Makalah Telur Daging, Tepung

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TELUR DAN DAGING

TEPUNG TELUR

Kelompok 1
Nama Anggota:
Silvia Roza 05031382126077
Pipit Savitri 05031382126082
Melisa 05031382126087
Rafly Aryaputra Moniaga 05031382126095

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat-Nya, kami segenap anggota kelompok satu dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Pengolahan Tepung Telur” ini tepat
waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Eli Sahara sebagai
dosen pengampu mata kuliah Teknologi Pengolahan Telur dan Daging yang
telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga
apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, 16 April 2023

Kelompok 1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1..............................................................................................................
Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2..............................................................................................................
Rumusan Masalah............................................................................... 1
1.3..............................................................................................................
Tujuan.................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1. Karakteristik Telur Ayam Kampung dan Telur Ayam Ras................ 3
2.2. Kualitas Telur..................................................................................... 3
2.3. Proses Pembuatan Tepung Telur........................................................ 3
2.4. Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Tepung Telur Ayam Ras.................. 5
2.5. Kandungan kimia dan Fisik Tepung Telur setelah Blanching..................... 6
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................. 11
3.1. Kesimpulan......................................................................................... 11
3.2. Saran................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Telur merupakan sumber protein hewani yang hampir sempurna. Telur ayam
merupakan bahan pangan sempurna yang mengandung zat gizi seperti protein
(12.8 %) dan lemak (11.8 %). Dalam 100 g telur utuh juga mengandung vitamin
A sebesar 327.0 SI dan mineral sebesar 256.0 mg. Telur mengandung protein
bermutu tinggi karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap dan
nilai biologi yang tinggi, yaitu 100%. Telur terdiri atas tiga komponen utama yaitu
cangkang telur (kerabang) dengan selaput, putih telur dan kuning telur. Tingginya
kadar air, lemak dan protein pada telur, menjadikan telur sebagai media
pertumbuhan bakteri yang baik sehingga umur simpannya cukup singkat. Kualitas
telur yang baik adalah yang dikonsumsi dalam rentang 17 hari (Kurniawan et al.,
2014). Kelemahan penggunaan telur segar pada industri pengolahan pangan
adalah bulky, rapuh dan sifatnya yang mudah rusak. Berdasarkan hal tersebut agar
telur memiliki kualitas yang terjaga dan umur simpan yang lebih lama, perlu
dilakukan pengawetan. Salah satunya pengawetan dengan teknologi pengeringan
menjadi tepung (Wulandari dan Arief, 2022).
Pengeringan telur menjadi tepung memiliki banyak keuntungan, diantaranya
adalah kemudahan penyimpanan, distribusi, perlindungan terhadap pertumbuhan
mikroba (aktivitas air rendah), penurunan berat per-volume telur utuh, umur
simpan yang lebih lama. Penggunaan tepung telur sebagai bahan tambahan ke
produk pangan lain lebih mudah dibandingkan dengan penggunaan telur segar
(Abreha et al., 2021). Salah satu kendala dalam pembuatan tepung telur adalah
terjadinya proses browning pada tepung telur. Browning terjadi karena adanya
glukosa dalam telur cair yang bereaksi dengan gugus amino dari protein. cara
untuk mengurangi terjadinya proses browning yaitu dengan menggunakan uap air
panas (Steam Blanching) dalam pembuatan tepung telur. Blansing merupakan
tahap pengolahan sebelum pengeringan yang bertujuan untuk memadatkan bahan,
mencegah terjadinya perubahan suhu secara tiba-tiba dan menginaktifkan enzim
yang dapat mengubah warna, rasa dan tekstur (Riyada, 2022).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan dari judul makalah sebagai berikut :
1. Apa tujuan dari pengolahan tepung telur?
2. Apa manfaat pengolahan tepung telur?
3. Bagaimana pengaruh pengolahan terhadap karakteristik gizi tepung telur?
4. Bagaimana menentukan jangka waktu blansing dengan uap air yang tepat,
sehingga diperoleh beberapa karakteristik tepung telur yang baik?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :
1. Mengetahui bagaimana proses pembuatan tepung telur.
2. Mengetahui karakteristik gizi dan fungsional tepung telur.
3. Mengetahui manfaat pembuatan tepung telur.
4. Mengetahui karakteristik tepung telur setelah dilakukan blansing.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Karakteristik Telur Ayam Kampung dan Telur Ayam Ras


Telur ayam merupakan salah satu produk utama hasil ternak selain daging
dan susu. Telur sebagai bahan pangan memiliki banyak kelebihan seperti,
kandungan gizi telur yang tinggi dan harga telur yang relatif murah dibandingkan
dengan bahan sumber protein lain. Struktur anotomi telur ayam memiliki bagian
utama yaitu kerabang telur 8-11 %, kuning telur 27-32 %, dan putih telur 56-61
%. Bobot ratarata telur ayam adalah 50-70 gram per butir. Telur ayam merupakan
produk hasil ternak yang mudah dijangkau dari segala kalangan masyarakat dan
memiliki nilai gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, lemak, dan
mineral. bagian putih telur merupakan sumber protein, sedangkan bagian kuning
telur didominasi oleh lemak. Lemak yang terdapat pada kuning telur sebagian
besar berikatan dengan protein dalam bentuk lipoprotein. Sebagai salah satu
sumber protein, putih telur mengandung asam amino yang lengkap (sebagai
sumber asam amino essensial) dan nilai biologis 100. Pada kuning telur terdapat
banyak senyawa fungsional yang sangat berperan dalam kesehatan otak seperti
misalnya kolin, sphingomyelin, serta senyawa yang melindungi mata yaitu lutein
dan zeaxanthin (Miranda et al., 2015).
Telur merupakan bahan yang mudah rusak (perishable). Telur ayam
mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba,
kerusakan secara fisik serta penguapan air dan gas-gas seperti karbondioksida,
amonia, nitrogen dan hidrogen sulfida dari dalam telur. Hal ini disebabkan oleh
karakteristik telur yang memiliki aw > 0.9, pH > 7, protein dan lemak yang
terkandung didalamnya, lama penyimpanan, suhu, kelembaban relatif dan kualitas
kerabang telur. Penurunan kualitas pada telur dapat dicegah dengan metode
pengawetan telur salah satunya pengeringan telur. Pengeringan ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air hingga batas tertentu sehingga mikroba tidak dapat
tumbuh pada telur. Selain nilai gizi yang terdapat di dalam telur, hal lain yang
sangat penting dalam aplikasi telur adalah sifat fungsional telur. Sifat fungsional
telur adalah kemampuan telur menjalankan fungsinya dalam bahan pangan. Sifat
fungsional telur terbagai atas dua yaitu putih telur dan kuning telur. Sifat
fungsional putih telur terdiri atas kemampuan koagulasi, kemampuan daya busa,
kontrol kristalisasi pada produk konfeksioneri. Sifat fungsional kuning telur
adalah kemampuan mengemulsi dan control warna. Perubahan dari sol menjadi
gel ini disebut koagulasi. Koagulasi melewati beberapa tahap, tahap koagulasi
adalah: denaturasi, agregasi, polimerisasi dan koagulasi. Koagulasi pada telur
bersifat irreversible atau koagulasi tersebut tidak dapat kembali ke bentuk semula.
Kemampuan koagulasi dipengaruhi oleh protein putih telur yaitu ovalbumin,
conalbumin, ovomucoid, lysozyme dan ovomucin. Selain itu, koagulasi juga
dipengaruhi oleh suhu dan lama pemasakan, media pemasakan dan bahan
tambahan pangan. Pada aplikasi bahan pangan yang terkait dengan kemampuan
koagulasi adalah telur rebus, telur mata sapi, pembuatan cake.
Kemampuan daya busa dipengaruhi oleh protein putih telur yaitu globulin,
ovumucin-lysozyme dan ovalbumin. Selain itu kemampuan daya busa
dipengaruhi oleh lama dan kekuatan pengocokan, bahan tambahan pangan, suhu
dan lama pemasakan. Kemampuan daya kembang dapat dilihat pada pembuatan
cake, sponge cake, custard. Daya busa dipengaruhi oleh umur telur. Umur telur
yang semakin lama maka daya busa yang dihasilkan semakin baik. Hal ini
dikarenakan terjadinya ikatan kompleks ovomucin-lysozime yang menyebabkan
putih telur semakin encer. Pengocokan putih telur encer akan menghasilkan
volume daya buih yang tinggi. Stabilitas busa telur merupakan kebalikan dari
daya busa telur. Semakin lama umur telur maka stabilitas busa telur semakin
rendah, dikarenakan ovomucin yang berperan pada telur segar sebagai protein
pengikat air sudah lemah sehingga kestabilan buih telur rendah.
Fungsi putih telur pada produk konfeksioneri adalah: (a) mencegah
kristalisasi gula, (b) membantu menangkap udara, (c) mencegah kerusakan produk
dan (d) menangkap air. Kemampuan telur sebagai pengemulsi dipengaruhi oleh
konsentrasi lesitin yang terdapat pada kuning telur. Faktor lain dari kemampuan
sebagai emulsi adalah sistem emulsi yang ada, bahan tambahan pangan dan juga
teknologi proses yang digunakan. Sifat fungsional kontrol warna dimiliki oleh
pigmen yang terdapat pada kuning telur, yaitu xantophylls, lutein and
zeaxanthines. Produk-produk yang terkait dengan kontrol warna adalah produk
bakeri, mie, ice creams dan omelets.
2.2. Kualitas Telur
Proses pemasakan teluryang biasa dilakukan dirumah tangga tidak banyak
merusak zat-zat gizi yang terdapat dalam telur. Oleh karena itu dipandang dari
segi gizinya telur mentah dan matang tidak banyak perbedaannya, malah telur
yang dimasak mempunyai beberapa keuntungan, misalnya Salmonella sp, yang
mungkin terdapat dalam telur dapat musnah karena pemanasan. Kuman tersebut
dapat masuk kedalam telur melalui pori-pori kulit telur, yang dapat menyebabkan
penyakit dan infeksi pada manusia. Dibalik keunggulan kualitas tersebut ternyata
telur mempunyai kelemahan-kelemahan yakni berkaitan dengan karakteristik dan
sifat telur itu sendiri. Pertama, telur mempunnyai sifat mudah sekali mengalami
kerusakan (perishable) oleh pengaruh temperatur lingkungan. Kedua, telur mudah
menjadi busuk akibat bakteri dan virus yang mencemari selama dipanen dan
sesudahnya. Ketiga, secara fisik konstruksi kulit telur mudah pecah atau retak
sehingga mempermudah tercemar oleh mikroorganisme. Kerusakan telur dapat
pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur
masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur terutama disebabkan oleh
kotoran yang menempel pada kulit telur.
Cara mengatasi dengan pencucian telur sebenarnya hanya akan mempercepat
kerusakan. Jadi padaumumnya telur yang kotor akan lebih awet daripada yang
telah dicuci. Penurunan mutu telur sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan
dan kelembaban ruang penyimpanan. Penggunaan panas merupakan salah satu
cara pengawetan bahan makanan yang sudah dikenal secara luas seperti merebus,
menggoreng atau pemanasan lainnya. Adanya perlakuan pemanasan akan terjadi
perubahan bahan pangan baik perubahan fisik maupun kimia. Blansing
merupakan salah satu cara pemanasan dan merupakan tahap pemanasan
pendahuluan, pemanasan bahan pangan ini dapat dilakukan dengan cara
menggunakan air panas atau uap air. Tujuan dari blansing adalah untuk
memadatkan bahan, mengurangi jumlah bakteri, menginaktifkan enzim dan
memperbaiki tekstur (Winarno dan Betty Srilaksmi, 1974). Blansing dengan uap
air merupakan salah satu tahap pengolahan sebelum telur dikeringkan. Suhu uap
air yang digunakan dalam proses ini adalah 82 °C –93 °C (suhu blansing), dengan
dilakukan blansing maka emulsi telur akan berubah bentuk dari bentuk cair (sol)
menjadi bentuk semi padat (gel). Perubahan bentuk ini disebut koagulasi yang
disebabkan adanya pemanasan. Terjadinya koagulasi ini mengakibatkan
terjadinya penggumpalan protein, sehingga emulsi telur akan menggumpal.

2.3. Proses Pembuatan Tepung Telur


Pengeringan telur bertujuan untuk mengurangi dan mencegah aktivitas
mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Pembuatan telur
menjadi tepung telur dapat pula mengurangi ruang penyimpanan, mempermudah
penanganan dan transportasi. Tahapan pembuatan tepung telur adalah persiapan
bahan baku, pemecahan telur dan filtrasi, pasteurisasi, pengeringan, penyimpanan,
pengemasan dan distribusi. Telur yang dibuat tepung sampai saat ini berasal dari
telur ayam ras. Hal ini disebabkan telur ayam ras diproduksi dalam jumlah yang
mencukupi di berbagai negara. Untuk telur selain ayam ras belum banyak
diproduksi sebagai tepung telur karena jumlah produksi yang masih terbatas,
sehingga belum efisien jika diproduksi sebagai tepung telur. Persiapan Bahan
Baku. Bahan baku berupa telur ayam ras segar yang berumur 1-2 hari. Tahap
persiapan bahan dimulai dari menyeleksi telur segar menggunakan candler.
Putih telur yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan standar USDA
termasuk dalam kelompok AA sampai A yang memiliki ciri-ciri seperti warnanya
putih bening, kental, bersih dan bebas dari noda (bercak darah dan bercak daging).
Tahap berikutnya adalah pencucian telur. Pencucian telur dilakukan dengan air
hangat yang bertujuan untuk mencegah terkontaminasi mikroba pada isi telur.
Pasteurisasi. Pasteurisasi pada produk pangan terutama telur telah lama
digunakan. Tujuan perlakuan pasteurisasi adalah untuk membunuh beberapa
bakteri patogen yang terdapat di dalam telur. Bakteri patogen utama yang
difokuskan adalah Salmonella, karena bakteri ini secara umum berasosiasi dengan
telur dan produk telur. Pasteurisasi merupakan proses pemanasan pada suhu dan
waktu tertentu. Proses tersebut akan membunuh bakteri patogen yang berbahaya
seperti Salmonella pada telur. Pasteurisasi yang dilakukan terhadap putih telur,
kuning telur dan telur utuh menggunakan metode HTST (High Temperature Short
Time). Metode ini memanfaatkan suhu yang tinggi dan waktu kontak antara panas
dan bahan singkat. Suhu yang digunakan dalam pasteurisasi putih telur yaitu 55.6
°C selama 3.1 menit, kuning telur pada suhu 60 °C selama 1 menit dan telur utuh
pada suhu 60 °C selama 1.75 menit. Pengeringan telur akan menghasilkan produk
berupa tepung telur atau telur bubuk. Proses pengeringan telur dilakukan untuk
mengeluarkan air dari cairan telur dengan cara penguapan hingga kandungan air
menjadi lebih sedikit. Metode pengeringan yang digunakan dalam pembuatan
tepung telur terdiri dari tiga macam yaitu pengeringan semprot (spray drying),
pengeringan secara lapis (pan drying) dan pengering beku (freeze drying) (Ndife
et al., 2010). Pengeringan semprot merupakan metode yang paling sering
digunakan untuk memproduksi tepung. Prinsip metode ini adalah menyemprotkan
cairan telur ke dalam aliran udara panas, sehingga permukaan cairan telur menjadi
sangat luas dan pengeringan berlangsung dengan cepat. Pengeringan semprot
biasa digunakan untuk telur utuh dan kuning telur, tetapi tidak digunakan untuk
membuat tepung putih telur. Metode pengeringan secara lapis merupakan metode
pengeringan yang mudah dilakukan dan membutuhkan biaya yang tidak mahal.
Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan oven. Suhu yang digunakan
berkisar antara 45-50 oC dengan tebal lapisan bahan sekitar 6 mm akan dihasilkan
produk kering dengan kadar air 5 . Menurut Koc et al., (2011) penggunaan tepung
telur hasil pengeringan dengan pengering semprot dapat digunakan sebagai
pengganti telur segar pada produk biskuit untuk bayi dan balita. Hasil penggunaan
tepung telur hasil pengeringan dengan pengering semprot stabil dan dapat
digunakan untuk industri skala besar segmen industri makanan terutama untuk
makanan bakery, fast food (omelet), mayonnaise dan saus salad. Penggunaan
tepung telur akan memudahkan industri, terutama industri skala menengah dan
besar di dalam penanganan, pengemasan, penyimpanan dan proses pengolahan
dibandingkan dengan penggunaan dengan telur segar.

2.4. Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Tepung Telur Ayam Ras
Sifat fungsional tepung telur, tepung putih telur dan kuning telur dapat dilihat
pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, aktivitas air (aw) tepung putih telur pada
kisaran 0.4 sd 0.5. Nilai ini sangat bermanfaat untuk mencegah pertumbuhan
mikroba. Aktivitas air (aw) adalah jumlah air minimal yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroba. Semakin tinggi nilai aw, semakin mudah mikroba tumbuh.
Mikroba tumbuh pada kisaran aw minimal 0.6 sd 0.7 untuk kapang, 0.8 sd 0.9
untuk khamir dan lebih dari 0.9 untuk bakteri. Berdasarkan penelitian Ndife et al.
2010 seperti terlihat pada Tabel 4, menunjukkan bahwa metode pengeringan oven
yang digunakan berpengaruh terhadap beberapa sifat fungsional dari komponen
tepung telur. Kapasitas emulsi 74.00 % dan stabilitas emulsi 72.40 % tertinggi
untuk tepung kuning telur. Hal ini disebabkan senyawa yang berpengaruh
terhadap kemampuan emulsi adalah lesitin yang terdapat pada kuning telur.
Penelitian Abreeha et al., (2021) menunjukkan kisaran kapasitas emulsi tidak
berbeda antara pengeringan dengan oven (55.1 %) dan pengering semprot (54.5
%). Daya busa dan kestabilan busa tertinggi adalah tepung putih telur 97.50 dan
78.30 %. Daya busa dan kestabilan busa dipengaruhi oleh protein yang terdapat
pada putih telur. Kapasitas penyerapan air dan minyak memiliki nilai yang
berbeda-beda. Sifat-sifat ini berpengaruh pada reologi, fungsional dan kualitas
memanggang dari produk. Sifat penyerapan minyak dan air dari telur juga
membantu mempertahankan kelembapan dan minyak selama memanggang dan
penyimpanan selanjutnya. Ini meningkatkan baik fisik dan kualitas sensorik dari
produk mereka (Ndife et al., 2010). Penelitian Abreeha et al., (2021)
menunjukkan kisaran daya busa tidak berbeda antara pengeringan dengan oven
(31.2 %) dan pengering semprot (29.5 %).
Indeks kelarutan, yang merupakan salah satu sifat yang berhubungan dengan
protein, menunjukkan nilai 96.00 % untuk tepung putih telur, 92.00 % untuk
tepung telur dan 88.00 % untuk tepung kuning telur. Suhu optimal 44 °C yang
digunakan dalam pengeringan oven tidak berdampak negatif pada indeks
kelarutan. Metode pengeringan oven yang digunakan tidak signifikan
mempengaruhi suhu koagulasi yang 64.0, 66.5 dan 63.0 °C untuk tepung telur
tepung kuning telur dan tepung putih telur. Oleh karena itu, dapat digunakan
sebagai bahan pengikat dan pengental dalam olahan makanan seperti: seperti saus
dan pudding (Ndife et al., 2010). Nilai gizi tepung telur, tepung putih telur dan
tepung kuning telur dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil penelitian Abreeha et al.,
(2021) menunjukkan pengeringan telur dengan pengering semprot dan oven
menghasilkan kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar karbohidrat dan energi
yang tidak jauh berbeda. Kadar air yang didapatkan pada penelitian tersebut
sesuai dengan standar UNECE (2010) yaitu maksimal 5 %. Demikian juga dengan
kadar protein dan kadar lemak. Kadar air yang rendah akan memperpanjang umur
simpan produk sehingga memudahkan dalam penyimpanan, pengemasan dan
distribusi. Kadar protein yang tinggi sangat menguntungkan karena tepung telur
merupakan produk yang diklaim sebagai sumber protein. Hasil penelitian Ndife et
al. (2010) pada Tabel 6 menunjukkan kadar air tepung telur di atas SNI 01-
43231996 (5 %) yaitu 6.74 %. Kadar air tepung putih telur sesuai dengan SNI 01-
4323-1996 yaitu di bawah 8 %, yaitu 7.17 %. Kadar air tepung kuning telur sesuai
dengan SNI 01-4323-1996 yaitu di bawah 5 %, yaitu 3.88 %. Kadar protein
tepung putih telur dan kuning telur masih di bawah SNI 01-4323-1996. Hal ini
disebabkan belum optimalnya proses pengeringan yang dilakukan. Kadar protein
tepung telur sesuai dengan SNI 01-4323-1996, yaitu minimal 45 %. Kadar lemak
tepung kuning telur yang dihasilkan juga masih belum sesuai dengan standar
UNECE (2010).

2.5. Kandungan kimia dan Fisik Tepung Telur setelah Blanching


Kadar air merupakan komponen penting dalam bahan makanan, karena air
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Berdasarkan
hasil uji statistik pengaruh Jangka waktu Blansing dengan uap air terhadap kadar
air tepung telur, terdapat perbedaan pengaruh yang nyata. angka waktu blansing
dengan uap air berbeda pengaruhnya terhadap kadar air tepung telur yang
dihasilkan. Pada jangka waktu blansing satu menit memiliki kadar air tepung telur
sebesar 2.45 % dan berbeda nyata dengan jangka waktu blansing 3 menit (2.75
%), 5 menit (3.40 %), 7 menit (3.97 %) dan 9 menit (4.67). Jangka waktu blansing
dengan uap air yang semakin lama kecenderungan kadar air tepung telur yang
semakin meningkat. Hal ini diduga jangka waktu blansing dengan uap air pada
pembuatan tepung telur yang semakin lama memberikan pengaruh terhadap daya
serap air terhadap emulsi/tekstur tepung telur yang semakin padat dan kompak,
dengan demikian kandungan air akan terperangkap di dalam jaringan tepung
telur.Air dalam bahan pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat
kebebasannya yaitu air bebas (free water), air terikat tidak terlalu kuat dan air
terikat kuat sekali.Pengurangan kadar air bisa menyebabkan perubahan yang nyata
terhadap konsentrasi zat-zat terlarut dalam bahan, viskositas/kekentalan dan
kecepatan reaksi yang terjadi dalam sel.
Protein merupakan zat gizi yang penting yang harus dikandung oleh produk
tepung telur, karena telur adalah kelompok bahan pangan yang kaya akan zat gizi
yang berguna bagi pertumbuhan. Diharapkan dengan pemanfaatan telur yang
diolah menjadi tepung telur, zat gizi khususnya protein dapat
dipertahankan.Berdasarkan hasil uji statistik pengaruh jangka waktu blansing
dengan uap air terhadap kadar protein tepung telur, terdapat perbedaan pengaruh
yang nyata. Jangka waktu blansing dengan uap air 9 menit menghasilkan kadar
protein tepung telur yang terendah yaitu sebesar 47.83% dan tidak berbeda nyata
dengan jangka waktu blansing 7 menit (48.93) tetapi berbeda nyata dengan jangka
waktu blansing dengan uap air 1 menit (50.06), 3 menit (49.97) dan 5 menit
(49.11). Penurunan kadar protein tepung telur diakibatkan, adanya pemanasan
atau suhu dapat menyebabkan terjadinya koagulasi protein, sehingga protein akan
rusak. Selain itu terjadinya penurunan kandungan protein juga dapat disebabkan
terjadinya deaminasi yaitu kadar N dari protein akan berkurang akibat pemanasan.
Masing-masing jangka waktu blansing dengan dengan uap air tidak menunjukkan
adanya perbedaan terhadap kadar lemak tepung telur yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan jangka waktu pemanasan yang rendah, sehingga lemak tidak
mengalami hidrolisis.
Warna Tepung Telur, Berdasarkan hasil uji statistik pengaruh jangka waktu
blansing terhadap warna tepung telur, terdapat perbedaan pengaruh yang nyata.
Semakin lama jangka waktu pemanasan, kesukaan warna terhadap tepung telur
semakin meningkat. Hal ini kemungkinan disebabkan warna tepung yang kuning
cerah karena degradasi dari pigmen karotenoid yang berwarna kuning tua di
dalam bahan. Pemanasan akan mengurangi kandungan warna pigmen , karena
karotenoid tidak stabil oleh adanya pemanasan. Semakin lama jangka waktu
pemanasan dapat merubah aroma tepung telur. Hal ini disebabkan kemungkinan
terjadi degradasi senyawa-senyawa aromatic seperti kandungan sulfur pada telur,
sehingga kesukaan terhadap aroma tepung telur semakin meningkat. jangka waktu
blansing dengan uap air memberikan perbedaan pengaruh terhadap tingkat
kesukaan terhadap tekstur tepung telur. Hal ini disebabkan tekstur tepung telur
yang lebih lembut, karena mengalami pemanasan terlebih dahulu. Penggunaan
suhupanas daya busa emulsi telur tetap mengembang sampai pada saat
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Tepung telur merupakan salah satu cara pengawetan yang tujuan utamanya
untuk memperpanjang umur simpan dan memudahkan dalam penggunaannya.
Nilai gizi dan sifat fungsional tepung telur, tepung putih telur dan tepung. kuning
telur tetap bisa memberikan hasil maksimal baik untuk produk bahan baku
ataupun sebagai bahan tambahan makanan. Penggunaan tepung telur akan
memudahkan industri, terutama industri skala menengah dan besar di dalam
penanganan, pengemasan, penyimpanan dan proses pengolahan dibandingkan
dengan penggunaan dengan telur segar. Angka waktu blansing dengan uap air
selama 3 menit menghasilkan karakterisik yang baik penetapan ini berdasarkan
analisis kimia terhadap kadar air tepung telur (2.75%), kadar protein (49.97%) dan
kadar lemak (35.83%) dan penilaian organoleptik terhadap Warna (3.40), Aroma
(4.30) dan Tekstur tepung telur (2.68).

3.2. Saran
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut terhadap proses pembuatan dan
pengembangan tepung telur serta memperbanyak pengetahuan masyarakat terkait
manfaat dan keunggulan tepung telur melalui sminar ataupun penyuluhan.
DAFTAR PUSTAKA

Abrehaa, E., P. Getachewa, A. Laillou, S. Chitekweb, dan K. Baye. 2021.


Physico-Chemical and Functionality of Air And Spray Dried Egg Powder:
Implications to Improving Diets. International Journal of Food Properties,
24 (1): 152-162.

Koç, M., B. Koç, G. Susyal, M. S. Yilmazer, F. K. Ertekin, dan N. Bağdatlıoğlu.


2011. Functional and Physicochemical Properties of Whole Egg Powder:
Effect of Spray Drying Conditions. J Food Sci Technol, 48 (2):141-149.

Kurniawan, R., S. Juhanda, D. A. Wibowo, dan I. Fauzi. 2014. Pembuatan


Tepung Telur Menggunakan Spray Dryer dengan Nozzle Putar. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. Pengembangan Teknologi
Kimia Untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. hlm 1-7.

Miranda J. M., X. Anton, C. R. Valbuena, P. R. Saavedra, J. A. Rodriguez, A.


Lamas, C. M. Franco, dan A. Cepeda. 2015. Review : Egg And Egg-
Derived Foods: Effects on Human Health and Use As Functional Foods.
Nutrients, 7: 706-729.

Ndife, J., Udobi, C. Ejikeme, dan N. Amaechi. 2010. Effect of Oven Drying On
The Functional and Nutritional Properties Of Whole Egg And Its
Components. African Journal of Food Science, 4 (5): 254-257.

Riyada, D. 2022. Mempelajari Jangka Waktu Blansing dengan Uap Air terhadap
Beberapa Karakteristik Tepung Telur.  Jurnal Agribisnis dan Teknologi
Pangan, 2 (2), 136-145.

Tsivirko, I. L., I. V. Yatsenko, L. V. Busol, O. I. Parilovsky, А. М. Bogatyreva,


and R. O. Kryvorotko. 2021. Dry Egg Products And Definition Of Their
Safety And Quality. Veterinary Science, Technologies of Animal Husbandry
and Nature Management, 7:163-166.

Wulandari, Z., dan Arief, I. I. 2022. Tepung Telur Ayam: Nilai Gizi, Sifat
Fungsional dan Manfaat. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 10 (2), 62-68.

Anda mungkin juga menyukai