Jurnal MoL 2
Jurnal MoL 2
Jurnal MoL 2
01 (2021) 064-086
INFORMASI AB S T R A K
1
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
PENDAHULUAN
Dampak dari terjadinya excess supply tenaga kerja akan menimbulkan pengangguran,
menurut (Bloom & Freeman, 1986) tingginya penawaran tenaga kerja karena jumlah
penduduk yang terus mengalami pertambahan sehingga pasokkan sehingga penduduk yang
masih dalam usia kerja maupun tidak akan semakin meningkat. Tingkat pengangguran
menjadi point penting dalam hal ini paling utama untuk karena berpengaruh langsung
terhadap kesejahteraan para pengangguran dan ini menjadi tanda bahwa ekonomi tidak
menggunakan beberapa sumberdaya secara efisien karena banyak pekerja yang ingin bekerja
tapi tidak mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan data yang di publikasikan BPS bahwa jumlah penduduk bekerja tahun 2021 di
Indonesia cenderung meningkat dari tahun sebelumnya yaitu dari 92,93% meningkat
menjadi 93,74%, sedangkan jumlah pengangguran cenderung menurun dari tahun
sebelumnya yaitu dari 7,07% turun menjadi 6,26% di tahun 2021. Namun yang menjadi
fenomenya adalah apakah persentase penduduk bekerja tersebut didominasi oleh tenaga
kerja terdidik? atau berapakah daya serap pasar kerja untuk pekerja terdidik? apakah semua
sektor lapangan usaha mampu menyerap tenaga kerja terididik di Indonesia? berapa lama
durasi menganggur dari tenaga kerja terdidik?. Oleh karena itu pentingnya perencanaan
tenaga kerja bagi tenaga kerja terdidik sehingga durasi menganggurnya tidak terlalu lama
disamping perlu adanya perencanaan tenaga kerja agar ada pemerataan penyerapan tenaga
kerja untuk semua sektor lapangan usaha bagi tenaga kerja terdidik.
Keberhasilan sebuah negara salah satunya dilihat dari tingkat pendidikan dari penduduknya.
Pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini sangat
beralasan karena dalam teori human capital dikatakan produktivitas dapat meningkat jika
seseorang memiliki pendidikan tinggi dan produktivitas yang dihasilkan tersebut berdampak
terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi juga, namun ini tidak terlepas dari lamanya
waktu sekolah dan memperoleh pekerjaan (Nugroho, 2014). Namun yang terjadi semakin
sempitnya lapangan pekerjaan dan semakin banyaknya jumlah pencari kerja menyebabkan
durasi menganggur dari tenaga kerja terdidik menjadi lebih lama.
Idealnya peningkatan sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan jangan sampai
menjadi ancaman bagi Indonesia. Untuk menanggulangi hal ini pemerintah Indonesia
berupaya untuk memanfaatkan SDM yang melimpah menjadi produk potensia bagi
pembangunan nasional sehingga lulusan yang dihasilkan siap menghadapi tantangan pada
era Bonus Demografi 2020-2030 (Maryati, 2015). Para pencari kerja dengan berbagai
tingkat pendidikan termasuk dalam kategori pengangguran (Sarjana et al., 2017) tetapi justru
yang banyak ditemui adalah banyaknya jumlah pengangguran terdidik saat ini di Indonesia
yaitu berjumlah 79,5% dari lulusan SMA/SMK dan 20,4% dari lulusan perguruan tinggi hal
ini terjadi karena durasi menganggur yang terlalu lama sehingga membuat para pencari kerja
menjadi putus asa seperti yang dirilis dari data sakernas yang dipublikasikan oleh lokadata
dan Tempo.
2
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Durasi menganggur tidak terlepas dari keterkaitan antara dunia sekolah/PT dan dunia kerja
tidak terlepas dari apa yang diperoleh ketika menempuh pendidikan. Dalam menempuh
pendidikan setidaknya harus ada link dan macth antara tujuan, input, proses, output dan out
comenya antara pendidikan dengan dunia kerja karena kualitas dan relevansi serta
kompetensi lulusan sangat berkaitan erat dengan kemampuan para lulusan untuk
berkompetisi dalam dunia kerja (Muhson et al., 2012).
Laju pertumbuhan penduduk yang bekerja per sektor lapangan usaha dari tahun 2017-2020
sebesar 6,14% . Sedangkan laju pertumbuhan penduduk bekerja per sektor lapangan usaha
tiap tahunnya cenderung menurun dari 4,35% menjadi -0,23% artinya jumlah penduduk
yang bekerja persektor lapangan usaha cendrung menurun karena tidak tercapainya posisi
ekulibirum antara pencari kerja per sektor lapangan usaha dengan lapangan kerja per sektor
lapangan usaha tersebut. Tahun 2020 ada 138,22 juta angkatan kerja (7,07%) yang termasuk
dalam tingkat pengangguran terbuka (TPT) berarti ada sekitar 9,77 juta penduduk di
Indonesia termasuk kategori pengangguran terbuka dengan TPAK yang mengalami
kenaikkan menjadi 67,77 persen yang artinya jumlah penduduka yang bekerja mengalami
penurunan. Dari tingkat pendidikan yang ditamatkan tingkat penangguran terbuka terlihat
dari grafik berikut ini:
Di Provinsi Riau jumlah pengangguran tahun 2017-2020 menunjukkan 6,22% atau 184,56
ribu jiwa, untuk tahun 2018 jumlah pengangguran berasal dari penduduk yang memiliki latar
belakang pendidikan SMA yaitu 37,93%, SMK 18,32%, Sarjana 11,11%, SMP 14,72%.
Tahun 2019 jumlah pengangguran di Riau 5,97% atau sekitar 190,14 ribu jiwa. Tahun 2020
jumlah pengangguran di Riau 6,32% dan jumlah penduduk yang bekerja tidak merata untuk
setiap sektor lapangan usaha yang ada. Ketidakmerataan daya serap tenaga kerja untuk tiap
sektornya disebabkan oleh beberapa hal seperti keterbatasan daya serap sektor perekonomian
dan semakin tingginya jumlah pencari kerja. Maslah klasik yang muncul dari sisi
ketenagakerjaan yaitu (1) tingkat pendidikan, dimana rendahnya kualitas calon tenaga kerja
yang dihasilkan, (2) sulitnya calon tenaga kerja memperoleh keterampilan yang dibutuhkan
pasar kerja, (3) adanya system Outsourching yang diberlakukan oelh perusahaan, (4)
banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), (5) penyebaran tenaga kerja yang tidak
merata. Provinsi Riau merupakan provinsi yang termasuk wilyah yang memiliki tingkat
pengangguran tertinggi di bandingkan dari provinsi lainnya. Jika diperhatikan tidak jalannya
link and match anatar lulusan yang dihasilkan dengan kebutuhan pasar kerja akan tenaga
kerja.
