Community Health Analysis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 46

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang termasuk dalam
sepuluh besar penyakit terbanyak yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia perlu
diperhatikan (Mikail, B., Candra, A., 2011). Kebersihan gigi dan mulut
merupakan hal yang sangat penting dalam mencegah dari terjadinya penyakitpenyakit rongga mulut. Jika ditinjau dari segi fungsinya, gigi dan mulut
mempunyai peran yang besar dalam mempersiapkan makanan sebelum melalui
proses pencernaan yang selanjutnya. Oleh karena gigi dan mulut merupakan
salah satu kesatuan dari anggota tubuh yang lain, kerusakan pada gigi dan
mulut dapat mempengaruhi kesehatan tubuh secara langsung atau tidak
langsung. Selain itu, kebersihan gigi dan mulut juga berperan penting dalam
menentukan gambaran dan penampilan diri seseorang tersebut, sekaligus
berkaitan dengan kepercayaan atau keyakinan terhadap dirinya (Pratiwi, 2007).
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit rongga mulut
yang sering dihadapi oleh anak umumnya merupakan penyakit gigi berlubang
(dental cavity) atau karies gigi, 60-90% anak anak sekolah di seluruh dunia
mengalami karies gigi walaupun angkanya berbeda setiap kawasan geografi
yang berbeda (WHO, 2010). Hasil penelitian Siagian and Barus (2008)
menemukan bahwa 95% anak sekolah dasar mempunyai kesehatan gigi dan
mulut yang buruk sehingga menderita karies gigi.
Karies gigi dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dan merupakan
penyakit gigi yang paling banyak diderita oleh sebagian besar penduduk
Indonesia. Dilihat dari kelompok umur, golongan umur muda lebih banyak
menderita karies gigi dibanding umur 45 tahun keatas. Umur 10-24 tahun
karies giginya adalah 66,8-69,5% umur 45 tahun keatas 53,3% dan umur 65
tahun keatas sebesar 43,8% (Depkes, 2000).
Prevalensi kejadian karies pada penduduk Indonesia pada tahun 1995
sebesar 63% meningkat pada tahun 2011 menjadi 90% (Dirjen Pelayanan
Medik Direktorat Kesehatan Gigi, 2011). Prevalensi karies di Indonesia
menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 mencapai
1

90,05%. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 memperlihatkan, terdapat


72,1% masyarakat Indonesia memiliki masalah gigi berlubang dan 46,5% di
antaranya adalah karies aktif yang belum dirawat. Prevalensi karies gigi di
Jawa Tengah adalah berkisar 60 80 %.

Depkes RI (2006) menunjukkan

prevalensi karies gigi di Indonesia sekitar 90% dari 238 juta penduduk
Indonesia dan jumlah anak-anak usia 15 tahun ke bawah yang menderita karies
gigi mencapai 76,5%.
Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan kesehatan
gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu mendapat perhatian khusus
karena pada usia ini anak sedang menjalani proses tumbuh kembang. Keadaan
gigi sebelumnya akan berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan gigi
pada usia dewasa nanti. (Wahyuningrum, 2002).
Notoatmodjo

(2004),

menjelaskan

penyebab

timbulnya

masalah

kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku
atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Perkara ini dapat
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan anak-anak tentang perawatan gigi dan
mulut yang sebenarnya.
Hasil survey usaha kesehatan sekolah, penyakit karies gigi merupakan
penyakit yang berada di urutan pertama penyakit penyakit gigi dan mulut
yang banyak diderita oleh anak sekolah dasar.
Kejadian karies gigi yang menjalani perawatan di Puskesmas I Wangon
pada Tahun 2014 berjumlah 51 pasien. Namun jumlah tersebut bukan
merupakan jumlah kejadian yang sesungguhnya, karena masih ada penderita
karies gigi yang berobat ke pelayanan dokter gigi pribadi maupun yang tidak
pernah memeriksakan gigi ke Puskesmas dan data tersebut tidak terpantau
oleh Puskesmas.
Berdasarkan studi pendahuluan, didapatkan 17 anak yang menderita
karies gigi dari 33 siswa siswi dikelas empat atau sebesar 51,515 %. Tingginya
angka karies gigi diduga disebabkan faktor perilaku atau sikap mengabaikan
kebersihan gigi dan mulut. Hal ini berpengaruh terhadap kejadian karies pada
anak. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti perilaku

perawatan gigi dengan kejadian karies gigi pada murid kelas 4 Sekolah Dasar 1
Kelapa Gading Kecamatan Wangon.
B. Tujuan
1) Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di
wilayah kerja Puskesmas I Wangon Kabupaten Banyumas
2) Tujuan Khusus
a. Menentukan prevalensi karies gigi pada anak di SD N 1 Klapagading
Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon
b. Menentukan perilaku perawatan gigi yang ada di wilayah kerja
Puskesmas I Wangon
c. Mencari alternatif pemecahan masalah karies gigi pada anak di
wilayah kerja Puskesmas I Wangon
d. Melakukan intervensi terhadap penyebab karies gigi pada anak untuk
mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas I
Wangon
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Wangon I.
b. Bagi masyarakat
Memberikan informasi

kesehatan

(promotif,

preventif,

dan

rehabilitatif) kepada masyarakat yang terpilih untuk penelitian


khususnya berkaitan dengan karies gigi pada anak.
c. Bagi instansi terkait
Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas
berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah karies gigi
pada anak sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
menentukan kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan
masalah.
d. Bagi Fakultas Kedokteran UNSOED
Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai
acuan dalam penelitian selanjutnya.

II.

ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum
Puskesmas I Wangon merupakan salah satu bagian dari wilayah
kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2.
Wilayah kerja Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa, dengan desa yang
memliki wilayah paling luas adalah Randegan dengan luas 10,4 km2, dan
yang tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.
Batas Wilayah Puskesmas I Wangon :
a. Utara
: Wilayah Puskesmas II Wangon
b. Selatan
: Wilayah Kabupaten Cilacap
c. Timur
: Wilayah Puskesmas Jatilawang
d. Barat
: Wilayah Puskesmas Lumbir

Luas lapangan lahan di wilayah Puskesmas I Wangon dirinci sebagai


berikut :
a. Tanah Sawah
: 8.625,00 Ha
b. Tanah Pekarangan
: 57,16 Ha
c. Tanah Tegalan
: 1.889,79 Ha
d. Tanah Hutan Negara
: 209,00 Ha
e. Tanah Perkebunan Rakyat: 85,00 Ha
f. Lain-lain
: 241,00 Ha
B. Keadaan Demografi
1. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data dari kecamatan dan desa, untuk wilayah
Puskesmas I Wangon jumlah penduduk sampai dengan akhir tahun
2011 adalah 55.232 jiwa yang terdiri dari 26.769 jiwa laki-laki dan
28.463 jiwa perempuan dan 16.508 KK. Jumlah penduduk terbanyak
adalah Desa Klapagading Kulon sebanyak 11.153 jiwa, sedangkan
yang terendah adalah Desa Banteran dengan 4.275 jiwa.
2. Kepadatan Penduduk
Penduduk di wilayah puskesmas I Wangon penyebarannya tidak
merata terbukti dengan adanya jumlah penduduk yang tinggi dan
rendah. Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
adalah 1.398 jiwa /km2, dengan desa terpadat adalah Klapagading
Kulondengan kepadatan 3.014 jiwa/km2 sedangkan desa dengan
kepadatan penduduk terendah adalah Randegan dengan 682 jiwa/km2.
C. Situasi Derajat Kesehatan
1. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat
dilihat dari kejadian kematian di masyarakat. Di samping itu kejadian
kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian
keberhasilan

pelayanan

kesehatan

dan

program

pembangunan

kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung


dengan melakukan berbagai survey dan penelitian. Perkembangan
tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode
tahun 2014 akan diuraikan di bawah ini.
a. Angka Kematian Bayi
Tahun 2014 terdapat 11 kasus kematian bayi dari 1034
kelahiran hidup. Jika dikonversi maka AKB di Puskesmas I
Wangon adalah 10,5 per 1000 kelahiran hidup. Dibanding tahun

sebelumnya jumlah kematian bayi tahun ini menurun., di mana


tahun 2013 terdapat 20 kasus kematian bayi dari 1036 kelahiran
hidup (AKB 19,3 per 1000 kelahiran hidup). Jika dibandingkan
dengan Indikator Indonesia Sehat 2010, AKB di puskesmas I
Wangon masih lebih rendah, begitu juga dibandingkan cakupan
MDGs ke-4 tahun 2015 (IIS = 40 per 1000 kelahiran hidup,
MDGs 2015 = 17 per 1000 kelahiran hidup). Penurunan kasus
kematian bayi di wilayah kerja Puskesmas I Wangon akan terus
diupayakan dengan meningkatkan upaya promotif preventif baik
program KIA, gizi, imunisasi maupun promkes.
b. Angka Kematian Ibu
Sebagai Puskesmas PONED, Puskesmas I Wangon
berusaha menekan angka kematian ibu serendah mungkin. Tahun
2014 terdapat 1 kasus kematian ibu. Menurut data pelacakan dari
RS yang merawat, penyebab kematian karena penyakit jantung
yang diderita (infark miokard akut).
c. Angka Kematian Balita
Jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
sebanyak 5521 balita, di mana terdapat 8 kasus kematian balita.
Dibandingkan tahun sebelumnya terdapat kenaikan kejadian
kematian balita.
d. Angka Kecelakaan
Selama tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
terjadi sebanyak 589 kejadian kecelakaan. Dari peristiwa itu
korban yang meninggal dunia sebanyak 4 orang, sementara korban
luka berat sebanyak 160 orang dan luka ringan sebanyak 618
orang.
2. Morbiditas
a. Penyakit Malaria
Selama tahun 2014 di Puskesmas 1 Wangon tidak dijumpai
kasus malaria, hal ini sama dengan tahun lalu juga tidak terdapat
kasus malaria.
b. TB Paru
Jumlah kasus TB paru klinis tahun 2014 di Puskesmas 1
Wangon sebanyak 81 kasus, sebanyak 26 kasus baru BTA (+),

sementara pada tahun sebelumnya didapatkan 33 kasus TB paru


positif atau ditemukan penurunan sebanyak 7 kasus TB paru (+).
Jumlah ini tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya, karena
masih ada penderita TB yang berobat ke praktek pribadi dokter dan
tidak terpantau oleh puskesmas.
c. HIV
Selama tahun 2014 tidak didapatkan kasus HIV/AIDS di
wilayah Puskesmas 1 Wangon.
d. AFP/ Acute Flaccid Paralysis
Selama tahun 2014 tidak didapatkan kasus AFP di wilayah
Puskesmas 1 Wangon.
e. Demam Berdarah Dengue
Selama tahun 2014 didapatkan 11 kasus DBD di wilayah
Puskesmas 1 Wangon. Dari jumlah kasus itu tidak ada penderita
yang meninggal, semua dapat ditangani dengan baik di Puskesmas
maupun dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Masyarakat kecamatan
Wangon turut berperan aktif dalam program kegiatan PSN untuk
mncegah terjadinya DBD.
f. Diare
Selama tahun 2014 terdapat 923 kasus Diare, dengan angka
kejadian tertinggi pada warga Wangon sebanyak 200 kasus. Tidak
dijumpai penderita yang meninggal akibat diare.
g. Pneumonia Balita
Selama tahun 2014 di Puskesmas I Wangon ditemukan
sebanyak 21 kasus pneumonia dari perkiraan sebanyak 552 kasus
(3,8%).
D. Status Gizi
Total jumlah balita sebanyak 4.288 anak, dirinci sebagai berikut :
1. Balita yang ditimbang

: 3.445 anak

2. Berat Badan Naik

: 2.463 anak

3. Bawah Garis Merah

: 12 anak

4. Gizi Buruk

: 1 anak, yaitu di Rawaheng

Seluruh daerah bebas rawan gizi di kecamatan Wangon.


1. ASI ekslusif
Dari total jumlah bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas I
Wangon sebanyak 402 anak, yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan
sebanyak 257 anak atau sekitar 63,9%. Meskipun meningkat, edukasi
kepada warga masyarakat tentang ASI eksklusif tentang pentingnya
ASI ekslusif akan terus kami galakkan.

III.

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH


A. Daftar Permasalahan Kesehatan
Masalah adalah kesenjangan antara realitas (kenyataan) dengan keinginan
(target, standar). Masalah dapat diidentifikasi dengan melihat kriteria sebagai
berikut:
1. Berdampak pada banyak orang
2. Ada konsekuensi serius
3. Adanya kesenjangan yang nyata
4. Menunjukan trend yang meningkat
5. Bisa diselesaikan (ada intervensi yang terbukti efektif).
Kegiatan Kepanitraan Ilmu Kesehatan (IKM) di wilayah kerja Puskesmas
I Wangon mengidentifikasi permasalahan dilihat dari angka kesakitan
penyakit di wilayah kerja Puskesmas I Wangon. Angka kesakitan tersebut
diambil dari besar penyakit di Puskesmas I Wangon.
Tabel 3.1. Permasalahan Kesehatan Gigi Puskesmas I Wangon 2014
No.
Nama Penyakit
1.
Karies gigi
2.
Kelainan pulpa & periapikal
3.
Kelainan gusi & periodintis
4.
Persistensi
5.
Abses
Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Wangon 2014

Jumlah
51
38
1004
814
349

B. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu)


Penentuan prioritas masalah yang dilakukan di Puskesmas I Wangon
dengan menggunakan metode Hanlon, di mana prioritas masalah didasarkan
pada empat kriteria yaitu:
Komponen A : besarnya masalah
1. Besarnya masalah didasarkan pada ukuran besarnya populasi yang
mengalami masalah tersebut.
2. Bisa diartikan sebagai angka kejadian penyakit.
3. Angka kejadian terbesar diberikan skor lebih besar.
Komponen B : keseriusan masalah
1. Urgensi : apakah masalah tersebut menuntut penyelesaian segera dan
menjadi perhatian publik.
2. Keparahan (severity): memberikan mortalitas atau fatalitas yang tinggi.
3. Ekonomi (cost) : besarnya dampak ekonomi kepada masyarakat.
Masing- masing aspek diberikan nilai skor. Aspek paling penting diberikan
aspek yang paling tinggi kemudian dirata- rata.
Komponen C : ketersediaan solusi
1. Ketersediaan solusi yang efektif menyelesaikan masalah.
2. Semakin tersedia solusi efektif diberikan skor yang semakin tinggi.
Komponen D : kriteria PEARL
Berupa jawaban ya dan tidak, ya diberikan skor 1, tidak diberikan skor 0
1. P : Propiety : kesesuaian program dengan masalah
2. E : Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat
3. A : Acceptability : apakah bisa diterima masyarakat
4. R : Resources : adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah
5. L: Legality : tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada
Penentuan prioritas masalah di Puskesmas I Wangon sebagai berikut :
Kriteria A (besarnya masalah).
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari banyaknya
penderita :
1. 25 % atau lebih = 10
2. 10% - 24,9% = 8
3. 1% - 9,9 % = 6

10

4. 0,1% - 0,9% = 4
5. 0,01% 0,09% = 2
6. Kurang dari 0,01% = 0

Tabel 3.2 Nilai Kriteria A metode Hanlon


Masalah
kesehatan

Besarnya masalah dari data sekunder Puskesmas I Wangon (%)


0,01% 0,01%- 0,1%1%10%- 25% atau NILAI
0,09% 0,9%
9,9 % 24,9%
lebih

Karies gigi
Kelainan
pulpa &
periapikal
Kelainan gusi
& periodintis
Persistensi
Abses

X
X

6
6
X

10

10
8

Kriteria B (kegawatan masalah)


Keparahan (paling cepat mengakibatkan kematian)
a. Tidak parah

:1

b. Kurang parah

:2

c. Cukup parah

:3

d. Parah

:4

e. Sangat parah

:5

Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat


menyebabkan kematian)
a. Tidak urgen

:1

b. Kurang urgen

:2

c. Cukup urgen

:3

d. Urgen

:4

e. Sangat urgen

:5

Biaya (biaya penanggulangan)


a. Sangat murah

:1

11

b. Murah

:2

c. Cukup mahal

:3

d. Mahal

:4

e. Sangat mahal

:5

Tabel 3.3 Nilai Kriteria B metode Hanlon


Masalah
Karies gigi
Kelainan pulpa &
periapikal
Kelainan gusi &
periodintis
Persistensi
Abses

Keparahan
2
2

Urgensi
2
2

Biaya
2
2

Nilai
6
6

1
3

1
3

2
3

4
9

Kriteria C (ketersediaan solusi)


Ketersediaan solusi dilihat dari apakah sumber daya yang ada mampu
digunakan untuk menyelesaikan masalah. Kriteria pemberian skor sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sangat efektif
Relatif efektif
Efektif
Moderate efektif
Relative inefektif
Inefektif

: 10
:8
:6
:4
:2
:0

Penentuan nilai C dilakukan dengan pemberian skor dari empat orang


kemudian diambil rata- ratanya.
Tabel 3.4 Nilai Kriteria C metode Hanlon
Masalah Kesehatan
Karies gigi
Kelainan pulpa & periapikal
Kelainan gusi & periodintis
Persistensi
Abses
Kriteria D (PEARL faktor)

C
6
4
4
4
2

12

Propriety

: Kesesuaian (1/0)

Economic

: Ekonomi murah (1/0)

Acceptability

: Dapat diterima (1/0)

Resources availability : Tersedianya sumber daya (1/0)


Legality

: Legalitas terjamin (1/0)

Tabel 3.5 Nilai Kriteria D metode Hanlon


Masalah
Karies gigi
Kelainan pulpa &
periapikal
Kelainan gusi &
periodintis
Persistensi
Abses

P
1
1

E
1
1

A
1
1

R
1
1

L
1
1

Hasil Perkalian
1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

Penetapan prioritas masalah dilakukan setelah komponen A, B, C, D


diketahui dengan perhitungan sebagai berikut :
Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Masalah
Karies gigi
Kelainan pulpa
& periapikal
Kelainan gusi
& periodintis
Persistensi

A
6
6

B C D
6
6

6
4

NPD NPT Urutan


prioritas

P E A R L
1 1 1 1 1 72
1 1 1 1 1 48

72
48

1
4

1 7 4 1 1 1 1 1 68
68
2
0
1 4 4 1 1 1 1 1 56
56
3
0
Abses
8 9 2 1 1 1 1 1 34
34
5
Dari perhitungan diatas didapatkan prioritas masalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Karies gigi
Kelainan gusi dan perdontitis
Persistensi
Kelainan pulpa dan periapikal
Abses

IV. TINJAUAN PUSTAKA

13

A. Karies Gigi
a. Definisi
Karies adalah kerusakan setempat yang progresif dari struktur
jaringan keras gigi dan merupakan penyebab paling umum dari penyakit
pulpa. Karies hanya akan terjadi jika ada bakteri tertentu di permukaan
gigi. Produk metabolisme bakteri ini, yakni asam organik dan enzim
proteolitik, menyebabkan rusaknya email dan dentin. Metabolisme bakteri
yang berdifusi dari lesi ke pulpa mampu menimbulkan respon imun dan
reaksi inflamasi. Dentin yang terpapar lesi karies akan mengakibatkan
infeksi bakteri pada pulpa, terutama setelah karies tersebut memajankan
pulpa Hal ini kemudian dapat menimbulkan rasa sakit, terganggunya
fungsi mastikasi, inflamasi jaringan gingiva, pembentukan abses,
perubahan penampilan estetik pasien, dan efek-efek sosial yang berkaitan
dengannya (Walton dan Torabinejad, 2008).
b. Faktor Risiko Karies
Risiko karies merupakan risiko terjadinya sebuah lesi karies pada
seseorang. Peningkatan risiko karies merupakan hasil dari beberapa faktor
penyebab karies yang sesuai ataupun mekanisme pertahanan yang tidak
cukup sehingga mengarah kepada perbedaan prevalensi karies. Risiko
karies dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor yang
mempengaruhi proses karies dan faktor yang berhubungan dengan
kejadian karies. Faktor risiko karies adalah hubungan sebab akibat
terjadinya karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko
adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral hygiene, jumlah bakteri,
saliva, pola makan, serta faktor risiko demografi atau faktor modifikasi
karies, seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi (Kidd et al., 2002).
1) Penggunaan Fluor
Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal
merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya
karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Namun
demikian, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan

14

harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan


fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan
fluorosis.
2) Oral Higiene
Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak. Insidens karies
dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis
dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara
efektif.

Peningkatan

oral

higiene

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan


pemeriksaan gigi secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat
membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi
menjadi karies. Plak yang berada di daerah interdental dan sulit
dibersihkan melalui penyikatan gigi dapat disingkirkan dengan
menggunakan pembersih interdental. Penyingkiran plak dapat juga
dilakukan secara kimia menggunakan obat kumur (oral rinse).
3) Jumlah Bakteri
Segera setelah lahir, ekosistem oral pada bayi terdiri atas berbagai
jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi
antar manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang
memiliki S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan
mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi susunya.
Walaupun laktobasillis bukan merupakan penyebab terjadinya karies,
tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang mengonsumsi
karbohidrat dalam jumlah banyak.
4) Saliva
Saliva dapat mempengaruhi proses karies dengan berbagai cara, yaitu:
-

Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan


gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari
permukaan rongga mulut.

Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion H- dan F- ke


dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan
remineralisasi.

15

Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat serta kandungan ammonia


dan urea dalam saliva dapat menyangga dan menetralkan
penurunan

pH

yang

terjadi

saat

bakteri

plak

sedang

memetabolisme gula.
-

Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non


imunologi seperti lisozyme, lactoperoxydase, dan lactoferrin
mempunyai daya anti bakteri langsung terhadap mikroflora
tersebut sehingga derajat asidogeniknya dapat berkurang.

Molekul immunoglobin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang


terdapat dalam kelenjar liur, sedangkan komponen protein lainnya
diproduksi di lapisan epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar
keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya
karies.

5) Pola makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal
daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi
makanan. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman
yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab
karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga
terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah
makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir
asam dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan
dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel
gigi

tidak

akan

mempunyai

kesempatan

untuk

melakukan

remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.


6) Umur
Penelitian epidemologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi
karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir
erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena
sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut

16

mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya.


Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi
mereka telah erupsi sedangkan orang dewasa lebih berisiko terhadap
terjadinya karies akar.
7) Jenis Kelamin
Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai
DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya
oral higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang M
(missing) yang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria
mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks
DMF.
8) Sosial & Ekonomi
Karies dijumpai lebih banyak pada kelompok sosial ekonomi rendah
daripada kelompok sosial ekonomi tinggi. Hal ini dikaitkan dengan
lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi
tinggi. Ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan pendidikan
adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi yang
mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat
pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik
tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perliakunya untuk
hidup sehat.
B. Perilaku
Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan (Depdikbud, 2001). Perilaku merupakan segala kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun tidk dapat diamati
oleh piha luar (Notoatmodjo, 2007). Perilaku mempunyai peranan yang
sangat bear terhadap status kesehatan individu, kelompok maupun masyarakat
(Kartono, 2000). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku
merupakan suatu respon atau tanggapan seseorang setelah ada pemicu baik
dari dalam diri ataupun dari lingkungan.

17

1) Jenis-jenis perilaku
Skinner dalam Notoadmodjo (2007) menjelaskan bahwa perilaku terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme
tersebut memberikan respon atas stimulus yang diperoleh. Untuk itu
Skinner membagi dua jenis perilaku berdasarkan respon terhadap stimulusstimulus yang mungkin muncul antara lain :
a. Perilaku tertutup (Covert Behaviour)
Perilaku tertutup merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam
entuk perilaku tertutup (tidak terlihat/tidak nampak). Reaksi ini terbatas
pada perhatian, persepsi , pengetahuan, atau kesadaran dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus.
b. Perilaku terbuka (Overt Behaviour)
Perilaku terbuka merupakan respon terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terlihat. Perilaku ini dapat diamati oleh orang lain
dengan mudah.
2) Tahapan membentuk perilaku
Perilaku merupakan proses yang dilakukan berulang kali. Perilaku
tidak dapat muncul secara tiba-tiba. Rogers dalam Notoadmodjo (2007)
mengungkapkan bahwa sebelum seseorang memiliki perilaku baru, maka
orang itu melalui beberapa tahapan. Proses tersebut antara lain awareness,
interest, evaluation, trial, dan adoption
a. Awareness
Awareness merupakan tahap awal dalam mengadopsi sebuah perilaku.
Karena dengan kesadaran ini akan memicu seseorang untuk berfikir
lebih lanjut tentang apa yang dia terima.
b. Interest

18

Interest merupakan tahap kedua setelah seseorang sadar terhadap suatu


stimulus. Seseorang ada tahap ini sudah mulai melakukan suatu
tindakan dari stimulus yang diterimanya.

c. Evaluation
Evaluation merupakan sikap seseorang dalam memikirkan baik buruk
stiulus yang ia terima setelah adanya sikap ketertarikan. Apabila
stimulus yang dianggap buruk atau kurang berksesan, maka ika akan
diam atau acuh. Sebaliknya apabila stimulus yang ia terima dianggap
baik, ia akan membuat seseorang melakukan suatu tindakan
d. Trial
Trial merupakan tahap lanjutan pada seseorang yang telah mampu
memikirkan stimulus yang diperoleh baik atau buruk. Sehinga
menimbulkan keinginan untuk mencoba.
e. Adoption
Adoption merupakan thap terakhir setelah melewati tahapan-tahapan
sebelumnya. Perilau ini akan muncul sesuai dengan kesadaran,
pengetahuan, dan sikap yang dimiliki seseorang. Sehingga ia mampu
melakukan suatu tindakan yang dianggap baik atau salah sesuai
stimulus yang ia terima.
Perilaku akan terbentuk berdasarkan proses, begitu pula pada perilaku
kesehatan. Perilaku akan ditunjukkan dengan keyakinan yang dimiliki.
Keyakinan itu dipengaruhi oleh latar belakang intelektua dan pengetahuan
yang dimiliki (Potter & Peryy, 2005).
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Green dalam Notoadmodjo (2007) menyebutkan bahwa perilaku
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin
dan faktor penguat. Hal ini dapat dijelaskan seagai berikut :

19

a. Faktor Predisposisi (Predisposition factor)


Faktor predisposisi merupakan faktoryang menjadi daar melakukan
suatu tindakan. Faktor predisposisi pada seseorang diantaranya sikap,
keyakinan, nilai-nilai, persepsi, usia, status sosial ekonomi, jenis
kelamin yang menjadi pemincu seseorang melakukan tindakan.
b. Faktor Pemungkin (Enabling factor)
Faktor emungkin merupakan faktor yang memungkinkan motivasi atau
keinginan untuk dapat terlaksana. Contoh faktor pemungkin adalah
kemampuan, sumber daya, ketersediaan informasi, dan ketersediaan
fasilitas.
c. Faktor Penguat (Reinforcing factor)
Faktor penguat merupakan faktor yang muncul setelah tindakan itu
dilakukan. Faktor-faktor ini daat bersifat negatif atau postif. Hal ini
yang mempengaruhi perilaku seseorang dari stimulus yang diterimanya.
Contoh faktor penguat adalah adanya manfaat atau ganjaran yang
diterima seseorang.
C. Perawatan Gigi
Perawatan gigi merupakan usaha penjagaan untuk mencegah kerusakan
gigi dan penyakit gusi. Perawatan gigi sangat penting dilakukan karena dapat
menyebabkan rasa sakit pada anak, infeksi, bahkan malnutrisi. Gigi yang
sehat adalah gigi yang bersih tanpaada lubang atau penyakit gigi lainnya.
Perawatan gigi yang dapat mencegah masalah gigi antara lain :
a. Menggosok Gigi (Brushing)
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menggosok gigi yaitu :
a) Cara menggosok gigi yang benar
Masalah yang seringkali ditemui pada masyarakat indonesia adalah
cara menggosok gigi yang slaah. Pada prinsipnya menggosok gi gi
yang benar harus dapat membersihkan semua sisa-sisa makanan
terutama pada ruang intradental. Gerakan sikat gigi tidak merusak

20

jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi dengan menekan secara


berlebihan.
b) Pemilihan sikat gigi yang benar
Sikat gigi menjadi salah satu faktor dalam menjaga kesehatan gigi.
Apabila kita salah memilih dan mengginakan sikat gigi maka sisa-sisa
makananyang ada dis ela gigi tidak dapat terjangkau. Untuk anak usia
sekolah sikat gigi yang baik adalah sikat gigi dengan bulu halus yang
terbuat dari nilon panjang sekitar 21 cm (Potter & Perry, 2005). Pilih
sikat gigi yang kecil baik tangkai maupun kepala sikatnya sehingga
mudh dipegang dan tidak merusak gusi. Ujung kepala sikat menyempit
agar udah menjangkau selurih bagian mulu yang relatif kecil.
c) Frekuensi menggosok gigi
Menggosok gigi sedikitnya empat kali sehari (setekah makan dan
sebelum tidur). Hal itu merupakan dasar untuk program oral hygine
yang efektif (Potter & Perry, 2005). Menggosok gigi sebelum tidur
sangat penting karena saat tidur terjadi interaksi antara bakteri mulut
dengan sisa makanan pada gigi (Hockenberry & Wilson, 2007).
b. Pemeriksaan ke Dokter Gigi
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (2006) mengatakan pemeriksaan gigi ke
dokter gigi masih sangat minim dilakukan pada masyarakat Indonesia.
Padahal apabila sejak dini anak diajarkan untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan gigi secara rutin 6 bulan sekali telah dicanangkan oleh
pemerintah. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan pada anak usia sekolah,
karena pada anak usia sekolah mengalami pergantian dari gigi susu
menjadi peramanen. Usaha lain yang dilakuka pemerintah dalam
menangani masalahh kesehatan gigi adalah Usaha esehatan Gigi Sekolah
(UKGS). UKGS ini merupakan bagian integral dari Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) yang melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulu secara
terencana.
c. Mengatur Makanan

21

Anak pada usia sekolah sering mengonsumsi makanan manis sepeti


cokelat, permen, kue dan lain sebagainya. Makanan manis mengandung
larutan gula yang memiliki konsentrasi tinggi. Larutan tersebut dapat
menembus plak gigi dan dimetabolisasi untuk menghasilkan asam sebelum
dinetralisasi oleh saliva. Konsumsi makanan tersebut apabila tidak
dikontrol dengan perawatan gigi yang benar akan berisiko terkena karies
gigi. Oleh karena itu anak pada usia sekolah dianjurkan diet rendah gula
dan tinggi nutrisi serta memperhatikan perawatan gigi lainnya (Potter and
Perry, 2005).

d. Penggunaan Fluoride
Fluoride dibutuhkan oleh gigi untuk menjaga gigi dari kerusakan, namun
kadarnya harus diperhatikan. Fluoride dapat menurunkan produksi asam
dan meningkatkan pembentukan mineral pada dasar enamel.
e. Flossing
Flossing membantu pencegahan kasries gigi dengan menyingkirkan plak
dan sisa makanan pada sela gigi. Waktu yang tepat untuk dental flossing
adalah setelah menggososk gigi karena saat itu pasta gig masih ada dalam
mulut. Dental flossing yang dilakukan setelah menggosok gigi akan
membantu penyebaran pasta gigi ke sela-sela gigi (Columbia University of
dental Medicine, 2006). Flossing dilakukan satu kali sehari.
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruh Perawatan Gigi
a. Faktor Internal
1) Usia
Usia merupan salah satu faktor yang mempengaruhi perawatan gigi
pada anak. Siagan dalam Rasyidah (2002) mengemukakan bahwa usia
erat hubungannnya dengan tingkat kedewasaan teknik maupun
psikologis. Semakin bertambah usia seseorang maka berbanding lurus
dengan pengetahuan yang dimiliki. Penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi meningkat sesuai

22

bertambahnya usia. Pada usia 6 tahun prevalensi karies gigi sebesar


20%, kemudian mengalami peningkatan pada usia 14 tahun mencapai
97%.
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin memiliki faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian
kerusakan gigi. Terdapat perbedaanbermakna pada anak laki-laki dan
perempuan dengan prevalensi karies gigi. Anak perempuan memiliki
prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini
disebabkan pertumbuhan gigi pada anak perempuan lebih awal
daripada anak laki-laki sehingga masa terpajan dalam mulut lebih
lama.
3) Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang dialami menjadikan seseorang dapat mengambil
pelajaran

dari

kejadian-kejadian

yang

telah

lalusehingga

mengantisispasi hal negatif terulang kembali dikemudian hari. Anak


usia sekolah tidak akan mengkonsumsi permen tanpa menggosok gigi
setelahnya apabila ia belum memiliki atau melihat pengalaman orang
lain. Ia akan mengantisipasi hal yang dapat terjadi apabila kegiatan
terseut dilakukan (Notoadmodjo, 2010).
4) Motivasi
Anakusia sekolah memiliki tanggung jawab dalam melakukan sesuatu,
namun anak sekolah memiliki motivasi rendah dalam memperhatikan
penampilan dan bau mulutsampai mereka usia remaja (Chadwick &
Hosey, 2003; Hockenberry & Chasey, 2007)
b. Faktor Eksternal
1) Peran orang tua
Orang tua merupakan faktor penting pada perawatan kesehatan gigi
anak. Orang tua menjadi contoh dalam melakukan promosi kesehatan

23

gigi (Perry & Potter, 2005). Keberhasilan perawatan gigi pada ank
dipengaruhi oleh peran orang tua dalam melakukan perawatan gigi.
Orang tua yang menjadi teladan lebih efisisen dibandingkan anak yang
menggosok gigi tanpa contoh yang baik dari orang tua.
2) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan dasar terbentuknya perilaku. Seseorang
dikatakan kurang pengetahuan apabila dalam suatu kondisi ia tidak
mampu mengenal, menjelaskan dan menganalisis suatu keadaan
(Notoadmodjo, 2010).
3) Fasilitas
Fasilitas sebagai sebiuah sarana informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang (Notoadmodjo, 2010). Anak yang memiliki
komputeer dengan akses internet yang memadai akan memiliki
pengetahuan tinggi tentang perawatan gigi jika dibandingkan dengan
anak yang memiliki televisi saja
4) Penghasilan
Penghasilan memang tidak memiliki pengaruh langsung terhadap
engetahuan, namun penghasilan ini erat hubungannya dengan
ketersediaan fasilitas (Notoadmodjo, 2010)
5) Sosial Budaya
Kebudayaan

setempat

dan

kebiasaan

dalam

keluarga

dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap


sesuatu (Notoadmodjo, 2010).
D. Kerangka
FaktorTeori
Risiko :
Perilaku perawatan gigi
Penggunaan fluor
Oral Hygine
Pola makan
Jumlah bakteri
Saliva
Umur
Jenis Kelamin
Sosial dan Ekonomi
Fasilitas
Kepemilikan sikat gigi sendiri
Penggunaan pasta gigi

Karies Gigi

24

E. Kerangka Konsep
Perilaku Perawatan Gigi

Karies Gigi

F. Hipotesis
Terdapat Hubungan antara Perilaku Perawatan Gigi dengan Kejadian Karies
Gigi di SD N 1 Klapagading Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon.
V.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan termasuk dalam penelitian analitik
observasional

dengan

pendekatan

Cross

Sectional

yakni

dengan

menggunakan data primer yang diperoleh dari subjek penelitian dlakukan


hanya satu kali pada satu waktu tanpa dilakukan intervensi dan menggunakan
data sekunder dari profil Puskesmas I Wangon 2015.
B. Ruang Lingkup Kerja
Ruang lingkup kerja dilakukan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
yang melibatkan siswa siswi SD N 1 Klapagading Wangon. Hal yang menjadi
pertimbangan dalam memilih tempat penelitian adalah berdasarkan hasil studi
pendahuluan siswa siswi dari SD N 1 Klapagading banyak yang memiliki
masalah gigi berlubang.
C. Populasi dan Sampel
1.

Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah siswa dan siswi yang bersekolah di
SD N 1 Klapagading Wangon.

2.

Sampel

25

Sampel/responden adalah siswa dan siswi SD N 1 Klapagading


Wangon kelas 4 pada tahun 2015. Obyek penelitian dengan ketentuan
sebagai berikut:
Obyek penelitiaan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Besar sampel
Besar sampel yang digunakan adalah 33 siswa dan siswi kelas
4 di SD N 1 Klapagading.
2. Metode pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan
total sampling. Alasan mengambil total sampling karena menurut
Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh
populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
2. Variabel Terikat

: Perilaku perawatan gigi


: karies gigi

E. Definisi Operasional Variabel


1

Perilaku perawatan gigi


a

Definisi
perilaku perawatan gigi adalah respon atau tindakan seseorang dalam
melakukan perawatan gigi untuk menjaga kesehatan gigi.

Kriteria
a) Perilaku baik jika x>median (>51)
b) Perilaku buruk jika xmedian (51)

Alat Ukur
Kuesioner

Skala
Ordinal

Karies gigi
a

Definisi
Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi
atau daerah yang membusuk di dalam gigi yang terjadi akibat suatu
proses yang secara bertahap melarutkan email (permukaan gigi sebelah

26

luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam gigi.


Diagnosis dilakukan oleh dokter gigi atau perawat gigi setempat.
b

Kriteria
a) Ya
b) Tidak

Alat Ukur
Pemeriksaan oral oleh petugas kesehatan gigi.

Skala
Nominal

F. Metode Pengambilan Data


a) Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner
yang telah digunakan pada penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan
Tentang Kesehatan Gigi dengan Perilaku Perawatan Gigi pada Anak Usia
Sekolah di SD N Pondok Cina 4 Depok Universitas Indonesia untuk
mengetahui usia, jenis kelamin, dan perilaku perawatan gigi pada anak
SD.
b) Data yang Dikumpulkan
1) Data primer
Data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri yang diukur
dengan kuesioner yang diisi oleh peneliti. 1) Identitas 2) usia 3)
Jenis kelamin 4) perilaku perawatan gigi.
2) Data sekunder
Data yang dikumpulkan oleh instansi, badan yang terkait atau
tidak dikumpulkan oleh peneliti sendiri, dan digunakan oleh peneliti
sendiri untuk melaksanakan dan melengkapi penelitian.
G. Analisis Data
1 Analisis Deskriptif
Dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi tentang usia dan
jenis kelamin. Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi distribusi untuk
2

semua variabel yang diteliti.


Analisis Analitik

27

Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan


antara variabel bebas dan variabel terikat yang terdapat dalam hipotesis
penelitian. Uji statistik yang digunakan adalah chi square tabel 2x2.
H. Waktu dan lokasi
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2015 SD N 1 Klapagading.
VI.
A.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
A. Analisis Hipotesis
Perawatan gigi sangat penting dilakukan agar terhindar dari
penyakit gigi. Perawatan gigi merupakan usaha penjagaan untuk
mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Gigi yang sehat dilihat dari
bagaimana seseorang melakukan perawatan gigi. Perawatan gigi yang
dilakukan antara lain menggosok gigi (cara menggosok gigi yang benar,
pemilihan sikat gigi yang benar, dan frekuensi menggosok gigi yang
benar), mengatur makanan (memilih makanan yang baik untuk
menguatkan gigi dan melakukan penggosokan gigi setelah makan) ,
pennggunaan fluoride, dan melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi.
Skinner dalam Notoadmodjo (2007) menjeaskan bahwa perilaku
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian
organisme tersebut memberikan respon atas stimulus yang diperoleh.
Perilak terbagi menjadi dua jenis, perilaku tertutup (covert behaviour) dan
perilaku terbuka (overt behaviour). Dikatakan memiliki perilaku tertutup
apabila seeorang telah menerima stimulus namun perilakunya tertutup atau
tidak terlihat. Reaksi ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan
atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus.
Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terlihat. Perilaku ini dapat diamati olegh orang
lain dengan mudah. Ketika seorang anak memperoleh stimulus berupa
pengetahuan mengenai kesehatan gigi maka idealnya anak itu akan
mengaplikasikannya dalam perilaku sehari-hari.

28

Bentuk perawatan gigi yang paling utama dilakukan adalah


menggosok gigi (brushing). Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
menggosok gigi antara lain cara menggosok gigi yang benar. Seringkali
seserang rutin menggosok gigi setiap hari, namun belum tentu teknik atau
cara menggosok gigi yang dilakukan sudah sesuai. Kaena gerakan sikat
gigi yang salah akan merusa jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi
sehingga gigi mudah berlubang. Berbagai penelitian telah dilakukan
terkait teknik menggosok gigi yang tepat. Namun, tidak terdapat bukti
bahwa teknik yang satu lebih baik dari teknik yang lain dalam
menghilanggakan plak gigi (Houwink, 2003). Cara menyikat gigi dengan
gerakan maju mundur secara horizontal dari sikat gigi pada permukaan
dalam lengkung gigi akan memberikan hasil yang lebih memuaskan.
Gerakan vertikal yang dilakukan akan mengikuti struktur celah gigi
sehingga makanan yang tersisa disela gigidapat terangkat. Penelitian
Hutabarat (2009) yang melakukan penelitian tentang peran petugas
kesehatan, guru, dan orang tua dalam melaksanakan UKGS dengan
tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar di
kota Medan tahun 2009. Hasil penelitian tersebut menunjukkan perilaku
murid dalam hal waktu menyikat gigi sebagian besar belum melakukan
dengan tepat.
Saat menggosok gigi telah selesai atau setelah selesai makan, hal
yang harus dilakukan adalah berkumur. Berkumur adalah tindakan yang
dilakukan dengan memasukkan air kedalam mulut kemudian digerakkan
dengan bantuan lidah dan otot pipi sisa-sisa makanan dapat dibersihkan.
Dari hasil penelitian masih banyak anak yang tidak menggosok
gigi setelah makan dan sebelum tidur. Waktu menggosok gigi juga
mempengaruhi terjadinya karies gigi. Waktu menggosok gigi yang baik
adalah pagi setelah makan dan malam sebelum tidur. Menggosok gigi
stelah makan aik dilakukan agar sisa makanan yang dimakan tidak
menempel pada gigi . Menggosok gigi sebelum tidur sanngat penting
karena saat tidur terjadi interaksi antara bakteri mulut dengan sisa
makanan pada gigi (Hockenberry, 2003). Hal ini didukung dengan
penelitian Balibangkes (2008) bahwa waktu sikat gigi dapat menunjukkan

29

hubungan yang sangat bermakna dalam menurunkan angka karies gigi.


Waktu yang dianjurkan untuk menggosok gigi adalah pada pagi hari
setelah makan dan sebelum tidur. Semakin lama makanan menempel di
gigi akan semakin besar peluang terjadinya karies gigi. Menurut hasil
Riskesdas (2007 dalam Budisuari, Oktarina & Mikrajab, 2010) anak
menggosok gisi sesudah makan cenderung terjadi karies rata-rata 0,957
kali dibandingkan dengan anak yang tidak menggosok gigi setelah makan.
Pemakaian sikat gigi juga merupakan salah satu bentuk perawatan
gigi. Satu sikat gigi sebaiknya hanya digunakan oeh satu orang , tidak
digunakan secara bersama-sama. Hal ini dikarenakan kuman yang
menempel di sikat gigi akan berpindah ke mulut orang lain terutama orang
yang memiliki masalah gigi. Pemilihan sikat gigi juga mempengaruhi
adanya karies gigi. Untuk anak usia sekolah sikat gigi yang baik adalah
sikat gigi dengan bulu halus

yang terbuat dari nilon dengan panjang

sekitar 21 cm (Potter&Perry, 2005). Pemilihan sikat gigi yang benar daat


menghindari penyakit gigi seperti gigi berlubang. Apabila salah memilih
dan menggunakan skat gigi maka sisa-sisa makanan yang ada di sela gigi
tidak dapat terjagkau. Sehingga sisa sisa makanan tersebut akan menjadi
asam dan menempel pada email gigi, semakin lama sisa makanan itu
menempel maka risiko terjadinya kaies gigi akan semakin besar. Perlu
diperhatikan juga kapan sikat gigi harus diganti secara rutin, karena sikat
gigi yang telah rusak akan mempengaruhi dalam proses penyikatan. Hal
ini dapat merusak gusi dan dapat berdarah.
Bentk perawatan gigi lainnya adalah penggunaan fluoride yang
dibutuhkan oleh gigi untuk menjaga gigi dari kerusakan, namun kadarnya
harus diperhatikan. Fluoride dapat menurunkan produksi asam dan
meningkatkan pembentukan mineral pada dasar enamel (McDonald,
2007).Berdasarkan jurnal edisi khusus Caries Research telah ditentukan
efek antikaries yang tidak dapat diragukan dengan pemberian fluoride
melalui air minum, garam dapur, pata gigi, berkumur dan pemberian
secara individual. Penurunan karies dapat terjadi apabila konsentrasi
fluoride telah mencukupi dalam pemakaiannya. Saat ini pasta gigi
mengandung 0,15% fluoride. Di Indonesia beredar fluroride dalam bentuk

30

pasa gigi yang kadarnya sudah diatur, penggunaan berlebihan akan


mengakibatkan perubahan warna pada enamel gigi (Potter & Perry, 2005).
Karakteristik anak usia sekolah yang sedang dalam pertumbuhan
biasanya akan mengkonsumsi segala jenis makana agar asupan energi
yang dibutuhkan sesuai dengan energi yang dikeluarkan. Hal tersebut baik,
namun harus sangat diperhatikan perawatan kesehatan gigi pada anak
setelah ia mengonsumsi berbagai makanan terebut. Anak yang
mengosumsi makanan berserat cenderung mengurangi terjadinya karies
dibandingkan dengan makanan yang lunak dan banyak mengandung gula
(Budisuari, Oktarina, Mikrajab, 2010). Hampir semua anak dalam
penelitian menyukai makanan manis, namun belum menerapkan perilaku
gosok gigi yang baik dan benar setelah makan makanan manis, sehingga
glukosa yang terdapat pada makanan tersebut melekat di email gigi dan
berisiko terjadi karies gigi. Larutnya mineral email sebagai akibat
terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang
disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari makanan yang tersisa
di gigi dan menimbulkan destruksi komponen organik yang akhirnya
terjadi kavitasi atau pembentukan lubang gigi.
Bentuk perilaku perawatan gigi yang lain adalah dengan pemilihan
makanan yang baik untuk gigi dengan tepat, banyak sumber makanan
yang baik dikonsumsi untuk penguat gigi yakni makanan yang
mengandung tinggi kalsium. Menurt Gupte (2001) mengonsumsi kalsium,
fofor, vitamin D dapat menguatkan gigi. Vitamin C dan D baik untuk
pembentukan gigi. Kalsium dan vitamin D adalah fondasi penting untuk
membuat tulang dan gigi yang kuat. Kalsium mendukung struktur tulang
dan gigi. Sedangkan vitamin D meningkatkan penyerapan kalsium dan
pertumbuhan tungang seperti susu, keju, yoghurt, telur, sayur mayur, buahbuahan dan lain sebagainya.
Menurut Persatuan Dokter Gigi Indonesia (2006) mengatakan
pemeriksaan gigi ke dokter gigi masih sangat minim dilakukan pada
masyarakat indonesia. Pemeriksaan secara rutin 6 bulan sekali telah
dicanangkan oleh pemerintah. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan pada
anak usia sekolah, karena pada anak usia sekolah mengalami pergantian

31

dari gigi susu menjadi gigi permanen. Hal ini sangat penting karena saat
anak mengalami pergantian gigi memiliki risiko karies yang tinggi (Potter
& Perry, 2005)
Perilaku tidak dapat muncul secara tiba-tiba. Perilaku merupakan
proses yang dilakukan berulang kali. Menurut Rogers dalam Notoadmodjo
(2007) seseorang akan memiliki perilakun apabila telah melalui beberapa
tahapan diantaranya awareness, interest, evaluation, trial, adoption.
Apabila orang tua memberikan contoh perilaku yang baik pada ankanya .
Maka dengan tidak disadari anak tersebut mencoba melakukan apa yang
orang tuanya lakukan.

VII.

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan analisis fish bone, alternatif pemecahan masalah yang
dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan kurangnya perawatan gigi
pada anak, maka yang dilakukan adalah:
1. Penyuluhan tentang karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan
perilaku perawatan gigi yang baik dan benar.
2. Pembagian leaflet tentang perilaku perawatan gigi

32

B. Penentuan Alternatif Terpilih


Pemilihan prioritas alternatif pemecahan masalah harus dilakukan
karena adanya keterbatasan baik dalam sarana, tenaga, dana, serta waktu.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pemilihan prioritas pemecahan
masalah adalah metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu
efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
kelanggengan selesainya masalah, dan kecepatan penyelesaian masalah.
Efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan dalam
menyelesaikan masalah. Skoring efisiensi jalan keluar adalah dari sangat
murah (1), hingga sangat mahal (5).
Tabel 7.1. Kriteria dan Skoring Efektivitas Jalan Keluar
S
M
I
k (besarnya masalah
(kelanggengan
o yang dapat diatasi)
selesainya masalah)
r
1
sangat kecil
sangat tidak langgeng
2
Kecil
tidak langgeng
3
cukup besar
cukup langgeng
4
Besar
langgeng
5
sangat besar
sangat langgeng

V
(kecepatan
penyelesaian
masalah)
sangat lambat
lambat
cukup cepat
cepat
sangat cepat

Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke


adalah sebagai berikut:
Tabel 7.2. Prioritas Pemecahan Masalah Metode Reinke
No.
1.

Daftar Alternatif Jalan Keluar

Efektifitas
MxIxV
C
M I V C

Penyuluhan karies gigi, dampak

12

Urutan
Prioritas
Masalah
1

karies

gigi,

pencegahan

dan

perilaku perawatan gigi yang baik


dan benar.
2.

Pembagian

leaflet

perilaku perawatan gigi

tentang

33

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah menggunakan


metode Reinke, didapat prioritas pemecahan masalah, yaitu penyuluhan tentang
karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan perilaku perawatan gigi yang
baik dan benar. Dilakukan pula pembagian alat yang dibutuhkan untuk
membersihkan gigi seperti sikat gigi dan pasta gigi.
VIII. RENCANA KEGIATAN

A. Latar Belakang
Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang termasuk dalam
sepuluh besar penyakit terbanyak yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia perlu
diperhatikan (Mikail, B., Candra, A., 2011). Kebersihan gigi dan mulut
merupakan hal yang sangat penting dalam mencegah dari terjadinya penyakitpenyakit rongga mulut. Jika ditinjau dari segi fungsinya, gigi dan mulut
mempunyai peran yang besar dalam mempersiapkan makanan sebelum melalui
proses pencernaan yang selanjutnya. Oleh karena gigi dan mulut merupakan
salah satu kesatuan dari anggota tubuh yang lain, kerusakan pada gigi dan
mulut dapat mempengaruhi kesehatan tubuh secara langsung atau tidak
langsung. Selain itu, kebersihan gigi dan mulut juga berperan penting dalam
menentukan gambaran dan penampilan diri seseorang tersebut, sekaligus
berkaitan dengan kepercayaan atau keyakinan terhadap dirinya (Pratiwi, 2007).
Angka kejadian yang masih tinggi dan sulitnya mengatasi masalah karies
gigi pada anak membuat penulis tertarik untuk mengangkat kasus karies gigi
pada anak di wilayah kerja Puskesmas I Wangon SD N 1 Klapagading untuk
dilakukan analisis dalam Laporan Community Health Analysis (CHA).
Hasil analisis bivariat penelitian Hubungan perilaku Perawatan Gigi
dengan Kejadian Karies gigi pada anak SD N 1 Klapagading Wilayah Kerja
Puskesmas I Wangon yang dilakukan terhadap 33 subjek penelitian
menunjukkan bahwa perilaku perawatan gigi berhubungan dengan kejadian
karies gigi pada anak.

34

Berdasarkan hasil pemilihan alternatif pemecahan masalah dengan


menggunakan Metode Rienke, maka dapat dipilih alternatif berupa penyuluhan
tentang karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan perilaku perawatan gigi
yang baik dan benar Dilakukan pula pembagian alat yang dibutuhkan untuk
membersihkan gigi seperti sikat gigi dan pasta gigi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menurunkan angka kejadian karies gigi pada anak di SD N 1 Klapagading
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran mengenai perilaku perawatan gigi yang baik
dan benar.
b. Meningkatkan pengetahuan anak tentang karies gigi.
C. Bentuk dan Materi Kegiatan
Kegiatan akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk penyuluhan dengan materi
tentang penyuluhan karies gigi, dampak karies gigi, pencegahan dan perilaku
perawatan gigi yang baik dan benar Dilakukan pula pembagian alat yang
dibutuhkan untuk membersihkan gigi seperti sikat gigi dan pasta gigi.
D. Sasaran
33 siswa dan siswi kelas 4 SD N 1 Klapagading.
E. Pelaksanaan
1. Personil
Penanggung jawab

: dr. Tulus Budi Purwanto (Preseptor Lapangan).

Pembimbing

: Bapak Sardi

Pelaksana

: Danny Amanati A

Pembicara

: Galuh Ajeng P

2. Waktu dan Tempat


Hari, tanggal : Jumat, 15 Mei 2015
Waktu
: 09.00 09.30 WIB
Tempat: Ruang kelas 4 SD N 1 Klapagading
F. Rencana Anggaran
1. Sikat gigi
: Rp. 60.000,00
2. Pasta gigi
: Rp 30.000,00
Jumlah
: Rp. 90.000,00
G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah penyuluhan yang dilakukan
berpengaruh terhadap pemahaman karies gigi, bahaya karies gigi, pencegahan

35

dan perilaku perawatan gigi yang baik dan benar dibandingkan dari sebelum
diberikan penyuluhan. Alat evaluasi yang digunakan untuk mengetahui hasil
dari intervensi adalah kuesioner yang harus diisi peserta penyuluhan sebelum
dan sesudah materi penyuluhan disampaikan. Kuesioner terdiri dari empat
pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki dua opsi jawaban benar dan salah.
Untuk evaluasi proses akan dievaluasi sasaran, waktu dan anggaran terkait
acara.

IX.

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN

A. Monitoring dan Evaluasi


1.

Pelaksanaan Kegiatan
Intervensi kesehatan yang dilakukan penyuluhan dengansiswa siswi
SD N 1 Klapagading kelas 4 mengenai Perawatan Gigi yang Baik dan
Benar meliputi penyuluhan sikat gigi yang baik dan benar, pentingnya
kontrol ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali, dan pencegahan karies gigi
pada anak anak. Penyuluhan yang dilakukan diharapkan dapat mengatasi
masalah-masalah yang berhubungan dengan kejadian karies gigi pada anak
dan penatalaksanaan secara dini. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan
dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu :
a.

Tahap Persiapan
1) Perijinan
Perijinan dibuatkan oleh pihak dokter muda dan pihak
puskesmas yang ditujukan kepada Kepala Sekolah SD N 1
Klapagading. Dalam pelaksanaan, penulis mendapatkan ijin secara
lisan dari Kepala Sekolah SD N 1 Klapagading untuk
melaksanakan penyuluhan mengenai perilaku perawtan gigi yang
baik dan benar pada siswa dan siswi kelas 4 SD N 1 Klapagading.

36

2) Materi
Materi yang disiapkan adalah materi tentang karies gigi,
perilaku perawatan gigi yang meliputi penyuluhan sikat gigi yang
baik dan benar, pentingnya kontrol ke dokter gigi setiap 6 bulan
sekali, dan pencegahan karies gigi pada anak anak. Sarana
Sarana yang dipersiapkan berupa alat tulis dan poster.
b.

Tahap pelaksanaan
1)
2)
3)
4)
5)

Hari/Tanggal
Pukul
Tempat
Pembimbing
Pelaksana

6) Peserta
c.

:
:
:
:
:

Jumat, 15 Mei 2015


08.00 wib - selesai
Ruang Kelas 4 SD N 1 Klapagading
Bapak Sardi
Dokter Muda Unsoed (Danny Amanati A dan

Galuh Ajeng P)
Siswa dan siswi SD N 1 Klapagading
Penyampaian materi

Penyampaian materi dilakukan dengan lisan dan tulisan untuk


menjelaskan tentang karies gigi pada anak serta pelaksanaan sikat gigi
yang baik dan benar dalam kehidupan sehari hari.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu
evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan
dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek.
1) Evaluasi Input
Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu
man, money, metode, material, machine.
a) Man
Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi
sudah termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan
yang cukup memadai mengenai materi yang disampaikan.
b) Money
Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya
diskusi termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana.
c) Method
Metode diskusi adalah pemberian materi secara lisan dan
tulisan. Metode ini cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik
untuk mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.

37

d) Material
Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan
dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari internet, buku
ajar ilmu penyakit dalam, dan artikel kesehatan.
2) Evaluasi Proses
Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses
pelaksanaan penyuluhan. penyuluhan yang dijadwalkan pada hari
Jumat, 15 Mei 2015

pukul 08.00 WIB. Proses penyuluhan

berlangsung kurang lebih 60 menit, meliputi pengisian pretest 5


menit dan postest 5 menit, pemberian materi 20 menit, dan sesi
diskusi 10 menit dan praktek sikat gigi yang baik dan benar 20
menit. Antusiasme peserta penyuluhan dinilai cukup. Hal ini dilihat
dari antusias peserta pada saat diskusi yang dinilai cukup aktif.
Peserta yang hadir terdiri 28 siswa dan siswi kelas 4 SD N 1
Klapagading 5 anak tidak masuk sekolah dikarenakan sakit. Secara
keseluruhan pelaksanaan diskusi berlangsung baik.
3) Evaluasi Output
Pre test dilaksanakan dengan metode pengisian kuesioner
kepada peserta diskusi sebelum diberikan penyuluhan. Setelah
dilakukan penyuluhan, para peserta kembali diminta untuk mengisi
soal post test dalam rangka mengetahui apakah penyuluhan yang
dilakukan berpengaruh terhadap perilaku dan pengetahuan
perawatan gigi yang baik dan benar. Setelah dilakukan evaluasi,
maka di dapatkan hasil sebagai berikut
Tabel 8.1. Distribusi Frekuensi Responden
Pengetahuan

dan Pre test

Post test

penerapan PHBS
Baik
Buruk
Jumlah

Frekuensi
23 (82,1%)
5 (17,85%)
28

Frekuensi
28 (100%)
0 (0%)
28

Berdasarkan tabel 8.1, dari total 28 responden yang dievaluasi.


Sejumlah 23 responden (82,1%) memiliki pengetahuan dan

38

perilaku perawatan gigi yang baik, dan 5 responden (17,85 %)


memiliki memiliki pengetahuan dan perilaku perawatan gigi yang
buruk pada pretest. Setelah dilakukan penyuluhan dilakukan
evaluasi terhadap responden, didapatkan hasil 28 responden (80%)
memiliki pengetahuan dan perilaku perawatan gigi yang baik.
B. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara
perilaku perawatan gigi dengan kejadian karies gigi pada anak dengan
nilai p=0,003.
b. Aternatif pemecahan masalah pada penelitian ini adalah penyuluhan
mengenai perilaku perawatan gigi yang baik dan pelatihan sikat gigi
yang baik dan benar pada siswa siswi SD N 1 Klapagading.
c. Dari hasil evaluasi yang didapat setelah penyuluhan responden
memiliki penambahan pengetahuan perilaku perawatan gigi yang baik
2. Saran
a. Bagi masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku hidup
sehat sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigi
b. Bagi pihak puskesmas diharapkan dapat mengurangi kejadian karies
gigi pada anak maupun dewasa dengan meningkatkan program
promosi kesehatan dalam berbagai sarana.

39

DAFTAR PUSTAKA
Anggriana, D., & Musyifah. 2005. Stimulating Factor of Parents Motivtion to take
their childrens dental health for treatment in the Faculty of dentistry
Airlangga University. Journal of Dental Health.
Budisuari, M. A, Oktarina., & Mikrajab , M. A. 2010. Hubungan pola makan dan
kebiasaan menyikat gigi dengan kesehatan gigi dan mulut (karies) di
Indonesia. Jurnal Kesehatan, Vol 13 No.1.
Cahyati, W.H. 2008. Karies gigi pada anak TK (Studi Kasus di Kecamatan
Tembalang kota Semarang). Skripsi. Unversitas Negeri Semarang.
Chadwick, B. L., & Hosey, M.T. 2003. Child taming: how to manage children in
dental practice. London : Quintessence Publishing Co. Ltd
Columbia Unversity college of Dental Medicine. 2009. Cleaning yours child
mouth and teeth.
Dahlan, M.S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
Dahlan, M. S. 2010. Langkah-langkah membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Sagung Seto.
DeLaune, S. C., & Ladner, P.K. 2002. Fundamental of Nursing : Standars &
Practice (2nd ed. Delma : Thomson Learning Inc.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta : Pusat Bahasa.
Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan. 2004. Profil Kesehatan Gigi dan
Mulut di Indonesia pada Pelita V. Jakarta : depkes RI
Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi. 2006. Pedoman Pelaksanaan
UKGS. Jakarta : Depkes RI.
Feldman, R. S. 2003. Essentials of understanding Psychology. New York : Mc
Graw-Hill

40

Hockenburry, M. J., & Wilson, D. 2007. Wongs Nursing Care Infants and
Children. St. Louse : Mosby Elsevier.
Hutabarat, N. 2009. Peran Petugas Kesehatan, Guru, dan Orang Tua dalam
Melaksanakan UKGS dengan tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut murid sekolah dasar di Kota Medan tahun 2000. Thesis Sumatra
Utara : universits Sumatera Utara.
Hurlock, E. B. 2004. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan 5th edition. Yogyakarta : Erlangga.
Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Cetakan ke 7. Bandung : PT. Mandar Maju.
Kawuryan, U. 2008. Hubungan Pengetahuan Tentang Kebersihan Gigi dan Mulut
dengan Kejadian Karies Anak SDN Kleco II Kelas V dan VI Laweyan
Surakarta. Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kidd, E.A.M,. Smith, B.G.N., & Pickard, H.M. 2002. Manual Konservasi
Restoratif .Menurut Pickard. Edisi 6. Alih Bahasa oleh Narlan Sumawinata.
Jakarta : Widya Medika.
McDonald, R.E., & Avery, D. R. 2004. Dentistry for the child and Adolescent, ed
6. St. Luis : Mosby.
Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Potter, P. A., & Perry, A. G. 2005. Fundemental Nursing : Concept, Procces, and
Practice 6th Edition. St. Lous : Mosby Year Book.

Walton, R. E & Torabinejad, M. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Kedokteran


Endodonsia. Edisi 3. Alih Bahasa oleh Narlan Sumawinata. Jakarta EGC.

41

Wong, D. L., Hockenburry, M., Wilson, D., Winkelstein, L.M., & Scwhartz, P.
2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

DOKUMENTASI

42

43

Kuesioner penelitian

44

Hubungan Perilaku Perawatan Gigi dengan Kejadian Karies Gigi pada Anak
SD N 1 Klapagading Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon
Tanggal pengisian data :

Mei 2015

Kode Responden

B. Karakteristik Responden
Petunjuk pengisian :
Isilah pertanyaan berikutr secara langsung dan berikan tanda checklist ()
pada kolom yang disediakan
1. Usia
: tahun
2. Jenis kelamin
:
3. Pekerjaan Orang Tua :
4. Apakah adik mememiliki sikat gigi sendiri?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah adik menggunakan pasta gigi apabila menggosok gigi?
a. Ya
b. Tidak
C. Perilaku Perawatan Gigi
Petunjuk pengisian kuesioner :
1 Pilihlah jawaban yang sesuai dengan keadaan adik adik
2 Berilah tanda checklist () pada kolom yang telah disediakan
3 Pilihlah jawaban berupa :
TP : tidak pernah
KK : kadang kadang
S : sering
Sl : selalu (setiap hari melakukan)
No

Pertanyaan

1
2

Saya pernah merasa sakit gigi


Saya menggosok gigi jika disuruh
oelh orang tua, jika tidak saya tidak
menggosok gigi
Saya menggosok gigi setelah
makan
Saya menggosok gigi sebelum tidur
Saya memakai sikat gigi sendiri
saat menggosok gigi
Saya berkumur setelah makan
Saat menggosok gigi, saya juga
menggosok gusi dan lidah
Saya menggosok gigi dengan
lembut
Saya menggosok gigi bagian depan

3
4
5
6
7
8
9

TP

K
K

Sl

45

10
11
12
13
14
15
16
17

dengan gerakkan ke atas dan


kebawah
Saya juga menggosok seluruh
bagian gigi dengan gerakan
memutar
Saya menggosok seluruh bagian
mulut (depan, belakang, sela sela
gigi)
Saya
menggosok
gigi
menggunakan pasta gigi berfluoride
Saya minum susu setiap hari
Saya makan keju setiap hari
Setelah makan permen, coklat, es
krim, kemudian saya menggosok
gigi
Saya pernah periksa gigi ke dokter
gigi
Walaupun gigi saya tidak sakit,
orang tua saya memeriksakan gigi
saya ke dokter gigi ( minimal 6
bulan sekali)

LEMBAR EVALUASI PENYULUHAN PERAWATAN GIGI

46

DI SD N 1 KLAPAGADING KECAMATAN WANGON


Nama
No. Absen

:
:

Jawablah pertanyaan berikut dengan benar. Berilah tanda (X) pada


jawaban yang kamu anggap benar
1. Menggosok gigi setelah makan adalah tindakan perawatang gigi yang
baik.
a. Benar
b. salah
2. Andi selalu menggosok gigi sebelum tidur. Tindakan andi merupakan
perilaku perawatan gigi yang.
A. benar
b. salah
3. Lisa etiap menggosok gigi hanya menggosok gigi bagian depan dan
gerakannya hanya atas bawah
a. Benar
b. salah
4. Selama ini, Andi hanya sesekali pergi ke dokter gigi untuk memeriksakan
gigi hanya jika andi merasa sakit gigi
a. Benar
b. salah

Anda mungkin juga menyukai