Makalah Kolokium

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

1

KOLOKIUM SEKOLAH PASCASARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018

NAMA : WIYAN VIYATA PRINALDI


NIM : C351160151
PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
JUDUL PENELITIAN : PRODUKSI DAN APLIKASI
NANO-KALSIUM DARI LIMBAH
TULANG IKAN MADIDIHANG
(Thunnus albacares) PADA
EFFERVESCENT
KOMISI PEMBIMBING : Dr. Dra. PIPIH SUPTIJAH, MBA
Dr.Eng. UJU, S.Pi, M.Si
KELOMPOK ILMU : ILMU HEWAN
HARI/TANGGAL : KAMIS, 25 JANUARI 2018
WAKTU : 10.00 – 11.00 WIB
TEMPAT : RUANG RKJ 3
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tuna merupakan ikan ekonomis penting yang saat ini masih mendominasi
ekspor produk perikanan Indonesia. Statistik terkait penangkapan ikan di Indonesia
menunjukan bahwa stok sumberdaya ikan tuna cukup tinggi. Berdasarkan data
Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), produksi tangkapan nasional untuk
komoditas tuna pada tahun 2015 sebesar 319 950 ton mengalami peningkatan
dibanding tahun 2014 sejumlah 313 873 ton. Kementerian Kelautan dan Perikanan
(2017), data sementara perbulan September, hasil tangkapan tuna pada tahun 2017
telah mencapai 288 ton.
Ikan tuna dapat dijual dalam kondisi segar (bentuk utuh), dibuat dalam
bentuk loin, steak, saku, produk beku (frozen), tuna yang dikemas dalam kaleng dan
produk olahan (bakso, abon, otak-otak, nugget, sosis) yang dalam kegiatan
pengolahannya menghasilkan limbah berupa kepala, kulit, jeroan dan tulang.
Limbah tulang ikan tuna dapat menjadi alternatif penyediaan sumber
kalsium pada manuasia dan dapat meningkatkan nilai ekonomi (value added).
Pemanfaatan tulang ikan tuna selama ini adalah sebagai pakan ternak dan belum
ada perusahaan makanan yang memanfaatkannya sebagai suplemen dalam bentuk
mineral ke dalam produk. Pemanfaatan tepung tulang ikan tuna dalam produk
pangan telah dilakukan beberapa peneliti diantaranya perekayasaan teknologi
pengolahan limbah tuna (Ismanadji et al. 2000); produksi tepung tulang ikan tuna
(Lestari 2001); pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang sebagai suplemen
dalam pembuatan biskuit (Maulida 2005); pemanfaatan limbah tulang ikan tuna
sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein (Trilaksani et al. 2006);
pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) sebagai sumber
kalsium dan fosfor untuk meningkatkan nilai gizi makron kenari (Thalib et al.
2009).
Kalsium adalah salah satu mineral esensial yang memiliki peranan penting
di dalam tubuh yaitu sebagai komponen utama pembentuk tulang dan gigi
(Muchtadi et al. 1993). Konsumsi kalsium yang kurang akan menyebabkan tulang
menjadi rapuh dan mudah patah atau disebut dengan penyakit osteoporosis. Pada
usia lanjut, kalsium yang hilang dari tubuh lebih besar daripada kalsium yang
diabsorpsi. Berdasarkan hasil analisis data risiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi
Depkes bekerja sama dengan PT Fonterra Brands Indonesia tahun 2006
menyatakan 2 dari 5 orang Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Hal ini juga
didukung oleh Indonesian White Paper yang dikeluarkan Perhimpunan
Osteoporosis Indonesia (Perosi) tahun 2007, osteoporosis pada wanita di atas 50
tahun mencapai 32.3%, sementara pada pria di atas 50 tahun mencapai 28.8%. Data
yang dikeluarkan International Osteoporosis Foundation (IOF), diprediksikan pada
tahun 2050 sebanyak 50% kasus patah tulang panggul akan terjadi di Asia
(Kemenkes 2009).
Produk pangan yang difortifikasikan dengan kalsium tulang akan
menghasilkan produk yang kaya kalsium, untuk itu kalsium pada tulang harus
diubah menjadi bentuk yang dapat dicerna melalui perubahan struktur matriks
tulang dengan proses pelunakan yang dapat dilakukan dengan menggunakan
2

metode ekstraksi dengan air panas dan larutan asam panas (Kim & Mendis 2006).
Penggunaan larutan asam (asam klorida, asam asetat, asam sitrat) dalam ekstraksi
nanokalsium (Suptijah et al. 2010) dan ekstraksi menggunakan NaOH 3% dalam
pembuatan tepung tulang ayam sebagai sumber kalsium (Sittikulwitit et al. 2004).
Kecenderungan pola hidup dengan suplemen makanan menyebabkan
banyak orang mengkonsumsi suplemen makanan dalam berbagai produk.
Ketergantungan pada suplemen makanan untuk meningkatkan ketahanan tubuh,
mencegah penyakit, dan mengurangi penyakit tentu sudah menjadi suatu kebiasaan
masyarakat sekarang, oleh karena itu suatu alternatif asupan kalsium perlu
dilakukan melalui pembuatan effervescent nano-kalsium. Tablet merupakan
sediaan yang mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan bentuk
sediaan farmasi lainnya, yaitu dosis zat aktif yang diberikan sama, mudah
digunakan atau praktis, serta stabil secara fisik maupun kimiawi. Sediaan dalam
bentuk tablet effervescent dimaksudkan untuk mengurangi rasa tidak enak ketika
mengkonsumsi obat (Lachman et al. 1986). Tablet effervescent lebih mudah dan
lebih menyenangkan dalam penggunaannya, sehingga meningkatkan minat
masyarakat terhadap penggunaan tablet (Ansel 1989).
Berdasarkan fakta bahwa pemanfaatan limbah tulang hasil pengolahan tuna
di Indonesia belum optimal, teknologi pengolahan tepung tulang ikan yang belum
efektif, harga kalsium yang mahal, karakterisasi nano-kalsium yang belum banyak
diketahui serta tingginya risiko osteoporosis di Indonesia maka penelitian ini
bertujuan memproduksi dan mengaplikasikan nano-kalsium dari limbah tulang ikan
madidihang pada effervescent.

Perumusan Masalah

Kecukupan asupan kalsium penting untuk pembentukan massa tulang


maupun kelancaran reaksi metabolisme yang berhubungan dengan fungsi kalsium.
Asupan kalsium rata-rata masyarakat Indonesia baru mencapai 254 mg/hari.
Anjuran asupan kalsium orang dewasa adalah 1000–1100 mg/hari, hal ini
didasarkan nilai asupan kalsium pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Oleh karena itu, alternatif bahan pangan yang berkalsium tinggi perlu
diaplikasikan untuk menutupi kekurangan Ca sehari-hari.
Faktor lain yang mempengaruhi asupan kalsium ialah absorpsi kalsium
dalam tubuh. Ukuran mikro tidak dapat terabsorbsi sepenuhnya sehingga sering
menyebabkan defisiensi. Teknologi pembentukan ukuran kalsium yang perlu
dikembangkan adalah teknologi nano. Nano-kalsium mempunyai ukuran yang
sangat kecil yaitu 10-9 m yang menyebabkan reseptor cepat masuk ke dalam tubuh
dengan sempurna, oleh karena itu nano kalsium dapat terabsorbsi oleh tubuh hampir
100%.
Nano-kalsium hasil isolasi dapat diformulasi menjadi berbagai bentuk
suplemen, diataranya puyer, tablet, kaplet, kapsul, sirup dapat pula diformulasikan
dengan komponen nutrisi seperti asam amino, vitamin, asam lemak EPA, DHA
serta bahan-bahan bioaktif lainnya untuk meningkatkan fungsi dan kegunaannya
bagi tubuh demi kesehatan masyarakat Indonesia.
3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah tulang ikan


madidihang sebagai sumber kalsium, adapun tujuan khususnya adalah untuk
menentukan karakteristik kalsium yang didapatkan dari limbah tulang ikan
madidihang serta menganalisis pengaruh penggunaan nano-kalsium pada aplikasi
effervescent.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sumber informasi pemanfaatan limbah


hasil produksi perikanan khususnya limbah tulang ikan madidihang sehingga dapat
meningkatkan nilai ekonomis, adanya alternatif minuman suplemen berbasis
limbah tulang ikan madidihang yang mengandung kalsium serta meningkatkan
efektifitas penyerapan kalsium melalui suplemen kesehatan berbasis nano-kalsium.