Berdasarkan narasi diatas maka penelitian ini ingin mengkaji bagaimana perencanaan
tenaga kerja terididik untuk sektor basis dan non basis di provinsi Riau, dimana dalam
menganalisisnya juga menggunakan data Indonesia sebagai perbandingan?.
TINJAUAN TEORITIS
Adanya permintaan akan tenaga kerja, belum dapat menyerap jumlah tenaga kerja terdidik.
Tingginya tingkat pengangguran terdidik disebabkan oleh lemahnya permintaan akan tenaga
kerja dan rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja sehingga banyak pekerja yang bekerja
tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan mereka (Assaad et al., 2020).
Menurut Blancard dan Johnson (2013) untuk menentukan apakah seseorang itu menganggur
jauh lebih sulit karena harus memenuhi dua kondisi yaitu seseorang tidak punya pekerjaan
serta tidak dalam proses unntuk mencari kerja. Berapa banyak jumlah orang yang memiliki
pekerjaan disebut lapangan kerja, jika seseorang tidak mempunyai pekerjaan sama sekali
disebut pengangguran, penggabungan antara orang bekerja dengan yang menganggur
disebut angkatan kerja.
Tenaga kerja terdidik dan tidak terdidik merupakan bagian termasuk dalam kategori tenaga
kerja. Dalam artikel ini yang menjadi fokus utamanya adalah tenaga kerja terdidik karena
selama ini pendidikan dianggap mampu memperbaiki bahkan mampu memperbaiki kualitas
diri manusia, namun kenyataannya sangat berbeda dimana jumlah pengangguran didominasi
oleh orang yang mengenyam pendidikan, dimana mereka yang ahli dibidangnya dan
memiliki latar belakang pendidikan tinggi disebut dengan tenaga kerja terdidik (Arrozi &
Sutrisna, 2018).
Setiap masyarakat yang melakukan permintaan terhadap barang dan jasa akan berdampak
terhadap demand labor di perusahaan tersebut untuk dapat memproduksi barang dan jasa,
jadi semakin banyak barang dan jasa dibuthkan masyakarat maka semakin banyak juga
demand labor di perusahaan tersebut (Simanjuntak,2001).
Dalam penyerapan tenaga kerja setiap perusahaan membedakanya berdasarkan keahlian dan
4
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
tingkat pendidikan dari tenaga kerja. Menurut (Sukirno ,2012) para pekerja yang tidak
memiliki pendidikan dan keterampilan disebut tenaga kerja kasar, tenaga kerja terampil ini
memperoleh keahlian serta keterampilannya dari pelatihan yang pernah diikuti dan tenaga
kerja terdidik yang memiliki kepakaran pada bidang tertentu. Dengan adanya beberapa
sektor lapangan usaha yang ada di Indonesia , pemerintah berharap setiap sektor lapangan
usaha tersebut dapat menjadi sektor basis untuk penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Hal
ini dimaksudkan agar tidak terjadi penumpukkan jumlah tenaga kerja pada beberapa sektor
saja, sehingga ada pemerataan penyerapan tenaga kerja per sektor lapangan usaha.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Maryanti, 2015) bahwa pengangguran terjadi
didominasi pada kelompok umur muda dan usia produktif. Sehingga hal ini menjadi
perhatian bagi kita bersama, dimana letak permasalahannya. Apakah tenaga kerja yang ada
tidak memiliki keahlian spesifik yang dibutuhkan oleh pasar kerja atau perusahaan tersebut
yang tidak mampu untuk menambah tenaga kerja karena jumlah permintaan barang dan jasa
dari masyarakat terus mengalami penurunan. Menurut kajian yang dilakukan oleh (A. Adi,
2016) minimnya kompetensi yang dimiliki lulusan dari tingkat sekolah maupun perguruan
tinggi menyebabkan belum siapnya lulusan tersebut memasuki pasar kerja dan ini
berkontribusi terhadap rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Menurut Pitartono
(2016) dalam (A. Adi, 2016) bahwa ada beberapa faktor penyebab tingginya tingkat
pengangguran di Indonesia yaitu kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan, sempitnya
lapangan pekerjaan dan paradigma yang menganggap sarjana tersebut harus bekerj bukan
menciptakan lapangan pekerjaan.
Dari teori human capital disebutkan jika sesorang menambah pendidikannya (semakin
banyaknya tenaga kerja terdidik) artinya kemampuan kerjanya dan kualitas akan meningkat
sehingga dapat menurunkan pengangguran (Sumarsono,2009). Hal ini selaras dengan apa
yang diungkapkan dalam buku (Kuncoro,2015) bahwa pendidikan dapat membentuk
karakter, skill,yang mampu menciptakan kemandirian yang sesuai dengan kebutuhan pasar
kerja.
Menurut (Suaidah & Cahyono, 2013) menyebutkan bahwa jenjang pendidikan yang dilalui
selam dua belas tahun adalah upaya pemerintah untuk memenuhi tuntutan dari pasar kerja.
Karena syarat- syarat dalam dunia kerja mengharuskan si pelamar kerja memiliki
pengetahuan dan kualitas sehingga dengan jenjang pendidikan yang dilalui tersebut dapat
menjadikan tenaga kerja lebih berkualitas.
Ketika sarjana yang dihasilkan sebuah perguruan tinggi ingin bekerja, maka sektor mana
sajakah yang menjadi unggulan bagi lulusan perguruan tinggi?. Untuk mengetahui hal ini
tentu perlu dilakukan analisis per sektor usaha dan dapat disebut sebagai basis sebuah sektor
juga non basis sektor. Menurut Tarigan (2003) lapangan usaha yang memiliki pangsa pasar
lebih besar dibandingkan sector lainnya disebut sektor basis dan untuk mengetahuinya dapat
menggunakan Location Quotient(LQ). Dalam kegiatan perekonomian menurut Sjafrijal
(2008) fokus dari sektor basis adalah untuk melayani pasar di wilayah regional atau
intraregional, sedangkan sektor non basis hanya terfokus pada wilayah regional saja. Hal ini
sangat mendasar karena dalam pembangunan daerah diperlukan fihak ketiga untuk dapat
membantu kegiatan perekonomian suatu negara atau wilayah. Oleh karena itu dalam
kegiatannya sektor basis bersifat exogenous sebab semua saling berkaitan satu sama lainnya
yaitu antara kondisi perekonomian internal wilayah yang mampu memberikan dampak
5
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
terhadap bertumbuhnya lapangan pekerjaan. Sedangkan untuk kegiatan sektor non basis
lebih kepada upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Agar terjadi pemerataan daya serap tenaga kerja pada sektor lapangan usaha yang tersedia
tentunya diperlukan perencanaan tenaga kerja karena dengan adanya perencanaan tenaga
kerja yang dilakukan maka kita dapat mengetahui factor penyebab terjadinya
ketidakseimbangan antara demand labor dan supply labor sehingga dibutuhkan informasi
yang berkelanjutan terkait kebutuhan dan persedian tenaga kerja (Maryanti, 2012). Kondisi
tenaga kerja disuatu negara sangat mempengaruhi kondisi perekonomian negara tersebut,
karena setiap tenaga kerja harus memperoleh pekerjaan agar dapat meningkatkan
keunggulan dan daya saingnya. Sehingga tidak seimbangnya lapangan kerja berdampak
terhadap demand labor dan supply labor (Pramusinto & Mulyaningsih, 2019).
Perencanaan tenaga kerja dibutuhkan agar antara kebijakan yang diambil tidak tumpang
tindih dengan kebutuhan, misalnya kebutuhan suatu negara adalah untuk meminimalisir
angka pengangguran maka harus sudah di rencanakan konsep untuk menekan angka
pengangguran tersebut. Perencanaan tenaga kerja menurut Hasibuan (2002) merupakan
aktifitas dalam menyeimbangkan antara demand labor dan supply labor. Dalam membuat
perencanaan tenaga kerja harus didasarkan kepada kepentingan individu, perusahaan,
organisasi dan kepentingan nasional, karena semua ini saling berkaitan, sehingga
missmanajemen dapat teratasi (Maryanti, 2016).
METODE PENELITIAN
Dengan menggunakan analisa kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada data tahun
2017-2020 dari BPS untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Analisa
kuantitatif digunakan untuk mengetahui sektor lapangan usaha mana saja yang dapat
berkembang dengan cepat dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian di wilayah
tersebut serta untuk mengetahui korelasi antara sektor basis suatu wilayah terhadap daya
serap tenaga kerja di wilayah tersebut.
6
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Dimana :
Sib : Jumlah Pendapatan (Tenaga kerja) per sektor lapangan usaha di Propinsi
di Indonesia
Sb : Jumlah Pendapatan (Tenaga kerja) total disemua sektor di Propinsi di
Indonesia
Sia : Jumlah Pendapatan (Tenaga kerja) sektor i di Indonesia
Sa : Jumlah Pendapatan (Tenaga kerja) total disemua sektor di Indonesia
Untuk menganalisis perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan dengan mengetahui jumlah
penyerapan tenaga kerja per sektor lapangan kerja yang dihubungkan dengan PDRB dengan
menggunakan korelasi pearson Mulyanto dalam (Setiawan et al., 2018):
(n. ∑ x) − (∑ x)(∑ y)
r=
√(n. ∑ x 2 − (∑ x)2 ). √n ∑ y 2 − (∑ y)2
Keterangan:
r : Koefisien korelasi
n: banyaknya data
x: penyerapan tenaga kerja
y: PDRB sektor Basis
Dengan ketentuan:
1. Jika nilai koefisien korelasi = 0 maka terdapat korelasi yang lemah stau sama sekali
tidak ada korelasinya
2. Jika nilai koefisien korelaisnya positif 1 maka ada hubungan yang sangat kuat dan
positif
3. Jika nilai koefisien korelasinya negative 1 maka memiliki hubungan kuat dan negativ
B) Metode Shift Share (SS)
Metode ini digunakan untuk mengetahui peranan tiap sektor lapangan usaha dalam
persekonomian nasional dengan mengambil data dari kegiatan ketenagakerjaan atau
ekonomi suatu wilayah Putra dalam (L. Adi, 2017).
Yt
KPN = ( − 1)
Y0
Yit Yt
KPP = ( − )
Yi0 Y0
yit Yit
KPPW = ( − )
yi0 Yi0
Keterangan:
7
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Pendapatan Domestik Regional Bruto merupakan alat ukur untuk menentukan seberapa
besar kemampuan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Nilai PDRB dalam
penelitian ini adalah PDRB harga tetap untuk Indonesia dan Propinsi Riau. Digunakannya
PDRB atas harga tetap adalah agar dapat diketahui kemajuan ekonomi suatu wilayah secara
riil tanpa pengaruh harga.
Jika dilihat dari data PDRB perkembangan perekonomian di Riau menunjukkan angka yang
semakin baik dari tahun ketahun. Sedangkan data PDRB di Indonesia secara keseluruhan
menunjukkan peningkatan. Namun yang menjadi pertanyaan apakah dengan jumlah PDRB
yang terus meningkat apakah dapat berdampak terhadap kondisi perekonomian yang
semakin membaik?, hal ini tidak dapat dijadikan jaminan untuk mengatakan perekonomian
suatau negara atau suatu daerah tersebut baik karena banyak indikator-indikator yang
mempengaruhi kemakmuran suatu negara atau propinsi.
Tabel 1: PDRB Atas Harga Konstan Propinsi Riau dan Indonesia Tahun 2017-2020 (miliarRp)
Lapangan PDRB RIAU PDB Indonesia
Usaha 2017 2018 2019 2020 2017 2018 2019 2020
Pertanian, 119281,6 124587,86 129680 135314,9 1258375,7 1307373,9 1354957,3 697263,9
Kehutanan,
dan
Perikanan
Pertamban 97348,95 92055,33 85625 80009,6 779678,4 796505 806206,2 394045,9
gan dan
Penggalian
Industri 139717,1 144727,81 153154 156112,74 2103466,1 2193368,4 2276667,8 1096741
Pengolaha
n
Pengadaan 275,07 284,54 323,31 370,42 101551,3 107108,6 111436,7 53257,6
Listrik dan
Gas
Pengadaan 65,36 65,21 66,48 66,95 7985,3 8429,5 9004,9 4637,1
Air;
Pengelolaa
n Sampah,
Limbah,
dan Daur
Ulang
Konstruksi 38275,86 40367,57 42899 41491,53 987924,9 1048082,8 1108425 527083,6
Perdagang 43302,34 46040,86 48430 42612,29 1311746,5 1376882,9 1440263 687982,3
an, Hotel
8
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Perdagang
an Besar
dan
Eceran;
Reparasi
Mobil dan
Sepeda
Motor
Transporta 4070,19 4200,9 4240,9 3204,33 406679,4 435381,9 463157,5 191327,4
si dan
Pergudang
an
Penyediaa 2179,2 2279,91 2337,9 1821,17 298129,7 315068,6 333306,8 147172,6
n
Akomodas
i dan
Makan
Minum
Informasi 4094,53 4323,76 4725,7 5320,26 503420,7 538762,7 589536,1 317315,1
dan
Komunika
si
Jasa 4381 4584,21 4591,3 4781,73 398971,4 415620,6 443093,1 229037,7
Keuangan
dan
Asuransi
Real Estat 4223,51 4375,21 4603,6 4693,13 289568,5 299648,2 316901,1 161443,9
Jasa 26,02 28,15 29,99 22,6 172763,8 187691,1 206936,2 97324,9
Perusahaan
Administra 8282,84 8364,07 8597,3 8309,17 326514,3 349374,8 365533,8 178620
si
Pemerintah
an,
Pertahanan
, dan
Jaminan
Sosial
Wajib
Jasa 2266,74 2376,27 2533,2 2586,22 304810,8 321132,2 341355,1 167299,4
Pendidikan
Jasa 872,9 921,48 1020 1182,52 109497,5 17325,6 127522,1 66345,2
Kesehatan
dan
Kegiatan
Sosial
Jasa 2320,26 2521,48 2742,1 2124,83 170174,8 185431,6 205011,4 96840
Lainnya
PDRB 470983,5 482064,63 495598 490024,47 9912928,1 10425397,3 10949037,8 5292967
Sumber: BPS.go.id
Dalam data PDRB di setiap sektor yang disajikan ini bisa digolongkan kedalam sektor tertier,
primer dan sekunder. Dikatakan sektor primer karena pada sektor ini mengambil secara
langsung dari alam, sektor A. Pertanian dan B. Pertambangan tergolong dalam sektor
primer. Untuk industri pengolahan, listrik dan gas juga pengadaaan air bersih serta
9
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
konstruksi termasuk kedalam sektor yang kedua yaitu sekunder, karena pada sektor ini
membuat suatu produk yang berasal dari sektor utama (primer). Untuk bidang pelayanan dan
jasa tergolong dalam sektor tertier.
Setiap sektor berkontribusi terhadap PDRB pada tahun 2017-2020 konstribusi terbesar
adalah berasal dari sektor industri pengolahan yang kontribusinya terus meningkat dari
tahun ke tahu yaitu mulai dari 29,66% di tahun 2017 meningkat menjadi 31,86% di tahun
2020. Untuk sektor primer memiliki kontribusi terbesar kedua setlah sektor industri
pengolahan pada sektor sekunder yaitu mulai dari 25,33% tahun 2017 meningkat menjadi
27,61% tahun 2020 untuk sektor pertanian, sedangkan sektor pertambangan berkontribusi
terhadap PDRB sebesar 20,67% tahun 2017 dan cenderung turun di tahun 2020 menjadi
16,33% tahun 2020.
Tabel 2: Distribusi Produk Domestik Bruto Provinsi Riau Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2017-2020
Lapangan Usaha DISTRIBUSI PDRB (%) di
RIAU
2017 2018 2019 2020
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 25,33 25,84 26,17 27,61
Pertambangan dan Penggalian 20,67 19,1 17,28 16,33
Industri Pengolahan 29,66 30,02 30,9 31,86
Pengadaan Listrik dan Gas 0,058 0,059 0,065 0,076
Pengadaan Air; Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur 0,014 0,014 0,013 0,014
Ulang
Konstruksi 8,127 8,374 8,656 8,467
Perdagangan, Hotel Perdagangan Besar dan Eceran; 9,194 9,551 9,772 8,696
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 0,864 0,871 0,856 0,654
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,463 0,473 0,472 0,372
Informasi dan Komunikasi 0,869 0,897 0,954 1,086
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,93 0,951 0,926 0,976
Real Estat 0,897 0,908 0,929 0,958
Jasa Perusahaan 0,006 0,006 0,006 0,005
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan 1,759 1,735 1,735 1,696
Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 0,481 0,493 0,511 0,528
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,185 0,191 0,206 0,241
Jasa Lainnya 0,493 0,523 0,553 0,434
TOTAL 100 100 100 100
Sumber: Diolah Oleh Penulis
Untuk membangun suatu negara atau suatu wilayah diperlukan pembangunan di setiap
sektor lapangan usaha. Namun yang harus menjadi perhatian adalah apakah sektor yang
menjadi perhatian tersebut merupakan sektor unggulan di negara atau wilayah tersebut. Hal
ini sangat mendasar karena adanya aktifitas pada sektor basis sangat mempengaruhi kondisi
10
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
perekonomian karena pada sektor basis akan mampu untuk menjual produk yang dihasilkan
sedangkan untuk sektor non basis semua tergantung kepada sektor basis karena akan
berdampak terhadap pola konsumsi dan investasi suatu negara atau daerah.
Perhitungan Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengelompokkan mana yang menjadi
sektor basis dan mana yang menjadi sektor non basis. Oleh karena itu dalam penelitian ini
penulis mengambil perbandingan perhitungan LQ Propinsi Riau, hal ini didasarkan Propinsi
Riau tergolong Propinsi yang paling makmur karena memiliki PDRB urutan kelima terbesar
setelah Di Jakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kepulauan Riau yang didasarkan
atas PDRB tahun 2019. Dengan data PDRB ini maka penulis ingin mengetahui bagaimana
dengan kondisi tenaga kerja yang ada di Riau. Bagaimana penyerapan tenaga kerja di Riau
serta tingkat pengangguran yang ada Riau. Apakah dengan besarnya PDRB suatu propinsi
berdampak terhadap kemakmuran masyarakat dengan di tunjukkan dengan semakin
rendahnya tingkat pengangguran di daerah tersebut.
Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut penulis mencoba mengkaji didasarkan dari
perhitungan Location Quotient (LQ) yang betujuan untuk mengetahui sejauhmanakah
keunggulan dari tiap sector lapangan usaha di wilayah tersebut dan seberapa besar sektor
tersebut dapat dikembangkan untuk kemajuan ekonomi wilayah tersebut. Dari hasil
pengolahan data berdasarkan PDRB Indonesia dan Propinsi Riau dari tahun 2017 – 2020
menggunakan Location Quotient (LQ) diperoleh hasil sebagai berikut:
11
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Untuk menjadi sektor unggulan dari suatu negara atau propinsi adalah (1). memiliki
permintaan yang besar atas produk yang dihasilkan, karena semakin banyaknya jumlah
permintaan akan suatu produk akan dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah
tersebut; (2) penggunaan teknologi yang dapat memperluas pengembangan kapasitas
produksi; (3) fihak swasta dan pemerintah harus dapat meningkatkan investasi; (4) setiap
sektor lapangan usaha harus dapat dikembangkan sehingga berdampak terhadap sektor
lainnya yang belum dapat berkembang.
Dari 17 sektor lapangan usaha selama kurun waktu empat tahun dari 2017-2020
menunjukkan rata-rata sektor pertanian, pertambangan dan industri pengolahan yang ada di
Riau memberikan dampak terhadap perekonomian di Riau. Dimana sektor pertambangan
dan penggalian (sektor B) memiliki sumbangan tersebesar selama kurun waktu empat tahun
terhadap perekonomian di Riau yaitu sebesar 2,42. Pada sektor pertanian menunjukkan rata-
rata sebsar 2,07 serta untuk industri pengolahan sebesar 1,46. Tingginya nilai LQ pada
sektor ini karena besarnya sumbangsih sektor ini terhadap perekonomian Riau. Dan ini juga
terlihat tiap sektor lapangan usaha setiap tahunnya dengan nilai LQ > 1.
Dari nilai Location Quotient (LQ) > 1 bermakna bahwa selama tahun 2017-2020 sektor
yang sangat prospek untuk bisa dikembangkan di Propinsi Riau yaitu pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan. Untuk tahun 2018 ada sedikit pengecualian bahwa
sektor dimana nilai Location Quotient (LQ) > 1 pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan
sosial merupakan sektor basis sehingga sektor ini dapat dikembangkan tetapi di tahun 2017
dan 2019-2020 sektor ini tidak menjadi sektor basis karena PDRB pada sektor ini cenderung
menunjukkan penurunan, hal ini disebabkan pemerintah daerah belum memfokuskan
pengembangan pada sektor ini.
Sektor non basis untuk tahun 2017-2020 adalah selain dari sektor-sektor yang disebutkan
dalam kategori sektor non basis yang terdiri dari 14 sektor karena nilai Location Quotient
(LQ) < 1. Jadi pemerintah Propinsi Riau dapat mengembangkan tiga sektor lapangan usaha
untuk bisa memajukan perekonomian di Riau, Upaya pemerintah Riau untuk dapat
mengembangkan setiap sektor merupakan tantangan utama agar meminimalisir
penumpukkan tenaga kerja kerja pada satu sektor lapangan usaha saja. Sektor yang belum
menjadi sektor basis untuk masa datang diharapkan pemerintah dapat mencari solusi untuk
mengembangkan 17 sektor tersebut sehingga sama-sama memiliki kontribusi terhdapa
PDRB dan yang paling utama dapat menyerap tenaga kerja sehingga bisa menekan jumlah
pengangguran yang ada di Riau.
12
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Dengan adanya data PDRB Riau dan Indonesia maka kita dapat mengetahui kondisi ekonomi
di Riau maupun di Indonesia melalui perhitungan yang menggunakan Shift Share (SS)
sehingga para pejabat negara dapat mengambil kebijakan untuk memajukan sektor yang
masih mengalami kemunduran dan terus mempertahankan sektor yang telah lebih dahulu
unggul. Untuk menggunakan analisis Shift Share (SS) diperlukan beberapa indikator yaitu
harus mengetahui sektor apa saja yang akan dianalisis, jika semua sektor yang akan dianalisis
maka data yang harus dipersiapkan akan adalah data dari 17 sektor yang ada dalam PDRB
atau data ketenagakerjaan untuk tiap sektornya. Lalu dapat dilakukan perhitungan dari tiap
indikatornya dari kegiatan perekonomi diwilayah tersebut. Dari hasil pengolahan data yang
menggunakan Shift Share (SS) ada perhitungan yang menggunakan Komponen
Pertumbuhan Nasional (KPN) Riau selama kurun waktu 2017-2020 diperoleh 0,03 turun
menjadi 0,02 dan meningkat kembali ditahun 2019 menjadi 0,03 dan turun menjadi -0,01
artinya terjadi perubahan produksi persektor lapangan usaha setiap tahunnya yang
disebabkan oleh adanya perubahan produksi yang terjadi tiap sektor lapangan usahanya di
daerah tersebut.
Nilai komponen pertumbuhan proporsional jika nilai KPP > 0 artinya sektor tersebut
berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan wilayah tersebut lebih
cepat jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Untuk wilayah Riau perkembangan tiap
sektor lapangan usaha dari tahun 2017-2020 cukup beragam dimana sektor lapangan usaha
yang tidak dapat bertumbuh cepat yaitu sektor pertambangan dan galian di tahun 2017-2020,
untuk sektor pengadaan listrik dan gas di tahun 2017 namun di tahun 2018-2020 sektor ini
dapat bertumbuh lebih cepat. Lalu tahun 2018-2019 sektor pengadaan air dan pengolahan
sampah daur ulang tidak dapat bertumbuh dengan cepat tetapi di tahun 2017 dan tahun 2020
menunjukkan sektor ini dapat bertumbuh dengan cepat. Tahun 2020 untuk sektor konstruksi
dan pengadaan hotel tidak dapat bertumbuh dengan cepat, begitu juga dengan sektor
transposrtasi dan penyediaan akomodasi , makan dan minum di tahun 2019-2020 tidak
mampu tumbuh lebih cepat. Sedangkan untuk sektor jasa keuangan dan asuransi di tahun
2019 dan 2019 tidak dapat bertumbuh dengan cepat. Untuk sektor administrasi
pemerintahan, pertahan dan jaminan sosial selama 4 tahun itu tidak mampu bertumbuh
dengan cepat. Sektor jasa lainnya hanya di tahun 2020 tidak mampu bertumbuh.
Ketidakmampuan sektor-sektor tersebut bertumbuh disebabkan oleh tidak seimbangnya
antara komposisi sektor dalam permintaan produksi akhir serta terdapatnya perbedaan
didalam struktur dan keberagaman pasar.
Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pertumbuhan ekonomi di Riau selama tahun
2017-2020 tiap sektor lapangan usahanya. Dari 17 sektor lapangan usaha menunjukkan 7
sektor lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan ekonomi negative untuk beberapa
tahuan sedangkan 10 sektor lainnya menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan
ekonomi di Riau tahun 2017 tertinggi berada pada sektor jasa lainnya, lalu sektor jasa
perusahaan. Untuk tahun 2018 pertumbuhan ekonomi tertinggi berada pada sektor jasa
kesehatan dan kegiatan sosial yaitu 95,31%, tahun 2019 pertumbuhan ekonomi tertinggi
berada pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 9,17% dan di tahun 2020 pertumbuhan
ekonomi tertinggi berada pada sektor pengadaan listrik dan gas yaitu sebesar 81,35%.
pertumbuhan ekonomi di Riau selama kurun waktu 2017-2020, hal ini tentu menjadi
kontradiktif artinya hubungan antara komponen pertumbuhan proporsional terhadap
pertumbuhan ekonomi tidak selalu menunjukkan hasil yang positif, terjadinya perbedaan
tersebut disebabkan di sektor yang memiliki pertumbuhan ekonominya tertinggi karena
diimbangi oleh pertumbuhan di tahun-tahun beriktunya yang menunjukkan angka yang tidak
begitu turun secara drastis.
