(kuku sendok)
o Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karna papil
menghilang
o Stomaritis angularis: radang pd sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak
warna pucat keputihan
o Disfagia: nyeri menelan
o Atrofi mukosa gaster shg menimbulkan akhloridia
o Sindrom plummer vinson/paterson kelly
3. Gejala penyakit dasar
Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia,parotis
membengkak,kulit telapak tangan bewarna kuning.
(Hematologi klinik ringkas)
4.4 Patofisiologi
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi semakin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini di sebut iron depletestate atau negative
iron balan. Keadaan ini di tandai oleh penurunan kadar feritinin serum, peningkatan absorbsi
besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. AApabila jumlah besi
menurun terus menerus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin
mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron
deficiency anemia
4.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis:
1. Dua dari tiga parameter dibawah ini:
o Besi serum <50 mg/dl
o TIBC >350 mg/dl
o Saturasi transferin <15%
2. Feritin serum <20µg/dl
3. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia menunjukan cadangan besi negatif
4. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu disertai kenaikan kadar
Hb lebih dr 2 g/dl

Diagnosis banding:
1. Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan
metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya
penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum
tulang masih cukup.
2. Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.
3. Anemia sideroblastik
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.

Anemia Anemia akibat Thalassemia Anemia


defisiensi besi panyakit sideroblastik
kronik
MCV Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N
MCH Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N
Besi serum Menurun Menurun Normal Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal / Normal /
Meningkat Meningkat
Besi sumsum Negatif Positif Positif kuat Positif dengan
tulang ring
sideroblastik
Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal Normal
eritrosit
Elektroforesis Hb Normal Normal Hb.A2 Normal
meningkat

(Hematologi klinik ringkas)


4.6 Tatalaksana
1. Terapi kausal: tergantung penyebab penyakitnya, misalnya: pengobatan cacing
tambang, pengobatan hematoid. Terapi ini harus dilakukan, apabila tidak dilakukan
maka anemia akan kambuh kembali.

2. Pemberian preparat besi untuk pengganti kekurangan besi dalam tubuh:


a) Besi peroral
 ferrous sulphat → dosis 3 x 200 mg (murah)
 ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferros succinate (lebih
mahal)
Sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak
dibanding setelah makan. Efek sampingnya yaitu mual, muntah, serta konstipasi.
Pengobatan diberikan selama 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi
cadangan besi tubuh. Kalau tidak, maka akan kembali kambuh.

b) Besi parenteral
Efek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi:
 Intoleransi oral berat
 Kepatuhan berobat kurang
 Kolitis ulserativa
 Perlu peningkatan Hb secara cepat

Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid complex →
diberikan secara intramuskuler atau intravena pelan.
Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut, dan sinkop.
Dosis besi parenteral: harus dihitung dengan tepat
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

c) Pengobatan lain
 Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani)
 Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi besi
 Transfusi darah: jarang dilakukan
Dilakukan atas indikasi:
- adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung
- anemia yang sangat simtomatik
- penderita sangat memerlukan peningkatan kadar Hb yg cepat seperti pd kehamilan
trimester akhir
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (Packed Red Cell) untuk mengurangi
bahaya overload

(Hematologi klinik ringkas)


4.7 Pencegahan
Penyuluhan kesehatan
 Kesehatan lingkungan (penggunaan jamban, pemakaian alas kaki)
 Gizi (mengkonsumsi makanan bergizi)
 Konsneling pada ibu atau orang sekitar untuk memilih bahan makanan dengan kadar
besi cukup sejak bayi sampai remaja
 Pemberantasan infeksi cacing tambang
 Suplementasi besi pada populasi rentan (ibu hamil dan anak balita)
 Fortifikasi bahan makanan dengan besi

(Hematologi klinik ringkas)

Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal
kehidupan adalah sebagai berikut :
 Meningkatkan pemberian ASI eksklusif
 Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun
 Memberi makanan kepada bayi yang mengandung zat besi serta makanan yang kaya
dengan asam askorbat (jus buah)

Pencegahan Penyakit Anemia dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan sehat
diantaranya adalah :
 Zat besi : Kandungan zat besi dapat kita temukan pada daging, kacang- kacangan.
Buah yang dikeringkan, sayuran yang mempunyai warna hijau gelap dan makanan
lainnya yang mengandung zat besi
 Folat : Pisang, Jeruk, sayuran berwarna hijau gelap, kacang-kacangan dan pasta
 Vitamin C : Untuk membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh dan dapat dikonsumsi
dari jeruk, melon dan buah-buahan lainnya
 Vitamin B12: Dapat ditemukan di dalam susu, daging, dll

4.8 Komplikasi
 Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa membesar.
Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga terjadilah gagal
jantung.
 Gangguam kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir rendah.
 Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.
 Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
 Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada berdebar.

4.9 Prognosis
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respon baik
bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke 10 dan normal lagi
setelah hari ke 14 di ikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin
menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika respon terhadap teraphy tidak baik, maka perlu di pikirkan :

 Pasien tidak patuh hingga obat yang di berikan tidak di minum


 Dosis besi kurang
 Masih ada perdarahan cukup banyak
 Ada penyakit lain seperti penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat yang
sama ada defisiensi asam folat
 Diagnosis defisinsi besi salah

Anda mungkin juga menyukai