Laporan Pendahuluan Dengeu Hemorrhagic Fever (DHF) Pada Nn. D Diruang Anggrek 4
Laporan Pendahuluan Dengeu Hemorrhagic Fever (DHF) Pada Nn. D Diruang Anggrek 4
Laporan Pendahuluan Dengeu Hemorrhagic Fever (DHF) Pada Nn. D Diruang Anggrek 4
Disusun oleh :
NIM : 201030100291
TAHUN 2024
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGEU HEMORRHAGIC FEVER (DHF) PADA NN. D DIRUANG
ANGGREK 4
Disusun oleh :
Muhamad Fauzi Abdillah
NIM : 201030100291
Virus Dangeu
Gigitan nyamuk
aedes aegypti
Terjadi veremia
Trombosittopeni Merangsang
Anti histamine di lepas
a hipotalamus anterior
Permeabilitas kapiler
koagulasi Suhu meningkat
meningkat
Hipovolemia
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma
2015) :
a. Demam Dengeu
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbita
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah
di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
b. Demam Berdarah Dengeu
Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
2) Manifestasi perdarahan yang berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat
bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan
jenis kelamin
b) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
c. Syndrom Syok Dengeu
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun < 20 mmH
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin lembab
5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue
yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok
dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok
ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi
menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80
mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan
kulit ujung jari, hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan
oliguria atau anuria (Pangaribuan 2017).
6. Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga
diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk
diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak mengalami
DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka anak
mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang dirawat di
rumah sakit meliputi:
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah
atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48 jam.
Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara
lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT,
SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan
pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer,
sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat
berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat
dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi
label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik.
Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi
yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi.
Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang
bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi
hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi
inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque
adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat
terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang
jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar
grade II) di dapatkan efusi pleura.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Analisa data
DO
- Membran mukosa kering
- TD = 100/60 mmHg
- Nadi = 90 x/menit
- Suhu = 40 derajat
- RR = 28x/menit
- Kulit terlihat kemerahan
2 DS Hipovolemia Kekurangan
- Klien mengatakan SDKI D.0023 Hal. intake cairan
minum hanya 64
menghabiskan kurang
lebih 600 ml
DO
- Kesadaran CM
- Mukosa bibir kering
- Hematokrit 36,6%
Resiko perdarahan
3 DS Gangguan
SDKI D.0012
- Klien mengatakan koalugasi
Hal.42
terdapat bitnik merah di
tangannya
DO
- Leukosit = 5.200/mm3
- Hemoglobin = 11.9 g/dl
- Trombosit = 49.00/mm3
- Hematokrit = 36.6%
C. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan suhu tubuh
meningkat SDKI D.0130 Hal.284
2) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditandai dengan
mukosa bibir kering SDKI D.0012 Hal.42
3) Resiko perdarahan berhubungan dengan koalugasi ditandai dengan trombosit
topenia SDKI D.0012 Hal.42
D. Intervensi Keperawatan
E. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan fase ketika perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
intervensi. Penatalaksanaan nyeri adalah pengurangan nyeri sampai pada tingkat
kenyamanan yang dapat diterima pasien. Penatalaksanaan tersebut terdiri dari dua
tipe dasar tindakan keperawatan yaitu farmakologi dan nonfarmakologi (Kozier et
al., 2010). Tindakan- tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi,
terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Implementasi
ini akan mengacu pada SIKI yang telah dibuat pada rencana keperawatan.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai keberhasilan
rencana tindakan yang telah dilaksanakan. Apabila hasil yang diharapkan belum
tercapai, intervensi yang sudah ditetapkan dapat dimodifikasi. Evaluasi dapat berupa
struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan
umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan
setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan
keputusan. Evaluasi asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, objektif, assessment, planning) (Achjar, 2012).
Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut Alimul (2012), yaitu
format SOAP yang terdiri dari :
a. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah
tindakan yang diberikan. Pada pasien cephalgia dengan nyeri akut diharapkan
keluhan nyeri berkurang.
b. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan.
c. Analysis, yaitu membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan
tujuan dan kriteria hasil. Kemudian ditarik kesimpulan dari tiga kemungkinan
simpulan, yaitu:
1) Tujuan tercapai Tujuan tercapai, yaitu respon pasien yang menunjukan
perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian, yaitu respon pasien yang menunjukan masih dalam
kondisi terdapat masalah.
3) Tujuan tidak tercapai, yaitu respon pasien tidak menunjukan adanya
perubahan kearah kemajuan
d. Planning, yaitu rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisis.