WRAP UP - Anemia Defisiensi Besi
WRAP UP - Anemia Defisiensi Besi
WRAP UP - Anemia Defisiensi Besi
Kelompok A-3
Ketua Sekretaris
: Finaldo Andili : Dian Suciaty Annisa Dika Cahaya Putri Fajri Rozi Kamaris Febrian Parlangga M Fitriana Dyah Lestari Hanny Dwi Setiowati Adi Wibowo Ilyas Ismail Shaleh
SKENARIO 1 LEKAS LELAH BILA BEKERJA Ibu Shinta, 35 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa lekas lelah setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Keluhan ini sudah dialami 3 bulan terakhir. Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini. Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa pola makan bu shinta tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/temped an kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat pengobatan tidak jelas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu tubuh 36,8 C, TB = 160 cm, BB = 60 kg, konjungtiva palpebral inferior pucat. Pemeriksaan jantung paru dan abdomen dalam batas normal Hasil pemeriksaan rutin dijumpai : Nilai Normal Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCV MCH MCHC Leukosit Trombosit 10,5 g/dl 47 % 6,75 x 106 /l 70 fL 20 pg 22 % 6500 /l 300.000 /l 12 14 g/dl 37 42 % 3,9 5,3 x 106 /l 82 92 fL 27 31 pg 32 36 % 5000 10.000 /l 150.000 400.000 /l
SASARAN BELAJAR LI. 1. Eritropoiesis LO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Eritropoiesis LO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Eritropoiesis LO. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Morfologi, Fungsi, dan Jumlah Normal Eritrosit LO. 1.4. Memahami dan Menjelaskan Kelainan Morfologi Eritrosit LI. 2. Hemoglobin LO. 2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemoglobin LO. 2.2. Memahami dan Menjelaskan Fungsi Hemoglobin LO. 2.3. Memahami dan Menjelaskan Biosintesis Hemoglobin LI. 3. Anemia LO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia LO. 3.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemia LI. 4. Anemia Defisiensi Besi LO. 4.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia Defisiensi Besi LO. 4.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia Defisiensi Besi LO. 4.3. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi LO. 4.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinik Anemia Defisiensi Besi LO. 4.5.Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Anemia Defisiensi Besi LO. 4.6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Anemia Defisiensi Besi LO. 4.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi LO. 4.8. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi LO. 4.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Anemia Defisiensi Besi LO. 4.10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi LO. 4.11. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Anemia Defisiensi Besi
LI. 1. Eritropoiesis LO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Eritropoiesis Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. LO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Eritropoiesis Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM). Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
Rubriblast Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit.Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus.Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru.Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti Prorubrisit Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast.Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti. Rubrisit Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik.Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik.Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna
4
biru karena kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan.Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %. Metarubrisit Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA.Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %. Retikulosit Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom.Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit. Eritrosit Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.
Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif. Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulanh kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujungg atas tulang oanjang ekstremitas. Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit
dan trombosit.Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah. Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas darah yang mengakngkut oksigen.Jika O2 yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin dalam darah
6
yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang.Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mrngangkut O2.Peningkatan kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin. LO. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Morfologi, Fungsi, dan Jumlah Normal Eritrosit
Normosit: Ukuran 6 8 m, Bentuk bikonkaf, Warna merah jambu, Normal 4,0 5,5 / 4,5 6,0 juta/mm3
Retikulosit: Ukuran 8 12 m, Inti tidak ada, Bergranula halus sisa RNA, Pewarnaan Vital Staining (BCB), N = 0,5 1,5 per 1000 eritrosit KATEGORI Bayi Usia 3 bulan Usia 1 tahun Usia 1012 tahun Wanita Pria JUMLAH ERITROSIT (juta/mL) 5,0 7,0 3,2 4,8 3,6 5,2 4,0 5,4 3,9 4,8 4,3 5,9
Mikrosit: Biasanya pada Anemi Def Fe Diameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada pemeriksaan sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah. Ditemukan pada: Anemia defesiensi besi, Keracunan tembaga, Anemia sideroblasik, Hemosiderosis pulmoner idiopatik, Anemia akibat penyakit kronik
7
Makrosit: Biasanya pada Anemi Def Vit 12/ Def asam folat Gambaran makrositik berarti volume eritrosit lebih besar dari normal. Dapat ditemukan pada penyakit anemia megaloblastik karena kurang vit.B12 atau asam folat, anemia setelah perdarahan akut, atau anemia karena penyakit hati kronik. Dari data pemeriksaan darah ditemukan MCV > 94 fl Anemia megaloblastik, Anemia aplastik/hipoplastik, Hipotiroidisme, Malnutrisi, Anemia pernisiosa, Leukimia
Basofilik Stipling: eritrosit dengan granula biru-hitam, granula ini dari kondensasi atau presipitasi RNA ribosom akibat dari defective hemoglobin synthesis
Eliptosit: eritrosit berbentuk oval (ovalosyt) atau lonjong (pensil cell/sel cerutu), Osmotic fragility meningkat, Distribusi kolesterol dalam membran akumulasi, Kolesterol dipinggir
Crenated Cell: eritrosit dengan sitoplasma mengkerut, Terjadi karena hipertronik larutan pada saat pengeringan apusan
Stomatocyt: eritrosit pucat memanjang di tengah, Normal 5%, Akibat meningkatnya sodium dalam sel dan menurunnya potassium
Sferosit: eritrosit nampak pucat ditengah, Bentuk lebih kecil, tebal,Akibat developmental defect
Sickle Cell: eritrosit yang memanjang dan melengkung dengan 2 katup runcing - Nama lain: Drepanocyt - Eritrosit yang mengalami perubahan bizarre muncul pada keadaan kurang oksigen di udara
Acantocyt: - eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang runcing - Tonjolan tidak teratur - Akibat defisiensilow-dencity betha Lipoprotein
Burr Cell: - eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang tumpul teratur - Akibat passage through fibrin network LI. 2. Hemoglobin LO. 2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemoglobin Hemoglobin adalah kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung besi dan globin dengan interaksi diantara heme dan globin menyebabkan hemoglobin yang merupakan perangkat yang ireversibel untuk mengangkut oksigen. Hemoglobin ditemukan hanya sel darah merah. Molekul hemoglobin memiliki dua bagian : (1) bagian globin, suatu protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat; dan (2) empat gugus nonprotein yang mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem, dengan masing-masing terikat ke salah satu polipeptida. Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan secara reversible dengan satu molekul O2. Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan berikut : Karbon dioksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel jaringan kembali ke paru. Bagian ion hydrogen asam dari asam karbonat terionisasi, yang dihasilkan di tingkat jaringan dari CO2. Hemoglobin menyangga asam ini sehingga asam ini tidak banyak menyebabkan perubahan pH darah.
10
Karbon monoksida. Gas ini dalam keadaan normal terdapat di dalam darah, tetapi jika terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin yang berikatan dengan O2 sehingga terjadi keracunan CO Nitrat oksida. Di paru, nitrat oksida yang bersifat vasodilator berikatan dengan hemoglobin. NO ini dibebaskan di jaringan, tempat zat ini melemaskan dan melebarkan arteriol local. Vasodilatasi ini membantu menjamin bahwa darah kaya O2 dapat mengalir dengan lancar dan juga membantu menstabilkan tekanan darah.
Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan fe yang dinamakan conjugated protein. Sebagai intinya fed an dengan rangka protoperphyrin dan globulin (tetraphyrin) menyebabkan warna darah merah karena fe ini. Eryt hb berikatan dengan Co2 menjadi karboxy hemoglobin dan warnanya merah tua. Darah arteri mengandung O2 dan darah vena mengandung Co2. (DepKes RI) Tabel Batas Kadar Hemoglobin Kelompok umur Batas nilai hb ( gr/dl) Anak 6 bulan 6 tahun 11,0 Anak 6 tahun 14 tahun 12,0 Pria dewasa 13,0 Ibu hamil 11,0 Wanita dewasa 12,0 Sumber : WHO dalam arisman 2002 LO. 2.2. Memahami dan Menjelaskan Fungsi Hemoglobin Menurut Depkes RI fungsi hemoglobin adalah Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida dalam jaringan Mengambil oksigen dalam paru-paru kemudian dibawa keseluruh jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
11
Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk dibuang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah apa tidak. LO. 2.3. Memahami dan Menjelaskan Biosintesis Hemoglobin Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu, ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari seesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur. Mula-mula, suksinil-KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol (pridoksal fosfat). Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme dalam mitokondria. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit yang disebut rantai hemoglobin.
Reaksi Antara O2 dan Hemoglobin Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen menempel pada Fe2+ dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro, sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi. Dengan reaksi : Hb + O2 HbO2 Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O2 berikatan dengan hemoglobin. Sedangkan jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin (deoksihemoglobin). Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan % saturasi kemampuan hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki bentuk signoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus heme pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O2, dan oksigenase gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.
12
LI. 3. Anemia LO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawaoksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Pada anemia terjadi penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Anemia dapat disebabkan oleh penurunan kecepatan eritropoiesis, kehilangan eritrosit berlebihan, atau defisiensi kandungan hemoglobin dalam eritrosit. Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif Mansjoer,dkk. 2001) Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah, 1997)
LO. 3.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemia Secara morfologi, pengklasifikasian anemia terdiri atas: a. Anemia normositik normokrom Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah ataudestruksi darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulangharus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Padakelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal sertamengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individumenderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca
13
pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism,dan anemia pada penyakit hati kronik. b. Anemia makrositik normokrom Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normaltetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal inidiakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNAseperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel c. Anemia mikrositik hipokrom Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobindalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnyamenggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemiadefisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, ataugangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobinabnormal kongenital) Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesisnya 1. Karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit 1. Anemia defisiensi besi 2. Anemia defisiensi asam folat 3. Anemia defisiensi vitamin B12 b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi 1. Anemia akibat penyakit kronik 2. Anemia sideroblastik c. Kerusakan sumsum tulang 1. Anemia aplastic 2. Anemia mieloplastic 3. Anemia pada keganasan hematologi 4. Anemia diseritropoietik 5. Anemia pada sindrom mielodisplastik 6. Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal kronik. 2. Anemia akibat Hemoragia. A. Anemia pasca perdarahan akut B. Anemia akibat perdarahan kronik 3.Anemia Hemolitik A. Intrakorpuskular a) Gangguan membrane eritrosit (membranopati) b) Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : akibat defisiensi G6PDiii. c) Gangguan Hemoglobin (Hemoglobinopati) Thalasemia Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll. B. Ekstrakorpuskular a) Anemia hemolitik autoimuni
14
b) Anemia hemolitik mikroangiopatik,dll 4.Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks.
5.Anemia berdasarkan derajatnya: 1. 2. 3. 4. Ringan sekali : Hb 10 g/dL Ringan : Hb 8-9,9 g/dL Sedang : Hb 6-7,9 g/dL Berat : Hb <6 g/dL
LI. 4. Anemia Defisiensi Besi LO. 4.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia Defisiensi Besi Anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh sehingga penyediaan besi untuk eritopoiesis kurang, yang akhirnya terjadi penurunan Hb. Kelainan ini ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, serum besi menurun, peningkatan TIBC, saturasi transferi dan feritin serum menurun, pengecatan sumsung tulang menunjukan negative, dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi. Absorbsi besi : Terdapat 3 fase absorbs besi , yaitu : Fase luminal Besi dalam makanan diolah di lambung kemudian siap diserap di duodenum. Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk : Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbs tinggi, tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga bioavailabilitasnya tinggi. Besi non heme : bersal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat absorbs rendah, dipengaruhi bahan pemacu dan penghambat sehingga bioavailibilitasnya rendah. Bahan pemacu meat factor dan vitamin C Bahan penghambat tanat, phytat dan serat Fase mucosal Proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses aktif. Penyerapan besi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Fase corporeal Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan dan penyimpanan besi oleh tubuh. LO. 4.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia Defisiensi Besi Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang. Kekurangan besi dapat disebabkan: A. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis Pertumbuhan Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB
15
meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir. Menstruasi Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi. B. Kurangnya besi yang diserap Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat Malabsorpsi besi Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histology dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme. C. Perdarahan Merupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ hari (1,52 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative besi. Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necaor americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus. D. Transfuse feto-maternal Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonates. E. Hemoglobinuria Dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.
F. Iatrogenic blood loss Pada saat pengambilan darah vena (yang banyak) untuk pemeriksaan laboratorium. G. Idiopathic pulmonary hemosiderosis Jarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3g/dl dalam 24 jam.
16
H. Latihan yang berlebihan Pada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari. I. a. b. c. d. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang berasal dari : Saluran cerna: kanker lambung, kanker colon, infeksi cacing tambang Saluran genital: menorhagia / metiorhagia Saluran kemih: hematuria Saluran nafas: hemoptoe
J. Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi di makanan / kualitas besi K. Kebutuhan besi meningkat: anak pada pertumbuhan, kehamilan, dan prematuritas L. Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue / kolitis kronis LO. 4.3. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi 1) Tahap pertama Disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal. 2) Tahap kedua Dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat. 3) Tahap ketiga Disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
LO. 4.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinik Anemia Defisiensi Besi Gejala Umum anemia Gejala umum anemia disebut sebagai sindrom anemia yang dijumpai pada anemia defisiensi besin apabila kadar Hb turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Gejala Khas Defisiensi Besi
17
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah : Koilonychias : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem dll Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.
Gejala penyakit Dasar Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. LO. 4.5.Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Anemia Defisiensi Besi Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian khusus diberikan pada berikut : Warna kulit : pucat,plethora,sianosis, icterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami. Purpura : petechie dan ecchymosis Kuku : koilonychia (kuku sendok) Mata : icterus, konyungtiva pucat, perubahan profundus Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis, dan stomatitis angulus Limfadenopati Hepatomegaly Splenomgali Nyeri tulang atau nyeri sternum Hemarthrosis atau ankilosis sendi Pembengkakan testis Pembengkakan parotis Kelaianan sistem sara Pemeriksaan Laboratorium a) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC
18
dan MCH menurun. MCV < 70fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan. i. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. ii. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia b) Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%. c) Kadar serum feritin < 20 /dl (ada yang memakai < 15 /dl, ada juga < 12 /dl). Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 /dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. d) Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100 /dl) e) Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast kecilkecil (micronormoblast) dominan. f) Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia. g) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif) h) Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi: antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut. LO. 4.6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Anemia Defisiensi Besi Untuk menegakkan anemia defisiensi besi harusa dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemerikasaan laboratorium. Terdapat 3 tahap diagnosis ADB : 1. Menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar Hb atau hematokrit 2. Memastikan adanya defisiensi besi 3. Menentukan penyebab dari defisiensi besi Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi : Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31%. 1. dua dari tiga parameter di bawah ini : a. Besi serum <50 mg/dl b. TIBC >350 mg/dl c. Saturasi transferrin <15% 2. Feritin serum <20 mg/dl
19
3. Pengecetan sumsum tulang dengan biru prusia yang menunjukkan cadangan besi (butirbutir hemosiderin) negative Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu disertai kenaikan kadar Hb lebih dari 2g/dl.
LO. 4.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan hipokromik lainnya seperti : Anemia akibat penyakit kronik Thalassemia Anemia sideroblastik LO. 4.8. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi 1. Terapi kausal : mengatasi penyebab defisiensi besi agar anemia tidak kambuh kembali 2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi Besi per oral: Lini pertama karena murah, efektif dan aman. Diberikan saat lambung kosong namun efek samping lebih banayk dibandingkan pemberian setelah makan. Efek samping berupa mual, muntah dan konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah Hb normal. Preparat yang tersedia yaitu: 1. Ferrous sulphat 3x200 mg Preparat pilihan pertama, karena paling murah tetapi efektif. Dosis:3x200 mg. 200mg sulfas ferosus= 66mg besi elemental. Pemberiansulfas ferosus 3x200 g mengakibatkan absorbs besi 50mg/hari yangdapat mengakibatkan eritropoesis 2-3 kali normal. 2. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate (lebih mahal) 3. Enteric coated Efek samping lebih rendah tetapi dapat mengurangi absorbs besi Farmakokinetik : sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapiefek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelahmakan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapatdiberikan saat makan atau setelah makan Efek samping : gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15-20%yang sangat mempengaruhi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi.untuk mengurangi ES besidiberikan saat makan atau dosis dikurangkan menjadi 3 x 100 mg Besi parenteral: Diberikan bila intoleransi oral berat, kurang patuh berobat, kolitis ulserativa, perlu peningkatan Hb secara cepat. Lini kedua karena efek samping lebih berbahaya dan harga lebih mahal. Preparat yang tersedia: Iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex
20
Dosis : kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3 Efek samping : reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop. 3. Pengobatan lain Diet : makanan yang kaya akan protein hewani Vitamin C : meningkatkan absorbsi besi, dosis 3x100 mg/hari Transfusi darah : jarang diperlukan. Indikasi pada penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung, anemia yang sangat mencolok gejalanya dan pasien yang butuh peningkatan hb secara cepat. Jenis darah yang diberikan PRC (packed red cell) agar tidak overload. Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan : a) Mengatasi penyebab pendarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai. b) Bedah : untuk penyebab yang memerlakukan intervensi bedah seperti pendarahan karena diverticulum meckel. c) Suportif : makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan). LO. 4.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Anemia Defisiensi Besi Komplikasi yang mungkin timbul seperti pada anemia yang lain. Apabila anemianya berat, maka akan timbul komplikasi pada system kardiovaskuler berupa dekompensatio cordis. Komplikasi yang lain yangmungkin timbul adalah komplikasi dari tractus gastrointestinal berupakeluhan epigastric distress atau stomatitis. LO. 4.10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi 1. Pendidikan kesehatan : a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang b. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi 2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling sering dijumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi. 3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat. 4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di Negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.
Prognosis untuk mengobati dan menyembuhkan anemia defisiensi besi sangat baik, terutama ketika mereka yang mengonsumsi suplemen zat besi seperti yang disarankan dan mampu untuk mengasimilasi besi. Sejumlah penilitian telah menunjukkan bahwa kekurangan besi anemia pada bayi dapat mengakibatkan kecerdasan berkurang, ketika kecerdasan diukur pada usia dini. Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi (Supandiman, 2006).Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut: 1.Diagnosis salah 2.Dosis obat tidak adekuat 3.Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa 4.Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap. 5.Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakittiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat) 6.Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).Pada kasus ADB karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapat diatasi, maka prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi Fe yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun menentukan prognosis dari pasien(Supandiman, 2006).
22
ANALISA TERHADAP SKENARIO 1. Kenapa pucatnya pada konjungtiva palpebral inferior ? 2. Apa hubungan pola makan, pada pasien yang tidak makan sayur hanya makan tahu tempe terhadap anemia? 3. Kenapa pada scenario eritrosit dan hematocrit meningkat sedangkan MCV, MCH, dan MCHC menurun ? 4. Apa saja etiologi dari anemia? 5. Apa saja klasifikasi dari anemia? 6. Apakah terjadi kelainan bentuk eritrosit pada anemia ? 7. Apa manifestasi klinik dari anemia? 8. Apa yang kita dapat temukan dalam pemeriksaan darah perifer ? 9. Apakah factor umur berpengaruh dalam anemia ? 10. Apa mekanisme terjadinya anemia ? 11. Apa perbedaan pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan darah lengkap ? 12. Kenapa anemia dapat menyebabkan seseorang lekas lelah ? 13. Apa pengobatan dari anemia? 14. Apa yang menyebabkan Hb tidak dapat mengikat oksigen ?
23
lekas lelah
Anamnesis
pola makan tidak teratur jarang makan sayur, ikan dan daging wajah terlihat lelah
Pemeriksaan Fisik konjungtiva palpebra inferior pucat MCV, MCH, MCHC menurun Kadar hemoglobin turun Kadar Hemotokrit meningkat Kadar Eritrosit meningkat
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Pengobatan
24
DAFTAR PUSTAKA Alwi, Idrus, et al. 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid:2.Jakarta: InternaPublishing. Guyton & Hall. 1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC. Bakta, I Made Prof, Dr. 2006.Hematologi Klinis Ringkas.Jakarta: EGC. Murray, et al. 2009.Biokimia Harper.Ed. 27. Jakarta: EGC Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. Murray, Robert K dkk. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: EGC. Sacher, Ronald A, RIchar A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC. Sutaryo, dkk. 2010. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan Ketiga. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hoffbrand, A.V., Pettit J.E., Moss, P.A.H.,2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
25