14
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Jasa Pendidikan 0,03 0,02 0,03 -0,01 0,0108 0,0248 0,0379 0,0322
Jasa Kesehatan 0,03 0,02 0,03 -0,01 0,0316 0,0321 0,0788 0,1706
dan Kegiatan
Sosial
Jasa Lainnya 0,03 0,02 0,03 -0,01 0,0524 0,0632 0,0594 -0,2139
Sumber: Diolah Oleh Penulis
Tabel 5 : Nilai Shift Share (SS) Propinsi Riau dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2017-2020
Lapangan KPPW Riau Pertumbuhan Ekonomi
Usaha 2017 2018 2019 2020 2017 2018 2019 2020
Pertanian, 0,01375 0,0055 0,00447 0,5289 0,0667 0,05 0,0453 0,5723
Kehutanan,
dan
Perikanan
Pertamban -0,0701 -0,076 -0,082 0,4457 -0,134 -0,13 -0,152 0,3801
gan dan
Penggalian
Industri 0,01134 -0,0069 0,02024 0,5376 0,0656 0,029 0,0785 0,5569
Pengolahan
Pengadaan -0,0051 -0,0203 0,09585 0,6678 0,0053 0,0141 0,2321 0,8135
Listrik dan
Gas
Pengadaan 0,0015 -0,0579 -0,0488 0,4921 0,0489 -0,06 -0,029 0,4992
Air;
Pengelolaa
n Sampah,
Limbah,
dan Daur
Ulang
Konstruksi -0,0088 -0,0062 0,00513 0,4917 0,0504 0,0484 0,0678 0,4589
Perdaganga 0,01911 0,0136 0,00586 0,4022 0,0828 0,0768 0,0578 0,2821
n, Hotel
Perdaganga
n Besar dan
Eceran;
Reparasi
Mobil dan
Sepeda
Motor
Transporta -0,0384 -0,0385 -0,0543 0,3425 0,0081 -0,006 -0,045 0,0981
si dan
Pergudang
an
Penyediaan -0,0101 -0,0106 -0,0325 0,3374 0,0339 0,0356 -0,007 0,1164
Akomodasi
dan Makan
Minum
Informasi -0,042 -0,0142 -0,0013 0,5876 0,0123 0,0418 0,0917 0,7134
dan
Komunikas
i
15
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
16
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
1000000 Series1
Jumlah TK
Terserap Series2
500000
Series3
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Series4
Gambar 3: Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap Per Sektor Lapangan Usaha Tahun
2017-2020 Di Provinsi Riau
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa trend sektor yang paling banyak menyerap tenaga
kerja cenderung berubah untuk tiap tahun, terlihat grafik yang menunjukkan peningkatan
jumlah tenaga kerja yang terserap selama tahun 2017-2020. Jumlah tenaga kerja yang
terserap pada sektor pertanian selama 4 tahun dari 1.112.332 orang meningkat menjadi
1.184.203 orang. Lalu trend peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap di berada pada
sektor perdagangan meningkat dari 503.3307 orang tahun 2017 menjadi 529.129 orang dan
ini juga terjadi pada sektor penyediaan akomodasi yaitu dari 142.723 orang tahun 2017
meningkat menjadi 187.466 orang dan jasa pendidikan yaitu berjumlah 170.305 orang tahun
2017 meningkat menjadi 174.693 orang.
Dengan trend yang digambarkan dari grafik diatas dapat dilihat bawha tidak semua sektor
yang merupakan sektor basis dapat menyerap jumlah tenaga kerja dalam jumlah yang besar,
dari hasil perhitungan LQ yang dilakukan ada 3 sektor yaitu sektor pertanian, pertambangan
dan industri pengolahan yang ada di Riau yang merupakan sektor basis akan tetapi hanya
sektor pertanian saja yang yang menunjukkan trend penyerapan jumlah tenaga kerja yang
cukup tinggi. Sedangkan sektor perdagangan, penyediaan akomodasi dan jasa pendidikan
merupakan sektor non basis namun justru dapat menyerap tenaga kerja yang lebih besar
dibandingkan dengan sektor non basis lainnya. Artinya sektor basis memiliki prospek untuk
dikembangkan namun belum mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak sementara
sektor non basis yang tidak diunggulkan dan tidak prospek untuk dikembangkan justru dapat
menyerap tenaga kerja lebih banyak dari sektor basis seperti industri pengolahan dan
pertambangan. Hal ini bisa terjadi karena sektor pertanian, perdagangan, jasa pendidikan dan
penyediaan akomodasi berperan beasr terhadap pertumbuhan ekonomi di Riau selama kurun
waktu 2017-2020 sehingga pertumbuhan ekonomi per sektor lapangan usaha ini lebih cepat
dibandingkan dengan sektor lainnya.
Jika dihubungkan antara jumlah penyerapan tenaga kerja per sektor lapangan usaha terhadap
PDRB di Riau selama 4 tahun terlihat bahwa tahun 2017- 2010 nilai koefisien korelasinya
-0,383 tahun 2017 dan -0,393 tahun 2018, serta -0,40 tahun 2019 dan -0,381 tahun 2020
artinya bahwa tidak ada hubungan antara jumlah PDRB per sektor lapangan usaha , baik
yang tergolong dalam sektor basis dan non basis terhadap penyerapan tenaga kerja di Riau.
18
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Sehingga dapat disimpulkan bahwa besarnya peran sektor lapangan usaha terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah belum tentu menunjukkan sektor tersebut mampu
menyerap tenaga kerja lebih banyak dan sektor basis yang seharusnya prospek untuk
dikembangkan sehingga diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak ternyata dari
hasi penelitian ini bertolak belakang dan ini diperkuat dengan nilai koefisien korelasi yang
menunjukkan nilai negative untuk sektor basis yang memiliki peran terhadap pertumbuhan
ekonomi di suatu wilayah tersebut.
Tabel 7: Koefisien Korelasi Jumlah PenyerapanTenaga Kerja Per Sektor Lapangan Kerja
Terhadap PDRB Di Provinsi Riau Tahun 2017-2020
Tahun Koefisien Korelasi Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Per Sektor
Lapangan Kerja Terhadap PDRB di Riau
2017 -0,383
2018 -0,393
2019 -0,40
2020 -0,381
Sumber : Diolah Penulis
Selama tahun 2017-2020 persentase tenaga kerja formal di Riau tahun 2017 berjumlah
17,30% turun menjadi 45,05% tahun 2018, dan meningkat di tahun 2019 menjadi 47,78%
dan turun kembali di tahun 2020 menjadi 44, 03%. Kecendrungan turunnya persentase
penduduk yang bekerja di sektor formal menunjukkan bawah semakin banyaknya jumlah
pencari kerja untuk dapat masuk kepasar kerja. Tahun 2020 jumlah tenaga kerja terdidik
yang bekerja pada sektor pertanian berjumlah 1.184.203 orang dengan latar belakang
pendidikan yang ditamatkan berasal dari penduduk yang belum /tidak bersekolah yang
berjumlah 622.779 orang dan pendidikan SMP berjumlah 268.747 orang, sedangkan untuk
tingkat pendidikan diploma dan universitas berjumlah 8.609 orang dan 21.430 orang. Tahun
2020 juga didominasi pada sektor perdagangan besar dan eceran , sektor industri pengolahan.
Untuk tahun 2019 jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sketor pertanian berjumlah
1.134.823 orang berasal dari tingkat pendidikan tidak/belum sekolah, SMP dan SMA
sedangkan untuk tingkat universitas hanya mendominasi 17.034 orang.
Untuk tahun 2018 sektor pertanian, perdagangan, industri pengolahanmasih menjadi sektor
yang dipilih oleh tenaga kerja untuk bekerja yaitu 1.140.824 orang untuk sektor pertanian
yang didominasi oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang tidak/belum sekolah,
SMP dan SMA. Tahun 2017 masih sektor pertanian, pedagangan dan industri pengolahan
yang menjadi sektor utama untuk tenaga kerja bekerja dengan tingkat pendidikan
tidak.belum sekolah, SMP dan SMA yang mendominasi untuk sektor pertanian. Untuk
lulusan universitas dan diploma pada 3 sektor ini jumlah tenaga kerjanya sangat sedikit jika
dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya.
Jika dianalisis secara kualitatif tenaga kerja terdidik yang banyak bekerja justru didominasi
oleh tenaga kerja yang tidak/belum sekolah, hal ini tentu sangat membuat kita miris sekali
karena yang dibutuhkan pasar kerja adalah tenga kerja yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi dan memiliki pengalaman kerja dan keahlian yang di butuhkan oleh perusahaan
tersebut. Jadi sangatlah wajar jika tingkat pengangguran untuk tingkat pendidikan
universitas, diploma menjadi tinggi. Tingginya tingkat pengangguran terididik di stuatu
wilayah tentu akan berdampak terhdap wilayah tersebut, hal ini diperkuat oleh penelitian
yang dilakukan oleh (Ikawati, 2019) dimana dampak dari segi fisik yang ditimbulkan adalah
waktu menunggu terasa lebih lama, situasi yang sangat membosankan, tidak memiliki
penghasilan yang tetap, karena kondisi demikian bisa berdampak turunnya imunitas tubuh
sehingga sering mengalami sakit. Dari Segi psikis adanya perasaan malu karena tidak
kunjung memperoleh pekerjaan, merasa diri tidak berguna sehingga harus menanggung
beban moral lainnya, muncul rasa tidak percaya diri. Dari segi sosial banyak waktu yang
terbuang percuma untuk kegiatan-kegiatan yang tidak jelas seperti menonton televisi,
bergaul dengan lingkungan yang tidak jelas. Jadi jika hal ini dibiarkan tentunya generasi
muda yang diharapkan dapat membangun daerah tersebut akan tidak terlihat perannya yang
berdampak terhadap lambatnya pembangunan dan petubuhan ekonomi wilayah tersebut.
Untuk mensiasati terjadinya lonjakan tingkat pengguran terdidik maka ada beberapa hal yang
harus dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi Riau dan institusi pendidikan yaitu:
1. Melakukan sinergitas antara institusi pendidikan dengan perusahaan-perusahaan
sebagai demand tenaga kerja
2. Melakukan revisi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja
3. Agar lulusan yang dihasilkan maka kurikulum yang di ajarkan kepada siswa/mahasiswa
hendak lebih bersifat aplikatif sehingga saat para lulusan tersebut menyelesaikan
pendidikannya mereka dapt langsung menerapakan ilmu yang mereka peroleh
4. Diperlukan pemagangan bagi siwa SMA/SMK atau mahasiswa Perguruan tinggi agar
mereka mengetahui cara kerja disebuah perusahaan dan memilih tempat magang yang
sesusai dengan dispilin ilmu mereka
5. Menjadikan lulusan tersebut sebagai Cerative Job bukan sebagai Job Seeker hal ini
dilakukan agar terciptanya lapangan kerja baru
6. Mendidik siswa/mahasiswa dengan membangun incubator bisnis di institusi pendidikan
mereka.
7. Keberfihakan dari para pengambil keputusan untuk dapat mempermudah birokrasi dan
memberikan bimbingan kepada wirausaha muda untuk bisa menciptakan dan
mengembangkan lapangan perkerjaan yang mereka ciptakan untuk membantu
pemerintah mengatasi masalah pengangguran.
KESIMPULAN
20
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Sektor yang prospek untuk dikembangkan berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient
(LQ) > 1 bermakna bahwa selama tahun 2017-2020 sektor yang sangat prospek untuk bisa
dikembangkan di Propinsi Riau yaitu pertanian, pertambangan dan industri pengolahan.
Untuk tahun 2018 ada sedikit pengecualian bahwa sektor dimana nilai Location Quotient
(LQ) > 1 pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial merupakan sektor basis sehingga
sektor ini dapat dikembangkan tetapi di tahun 2017 dan 2019-2020 sektor ini tidak menjadi
sektor basis karena PDRB pada sektor ini cenderung menunjukkan penurunan, hal ini
disebabkan pemerintah daerah belum memfokuskan pengembangan pada sektor ini.
Peran sektor yang merupakan sektor basis terhadap pertumbuhan ekonomi berdarkan hasil
Shift Share (SS) menunjukkan bahwa sektor lapangan usaha yang tidak dapat bertumbuh
cepat yaitu sektor pertambangan dan galian di tahun 2017-2020, untuk sektor pengadaan
listrik dan gas di tahun 2017 namun di tahun 2018-2020 sektor ini dapat bertumbuh lebih
cepat. tahun 2018-2019 sektor pengadaan air dan pengolahan sampah daur ulang tidak dapat
bertumbuh dengan cepat tetapi di tahun 2017 dan tahun 2020 menunjukkan sektor ini dapat
bertumbuh dengan cepat. Tahun 2020 untuk sektor konstruksi dan pengadaan hotel tidak
dapat bertumbuh dengan cepat, begitu juga dengan sektor transposrtasi dan penyediaan
akomodasi , makan dan minum di tahun 2019-2020 tidak mampu tumbuh lebih cepat. untuk
sektor jasa keuangan dan asuransi di tahun 2019 tidak dapat bertumbuh dengan cepat. Untuk
sektor administrasi pemerintahan, pertahan dan jaminan sosial selama 4 tahun itu tidak
mampu bertumbuh dengan cepat. Sektor jasa lainnya hanya di tahun 2020 tidak mampu
bertumbuh.
Dari 17 sektor lapangan usaha menunjukkan 7 sektor lapangan usaha yang mengalami
pertumbuhan ekonomi negative untuk beberapa tahuan sedangkan 10 sektor lainnya
menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan ekonomi di Riau tahun 2017 tertinggi
berada pada sektor jasa lainnya, lalu sektor jasa perusahaan. Untuk tahun 2018 pertumbuhan
ekonomi tertinggi berada pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial yaitu 95,31%, tahun
2019 pertumbuhan ekonomi tertinggi berada pada sektor informasi dan komunikasi sebesar
9,17% dan di tahun 2020 pertumbuhan ekonomi tertinggi berada pada sektor pengadaan
listrik dan gas yaitu sebesar 81,35%.
Sektor yang tergolong dalam sektor basis dalam penelitian ini yaitu sektor pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan tidak memiliki korelasi terhadap jumlah penyerapan
tenaga kerja di Propinsi Riau. Ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi nol artinya
tidak ada hubungan antara jumlah PDRB di Riau terhadap jumlah tenaga kerja yang terserap
per sektor lapangan usaha.
DAFTAR PUSTAKA
21
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Adi, L. (2017). Analisis Lq , Shift Share , Dan Proyeksi Produk Domestik Regional Bruto
Jawa Timur 2017. JURNAL AKUNTANSI & EKONOMI FE. UN PGRI Kediri, 2(1),
79–90.
Arrozi, F., & Sutrisna, K. (2018). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lama Mencari
Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik Di Kota Denpasar. E-Jurnal EP Unud, 7(12), 2733.
Assaad, R., Krafft, C., & Yassin, S. (2020). Job creation or labor absorption? An analysis of
private sector job growth in Egypt. Middle East Development Journal, 12(2), 177–
207. https://doi.org/10.1080/17938120.2020.1753978
Blanchard, Olivier et al. 2013 edisi keenam, Makroekonomi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Bloom, D. E., & Freeman, R. (1986). Population Growth, Labor Supply, and Employment in
Developing Countries. National Bureau of Economic Research Working Paper Series,
No. 1837.
http://www.nber.org/papers/w1837%5Cnhttp://www.nber.org/papers/w1837.pdf
Gao, H., & Pan, D. (1996). Manpower Availability Prediction and the Optimal Control of
Manpower System in Some Region. IFAC Proceedings Volumes, 29(1), 5682–5686.
https://doi.org/10.1016/s1474-6670(17)58588-2
Hasibuan. 2002. Perencanaan Tenaga Kerja. Jakarta. FE Universitas Indonesia
Ikawati. (2019). Dampak Pengangguran Terdidik Ditinjau Dari Segi Fisik, Psikis, Sosial dan
Solusinya. Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, 43(1), 1–10.
Kuncoro,Mudrajad/ 2015. Indikator Ekonomi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Maryanti, S. (2012). Analisis Perencanaan Tenaga Kerja Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja
Di Provinsi Riau Tahun 2006-2010. Pekbis Jurnal, 4(1), 54–62.
Maryanti, S. (2015). Analisis Sektor Unggulan Terhadap Kinerja Ekonomi Dalam Menyerap
Tenaga Kerja Di Kota Pekanbaru. Pekbis Jurnal.
Maryanti, S. (2016). Analisis indeks pembangunan ketenagakerjaan di provinsi riau. Pekbis
Jurnal, vol.8 no 2(pembangunan ketenagakerjaan), 83–96.
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JPEB/article/view/3625/3526
Maryati, S. (2015). Dinamika Pengangguran Terdidik: Tantangan Menuju Bonus Demografi
Di Indonesia. Economica, 3(2), 124–136.
https://doi.org/10.22202/economica.2015.v3.i2.249
Muhson, A., Wahyuni, D., & Mulyani, E. (2012). Analisis Relevansi Lulusan Perguruan
Tinggi Dengan Dunia Kerja. Jurnal Economia (Yogyakarta), 8(1), 42–52.
https://doi.org/10.21831/economia.v8i1.800
Nugroho, (Fakultas Ekonomika dan Bisnis undip). (2014). Pengaruh Pendidikan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Nugroho SBM Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip. Media
Ekonomi Dan Manajemen, 29(2), 195–202.
Pramusinto, N. D., & Mulyaningsih, T. (2019). Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
serta Pengangguran di Indonesia. Seminar Bisnis Magister Manajemen “Membangun
Ekonomi Kreatif Yang Berdaya Saing,” 233–243.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/11089/18. Novia dam
Akhmad_.pdf?sequence=1&isAllowed=y
22
JURNAL EKONOMI KEUANGAN & PERENCANAAN INDONESIA
Sarjana, P. S., Statistika, D., Matematika, F., Ilmu, D. A. N., & Alam, P. (2017). Pemodelan
tingkat pengangguran terdidik di indonesia menggunakan pendekatan regresi
nonparametrik spline.
Setiawan, D., Prihanto, P. H., & Mustika, C. (2018). Analisis hubungan sektor ekonomi basis
dengan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Merangin. E-Jurnal Ekonomi
Sumberdaya Dan Lingkungan, 7(1), 23–32. https://online-
journal.unja.ac.id/JSEL/article/view/4784
Simanjuntak, Payawaman,J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Jakarta: Fakultas
Ekonomi UI
Suaidah, I., & Cahyono, H. (2013). Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat
Pengangguran di Kabupaten Jombang. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE), 1(3), 1–
17. http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jupe/article/view/3739
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media.
Sukirno, Sadono .2012. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Jakarta : PT Grafindo Persada.
Sumarsono Sony. 2009. Teori dan Kebijakan Publik Ekonomi Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Tarigan, Robinson. 2003. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi (edisi revisi). Jakarta: Bumi
Aksara.
23