Bargaining
Bargaining
Bargaining
Suwandi Suwee
No comments
Negosiasi merasuki setiap interaksi dari hampir semua orang dalam kelompok dan
organisasi. Negosiasi sebagai sebuah proses dimana dua pihak atau lebih melakukan
pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya. Dalam
pembahasan ini kami akan menggunakan istilah negosiasi dan tawar menawar secara
bergantian.
Kami akan membandingkan dua strategi tawar-menawar, memberikan sebuah
model proses negosiasi, memastikan peran suasana hati dan sifat-sifat kepribadian
dalam tawar-menawar, mengulas perbadaan jenis kelamin dan kultur dalam negosiasi,
dan sekilas mengamati negosiasi pihak ketiga.
Startegi Tawar Menawar
Terdapat dua pendekatan umum terhadap negosiasi yaitu tawar-menawar
distributif dan tawar-menawar integratif.
1. Tawar-Menawar Distributif
Ciri yang paling jelas ditunjukan bahwa strategi ini berjalan dibawah zero-sum.
Itu artinya, perolehan apapun yang saya dapatkan adalah dengan mengurbankan Anda,
dan sebaliknya. Jadi hakikat tawar-menawar distributif adalah menegosiasikan siapa
mendapat bagian apa dari sebuah kue yang besarnya sama dan tetap (fixed pie).
Dengan kue itu, yang kami maksudkan adalah bahwa tiap-tiap pihak yang saling
menawar meyakini hanya ada sejumlah barang atau jasa untuk dibagi. Karena itu, kue
tetap adalah permainan zero-sum dalam arti bahwa setiap 1 dollar di saku salah satu
pihak adalah 1 dollar yang keluar dari saku lawan tawar mereka. Ketika para pihak
meyakini kuenya tetap maka cenderungan melakukan penawaran distributif. Contoh
yang bisa diambil adalah negosiasi buruh manajemen mengenai upah.
Contoh :
Tujuan
Motivasi
Fokus
Kepentingan
Tingkat berbagi
Informasi
Tawar-Menawar
Distributif
Tawar-Menawar
Integratif
Mendapatkan potongan
kue sebanyak mungkin
Memperbesar kue
sehingga kedua belah
pihak puas.
Menang Kalah
Menang Menang
Kepentingan (dapatkah
anda jelaskan mengapa
isu ini begitu penting
bagi anda
Berlawanan
Selaras
Rendah (berbagi
informasi hanya akan
memungkinkan pihak
lain mengambil
keuntungan kita)
Jangka pendek
Jangka panjang
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sepanjang hidup kita, tentunya kita selalu melakukan negosiasi. Baik dengan ayah ke anaknya,
teman, maupun rekan bisnis. Negosiasi dapat menjembatani perbedaan yang ada dan
menghasilkan kesepakatan antar pihak yang terlibat.
Dalam dunia bisnis, istilah negosiasi bukanlah hal yang baru. Negosiasi digunakan untuk
menjembatani dua kepentingan yang berbeda, misalnya antara produsen dengan konsumen. Oleh
karena itu, agar terjadi suatu kesepakatan di antara kedua belah pihak, diperlukan negosiasi.
Sementara itu, orang yang melakukan negosiasi sering disebut sebagai seorang negosiator.
Dalam komunikasi bisnis bernegosiasi sangat dibutuhkan dalam mencapai suatu kesepakatan
bersama antara dua belah pihak yang bersangkutan. Dalam bernegosiasi ada tata cara tersendiri
sehingga kesepakatan di antara keduanya bisa tercapai.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih jelas yang berkaitan dengan permasalahan negosiasi, seperti
pengertian negosiasi, berbagai tahapan atau proses bernegosiasi, ketrampilan bernegosiasi, peran
seorang negosiator, tipe negosiator dan pengalaman pribadi dalam bernegosiasi.
1.2
a.
b.
c.
d.
e.
RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian negosiasi ?
Bagaimana proses dari negosiasi ?
Apa peran negosiator dalam bernegosiasi ?
Apa saja macam-macam negosiator ?
bagaimana pengalaman saya dalam bernegosiasi?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sementara itu, menurut Casse, ada tiga tahapan penting dalam bernegosiasi, yaitu tahap
perencanaan (sebelum negosiasi), tahap implementasi (selama negosiasi), dan tahap peninjauan
(setelah negosiasi).
Tahap perencanaan.
Tahap perencanaan negosiasi membutuhkan tiga tugas utama, yaitu merencanakan sasaran
negosiasi, memutuskan strategi, dan memperjelas proses negosiasi.
Sasaran Negosiasi
Sasaran negosiasi adalah apa hasil yang diharapkan dalam bernegosiasi. Hal ini merupakan salah
satu alasan utama mengapa seseorang bernegosiasi. Penentuan sasaran atau target dalam
bernegosiasi sangatlah penting sebagai arahan atau petunjuk dalam bernegosiasi. Ada dua jenis
sasaran dalam bernegosiasi, yaitu sasaran ideal dan sasaran dasar (batas minimal yang dapat
dicapai).
Strategi Negosiasi
Komponen kedua adalah strategi negosiasi yang merupakan cara atau teknik untuk mencapai tujuan
bernegosiasi. Untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak memang diperlukan strategi yang
tepat. Ada beberapa strategi negosiasi yang dapat anda gunakan dalam bernegosiasi, antara lain :
strategi kooperatif, strategi kompetitif, dan strategi analitis.
Strategi Kooperatif
Sasarannya mencapai kesepakatan kedua belah pihak
Memakai semboyan win-win solution
Mempercayai pihak lawan
Melakukan kompromi jika diperlukan dan timbal balik
Menciptakan landasan dan kepentingan bersama
Strategi Kompetitif
Sasaran strateginya adalah mengalahkan lawan
Tidak mempercayai lawan dan siap bertarung
Menuntut sebuah konsesi, menegaskan posisi, dan melancarkan tekanan.
Tidak memberikan apa-apa dan menghabiskan semuanya
Strategi Analitis
Mempunyai filosofi bahwa seorang negosiator adalah pemecah masalah, bukan seorang petarung
Memandang negosiasi sebagai bentuk latihan dalam memecahkan masalah, dan bukannya sebagai
permainan
Berusaha kreatif dan bersama-sama mencari alternatif solusinya
Menggunakan kriteria yang objektif dalam mengambil keputusan
Membuat alasan yang rasional dan bukan atas dasar perasaan
Proses Negosiasi
Komponen ketiga adalah proses negosiasi. Sebelum mencapai tujuan yang anda tentukan
sebelumnya, perlu diketahui bahwa dalam negosiasi sangat diperlukan yang namanya proses
negosiasi yang melibatkan kedua belah pihak. Proses negosiasi merupakan proses suatu proses
2.
a.
b.
3.
a.
b.
c.
2.3
a.
b.
c.
d.
e.
tawar-menawar yang diharapkan mampu menghasilkan suatu kesepakatan di kedua belah pihak
yang saling menguntungkan.
Menurut Casse dalam proses negoasiasi ada enam tahapan penting yang perlu diperhatikan, antara
lain : (1) persiapan, (2) kontak pertama, (3) konfrontasi, (4) Kompromi, (5) Solusi, (6) konsolidasi.
Tahap Implementasi.
Tahap implementasi merupakan tahapan penerapan atau tindakan yang diperlukan agar mencapai
sukses dalam bernegosiasi. Implementasi memiliki komponen penting antara lain : taktik negosiasi,
keterampilan negosiasi, dan perilaku negosiasi.
Taktik Negosiasi
Macam-macam taktik negosiasi, antara lain:
Taktik dengan cara anda.
Taktik bekerja sama.
Taktik tidak bertindak apa-apa.
Taktik melangkah ke tujuan lain.
Keterampilan bernegosiasi.
Macam-macam keterampilan bernegosiasi, antara lain:
Persiapan.
Memulai negosiasi.
Strategi dan teknis.
Kompromi.
Menghindari kesalahan taktis.
Tahap peninjauan negosiasi.
Tahap ini merupakan tahapan setelah berlangsungnya suatu proses negosiasi. Tahapan ini memiliki
arti yang sangat penting bagi seorang negosiator dalam meninjau apa yang sudah dilakukannya
selama bernegosiasi.
Ada beberapa alasan penting mengapa tahap peninjauan negosiasi perlu dilakukan, antara lain :
Untuk memeriksa apakah anda sudah mencapai tujuan anda.
Jika tidak, maka hal itu dapat menjadi pelajaran sekaligus pengalaman yang sangat berharga bagi
seorang negosiator.
Jika ya, maka pastikan apa yang sudah anda lakukan dengan baik dan bangunlah kesuksesan
anda.
Peran Negosiator
Seorang negosiator dapat melakukan berbagai peran penting dalam bernegosiasi, antara lain :
Berperan sebagai seorang pemimpin
Faktual
Analitis
Reliasional
Intuitif
Harus berhati-hati berhadapan dengan seorang negosiator yang curang karena pada dasarnya yang
terlintas dalam benak pikirannya adalah bagaimana memenangkan negosiasi dan mengalahkan
anda. Yang penting bagi negosiator curang adalah dapat memenangkan negosiasinya.
b. Negosiator Profesional
Seorang negosiator yang profesional akan tahu apa yang sedang dinegosiasikan, dan tahu
bagaimana memperoleh apa yang diinginkannya. Ia memiliki pengetahuan dan ketrampilan
bernegosiasi dengan baik. Yang tak kalah pentingnya adalah ia tahu banyak hal tentang lawan
negosiasinya.
c. Negosiator bodoh
Seorang negosiator yang bodoh cenderung menghendaki kekalahan untuk kedua belah pihak. Tidak
peduli apapun yang anda lakukan, ia akan berusaha sekuat tenaga agar tidak ada yang bisa
menang. Yang penting baginya tidak ada yang menang dalam negosiasi. Oleh karena itu, untuk
menghadapi negosiator macam ini, anda harus memahami apa yang sebenarnya terjadi di balik
perilaku pihak lawan yang berpura-pura bodoh tersebut. Jika ia takut kalah, yakinkanlah agar ia
memiliki motivasi yang kuat untuk bernegosiasi dengan baik. Jika ia tidak tahu, berilah pengertian
yang sejelas-jelasnya, sehingga ia memahaminya dengan baik. Jika ia merasa terancam, maka
bersikaplah arif dan bijak dalam bernegosiasi.
d. Negosiator Naif
Pada umumnya ia adalah negosiator yang tidak siap bernegosiasi, tidak tahu pokok persoalan yang
akan dinegosiasikan, bahkan cenderung percaya begitu saja pada pihak lawan negosiasinya. Kalau
perlu, ia bersedia memberikan apa saja yang diminta oleh pihak negosiasinya. Dengan seorang
negosiator yang naf, pihak lawan jelas dapat menang dengan mudah. Namun, pihak lawan
sebaiknya tetap harus lebih berhati-hati, karena bukan tidak mungkin ia sedang menyembunyikan
sesuatu yang tidak diketahui pihak lawan negosiasinya. Ia bisa juga menyetujui apa yang diinginkan
pihak lawan negosiasi, karena ia mempunyai tujuan lain yang menurutnya sangat berarti baginya.
akan mengikuti arah ponsel itu dimiringkan, ini yang membuat saya agak susah dalam mengetiknya,
dan sejak itu pula saya berkeinginan untuk menjualnya.
Sebelum saya menjual ponsel ini, saya ingin mencari tahu harga second dari ponsel pintar
blackberry ini. Saya mendapatkan harga yang turun drastis yaitu dengan harga Rp.1.700.000,- Saya
menawarkan ke salah satu toko ponsel yang ada di tanjung, tetapi pemilik toko membanderol
dengan harga Rp. 1.800.000,- padahal ponsel ini masih dalam masa garansi 1 tahun dari pihak
blackberry, saya belum mau menjual ke toko tersebut.
Dari beberapa toko masih dalam harga yang sama dan ada pula kurang dari harga tersebut, saya
pun mulai menawarkan ke teman akrab waktu saya sekolah di Smkn 1 Tanjung, sebut saja Jaini, dia
menanyakan harga yang ingin dijual, saya bilang harga Rp.2.000.000,- tetapi dia menawar dengan
harga Rp.1.800.000,- dikarenakan dia cuma punya uang sebesar itu, dan saya menjelaskan bahwa
ponsel ini jarang dipakai, tidak pernah terjatuh, barangnya pun masih bening atau mulus, saya
sering pakai ponsel yang nokia 5310 express music, karena lebih gampang dalam penggunaannya,
dan saya juga bilang karena alasan seperti saya sebutkan tadi diatas.
Dia tetap menaroh harga Rp.1.800.000,- setelah beberapa jam tawar menawar yang alot, saya pun
memberikan solusi:
Saya: begini saja, saya mengurangi harga Rp.100.000,- dan kamu nambah Rp.100.000,Jaini: boleh kalau begitu, saya pinjam uang ibu saya Rp.100.000,Dan akhirnya kami sepakat dengan harga Rp.1.900.000,- saya pun bersalaman dengan dia sebagai
tanda bukti sepakat atu DEAL. saya pun menyerahkan ponsel blackberry itu lengkap accesoris
ponsel, nota pembelian, kartu garansi dan tidak ketinggalan kotaknya.
Demikian pengalaman saya dalam bernegosiasi yang pernah saya alami, dan negosiasi ini bersifat
informal atau tidak resmi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Oliver, negosiasi adalah sebuah transaksi dimana kedua belah pihak mempunyai hak atas
hasil akhir. Hal ini memerlukan persetujuan kedua belah pihak sehingga terjadi proses yang saling
memberi dan menerima sesuatu untuk mencapai kesepakatan bersama. Sementara itu Casse,
negosiasi adalah proses dimana paling sedikit ada dua pihak dengan persepsi, kebutuhan, dan
motivasi yang berbeda mencoba untuk bersepakat tentang suatu hal demi kepentingan bersama.
proses negosiasi selalu melibatkan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi, mencari suatu
kesepakatan kedua belah pihak, dan mencapai tujuan yang dikehendaki bersama kedua belah pihak
yang terlibat dalam negosiasi.
menurut Casse, ada tiga tahapan penting dalam bernegosiasi, yaitu tahap perencanaan (sebelum
negosiasi), tahap implementasi (selama negosiasi), dan tahap peninjauan (setelah negosiasi).
Menurut Casse dalam proses negoasiasi ada enam tahapan penting yang perlu diperhatikan, antara
lain : (1) persiapan, (2) kontak pertama, (3) konfrontasi, (4) Kompromi, (5) Solusi, (6) konsolidasi.
Seorang negosiator dapat melakukan berbagai peran penting dalam bernegosiasi, antara lain:
Berperan sebagai seorang pemimpin, faktual, analitis, reliasional, intuitif.
Ada empat tipe negosiator, yaitu negosiator curang, negosiator professional, negosiator bodoh dan
negosiator naf.
Dari pengalaman yang saya ceritakan tadi, harus ada kesepakatan dalam bernegosiasi atau tawar
menawar, sehingga ada kepuasan bagi kedua pihak walaupun memakan waktu tidak singkat.
3.2 Saran
Dalam melakukan negosiasi diperlukan seorang yang mampu melihat peluang, sabar, dan memiliki
daya sensitifikasi sosial yang tinggi.
Sebelum melakukan negosiasi sehendaknya seorang negosiator mempelajari situasi yang ada.
Dalam bernegosiasi seorang negosiator jangan memberikan harga yang tinggi dari harga yang
sebenarnya, dan negosiator janganlah menawar harga jauh lebih murah dari harga yang ditawarkan.
DAFTAR PUSTAKA
bintangarif.blogspot.com/2012/05/tugas-makalah-komunikasi-bisnis.html?m=1
id.m.wikipedia.org/wiki/negosiasi
Bargaining
From Wikipedia, the free encyclopedia
Bargaining or haggling is a type of negotiation in which the buyer and seller of a good or service
debate the price and exact nature of a transaction. If the bargaining produces agreement on terms,
the transaction takes place. Bargaining is an alternative pricing strategy to fixed prices. Optimally, if it
costs the retailer nothing to engage and allow bargaining, he/she can divine the buyer's willingness
to spend. It allows for capturing more consumer surplus as it allows price discrimination, a process
whereby a seller can charge a higher price to one buyer who is more eager (by being richer or more
desperate). Haggling has largely disappeared in parts of the world where the cost to haggle exceeds
the gain to retailers for most common retail items. However, for expensive goods sold to uninformed
buyers such as automobiles, bargaining can remain commonplace.
Dickering refers to the same process, albeit with a slight negative (petty) connotation.
Bargaining is also the name chosen for the third stage of the Kbler-Ross model (commonly known
as the stages of dying), even though it has nothing to do with price negotiations.
Contents
[hide]
3 See also
4 References
5 Further reading
Regional differences[edit]
In North America and Europe bargaining is restricted to expensive or one-of-a-kind items
(automobiles, antiques, jewelry, art, real estate, trade sales of businesses) and informal sales
settings such as flea markets and garage sales. In other regions of the world bargaining may be the
norm even for small commercial transactions.
In Indonesia and elsewhere in Asia where locals haggle for goods and services everywhere from
street markets to hotels, haggling is a strong cultural tradition that even children learn from a young
age. Participating in that tradition can make foreigners feel accepted. [1] Haggling for food items is
strongly discouraged in Southeast Asia and is considered an insult, because food is seen as a
common necessity that is not to be treated as a tradable good.[2]
In almost all large complex business negotiations, a certain amount of bargaining takes place. One
simplified 'western' way to decide when it's time to bargain is to break negotiation into two stages:
creating value and claiming value. Claiming value is another phrase for bargaining. Many cultures
take offence when they perceive the other side as having started bargaining too soon. This offence
is usually as a result of their wanting to first create value for longer before they bargain together. The
Chinese culture by contrast places a much higher value on taking time to build a business
relationship before starting to create value or bargain. Not understanding when to start bargaining
has ruined many an otherwise positive business negotiation. [3]
In areas where bargaining at the retail level is common, the option to bargain often depends on the
presence of the store's owner. A chain store managed by clerks is more likely to use fixed pricing
than an independent store managed by an owner or one of owner's trusted employees. [citation needed]
The store's ambiance may also be used to signal whether or not bargaining is appropriate. For
instance, a comfortable and air-conditioned store with posted prices usually does not allow
bargaining, but a stall in a bazaar or marketplace may. Supermarkets and other chain stores almost
never allow bargaining. However, the importance of ambiance may depend on the cultural
commitment to bargaining. In Israel, prices on day-to-day items (clothing, toiletries) may be
negotiable even in a Western style store manned by a clerk.[citation needed]
In India, a sign posted with the phrase fixed price indicates that bargaining is not allowed, although
quite often this is not the case.[citation needed]
Theories[edit]
Behavioral theory[edit]
The personality theory in bargaining emphasizes that the type of personalities determine the
bargaining process and its outcome. A popular behavioral theory deals with a distinction between
hard-liners and soft-liners. Various research papers refer to hard-liners as warriors, while soft-liners
are shopkeepers. It varies from region to region. Bargaining may take place more in rural and semiurban areas than in a metro city.[citation needed]
Game theory[edit]
Bargaining games refer to situations where two or more players must reach agreement regarding
how to distribute an object or monetary amount. Each player prefers to reach an agreement in these
games, rather than abstain from doing so. However, each prefers that the agreement favour his
interests. Examples of such situations include the bargaining involved in a labour union and the
directors of a company negotiating wage increases, the dispute between two communities about the
distribution of a common territory, or the conditions under which two countries agree on nuclear
disarmament. Analyzing these kinds of problems looks for a solution that specifies which component
in dispute corresponds to each party involved.
Players in a bargaining problem can bargain for the objective as a whole at a precise moment in
time. The problem can also be divided so that parts of the whole objective become subject to
bargaining during different stages.
In a classical bargaining problem the result is an agreement reached between all interested parties,
or the status quo of the problem. It is clear that studying how individual parties make their decisions
is insufficient for predicting what agreement will be reached. However, classical bargaining theory
assumes that each participant in a bargaining process will choose between possible agreements,
following the conduct predicted by the rational choice model. It is particularly assumed that each
player's preferences regarding the possible agreements can be represented by a von Neumann
Morgenstern utility theorem function.
Nash [1950] defines a classical bargaining problem as being a set of joint allocations of utility, some
of which correspond to what the players would obtain if they reach an agreement, and another that
represents what they would get if they failed to do so.
A bargaining game for two players is defined as a pair (F,d) where F is the set of possible joint utility
allocations (possible agreements), and d is the disagreement point.
For the definition of a specific bargaining solution it is usual to follow Nash's proposal, setting out the
axioms this solution should satisfy. Some of the most frequent axioms used in the building of
bargaining solutions are efficiency, symmetry, independence of irrelevant alternatives, scalar
invariance, monotonicity, etc.
The Nash bargaining solution is the bargaining solution that maximizes the product of an agent's
utilities on the bargaining set.
The Nash bargaining solution, however, only deals with the simplest structure of bargaining. It is not
dynamic (failing to deal with how pareto outcomes are achieved). Instead, for situations where the
structure of the bargaining game is important, a more mainstream game theoretic approach is
useful. This can allow players' preferences over time and risk to be incorporated into the solution of
bargaining games. It can also show how the details can matter. For example the Nash bargaining
solution for Prisoners' Dilemma is different from the Nash equilibrium.
Processual theory[edit]
This theory isolates distinctive elements of the bargaining chronology in order to better understand
the complexity of the negotiating process. Several key features of the processual theory include:
Bargaining range
Critical risk
Security point
Integrative theory[edit]
Integrative bargaining (also called "interest-based bargaining," "win-win bargaining") is a negotiation
strategy in which parties collaborate to find a "win-win" solution to their dispute. This strategy
focuses on developing mutually beneficial agreements based on the interests of the disputants.
Interests include the needs, desires, concerns, and fears important to each side. They are the
underlying reasons why people become involved in a conflict.
"Integrative refers to the potential for the parties' interests to be [combined] in ways that create joint
value or enlarge the pie." Potential for integration only exists when there are multiple issues involved
in the negotiation. This is because the parties must be able to make trade-offs across issues in order
for both sides to be satisfied with the outcome.[6]
Narrative theory[edit]
A very different approach to conceptualizing bargaining is as co-construction of a social narrative,
where narrative, rather than economic logic drives the outcome.
Automated bargaining[edit]
When a bargaining situation is complex, finding Nash equilibrium is difficult using game
theory. Evolutionary computation methods have been designed for automated bargaining, and
demonstrated efficient and effective for approximating Nash equilibrium. [7]
Anchor Pricing[edit]
Anchor price is the first call made during a bargain. The first call sets a condition of pricing biased
towards the first caller.
Tawar menawar adalah suatu jenis negosiasi yang dilakukan oleh penjual dan
pembeli untuk menentukan harga suatu barang. Hal ini biasanya dilakukan di pasar
tradisional.