Makalah Kolokium
Makalah Kolokium
Makalah Kolokium
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuna merupakan ikan ekonomis penting yang saat ini masih mendominasi
ekspor produk perikanan Indonesia. Statistik terkait penangkapan ikan di Indonesia
menunjukan bahwa stok sumberdaya ikan tuna cukup tinggi. Berdasarkan data
Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), produksi tangkapan nasional untuk
komoditas tuna pada tahun 2015 sebesar 319 950 ton mengalami peningkatan
dibanding tahun 2014 sejumlah 313 873 ton. Kementerian Kelautan dan Perikanan
(2017), data sementara perbulan September, hasil tangkapan tuna pada tahun 2017
telah mencapai 288 ton.
Ikan tuna dapat dijual dalam kondisi segar (bentuk utuh), dibuat dalam
bentuk loin, steak, saku, produk beku (frozen), tuna yang dikemas dalam kaleng dan
produk olahan (bakso, abon, otak-otak, nugget, sosis) yang dalam kegiatan
pengolahannya menghasilkan limbah berupa kepala, kulit, jeroan dan tulang.
Limbah tulang ikan tuna dapat menjadi alternatif penyediaan sumber
kalsium pada manuasia dan dapat meningkatkan nilai ekonomi (value added).
Pemanfaatan tulang ikan tuna selama ini adalah sebagai pakan ternak dan belum
ada perusahaan makanan yang memanfaatkannya sebagai suplemen dalam bentuk
mineral ke dalam produk. Pemanfaatan tepung tulang ikan tuna dalam produk
pangan telah dilakukan beberapa peneliti diantaranya perekayasaan teknologi
pengolahan limbah tuna (Ismanadji et al. 2000); produksi tepung tulang ikan tuna
(Lestari 2001); pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang sebagai suplemen
dalam pembuatan biskuit (Maulida 2005); pemanfaatan limbah tulang ikan tuna
sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein (Trilaksani et al. 2006);
pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) sebagai sumber
kalsium dan fosfor untuk meningkatkan nilai gizi makron kenari (Thalib et al.
2009).
Kalsium adalah salah satu mineral esensial yang memiliki peranan penting
di dalam tubuh yaitu sebagai komponen utama pembentuk tulang dan gigi
(Muchtadi et al. 1993). Konsumsi kalsium yang kurang akan menyebabkan tulang
menjadi rapuh dan mudah patah atau disebut dengan penyakit osteoporosis. Pada
usia lanjut, kalsium yang hilang dari tubuh lebih besar daripada kalsium yang
diabsorpsi. Berdasarkan hasil analisis data risiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi
Depkes bekerja sama dengan PT Fonterra Brands Indonesia tahun 2006
menyatakan 2 dari 5 orang Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Hal ini juga
didukung oleh Indonesian White Paper yang dikeluarkan Perhimpunan
Osteoporosis Indonesia (Perosi) tahun 2007, osteoporosis pada wanita di atas 50
tahun mencapai 32.3%, sementara pada pria di atas 50 tahun mencapai 28.8%. Data
yang dikeluarkan International Osteoporosis Foundation (IOF), diprediksikan pada
tahun 2050 sebanyak 50% kasus patah tulang panggul akan terjadi di Asia
(Kemenkes 2009).
Produk pangan yang difortifikasikan dengan kalsium tulang akan
menghasilkan produk yang kaya kalsium, untuk itu kalsium pada tulang harus
diubah menjadi bentuk yang dapat dicerna melalui perubahan struktur matriks
tulang dengan proses pelunakan yang dapat dilakukan dengan menggunakan
2
metode ekstraksi dengan air panas dan larutan asam panas (Kim & Mendis 2006).
Penggunaan larutan asam (asam klorida, asam asetat, asam sitrat) dalam ekstraksi
nanokalsium (Suptijah et al. 2010) dan ekstraksi menggunakan NaOH 3% dalam
pembuatan tepung tulang ayam sebagai sumber kalsium (Sittikulwitit et al. 2004).
Kecenderungan pola hidup dengan suplemen makanan menyebabkan
banyak orang mengkonsumsi suplemen makanan dalam berbagai produk.
Ketergantungan pada suplemen makanan untuk meningkatkan ketahanan tubuh,
mencegah penyakit, dan mengurangi penyakit tentu sudah menjadi suatu kebiasaan
masyarakat sekarang, oleh karena itu suatu alternatif asupan kalsium perlu
dilakukan melalui pembuatan effervescent nano-kalsium. Tablet merupakan
sediaan yang mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan bentuk
sediaan farmasi lainnya, yaitu dosis zat aktif yang diberikan sama, mudah
digunakan atau praktis, serta stabil secara fisik maupun kimiawi. Sediaan dalam
bentuk tablet effervescent dimaksudkan untuk mengurangi rasa tidak enak ketika
mengkonsumsi obat (Lachman et al. 1986). Tablet effervescent lebih mudah dan
lebih menyenangkan dalam penggunaannya, sehingga meningkatkan minat
masyarakat terhadap penggunaan tablet (Ansel 1989).
Berdasarkan fakta bahwa pemanfaatan limbah tulang hasil pengolahan tuna
di Indonesia belum optimal, teknologi pengolahan tepung tulang ikan yang belum
efektif, harga kalsium yang mahal, karakterisasi nano-kalsium yang belum banyak
diketahui serta tingginya risiko osteoporosis di Indonesia maka penelitian ini
bertujuan memproduksi dan mengaplikasikan nano-kalsium dari limbah tulang ikan
madidihang pada effervescent.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
2 METODOLOGI
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2018 sampai bulan Juli
2018 bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK-IPB, Laboratorium Biokimia Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK-IPB, Laboratorium
Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu Teknologi Pangan, FATETA-IPB,
Laboratorium Bersama FMIPA-IPB, Laboratorium Formulasi Sediaan Padat dan
Farmasi Fisika, Universitas Pancasila, Laboratorium Pusat Industri Nuklir, Batan
Serpong.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah tulang ikan
madidihang yang di dapat dari PT. Awindo International. Bahan lain yang
4
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pembuatan tepung tulang
ikan, pembuatan nano-kalsium dan pembuatan tablet effervescent dari nano-
kalsium terbaik yang diperoleh dari proses produksi.
Pencucian
Perlakuan frekuensi
Perebusan (100°C, 30 menit)
perebusan: 1, 2 dan 3 kali*
Netralisasi
Pembuatan Nano-kalsium
Tepung tulang ikan direndam dalam HCl dengan perlakuan konsentrasi HCl
berbeda yaitu 0.5 N, 1 N, dan 1.5 N selama 24 jam. Tepung tulang tersebut
selanjutnya diekstraksi pada suhu 90°C. Hasil ekstraksi dilakukan penyaringan
dengan kertas saring sehingga diperoleh cairan/filtrat. Pembentukan kristal kalsium
dilakukan dengan metode presipitasi melalui penambahan bertahap larutan ionik
NaOH 3 N setetes demi setetes pada filtrat hingga terbentuk endapan jenuh kalsium
hidroksida (Ca(OH)2).
Proses pemisahan kristal dan netralisasi kristal dengan menggunakan
akuades. Kristal (Ca(OH)2) dinetralkan. Kristal yang diperoleh dioven pada suhu
105°C hingga bobot endapan stabil, kristal tersebut dibakar menggunakan kompor
listrik untuk menghilangkan kandungan organiknya. Kristal dipijarkan dalam tanur
pada suhu 600°C selama 6 jam sehingga terbentuk kalsium oksida (CaO), kristal
hasil ekstraksi dihaluskan dengan mortar. Nano-kalsium yang telah diperoleh
dilakukan analisis fisikokimia meliputi rendemen, derajat putih (whitness metre),
ukuran partikel (PSA), proksimat, analsis kalsium dan fosfor, karakteristik gugus
fungsi (FTIR), karakterisasi morfologi (SEM/EDS) dan karakterisasi derajat
kristalinitas (XRD). Alur proses pembuatan serbuk nano-kalsium dapat dilihat pada
Gambar 2.
6
Perlakuan konsentrasi
Perendaman HCl selama 24 jam
HCl: 0.5; 1; 1.5 N*
Penyaringan filtrat
Endapan kalsium
Netralisasi
Dekantasi Filtrat
Endapan kalsium
Serbuk nano-kalsium
dan effervecent mix
Homogenisasi
Pencampuran
Pengepresan
Effervecent
nano-kalsium
Prosedur Analisis
Analisis Proksimat
a. Kadar air (AOAC 925.09 2005)
Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit
atau sampai diperoleh berat tetap, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam
cawan dipanaskan dalam oven selama 3–4 jam pada suhu 105–110°C. Cawan
didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase
kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
B1 - B2
Kadar air (%) = x 100%
B
ppm, masing-masing ke dalam labu ukur 100 ml. Lalu ditambahkan larutan
Cl3La.7H2O (lantan) sebanyak 1 ml ke dalam masing-masing labu takar dan
ditambahkan akuades sampai volume tepat 100 ml.
Penetapan sampel. Pengabuan basah (wet digestion) menggunakan HNO3
65%, HClO4 60% dan HCl 37%. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 150 ml dan diberi HNO3 5 ml, kemudian didiamkan selama 1 jam.
Sampel selanjutnya dipanaskan selama 4 jam di atas hot plate, dan didinginkan.
Setelah itu ditambahkan H2SO4 (pa = pro analisis) sebanyak 0.4 ml dan dipanaskan
kembali selama 30 menit. Sampel diangkat dari hot plate dan diberi larutan
HClO4:HNO3 (2:1) sebanyak 3 ml, kemudian dipanaskan selama 15 menit hingga
sampel menjadi bening. Sampel ditambahkan dengan 2 ml akuades dan 0.6 ml HCl
(pa), setelah bening dipanaskan hingga larut dan didinginkan. Sampel diencerkan
sampai volume tertentu (aliquot 100 ml), kemudian disaring dengan menggunakan
kertas saring Whatman No. 42. Aliqout diambil sebanyak 1 ml, dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades 4 ml serta lantan 0.05 ml selanjutnya
divortex, disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit dan filtrat
dibaca dengan nyala atomisasi AAS pada panjang gelombang (λ) 422.7 nm. Hasil
absorbansinya dibandingkan dengan standar Ca yang telah diketahui. Analisis
kalsium dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
C x 2,5
Fosfor dalam sampel (P2O5)(%) =
W
Ket:
C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100 ml) yang terbaca dari kurva standar
W = berat sampel yang digunakan
Analisis Data
Dimana:
Yij = Respon pecobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan
ke-j
µ = Nilai tengah umum atau rataan
Ai = Faktor A (A = perebusan) taraf ke-i (i = 1; 2; 3)
ɛij = Pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh faktor ke-A taraf
ke-i pada ulangan ke-j (j = 1,2,3)
Dimana:
Yij = Respon pecobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan
ke-j
µ = Nilai tengah umum atau rataan
Ai = Faktor A (A = penambahan asam) taraf ke-i (i = 0.5; 1; 1.5)
ɛij = Pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh faktor ke-A taraf
ke-i pada ulangan ke-j (j = 1,2,3)
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia Press.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of
Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington,
DC (US): AOAC.
Badan Pusat Statistik. 2001. Produksi Perikanan Laut yang dijual di Tempat
Pelelangan Ikan. Jakarta (ID). Hal. 20.
Chen R, Yong Q, Li R, Zhang Q, Liu D, Wang M, Xu Q. 2010. Methezolamide
calcium phosphate nanoparticles in a ocular delivery system. Yakugazu
Zasshi. 130(3):419-424. The Pharmeceutical society of Japan.
Connor DJ, Sexton BA, Smart R. 2003. Surface Analysis Methods in Materials
Science, (Springer-Verlag, Germany).
Elfauziah R. 2003. Pemisahan kalsium dari tulang kepala ikan patin (Pangasius sp.)
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Inrasti D. 2006. Modul Praktikum
Analisis Pangan. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
12
Fernandez UR, Calvo P, Remunan LC, Vila JJL, Alonso MJ. 1999. Enhancement
of nasal absorption of insulin using chitosan nanoparticle. Journal of
Pharmaceutical Research 16 (10): 1576-1581.
Huang YC, Hsiao PC, Chai HJ. 2011. Hydroxyapatite extracted from fish scale:
Effects on MG63 osteoblast-like cells. Ceramics Int. 37:1825-1831.
Houtkooper L, Farrell VA. 2011. Calcium Supplement Guidelines. College of
Agriculture & Life Sciences, The University of Arizona. International.
Number 1/96. Januari/February.
Ismanadji I, Djazuli N, Widarto, Istihastuti T, Herawati N, Ismarsudi, Lasmono
2000. Laporan Perekayasaan Teknologi Pengolahan Limbah. Jakarta:
Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal
Perikanan.
[Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 2009. Berdiri Tegak, Bicara Lantang,
Kalahkan Osteoporosis. http://depkes.go.id. (25 November 2017).
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Ekspor Produk Perikanan
2011.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2014. Statistik Produksi Perikanan Indonesia.
Kim SK, Mendis E. 2006. Bioactive compounds from marine processing by
products – A review. Food Res Intl. 39:383-393.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1986. The Theory and Practise of Industrial
Pharmacy, 3rd edition. Lea & Febiger, Philadelphia (US): 643-718.
Lestari S. 2001. Pemanfaatan tulang ikan tuna (limbah) untuk pembuatan tepung
tulang [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Maulida. 2005. Pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang sebagai suplemen
dalam pembuatan biskuit (Crackers) [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi Sumber, Fungsi,
dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia Jilid II. Jakarta (ID): Pustaka Sinar
Harapan.
Mulia. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai
alternatif sumber kalsium dalam produk mi kering [skripsi]. Bogor (ID):
Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Sittikulwitit S, Sirichakwal PP, Puwastien P, Chavasit V, Sungpuag P. 2004. In
vitro bioavailability of calcium from chicken bone extract powder and its
fortified products. J. Food Comp and Anal. 17:321-329.
doi:10.1016/j.jfca.2004.03.023.
Steel RGD, Torrie JH. 1993 Principles and Procedures of Statistics Indeks.
Penerjemah: Sumantri B. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Subasinghe S. 1996. Inovative and value-added tuna product and markets. Infofish
Suptijah P, Hardjito L, Haluan J, Suhartono MG. 2010. Recovery dan manfaat
nanokalsium hewan perairan (dari cangkang udang). Logika 2(7):061-064.
Thalib A. 2009. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus
albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai
Gizi Makron Kenari [tesis]. Bogor (ID): Jurusan Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
13
Toya T, Jotaki R, Kato A. 1986. Specimen Preparation in EPMA and SEM. JEOL
Training Center EP Section.
Trilaksani W. 2006. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp.) sebagai
Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Buletin Tek. Hasil
Perikanan: IX(2):59-61.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Risalah Widya Karya Pangan dan
Gizi. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.