Proses Penyusunan Dan Penetapan Apbd Serta Struktur Apbd

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

PROSES PENYUSUNAN

DAN PENETAPAN APBD


SERTA STRUKTUR APBD
Kelompok 4
Dian Mustaqim F1315126
Mira Eka Irianti F1315131
Muhammad Suryanto F1315136
Sidya Yatra Subhiksa F1315141
Henry Sandika F1315146

STAR BPKP BATCH IV FEB UNS


[Type text]

PROSES PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD


SERTA STRUKTUR APBD
A. PENGERTIAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
(APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan
instrumen penting bagi pemerintah dalam rangka mewujudkan pelayanan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

B. FUNGSI ANGGARAN
APBD memiliki fungsi sebagai berikut.
1. Fungsi otorisasi
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran menjadi pedoman
bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran menjadi pedoman
untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.
C. PENDEKATAN PENGANGGARAN DAERAH
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
ada tiga pendekatan dalam penganggaran, yaitu:
1. Pendekatan Penganggaran Terpadu.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan
proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk

2
[Type text]

menghasilkan dokumen rencana kerja, dengan tidak ada lagi dikotomi


antara anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan.
Penganggaran menjadi lebih terarah karena dikaitkan langsung dengan
perencanaan program/kegiatan.
Dalam menghitung biaya input dan menaksir kinerja program sangat
penting untuk melihat secara bersama-sama biaya secara keseluruhan, baik
yang bersifat investasi maupun biaya yang bersifat operasional. Memadukan
(unifying) anggaran sangat penting untuk memastikan bahwa investasi dan
biaya operasional yang berulang (recurrent) dipertimbangkan secara
simultan pada saat-saat pengambilan keputusan dalam siklus penganggaran.
2. Pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja.
Penyusunan anggaran dalam penganggaran berbasis kinerja berorientasi
pada pencapaian keluaran dan hasil yang terukur (kinerja). Dalam
merealisasikan anggaran harus memperhatikan prinsip efisiensi dan
efektivitas. Efisien diukur dengan membandingkan antara input (misalnya
dana) yang digunakan dengan keluaran (output) yang diperoleh. Efektivitas
diukur dengan menilai apakah keluaran dapat berfungsi sebagaimana
diharapkan sehingga mendatangkan hasil (outcome) yang diinginkan. Pada
penyusunan anggaran dalam penganggaran berbasis kinerja, tujuan dan
indikator kinerja dari suatu program/kegiatan harus ditentukan dengan jelas
dan terukur untuk mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam
pemanfaatan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan keputusan
tentang kebijakan dalam kerangka jangka menengah.
3. Pendekatan Penganggaran dengan Perspektif Jangka Menengah.
Pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah memberikan
kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses
perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin fiskal,
mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis, dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah dengan
pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien. Dengan proyeksi
jangka menengah, dapat dikurangi ketidakpastian di masa yang akan datang
dalam penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif
kebijakan baru dalam penganggaran tahunan tetap dimungkinkan, tetapi
pada saat yang sama harus pula dihitung implikasi kebijakan baru tersebut
dalam konteks keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah (medium term
fiskal sustainability).

3
[Type text]

Cara ini juga memberikan peluang kepada SKPD dan PPKD untuk
melakukan analisis apakah perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan
yang ada, termasuk menghentikan program- program yang tidak efektif,
agar kebijakan-kebijakan baru dapat diakomodasikan. Dengan memusatkan
perhatian pada kebijakan-kebijakan yang dapat dibiayai, diharapkan dapat
tercapainya disiplin fiskal, yang merupakan kunci bagi tingkat kepastian
ketersediaan sumber daya untuk membiayai kebijakan-kebijakan prioritas.
Sebagai konsekuensi dari menempuh proses penganggaran dengan
perspektif jangka menengah secara disiplin, manajemen mendapatkan
imbalan dalam bentuk keleluasaan pada tahap implementasi dalam kerangka
kinerja yang dijaga dengan ketat.

D. PROSES PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD


Sejak era otonomi daerah, pemda telah menjalani dua periode implementasi
peraturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu:
1. Periode PP 105/2000 dan Kepmendagri 29/2002 (periode sebelum
keluarnya paket Undang-Undang di bidang Keuangan Negara);
2. Periode PP 58/2005 dan Permendagri 13/2006 jo. Permendagri 59/2007.
Perbedaan antara PP 105/2000 dengan PP 58/2005 dijabarkan lebih lanjut
masing-masing dengan Kepmendagri 29/2002 dan Permendagri 13/2006).

4
[Type text]

5
[Type text]

Proses penyusunan rancangan APBD meliputi langkah-langkah sebagai berikut:


1. Penyusunan Rencana Kerja Pemda
SKPD menyusun rencana strategis (Renstra-SKPD) yang memuat visi,
misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan
yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-
masing. Penyusunan Renstra-SKPD dimaksud berpedoman pada
rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). RPJMD
memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,
kebijakan umum, dan program SKPD, lintas SKPD, dan program
kewilayahan.
Pemda menyusun rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) yang
merupakan penjabaran dari RPJMD dengan menggunakan bahan dari
Renja SKPD untuk jangka waktu satu tahun yang mengacu kepada
Renja Pemerintah.
Renja SKPD merupakan penjabaran dari Renstra SKPD yang disusun
berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan
tahun-tahun sebelumnya.
RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas,
pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemda maupun
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Kewajiban daerah sebagaimana dimaksud di atas adalah
mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

6
[Type text]

Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei


tahun anggaran sebelumnya.
RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
2. Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS)
Kepala daerah menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS
berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan
Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
Pedoman penyusunan APBD sebagaimana dimaksud memuat antara
lain:
pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan
pemerintah dengan pemerintah daerah;
prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
teknis penyusunan APBD; dan
hal-hal khusus lainnya
Dalam menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS, kepala daerah
dibantu oleh TAPD yang dipimpin oleh sekretaris daerah.
Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah disusun, disampaikan
oleh sekretaris daerah selaku ketua TAPD kepada kepala daerah, paling
lambat pada minggu pertama bulan Juni.
Rancangan KUA memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi
penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja
daerah, kebijakan pembiayaan daerah, dan strategi pencapaiannya.
Rancangan PPAS disusun dengan tahapan sebagai berikut:
menentukan skala prioritas pembangunan daerah;
menentukan prioritas program untuk masing-masing urusan; dan
menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing
program/kegiatan
Rancangan KUA dan rancangan PPAS disampaikan kepala daerah
kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran
berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun
anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama
panitia anggaran DPRD.
Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya
disepakati menjadi KUA dan PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun
anggaran berjalan.
3. Pembahasan KUA dan PPAS oleh Pemda dengan DPRD
4. Penyusunan Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan
RKA SKPD.

7
[Type text]

TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman


penyusunan RKA-SKPD, sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun
RKA-SKPD:
prioritas pembangunan daerah dan program/kegiatan yang terkait;
alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap program/kegiatan
SKPD;
batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
dokumen sebagai lampiran surat edaran meliputi KUA, PPAS, analisis
standar belanja dan standar satuan harga.
5. Penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA SKPD dan RKA PPKD)
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD
diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
Berdasarkan pedoman penyusunan RKA, kepala SKPD menyusun RKA-
SKPD. RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan KPJM,
penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja.
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan KPJM dilaksanakan dengan
menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk
program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya
dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan
dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun
berikutnya.
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan penganggaran terpadu
dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan
penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen RKA.
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan dengan pendekatan prestasi
kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan
dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan program
termasuk efisiensi dalam pencapaian kelauran dan hasil tersebut.
Penyusunan anggaran dan prestasi kerja dimaksud dilakukan berdasarkan
capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan
harga, dan standar pelayanan minimal. Standar satuan harga ditetapkan oleh
kepala daerah. Penyusunan RKA-SKPD memuat rencana pendapatan,
belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk
tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian obyek pendapatan,
belanja, dan pembiayaan, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. Pada
SKPKD disusun RKA-SKPD dan RKA-PPKD.

8
[Type text]

RKA-SKPD memuat program/kegiatan yang dilaksanakan oleh PPKD


selaku SKPD;
RKA-PPKD digunakan untuk menampung:
pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan pendapatan
hibah;
belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial,
belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak
terduga; dan
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan daerah.
6. Penyusunan Rancangan APBD
Penyusunan RKA-SKPD dan RKA PPKD yang telah disusun disampaikan
kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Selanjutnya dibahas
oleh tim anggaran pemda. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk
menelaah:
kesesuaian RKA dengan KUA, PPAS, prakiraan maju pada RKA- SKPD
tahun berjalan yang disetujui tahun lalu, dan dokumen perencanaan
lainnya;
kesesuaian rencana anggaran dengan standar analisis belanja, standar
satuan harga;
kelengkapan instrumen pengukuran kinerja yang meliputi capaian
kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, dan standar
pelayanan minimal;
proyeksi prakiraan maju untuk tahun anggaran berikutnya; dan
sinkronisasi program dan kegiatan antar RKA-SKPD.
PPKD menyusun rancangan peraturan daerah tentang APBD berikut
dokumen pendukung berdasarkan RKA yang telah ditelaah oleh tim
anggaran pemda. Dokumen pendukung dimaksud terdiri atas Nota
Keuangan dan Rancangan APBD.

Proses penetapan APBD secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penyampaian dan Pembahasan Raperda APBD
Kepala daerah menyampaikan raperda APBD kepada DPRD disertai
penjelasan dan dokumen pendukungnya pada minggu pertama bulan
Oktober untuk dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama.
Pembahasan tersebut menitikberatkan pada kesesuaian antara KUA dan
PPAS dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam Raperda APBD.
2. Persetujuan Raperda APBD
Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap
Raperda APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Atas dasar persetujuan bersama

9
[Type text]

tersebut, kemudian kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala


daerah tentang penjabaran APBD.
Apabila DPRD sampai batas waktu tersebut tidak mengambil keputusan
bersama dengan kepala daerah terhadap Raperda APBD, kepala daerah
melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun
anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan, yang
disusun dalam rancangan kepala daerah tentang APBD.
3. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
APBD Propinsi
Raperda APBD propinsi yang telah disetujui bersama DPRD dan
Rapergub (Rancangan Peraturan Gubernur) tentang penjabaran APBD
sebelum ditetapkan oleh gubernur paling lambat 3 (tiga) hari kerja
disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.
Hasil evaluasi tersebut disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada
gubernur selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud.
Apabila Menteri Dalam Negeri tidak memberikan hasil evaluasi dalam
waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak rancangan tersebut diterima,
gubernur dapat menetapkan Raperda APBD menjadi Perda APBD dan
Rapergub tentang penjabaran APBD menjadi Peraturan Gubernur
tentang Penjabaran APBD.
Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi Raperda
APBD dan Rapergub tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan
daerah dan peraturan gubernur.
Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi Raperda
APBD dan Rapergub tentang penjabaran APBD bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD,
dan gubernur tetap menetapkan Raperda APBD dan Rapergub tentang
penjabaran APBD menjadi perda dan peraturan gubernur, Menteri
Dalam Negeri membatalkan perda dan peraturan gubernur tersebut

10
[Type text]

sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun anggaran


sebelumnya.
Penetapan Raperda APBD dan Rapergub tentang penjabaran APBD
menjadi perda dan peraturan gubernur paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran sebelumnya.
APBD Kabupaten/Kota
Raperda APBD kabupaten/kota yang telah disetujui bersama DPRD dan
Rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD
sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lambat 3 (tiga) hari kerja
disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi.
Hasil evaluasi tersebut disampaikan oleh gubernur kepada
bupati/walikota selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud.
Apabila gubernur tidak memberikan hasil evaluasi dalam waktu 15
(lima belas) hari terhitung sejak rancangan tersebut diterima,
bupati/walikota dapat menetapkan Raperda APBD menjadi Perda APBD
dan rancangan peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran APBD
menjadi Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD.
Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi Raperda APBD dan
Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah
sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan
yang lebih tinggi, bupati/wali kota menetapkan rancangan dimaksud
menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur. Apabila gubernur
menyatakan hasil evaluasi Raperda APBD dan Rancangan Peraturan
Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi,
bupati/wali kota bersama DPRD melakukan penyempurnaan selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh bupati/walikota dan
DPRD, dan bupati/walikota tetap menetapkan Raperda APBD dan
rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD menjadi
perda dan peraturan bupati/walikota, gubernur membatalkan perda dan
peraturan bupati/walikota tersebut sekaligus menyatakan berlakunya
pagu APBD tahun anggaran sebelumnya. Penetapan Raperda APBD dan
Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD
menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran sebelumnya.

11
[Type text]

E. ASAS UMUM APBD


1. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah.
2. Penyusunan APBD berpedoman pada rencana kerja pemerintah daerah
(RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk
tercapainya tujuan bernegara.
3. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi.
4. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.
5. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah baik dalam bentuk uang, barang
dan/atau jasa dianggarkan dalam APBD Jumlah pendapatan yang
dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara
nasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
6. Seluruh pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah
dianggarkan secara bruto dalam APBD.
7. Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Dalam penyusunan APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung
dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
9. Penganggaran untuk setiap pengeluaran APBD harus didukung dengan
dasar hukum yang melandasinya.
10. Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari
sampai dengan 31 Desember.

F. PRINSIP DISIPLIN APBD


1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan
belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;
2. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit
anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD;
3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang
bersangkutan harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan melalui
rekening Kas Umum Daerah.

G. STRUKTUR APBD
Salah satu bagian penting dari reformasi di bidang pengelolaan keuangan
daerah adalah reformasi di bidang penganggaran berimplikasi pada struktur APBD.

12
[Type text]

PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuanga Daerah, di awal bergulirnya
era otonomi daerah menandai adanya reformasi di dalam struktur APBD.
Karakteristik Struktur APBD adalah sebagai berikut.
1. Membedakan antara penerimaan dan pendapatan Anggaran belanja tidak
dibagi ke dalam belanja rutin dan pembangunan, melainkan ada penyatuan
anggaran belanja dengan orientasi pada program dan kegiatan.
2. Surplus/defisit dinyatakan secara eksplisit sebagai selisih antara anggaran
pendapatan dan belanja.
3. Anggaran pembiayaan dimunculkan sebagai rencana pemerintah untuk
menutup defisit atau mengalokasikan surplus.
4. PP 105/2000 direvisi dengan PP 58/2005 guna menyesuaikan dengan paket
undang-undang di bidang keuangan negara ( UU 17/2003, UU 1/2004 dan
UU 15/2004). Namun struktur APBD tidak mengalami perubahan lagi.
5. Struktur APBD dalam format yang lebih rinci, mengacu pada Lampiran
A.XV Permendagri No. 13/2006 mengenai Contoh Format Rancangan
Perda tentang APBD.
Berdasarkan pasal 20, PP 58/2005, struktur APBD merupakan satu kesatuan
yang terdiri dari:
1. pendapatan daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas
umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam
satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
Pendapatan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan. Klasifikasi
pendapatan daerah berdasarkan kelompok terdiri dari:
pendapatan asli daerah;
dana perimbangan; dan
lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2. belanja daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah
yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu
tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
daerah. Pengklasifikasian belanja diatur sebagai berikut:
Belanja daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari
urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam
bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah atau antar pemerintah daerah yang

13
[Type text]

ditetapkan dengan ketentuan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib


diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan
dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan,
fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan
sistem jaminan sosial.
Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui
prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan terdiri dari belanja
urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Belanja menurut urusan
pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu
yang dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan pemerintah
daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan
dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang diklasifikasikan
menurut urusan wajib dan urusan pilihan.
Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari:
belanja tidak langsung
belanja langsung.
3. pembiayaan daerah
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupuun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan
dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau mengalokasi surplus. Selisih
antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah
mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD Surplus APBD terjadi
apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran
belanja daerah.
Dalam hal APBD diperkirakan surplus, diutamakan untuk pembayaran
pokok utang, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman
kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain dan/atau pendanaan
belanja peningkatan jaminan sosial. Defisit anggaran terjadi apabila
anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja
daerah.
Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk
menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih
perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana

14
[Type text]

cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan


pinjaman, penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan
piutang. Pembiayaan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pembiayaan.
Pembiayaan daerah yang dirinci berdasarkan kelompok terdiri dari
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

H. STRUKTUR ANGGARAN PPKD


APBD akan dilaksanakan oleh PPKD dan Kepala SKPD sesuai dengan
kewenangannya masing-masing berdasarkan peraturan peundang-undangan yang
berlaku. Kewenangan PPKD dan Kepala SKPD di dalam melaksanakan APBD
tertuang di dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) masing- masing. Satuan
Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) yang dipimpin oleh PPKD memiliki
dua jenis DPA yaitu
1. DPA SKPKD selaku SKPD atau disebut DPA SKPD
2. DPA PPKD selaku BUD
Permendagri No. 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah direvisi dengan Permendagri No. 59/2007, struktur anggaran
PPKD sebagaimana tertuang di dalam DPA-PPKD terdiri dari:
1. Anggaran pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan pendapatan
hibah;
2. Anggaran Belanja Tidak Langsung selain belanja pegawai yang terdiri dari:
belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja
bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga;
3. Anggaran Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
I. STRUKTUR ANGGARAN SKD
Dengan adanya pembagian kewenangan yang jelas dalam hal penganggaran dan
pelaksanaannya antara PPKD dan Kepala SKPD, maka tidak akan terjadi tumpang
tindih (overlap) penganggaran antara PPKD dan SKPD. Penganggaran pendapatan
dan belanja yang tidak dianggarkan di dalam DPA PPKD, sebagaimana dijelaskan
di atas, akan dianggarkan di dalam DPA SKPD. Sementara itu, penganggaran
pembiayaan seluruhnya merupakan kewenangan PPKD sehingga anggaran
pembiayaan tidak akan muncul di dalam DPA SKPD.
Struktur anggaran SKPD sebagaimana tertuang di dalam DPA SKPD terdiri
dari:
1. Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan anggaran pendapatan lainnya
selain Pendapatan Dana Perimbangan dan Hibah;
2. Anggaran Belanja Tidak Langsung berupa Belanja Pegawai;
3. Anggaran Belanja Langsung.

15
[Type text]

Perlu diingat bahwa tidak semua SKPD memiliki kewenangan untuk memungut
PAD. Kewenangan untuk memungut PAD berupa pajak daerah berada pada
SKPKD sedangkan SKPD tertentu memiliki kewenangan untuk memungut
retribusi.

16

Anda mungkin juga menyukai