Laporan Pendahuluan Dengeu Hemorrhagic Fever (DHF) Pada Nn. D Diruang Anggrek 4

Télécharger au format docx, pdf ou txt
Télécharger au format docx, pdf ou txt
Vous êtes sur la page 1sur 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGEU HEMORRHAGIC FEVER (DHF) PADA NN. D DIRUANG


ANGGREK 4

Diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah


Dosen pembimbing : Ns. Rizki Handayani Fasimi, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :

Muhamad Fauzi Abdillah

NIM : 201030100291

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TENGGERANG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2024
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGEU HEMORRHAGIC FEVER (DHF) PADA NN. D DIRUANG
ANGGREK 4

DIajukan untuk memenuhi tugas keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pembimbing : : Ns. Rizki Handayani Fasimi, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :
Muhamad Fauzi Abdillah
NIM : 201030100291

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGGERANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGEU HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

A. Konsep Dasar Dengeu Hemorrhagic Fever (DHF)


1. Definisi DHF
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh satu dari 4 virus dengue berbeda dan ditularkan melalui nyamuk terutama
Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan di daerah tropis dan
subtropis di antaranya kepulauan di Indonesia hingga bagian utara Australia.
Menurut data (WHO 2016)
Demam dengue atau DHF dan demam berdarah dengueatau DBD
dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi
yang diserta leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau pengumpulan cairan dirongga
tubuh. Syndrome renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif
& Kusuma, 2015).
2. Etiologi DHF
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody
yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).
3. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin,
histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan
pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan
dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai
reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit
seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani
maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-
8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh,
ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau
hepatomegali (Murwani 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta
seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok.
Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani 2018).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita
akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak
segera diatasi dengan baik (Murwani 2018).
PATHWAY

Virus Dangeu

Gigitan nyamuk
aedes aegypti

Terjadi veremia

Reaksi antigen anti Trombosit Mengeluarkan zat


body menurun medikator

Trombosittopeni Merangsang
Anti histamine di lepas
a hipotalamus anterior

Permeabilitas kapiler
koagulasi Suhu meningkat
meningkat

Kehilangan plasma Resiko


perdarahan Hipertermia
darah

Hipovolemia
4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma
2015) :
a. Demam Dengeu
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbita
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah
di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
b. Demam Berdarah Dengeu
Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
2) Manifestasi perdarahan yang berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat
bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan
jenis kelamin
b) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
c. Syndrom Syok Dengeu
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun < 20 mmH
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin lembab
5. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue
yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok
dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok
ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi
menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80
mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan
kulit ujung jari, hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan
oliguria atau anuria (Pangaribuan 2017).
6. Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga
diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk
diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak mengalami
DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka anak
mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang dirawat di
rumah sakit meliputi:
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah
atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48 jam.
Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara
lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT,
SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan
pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer,
sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat
berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat
dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi
label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik.
Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi
yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi.
Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang
bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi
hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi
inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque
adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat
terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang
jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar
grade II) di dapatkan efusi pleura.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan


keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian yang lengkap, dan sistematis
sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk
merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan respon individu ( Olfah & Ghofur, 2016 ).
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang
dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit
adalah panas tinggi dan anak lemah
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat
demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7
dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan
persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
e. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya. Anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya berkurang.
g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)
h. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan menurun
2) Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami diare atau
konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur
maupun istirahatnya berkurang.
4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk Aedes
aegypty.
5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
Kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik
1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan nadi lemah.
2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan
tidak teratur.
3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,
kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tekanan
darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,
dan kulit tampak biru.
j. System integument
1) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin,
dan lembab
2) Kuku sianosis atau tidak
3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau epitaksis
pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering ,
terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami
hyperemia pharing dan terjadi perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).
4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak
terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales +,
ronchi +, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly dan
asites
6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
k. Pemeriksaan laboratorim
1) HB dan PVC meningkat (≥20%)
2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
4) Ig. D dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia,
dan hyponatremia
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolic : pCO2
8) SGOT /SGPT mungkin meningkat.

B. Analisa data

No Data Masalah Etiologi


Hipertermia
1 DS Proses infeksi
SDKI D.0130
- Klien mengatakan lemas
Hal.284
- Klien mengatakan mual

DO
- Membran mukosa kering
- TD = 100/60 mmHg
- Nadi = 90 x/menit
- Suhu = 40 derajat
- RR = 28x/menit
- Kulit terlihat kemerahan

2 DS Hipovolemia Kekurangan
- Klien mengatakan SDKI D.0023 Hal. intake cairan
minum hanya 64
menghabiskan kurang
lebih 600 ml

DO
- Kesadaran CM
- Mukosa bibir kering
- Hematokrit 36,6%
Resiko perdarahan
3 DS Gangguan
SDKI D.0012
- Klien mengatakan koalugasi
Hal.42
terdapat bitnik merah di
tangannya

DO

- Leukosit = 5.200/mm3
- Hemoglobin = 11.9 g/dl
- Trombosit = 49.00/mm3
- Hematokrit = 36.6%

C. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan suhu tubuh
meningkat SDKI D.0130 Hal.284
2) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditandai dengan
mukosa bibir kering SDKI D.0012 Hal.42
3) Resiko perdarahan berhubungan dengan koalugasi ditandai dengan trombosit
topenia SDKI D.0012 Hal.42
D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Hipertermia b.d Setelah dilakukan
Manajemen Hipertermia
proses infeksi d.d Tindakan keperawatan
Observasi
suhu tubuh selama 3x24 jam maka di
1. Identifikasi penyebab
meningkat SDKI harapkan termoregulasi
Hipertermia
D.0130 Hal.284 membaik dengan kriteria
2. Monitor suhu tubuh
hasil:
3. Monitor kadar elektrolit
1) Suhu tubuh (5)
Terapeutik
membaik
1. Sediakan lingkungan dingin
2) Kulit merah (5)
2. Berikan cairan oral
menurun
3. Longgarkan atau lepaskan
3) Takipnea (5) menurun
pakaian
SLKI L.14134 Hal.129
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intra vena, jika
perlu
SIKI I.15506 Hal.181
Hipovolemia b.d Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
kekurangan intake Tindakan keperawatan Observasi
cairan d.d mukosa selama 3x24 jam maka di 1. Periksa tanda dan gejala
bibir kering SDKI harapkan status cairan Hipovolemia
D.0012 Hal.42 membaik dengan kriteria 2. Monitor intake dan output
hasil: cairan
1) Kadar Hematokrit (5) Terapeutik
membaik 1. Hitung kebutuhan cairan
2) Intake cairan (5) 2. Berikan posisi modified
membaik Trendelenburg
3) Suhu tubuh (5) 3. Berikan asupan cairan oral
membaik Edukasi
SLKI L.03028 hal.107 1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi secara
mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
IV isotonic
SIKI I.03114 Hal. 181
Resiko perdarahan Setelah dilakukan
Pencegahan Perdarahan
b.d koalugasi d,d Tindakan keperawatan
Observasi
trombosit topenia selama 3x24 jam maka di
1. Monitor tanda dan gejala
SDKI D.0012 harapkan perdarahan
perdarahan
Hal.42 menurun dengan kriteria
2. Monitor nilai HB, HT
hasil:
sebelum dan sesudah
1) Hemoglobin (5)
perdarahan
membaik
3. Monitor koagulasi
2) Hematokrit (5)
Terapeutik
membaik
1. Batasi tindakan invasive
SLKI L.02017 Hal.147
2. Pertahankan bed rest
3. Gunakan kasur untuk
pencegahan decubitus
4. Hindari pemeriksaan susu
rektal
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
2. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan vitamin
K
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan
SIKI I.02067 Hal. 283

E. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan fase ketika perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
intervensi. Penatalaksanaan nyeri adalah pengurangan nyeri sampai pada tingkat
kenyamanan yang dapat diterima pasien. Penatalaksanaan tersebut terdiri dari dua
tipe dasar tindakan keperawatan yaitu farmakologi dan nonfarmakologi (Kozier et
al., 2010). Tindakan- tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi,
terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Implementasi
ini akan mengacu pada SIKI yang telah dibuat pada rencana keperawatan.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai keberhasilan
rencana tindakan yang telah dilaksanakan. Apabila hasil yang diharapkan belum
tercapai, intervensi yang sudah ditetapkan dapat dimodifikasi. Evaluasi dapat berupa
struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan
umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan
setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan
keputusan. Evaluasi asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, objektif, assessment, planning) (Achjar, 2012).
Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut Alimul (2012), yaitu
format SOAP yang terdiri dari :
a. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah
tindakan yang diberikan. Pada pasien cephalgia dengan nyeri akut diharapkan
keluhan nyeri berkurang.
b. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan.
c. Analysis, yaitu membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan
tujuan dan kriteria hasil. Kemudian ditarik kesimpulan dari tiga kemungkinan
simpulan, yaitu:
1) Tujuan tercapai Tujuan tercapai, yaitu respon pasien yang menunjukan
perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian, yaitu respon pasien yang menunjukan masih dalam
kondisi terdapat masalah.
3) Tujuan tidak tercapai, yaitu respon pasien tidak menunjukan adanya
perubahan kearah kemajuan
d. Planning, yaitu rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisis.

Vous aimerez peut-être aussi