Hipotesis

1) H0: Perendaman HCl yang berbeda tidak berpengaruh terhadap karakteristik


nano-kalsium.
H1: Perendaman HCl yang berbeda berpengaruh terhadap karakteristik nano-
kalsium.
2) H0: Formulasi nano-kalsium tulang ikan madidihang ke dalam pembuatan
tablet effervescent tidak berpengaruh terhadap karakteristik fisikokimia.
H1: Formulasi nano-kalsium tulang ikan madidihang ke dalam pembuatan
tablet effervescent berpengaruh terhadap karakteristik fisikokimia.

2 METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2018 sampai bulan Juli
2018 bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK-IPB, Laboratorium Biokimia Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK-IPB, Laboratorium
Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu Teknologi Pangan, FATETA-IPB,
Laboratorium Bersama FMIPA-IPB, Laboratorium Formulasi Sediaan Padat dan
Farmasi Fisika, Universitas Pancasila, Laboratorium Pusat Industri Nuklir, Batan
Serpong.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah tulang ikan
madidihang yang di dapat dari PT. Awindo International. Bahan lain yang
4

digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), natrium


bikarbonat (NaHCO3), asam sitrat (C6H8O7), asam tartarat (C4H6O6), sukrosa
(C12H22O11) dan bahan-bahan kimia untuk analisa proksimat.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain panci perebusan,
laboratory mill, autoclave, seperangkat alat ekstraksi, alat gelas, vakum filtrasi,
filter, tanur, oven, hot plate, timbangan, seperangkat unit analisis proksimat.
Instrument untuk analisis yang digunakan: whitness meter, Particle Size Analyser
(PSA), Atomic Absorption Spectrometry (AAS), Spectrometry UV-Vis, Scanning
Electron Microscopy (SEM/EDS), Fourier Transform Infrared (FTIR) dan X-ray
Diffraction (XRD).

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pembuatan tepung tulang
ikan, pembuatan nano-kalsium dan pembuatan tablet effervescent dari nano-
kalsium terbaik yang diperoleh dari proses produksi.

Pembuatan Tepung Tulang Ikan


Pembuatan tepung tulang ikan tuna dimulai dengan membersihkan tulang
ikan. Tulang ikan dicuci dan dibersihkan untuk menghilangkan kotoran. Bagian
sirip ekor, sirip punggung, sirip anal dan finlet yang masih melekat pada tulang
dihilangkan. Tulang ikan tersebut kemudian dipotong-potong untuk mendapatkan
ukuran yang lebih kecil.
Tulang kemudian direbus dalam panci aluminium selama 30 menit pada
suhu 80°C. Proses selanjutnya tulang ikan dimasukkan ke dalam autoklaf selama 3
jam pada suhu 121°C dengan tekanan sebesar 1 atm. Selain itu protein akan
terdenaturasi dan menggumpal. Pemanasan ini juga bertujuan untuk
mengempukkan tulang ikan sehingga mempermudah proses pengecilan ukuran
hingga 5–10 cm.
Tahap berikutnya dilakukan perebusan kembali tulang pada suhu 100°C
selama 30 menit. Tahap ini merupakan bagian dari perlakuan dimana tulang ikan
direbus dengan frekuensi perebusan yang berbeda, yaitu 1, 2 dan 3 kali. Setiap
ulangan perebusan dilakukan penggantian air dan penghitungan waktu dimulai pada
saat air mendidih. Pemasakan ini secara efektif menghilangkan lemak yang terdapat
dalam tulang.
Proses hidrolisis berlanjut dengan perendaman tulang ikan ke dalam larutan
NaOH 1.5 N selama 2 jam pada suhu 60°C. Setelah tulang dicuci dan dinetralkan
dengan air, tahap terakhir pada proses pembuatan tepung kalsium tulang ikan ini
adalah pengeringan dan penepungan. Proses pengeringan dilakukan selama tiga
hari menggunakan sinar matahari. Tepung tulang yang telah kering dihaluskan
menggunakan mortar dan disaring menggunakan penyaring tepung. Alur proses
pembuatan tepung tulang ikan madidihang yang digunakan dalam penelitian ini
secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.
5

Limbah tulang ikan


madidihang

Perebusan (80°C, 30 menit)

Pencucian

Autoklafing (121°C, 1 atm, 3 jam)*

Pengecilan ukuran (5–10 cm)

Perlakuan frekuensi
Perebusan (100°C, 30 menit)
perebusan: 1, 2 dan 3 kali*

Ekstraksi NaOH 1.5 N (60°C, 2 jam)*

Netralisasi

Pengeringan dan penepungan

Tepung tulang ikan - Rendemen - Proksimat


madidihang - Derajat putih

Gambar 1 Alur proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang


(*modifikasi Elfauziah (2003) dan Mulia (2004))

Pembuatan Nano-kalsium
Tepung tulang ikan direndam dalam HCl dengan perlakuan konsentrasi HCl
berbeda yaitu 0.5 N, 1 N, dan 1.5 N selama 24 jam. Tepung tulang tersebut
selanjutnya diekstraksi pada suhu 90°C. Hasil ekstraksi dilakukan penyaringan
dengan kertas saring sehingga diperoleh cairan/filtrat. Pembentukan kristal kalsium
dilakukan dengan metode presipitasi melalui penambahan bertahap larutan ionik
NaOH 3 N setetes demi setetes pada filtrat hingga terbentuk endapan jenuh kalsium
hidroksida (Ca(OH)2).
Proses pemisahan kristal dan netralisasi kristal dengan menggunakan
akuades. Kristal (Ca(OH)2) dinetralkan. Kristal yang diperoleh dioven pada suhu
105°C hingga bobot endapan stabil, kristal tersebut dibakar menggunakan kompor
listrik untuk menghilangkan kandungan organiknya. Kristal dipijarkan dalam tanur
pada suhu 600°C selama 6 jam sehingga terbentuk kalsium oksida (CaO), kristal
hasil ekstraksi dihaluskan dengan mortar. Nano-kalsium yang telah diperoleh
dilakukan analisis fisikokimia meliputi rendemen, derajat putih (whitness metre),
ukuran partikel (PSA), proksimat, analsis kalsium dan fosfor, karakteristik gugus
fungsi (FTIR), karakterisasi morfologi (SEM/EDS) dan karakterisasi derajat
kristalinitas (XRD). Alur proses pembuatan serbuk nano-kalsium dapat dilihat pada
Gambar 2.
6

Tepung tulang ikan


madidihang

Perlakuan konsentrasi
Perendaman HCl selama 24 jam
HCl: 0.5; 1; 1.5 N*

Ekstraksi HCl (90°C, 1.5 jam)

Penyaringan filtrat

Presipitasi dengan NaOH 3 N Filtrat

Endapan kalsium

Netralisasi

Dekantasi Filtrat

Endapan kalsium

Pengeringan dengan oven 105°C

Pembakaran di atas hot plate

Pengabuan dalam tanur 600°C


- Rendemen - Derajat putih
- PSA - Proksimat
Serbuk nano-kalsium
- Ca & P - FTIR
- SEM/EDS - XRD

Gambar 2 Alur proses pembuatan serbuk nano-kalsium


(*modifikasi metode Fernandez et al. 1999)

Pembuatan Tablet Effervescent


Bahan-bahan yang digunakan terlebih dahulu dicampur rata pada RH
ruangan. Sebanyak 200 gram nano-kalsium lebih awal dicampur dengan 40%
natrium bikarbonat, ditambahkan 24% asam sitrat, 16% asam tartarat, dan 15%
sukrosa diaduk hingga rata sampai diperoleh campuran yang homogen. Alur proses
pembuatan tablet effervecent nano-kalsium dapat dilihat pada Gambar 3.

Serbuk nano-kalsium
dan effervecent mix

Homogenisasi

Pencampuran

Pengepresan

Effervecent
nano-kalsium

Gambar 3 Alur proses pembuatan tablet effervecent nano-kalsium


7

Prosedur Analisis

Rendemen (AOAC 2005)


Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input
dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah dengan rumus sebagai
berikut:

Berat akhir (g)


Rendemen (%) = x 100%
Berat awal (g)

Derajat Putih (Faridah et al. 2006)


Alat yang digunakan dalam menganalisis nano-kalsium ikan madidihang
adalah whiteness meter. Prinsip kerja alat ini adalah melalui pengukuran indeks
refleksi dari permukaan sampel dengan sensor fotodioda. Semakin putih sampel,
maka cahaya yang dipantulkan semakin banyak, begitu pula sebaliknya semakin
jelek sampel maka cahaya yang dipantulkan juga semakin sedikit. Contoh sebanyak
3 gram sampel ditempatkan dalam satu wadah. Suhu sampel diseimbangkan dengan
meletakkan wadah sampel di atas tester. Wadah berisi sampel serta cawan berisi
standar (berupa serbuk BaSO4) dimasukkan ke tempat pengukuran dan alat akan
menampilkan nilai derajat putih. Pengukuran derajat putih sebagai berikut:

Derajat putih sampel


Derajat putih (%) = x 100%
110

Ukuran Partikel (Rawie 2011)


Ukuran partikel dilakukan menggunakan PSA (Particle Size Analyzer)
merek Vasco-PSA, reflactometer Arago DL 135, Cordouan. Sampel diukur
menggunakan metode LALLS (Low Angle Laser Light Scattering) dapat digunakan
untuk ukuran partikel 0.1-3000 µm. Sumber sinar laser pada intensitas gas He-Ne
(λ=0.63µm). Sebanyak 2 mg sampel dilarutkan menggunakan akuades, pelarut
organik atau nonorganik untuk membentuk larutan suspensi kemudian dilakukan
pengukuran.

Analisis Proksimat
a. Kadar air (AOAC 925.09 2005)
Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit
atau sampai diperoleh berat tetap, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam
cawan dipanaskan dalam oven selama 3–4 jam pada suhu 105–110°C. Cawan
didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase
kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

B1 - B2
Kadar air (%) = x 100%
B

Keterangan: B = berat sampel (g)


B1 = berat (sampel cawan + cawan) sebelum dikeringkan (g)
B2 = berat (sampel cawan + cawan) setelah dikeringkan (g)
8

b. Kadar abu (AOAC 941.12 2005)


Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin
dipanaskan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3–5 gram sampel
dimasukkan dalam cawan porselin lalu dibakar ampai tidak berasap lalu diabukan
dalam tanur suhu 600°C sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu),
setelah didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan.
Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut:

Berat abu (g)


Kadar abu (%) = x 100%
Berat sampel (g)

c. Kadar protein (AOAC 920.87 2005)


Sampel ditimbang 1–2 gram lalu dimasukan ke dalam labu kjeldahl,
ditimbang 1.9 gram K2SO4, 40 mg HgO dan 2.0±0.1 ml H2SO4 dan dididihkan
sampai cairan bewarna jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke dalam alat
destilasi. Labu kjeldahl dicuci dengan air 1–2 ml, air cucian dimasukan ke dalam
alat destilasi dan ditambahkan 8–10 ml larutan NaOH–NaS2O3.
Dibawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3
dan 2–4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil 0.2% dan 1 bagian metil biru 0.2%
dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor hingga ujung kondensor terendam
dalam larutan H3BO3. Hasil dari destilasi ini dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N.
Blanko juga dikerjakan seperti prosedur di atas. Kadar protein dapat dihitung
dengan rumus:
(mL sampel - mL HCl blanko) x N HCl x 14.007 x 6.25
Kadar protein (%) = x 100%
Berat sampel (mg)

d. Kadar lemak (AOAC 960.39 2005)


Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah ekstraksi soxhlet.
Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven,
didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak 5 gram
dibungkus dengan kertas saring, kertas saring yang berisi contah tersebut
dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan
abu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu
lemak secukupnya, dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang
turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih.
Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung
kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven
itu didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan
berat lemak dapat diketahui. Kadar lemak sampel dapat dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:

Berat lemak (g)


Kadar lemak (%) = x 100%
Berat sampel (g)

Analisis Kalsium (AOAC 968.08 2005)


Pembuatan larutan kalsium standar. Terhadap larutan stok Ca 1000 ppm,
dibuat deret standar 2, 4, 8 ppm dengan memipet 0.2; 0.4; 0.8 larutan stok Ca 1000
9

ppm, masing-masing ke dalam labu ukur 100 ml. Lalu ditambahkan larutan
Cl3La.7H2O (lantan) sebanyak 1 ml ke dalam masing-masing labu takar dan
ditambahkan akuades sampai volume tepat 100 ml.
Penetapan sampel. Pengabuan basah (wet digestion) menggunakan HNO3
65%, HClO4 60% dan HCl 37%. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 150 ml dan diberi HNO3 5 ml, kemudian didiamkan selama 1 jam.
Sampel selanjutnya dipanaskan selama 4 jam di atas hot plate, dan didinginkan.
Setelah itu ditambahkan H2SO4 (pa = pro analisis) sebanyak 0.4 ml dan dipanaskan
kembali selama 30 menit. Sampel diangkat dari hot plate dan diberi larutan
HClO4:HNO3 (2:1) sebanyak 3 ml, kemudian dipanaskan selama 15 menit hingga
sampel menjadi bening. Sampel ditambahkan dengan 2 ml akuades dan 0.6 ml HCl
(pa), setelah bening dipanaskan hingga larut dan didinginkan. Sampel diencerkan
sampai volume tertentu (aliquot 100 ml), kemudian disaring dengan menggunakan
kertas saring Whatman No. 42. Aliqout diambil sebanyak 1 ml, dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades 4 ml serta lantan 0.05 ml selanjutnya
divortex, disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit dan filtrat
dibaca dengan nyala atomisasi AAS pada panjang gelombang (λ) 422.7 nm. Hasil
absorbansinya dibandingkan dengan standar Ca yang telah diketahui. Analisis
kalsium dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

(ml aliqout/1000) x FP x (ppm sampel - ppm blanko)


Ca = x 100%
mg sampel

Ket: FP = faktor pengenceran


Ca(mg/100) = % Ca x 1000

Kadar Fosfor (AOAC 948.09 2005)


Preparasi larutan. Sebanyak 10 g amonium molibdat diencerkan dengan 60
ml akuades dalam labu takar, kemudian ditambahkan 28 ml H2SO4 pekat secara
bertahap dan diencerkan dalam akuades hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan
ammonium molibdat (NH4)6MnO24.4H2O) 10% (Larutan A). Sesaat sebelum
dianalisis, larutan A diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan dengan 60 ml
akuades dan 5 gram FeSO4.7H2O dalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml
untuk menghasilkan larutan B.
Pembuatan larutan standar. Sebanyak 4.394 g KH2PO4 dilarutkan dalam
akuades sampai 1000 ml agar didapatkan konsentrasi P sebesar 1000 ppm.
Sebanyak 10 ml larutan tersebut kemudian diencerkan dengan penambahan akuades
400 ml sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 25 ppm. Kemudian dibuat
konsentrasi larutan standar P = 2, 3, 4 dan 5 ppm masing-masing sebanyak 5 ml
dengan mengambil larutan standar 25 ppm berturut-turut sebanyak 0.4; 0.6; 0.8 dan
1.0 ml. Masing-masing volume tersebut ditambahkan 2 ml larutan B dan akuades
hingga 5 ml, kemudian dibaca dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang
(λ) 660 nm.
Penetapan sampel. Larutan sampel ditambahkan 2 ml larutan B, lalu dipipet
ke dalam kuvet sebanyak 3 ml dan dibaca pada λ = 660 nm. Nilai absorbansi larutan
standar 2, 3, 4 dan 5 ppm diukur dan diregresikan sehingga didapat persamaan
y = a + bx. Kemudian nilai absorbansi sampel (y) dimasukkan untuk mendapatkan
nilai konsentrasi sampel (x) Perhitungan kadar fosfor menggunakan rumus:
10

C x 2,5
Fosfor dalam sampel (P2O5)(%) =
W

Ket:
C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100 ml) yang terbaca dari kurva standar
W = berat sampel yang digunakan

Karakterisasi Gugus Fungsi (Huang et al. 2011)


Analisis sampel menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared) dapat
mengidentifikasi gugus fungsi dalam sampel, sebanyak 2 mg sampel bubuk kalsium
dicampurkan dengan 200 mg KBr, dihomogenisasi, lalu dibentuk pelet
menggunakan pompa hidrolik sehingga membentuk kepingan tipis. Pengukuran
spektrum sampel menggunakan FTIR (Spectrum one-FT-IR Spectrometer C69526,
Perkins Eimer Precisely, dihubungkan dengan PC yang dilengkapi perangkat lunak
OPUS) pada area IR (4000–400 cm-1), spektrum dihasilkan dengan kecepatan 32
detik dan resolusi 4 cm-1. Tampilan data spektrum yang terdapat titik serapan
kemudian diubah ke dalam format DPT (data point table) untuk keperluan
pengolahan data. Selain data spektrum asli, dihasilkan pula data dengan perlakuan
pendahuluan berupa garis dasar koreksi, normalisasi (nilai serapan diatur sehingga
serapan tertinggi bernilai satu dan serapan terendah bernilai nol).

Karakterisasi Morfologi (Cornor et al. 2003)


Analisis sampel menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) untuk
mengetahui morfologi sampel, sebanyak 2 mg sampel diletakkan pada plat
alumunium dan didistribusikan pada permukaan plat tersebut kemudian dilapisi
dengan emas-palladium (60:40) setebal 48 nm, selanjutnya sampel diamati
menggunakan SEM (JEOL, JSM-35C) pada tegangan 22 kV. EDS (Energy
Dispersive X-ray Spectroscopy) merupakan satu perangkat dengan SEM.
Karakterisasi menggunakan EDS adalah suatu teknik yang dapat diterapkan dalam
penentuan komposisi unsur permukaan. Teknik ini memanfaatkan sinar-Xyang
dipancarkan oleh unsur-unsur pada permukaan tampak sampel akibat dibombardir
oleh elektron.

Karakterisasi Derajat Kristalinitas (Huang et al. 2011)


Analisis sampel menggunakan XRD (X-ray Diffraction) dilakukan untuk
mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel, menentukan ukuran kristal dan
kristalinitas. Sampel dikarakterisasi menggunakan alat XRD (Emma GBC) yaitu
200 mg sampel dicetak langsung pada alumunium ukuran 2x2.5 cm dengan bantuan
perekat, kemudian dihamburkan dengan Cu dengan panjang gelombang (λ) 1.5406
Å pada kisaran 2Ɵ pada suhu 10° sampai 80° dan ukuran langkah 0.1°.

Analisis Data

Rancangan percobaan untuk pembuatan tepung tulang ikan madidihang


adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu perebusan tulang
dengan frekuensi 1, 2 dan 3 dengan masing-masing tiga kali ulangan
(Steel dan Torrie 1993). Model matematiknya adalah sebagai berikut:
11

Model Rancangan: Yij = µ + Ai + ɛij

Dimana:
Yij = Respon pecobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan
ke-j
µ = Nilai tengah umum atau rataan
Ai = Faktor A (A = perebusan) taraf ke-i (i = 1; 2; 3)
ɛij = Pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh faktor ke-A taraf
ke-i pada ulangan ke-j (j = 1,2,3)

Rancangan percobaan untuk pembuatan serbuk nano-kalsium adalah


rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu penambahan asam dengan taraf
0.5, 1 dan 1.5 N dengan masing-masing tiga kali ulangan (Steel dan Torrie 1993).
Model matematiknya adalah sebagai berikut:

Model Rancangan: Yij = µ + Ai + ɛij

Dimana:
Yij = Respon pecobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan
ke-j
µ = Nilai tengah umum atau rataan
Ai = Faktor A (A = penambahan asam) taraf ke-i (i = 0.5; 1; 1.5)
ɛij = Pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh faktor ke-A taraf
ke-i pada ulangan ke-j (j = 1,2,3)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia Press.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of
Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington,
DC (US): AOAC.
Badan Pusat Statistik. 2001. Produksi Perikanan Laut yang dijual di Tempat
Pelelangan Ikan. Jakarta (ID). Hal. 20.
Chen R, Yong Q, Li R, Zhang Q, Liu D, Wang M, Xu Q. 2010. Methezolamide
calcium phosphate nanoparticles in a ocular delivery system. Yakugazu
Zasshi. 130(3):419-424. The Pharmeceutical society of Japan.
Connor DJ, Sexton BA, Smart R. 2003. Surface Analysis Methods in Materials
Science, (Springer-Verlag, Germany).
Elfauziah R. 2003. Pemisahan kalsium dari tulang kepala ikan patin (Pangasius sp.)
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Inrasti D. 2006. Modul Praktikum
Analisis Pangan. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
12

Fernandez UR, Calvo P, Remunan LC, Vila JJL, Alonso MJ. 1999. Enhancement
of nasal absorption of insulin using chitosan nanoparticle. Journal of
Pharmaceutical Research 16 (10): 1576-1581.
Huang YC, Hsiao PC, Chai HJ. 2011. Hydroxyapatite extracted from fish scale:
Effects on MG63 osteoblast-like cells. Ceramics Int. 37:1825-1831.
Houtkooper L, Farrell VA. 2011. Calcium Supplement Guidelines. College of
Agriculture & Life Sciences, The University of Arizona. International.
Number 1/96. Januari/February.
Ismanadji I, Djazuli N, Widarto, Istihastuti T, Herawati N, Ismarsudi, Lasmono
2000. Laporan Perekayasaan Teknologi Pengolahan Limbah. Jakarta:
Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal
Perikanan.
[Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 2009. Berdiri Tegak, Bicara Lantang,
Kalahkan Osteoporosis. http://depkes.go.id. (25 November 2017).
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Ekspor Produk Perikanan
2011.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2014. Statistik Produksi Perikanan Indonesia.
Kim SK, Mendis E. 2006. Bioactive compounds from marine processing by
products – A review. Food Res Intl. 39:383-393.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1986. The Theory and Practise of Industrial
Pharmacy, 3rd edition. Lea & Febiger, Philadelphia (US): 643-718.
Lestari S. 2001. Pemanfaatan tulang ikan tuna (limbah) untuk pembuatan tepung
tulang [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Maulida. 2005. Pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang sebagai suplemen
dalam pembuatan biskuit (Crackers) [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi Sumber, Fungsi,
dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia Jilid II. Jakarta (ID): Pustaka Sinar
Harapan.
Mulia. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai
alternatif sumber kalsium dalam produk mi kering [skripsi]. Bogor (ID):
Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Sittikulwitit S, Sirichakwal PP, Puwastien P, Chavasit V, Sungpuag P. 2004. In
vitro bioavailability of calcium from chicken bone extract powder and its
fortified products. J. Food Comp and Anal. 17:321-329.
doi:10.1016/j.jfca.2004.03.023.
Steel RGD, Torrie JH. 1993 Principles and Procedures of Statistics Indeks.
Penerjemah: Sumantri B. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Subasinghe S. 1996. Inovative and value-added tuna product and markets. Infofish
Suptijah P, Hardjito L, Haluan J, Suhartono MG. 2010. Recovery dan manfaat
nanokalsium hewan perairan (dari cangkang udang). Logika 2(7):061-064.
Thalib A. 2009. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus
albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai
Gizi Makron Kenari [tesis]. Bogor (ID): Jurusan Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
13

Toya T, Jotaki R, Kato A. 1986. Specimen Preparation in EPMA and SEM. JEOL
Training Center EP Section.
Trilaksani W. 2006. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp.) sebagai
Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Buletin Tek. Hasil
Perikanan: IX(2):59-61.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Risalah Widya Karya Pangan dan
Gizi. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai