41-Article Text-159-1-10-20230316

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

UPAYA PEMERINTAH DALAM PENCEGAHAN STUNTING

Rafly Henend Pratama1), Detiya Ramadhani2), Anggi Atma Yohana3), Aisyah Faradilla4), Aulia Putri
Anggraini5), Reza Safitri6), Olyvia7), Alfin Piter Paturahman8), Aditya Syahputra9), Muhammad Alif10)

1. FKIP, Universitas Riau (Rafly Henend Pratama) [email protected]


2. FKIP, Universitas Riau (Detiya Ramadhani) [email protected]
3. FKIP, Universitas Riau (Anggi Atma Yohana) [email protected]
4. FKIP, Universitas Riau (Aisyah Faradilla) [email protected]
5. FKIP, Universitas Riau (Aulia Putri Anggraini) [email protected]
6. FKIP, Universitas Riau (Reza Safitri) [email protected]
7. FKIP, Universitas Riau (Olyvia) [email protected]
8. FISIP, Universitas Riau (Alfin Piter Paturahman) [email protected]
9. FEB, Universitas Riau (Aditya Syahputra) [email protected]
10. FKIP, Universitas Riau (Muhammad Alif) [email protected]

Abstract
Stunting is one of the health problems in Indonesia. Currently, Indonesia is ranked fifth in the incidence of
stunting in children under five in the world. In Indonesia, stunting is called stunted, meaning that there is
a disturbance in physical growth and brain growth in children. Stunting which is characterized by height
that is not in accordance with the child's age is a chronic disorder of nutritional problems. Stunting children
can occur in the first 1000 days of birth and is influenced by many factors, including social economy, food
intake, infection, maternal nutritional status, infectious diseases, micronutrient deficiencies, and the
environment. This journal uses descriptive research and literature study. The factors that influence the
incidence of stunting are directly influenced by disease and lack of nutritional intake in quantity and quality.
What the government does in preventing stunting is through the Pillars of the National Strategy for the
Acceleration of Stunting Prevention, Leadership Commitment and Vision, National Campaign Efforts and
Behavior Change Communication, Central, Regional and Village Convergence Programs, Food Security
and Nutrition, Monitoring and Evaluation. Stunting prevention is a shared responsibility and requires
cooperation from various parties. The Indonesian government has issued many policy and regulatory
packages related to stunting interventions. The Specific Nutrition Intervention Program is carried out by
the Ministry of Health (Kemenkes) through the Community Health Center (Puskesmas) and Integrated
Service Posts (Posyandu) through the First 1000 Days of Life Movement (HPK).
Keywords: Stunting, Efforts to Overcome
1. PENDAHULUAN
Stunting menjadi salah satu masalah kesehatan Di Indonesia. Saat ini, Indonesia
merupakan peringkat ke lima kejadian stunting pada balita di dunia. Di Indonesia, stunting disebut
kerdil, artinya ada gangguan pertumbuhan fisik dan pertumbuhan otak pada anak. Stunting yang
bercirikan tinggi yang tidak sesuai dengan usia anak, merupakan gangguan kronis masalah gizi.
Anak stunting dapat terjadi dalam 1000 hari pertama kelahiran dan dipengaruhi banyak faktor, di
antaranya social ekonomi, asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, kekurangan
mikro nutrien, dan lingkungan.(Haryani, Siti, 2021) World Health Organization (WHO)
mendefinisikan stunting sebagai kondisi anak dibawah usia lima tahun yang memiliki
perbandingan tinggi badan yang tidak sebanding World Health Organization (WHO)
mendefinisikan stunting sebagai kondisi anak dibawah usia lima tahun yang memiliki dengan
umurnya.(Rahayu, 2020)
Kekurangan gizi dalam jangka waktu lama terutama pada seribu hari pertama kehidupan
dapat menimbulkan kegagalan pertumbuhan. Anak yang mengalami hal tersebut terlihat lebih
pendek dibandingkan anak seusianya. Kondisi ini biasa disebut dengan stunting. Tiga dari sepuluh
anak balita mengalami Stunting (UNICEF, 2018). Data Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga
menyebutkan terdapat 71.121 balita dan yang rutin melakukan penimbangan adalah 60.358 balita
(84,9%). Jumlah balita gizi kurang adalah 2.401 (4%) sedangkan kasus gizi buruk terdapat 56 kasus
dan semua telah mendapatkan penanganan perawatan (Muthia & Yantri, 2019). Kementerian
Kesehatan mentargetkan angka stunting turun dari 27,7% menjadi 14% di dalam RPJMN tahun
2020 hingga tahun 2024.(Purbowati et al., 2020)
Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu masalah
gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita
di dunia mengalami stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita
stunting di dunia berasal dari Asia sedangkan lebih dari sepertiganya tinggal di Afrika. Dari 83,6
juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan dan proporsi paling sedikit
di Asia Tengah (Kemenkes RI, 2018). Angka kejadian stunting di dunia menurut World Health
Organization (WHO) tahun 2020 melaporkan sebesar 21,3% atau sebanyak 144 juta anak dibawah
5 tahun mengalami stunting pada tahun 2019. Prevalensi stunting di dunia mengalami penurunan
sejak tahun 2015 yaitu sebesar 155 juta anak dibawah 5 tahun. Jumlah stunting merupakan
permasalah terbesar setelah angka kejadian wasting sebanyak 47 juta anak dan obesitas sebanyak
38.3 juta anak di dunia. Angka kejadian stunting di dunia didominasi oleh Asia sebesar 54% dan
Afrika sebesar 40%. Data tersebut menunjukkan stunting terjadi Sebagian besar di beberapa negara
berkembang yang memiliki pendapatan menengah hingga rendah. Indonesia merupakan salah satu
negara berkembang yang memiliki prevalensi stunting yang tinggi. Prevalensi stunting yang terjadi
di Indonesia pada tahun 2019 sebesar 27,6%.(Hitman, Rinaldi, 2021)
Menurut Calder et al (2004) menyatakan, berdasarkan hasil studi yang dilakukan, faktor
keturunan hanya menyumbang 15% penyebab stunting, permasalahan asupan gizi pada anak,
hormon pertumbuhan, serta terjadinya penyakit berulang adalah faktor penentu yang dominan.
Adapun dampak yang ditimbulkan oleh stunting ini bisa dirasakan jangka pendek maupun jangka
panjang. Pada jangka pendek, daya tahan tubuh anak akan berkurang dan mudah terserang
penyakit, sedangkan pada jangka panjang akan menyebabkan berkurangnya perkembangan
kognitif dan motorik pada anak. Keadaan ini jika dibiarkan terus menerus, akan mempengaruhi
kualitas SDM bangsa Indonesia di masa depan. Sehingga dengan keadaan ini pemerintah Indonesia
wajib melakukan investasi gizi pada masyarakatnya (Nurkharistna et al., 2021). Berdasarkan
laporan yang dikeluarkan oleh Copenhagen Consensus Centre dan Global Nutrition Report 2014,
investasi sebesar 1 dollar pada gizi dapat menghasilkan 30 dollar dalam peningkatan kesehatan,
pendidikan dan produktivitas ekonomi, investasi untuk perbaikan gizi dapat membantu memutus
mata rantai kemiskinan dan meningkatkan PDB negara hingga 3% per tahun. Untuk kasus
Indonesia dalam laporan tersebut setiap 1 dollar yang dihabiskan untuk menurunkan stunting
melalui intervensi spesifik dengan cakupan minimal 90% akan memberikan manfaat sebanyak 48
dollar, dan negara berkembang yang mengalokasikan 100 dollar untuk penyediaan gizi mikro,
makanan tambahan, obat cacing dan diare, dapat mengurangi masalah gizi kronis hingga 36%.
(Mayasari et al., 2018)

2. METODE PENERAPAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek
dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya (Wantu, 2020). Menurut Nazir
(1988: 63) dalam “Buku Contoh Metode Penelitian”, metode deskriptif merupakan suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.(Andarwulan et al., 2020)
Studi pustaka adalah istilah lain dari kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis,
landasan teori, telaah pustaka (literature review), dan tinjauan teoritis. Yang dimaksud penelitian
kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil
penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan. Dalam penelitian studi literatur,
peneliti tidak perlu ke lapangan, mencari responden, atau melakukan eksperimen di laboratorium,
dikarenakan semua data yang dibutuhkan ada dalam pada sumber pustaka yang telah dicari untuk
dijadikan bahan penelitian (Kustin, 2021). Menurut (Zed, 2014), pada riset pustaka (library
research), penelusuran pustaka tidak hanya untuk langkah awal menyiapkan kerangka penelitian
(research design) akan tetapi sekaligus memanfaatkan sumber-sumber perpustakaan untuk
memperoleh data penelitian (Lestari & Hanim, 2020)

3. HASIL DAN KETERCAPAIAN SASARAN


a. Penyebab Stunting
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Beberapa faktor yang menjadi
penyebab stunting adalah; praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya
pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah
melahirkan. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran
dini yang berkualitas, masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi,
kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi, kurangnya akses ke air bersih
dan sanitasi.(Saputri, 2019)
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi kejadian stunting secara langsung
dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan gizi secara kuantitas maupun
kualitas. Faktor yang memengaruhi kejadian stunting secara tidak langsung yaitu faktor sosial
ekonomi meliputi pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga. Adapun faktor lain yaitu
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, ASI eksklusif, status imunisasi, jangkauan fasilitas
pelayanan kesehatan serta pola asuh yang kurang memadai (Ludin et al., 2022) Adapun faktor-
faktor yang lain ditemukan pada saat studi pendahuluan yaitu pemberian ASI eksklusif dan
status imunisasi. Pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Kampung Bangka pada tahun 2018
sekitar 26,94% dengan jumlah 149 anak dengan jumlah lahir hidup 553 anak. Menurut Agus
dan Miko mengatakan bahwa anak balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif mengalami
stunting dengan risiko 4 kali lebih besar.(Arini Hayati, Fitri Fujiana, n.d.)
b. Upaya Pemerintah Dalam Pencegahan Stunting
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam pencegahan stunting yaitu melalui Pilar
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, Komitmen dan Visi Kepemimpinan,
Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku, Konvergensi Program Pusat,
Daerah dan Desa, Ketahanan Pangan dan Gizi, Pemantauan dan Evaluasi. Pencegahan stunting
menjadi tanggung jawab bersama dan membutuhkan Kerjasama dari berbagai pihak. Adanya
hambatan yang terjadi dalam pencegahan stunting, diantaranya keterlambatan informasi yang
didapatkan sampai ke daerah, terputusnya informasi, kondisi demografis daerah yang berbeda
(Nurbudiwati, 2020). Pada masa pandemi Covid-19 ini, laju penurunan stunting mengalami
perlambatan. Hal ini disebabkan terhambatnya akses pelayanan kesehatan seperti posyandu
balita yang ditutup, penurunan daya beli masyarakat, serta pengalihan anggaran pada
pemerintah yang awalnya dialokasikan untuk pencegahan stunting namun dialihkan kepada
penanganan Covid-19. (Nurkharistna et al., 2021)
Tahun 2018, kebijakan penanggulangan stunting dilakukan melalui memprioritaskan
160 kabupaten/kota, dengan masing-masing 10 desa untuk penanganan stunting, di mana
program ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Tahap I dilaksanakan pada tahun 2018,
dengan jumlah kabupaten/kota prioritas sebanyak 100 kabupaten/kota, masing-masing
kabupaten/kota terdiri dari 10 Desa, sehingga total desa berjumlah 1000 desa. Tahap II
dilaksanakan tahun 2019, terdiri dari 60 kabupaten/kota prioritas dengan total jumlah desa
600. Setiap kementerian terkait diharuskan mengalokasikan program dan kegiatannya di 100
desa pada 10 kabupaten/kota yang menjadi prioritas penanganan stunting. Pihak terkait,
diantaranya Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,
Kementerian Pertanian, Kementerian PPN/Bappenas, dan TNP2K (Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan), Kementerian Kesehatan, dan BPKP (Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan) (Nisa, 2018)
Edukasi gizi merupakan suatu metode serta upaya untuk meningkatkan pengetahuan
gizi dan perilaku makan sehingga terciptanya status gizi optimal. Edukasi gizi adalah
pendekatan edukatif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhadap gizi
Semakin tinggi pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku konsumsi
makanan (Muhammad Nasir, 2021). Edukasi bisa dilakukan melalui beberapa media dan
metode. Edukasi yang dilaksanakan dengan bantuan media akan mempermudah dan
memperjelas audiens dalam menerima dan memahami materi yang disampaikan. Selain itu,
media juga dapat membantu edukator dalam menyampaikan materi. Isi Piringku merupakan
panduan konsumsi makanan sehari-hari yang diluncurkan pemerintah . Dalam kampanye isi
piringku, Kementerian Kesehatan juga mensosialisasikan 4 pilar gizi seimbang yaitu
mengonsumsi makanan beraneka ragam, pentingnya pola hidup aktif dan berolahraga,
menerapkan pola hidup bersih dan sehat, dan menjaga berat badan ideal.
Panduan Isi piringku membagi piring menjadi 3 bagian dan mengisinya dengan
makanan bergizi seimbang, yaitu 50% diisi dengan buah dan sayur, 50% nya lagi dibagi
menjadi 2 yaitu 1 bagian untuk lauk pauk kaya protein, baik protein hewani maupun nabati
dan 1 bagian lainnya untuk karbohidrat (Kemenkes, 2014). Edukasi Gizi "Isi Piringku" penting
bagi remaja untuk menerapkan pola makan sehat danmencukupi kebutuhan nutrisi harian dan
mencegah terjadinya stunting, berbagai metode dan alat telah dikembangkan dalam
menyampaikan pesan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan, diantaranya adalah gambar cetak merupakan alat bantu yang dinilai tepat jika
digunakan dalam penyuluhan gizi untuk dapat lebih mudah diterima siswa karena mengaitkan
langsung dengan indera pengelihatan. Menurut (Notoatmodjo (2012) panca indera paling
banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (kurang lebih 75% sampai 87%)
sedangkan 13% sampai 25% pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui indera
lainnya.(Atasasih & Mulyani, 2022)
Pemerintah Indonesia telah banyak mengeluarkan paket kebijakan dan regulasi terkait
intervensi stunting. Di samping itu, kementerian/lembaga (K/L) juga sebenarnya telah
memiliki program, baik terkait intervensi gizi spesifik maupun intervensi gisi sensitif, yang
potensial untuk menurunkan stunting. Intervensi Program Gizi Spesifik dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) melalui Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
(Saputri, 2019). Adapun beberapa program gizi spesifik yang telah dilakukan oleh pemerintah
dapat diidentifikasi sebagai berikut:(Rosmalina, Yuniar, 2018)
1. Program terkait intervensi dengan sasaran ibu hamil.
2. Program yang menyasar Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 bulan, termasuk diantaranya
mendorong IMD/Inisiasi Menyusui Dini melalui pemberian ASI jolong/colostrum dan
memastikan edukasi kepada ibu untuk terus memberikan ASI Ekslusif kepada anak
balitanya.
3. Program Intervensi yang ditujukan dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23
bulan, dengan mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi
oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan suplementasi zinc,
melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadap
malaria, memberikan imunisasi lengkap, dan melakukan pencegahan dan pengobatan
diare.

4. KESIMPULAN
Ada beberapa rekomendasi yang penulis sarankan sebagai berikut :(Awaludin, 2017)
1. Melakukan pembentukan kebun gizi di setiap desa dengan pemanfaatan anggaran dana desa
yang telah di gelontorkan oleh pemerintah. Lewat peraturan yang dikeluarkan tersebut, Warga
Desa bisa terlibat aktif menghadirkan aneka kegiatan yang berhubungan upaya penanganan
stunting yang berfokus pada kebun gizi pada tiap desa dengan pendekatan keluarga. Sehingga
Kehadiran Dana Desa tidak hanya berfokus pada Pondok Bersalin Desa (Polindes), maupun
(Posyandu), namun berfokus pada pembentukan kebun gizi dengan pendekatan keluarga
dengan berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga bisa dilakukan edukasi mengenai gizi
2. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 harus disikapi dengan koordinasi yang kuat di
tingkat pusat dan aturan main dan teknis yang jelas di tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga
pelaksana ujung tombak. Diseminasi informasi dan advocacy perlu dilakukan oleh unit teknis
kepada stake holders lintas sektor dan pemangku kepentingan lain pada tingkatan yang sama.
Sehingga Dibutuhkan upaya yang bersifat holistik dan saling terintegrasi.
3. Mendorong Kebijakan Akses Pangan Bergizi, akses air bersih dan sanitasi serta melakukan
Pemantauan dan Evaluasi secara berkala.
4. Memperkuat survailens gizi masyarakat sehingga dapat mendeteksi secara dini permasalahan
permasalahan gizi yang muncul di masyarakat.
5. REFERENSI
Andarwulan, S., Iswati, R. S., Rihardini, T., & Anggraini, D. T. (2020). Penerapan Teknologi
Deteksi Dini Stunting Sebagai Upaya Peningkatan Status Gizi Anak Di Kelurahan
Siwalankerto Kecamatan Wonocolo Surabaya. Jurpikat (Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat), 1(3), 364–374.

Arini Hayati, Fitri Fujiana, M. (N.D.). Faktor-Faktor Yan Memengaruhi Kejadian Stunting Pada
Balita Usia 24-59 Bulan.

Atasasih, H., & Mulyani, S. (2022). Sosialisasi “ Isi Piringku ” Pada Remaja Putri Se Bagai Upaya
Pencegahan Stunting. Dinamisia: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 6(1), 116–121.

Awaludin. (2017). Analisis Bagaimana Mengatasi Permasalahan Stunting Di Indonesia ? Public


Health Nutrition, 60.

Haryani, Siti, D. (2021). Pencegahan Stunting Melalui Pemberdayaan Masyarakat Dengan


Komunikasi Informasi Dan Edukasi Di Wilayah Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang. Jurnal Pengabdian Kesehatan, 4(1), 30–39.

Hitman, Rinaldi, D. (2021). Penyuluhan Pencegahan Stunting Pada Anak ( Stunting Prevention
Expansion In Children ). Communnity Development Journal, 2(3), 624–628.

Kustin. (2021). Peningkatan,,Pemberdayaan Keluarga,,Dalam Upaya Pencegahan


Stunting,,Melalui Taman,,Gizi Di Kelurahan Sumbersari Kabupaten Jember. Indra: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 30–36.

Lestari, A., & Hanim, D. (2020). Edukasi Kader Dalam Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan
Stunting Di Kecamatan Mondokan Kabupaten Sragen. Agrihealth: Journal Of Agri-Food,
Nutrition And Public Health, 1(1), 7–13.

Ludin, A. F., Raditya, M., Utama, P., & Pradana, A. B. (2022). Pemberdayaan Kader Posyandu
Dalam Upaya Pencegahan Stunting Di Desa Tembelang, Candimulyo, Magelang. Jurnal
Pengabdian Pada Masyarakat, 7(2), 347–358. Https://Doi.Org/10.30653/002.202272.68

Mayasari, D., Indriyani, R., Ikkom, B., Kedokteran, F., Lampung, U., Tanjungkarang, P. K., &
Lampung, B. (2018). Stunting , Faktor Resiko Dan Pencegahannya Stunting. Jurnal
Agromedicine, 5(1), 540–545.

Muhammad Nasir, D. (2021). Kelas Ibu Hamil Dalam Rangka Pencegahan Stunting. Jurnal
Pengabdian Dan Pemberdayaan Nusantara, 3(2), 40–45.
Muthia, G., & Yantri, E. (2019). Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan Stunting Ditinjau Dari
Intervensi Gizi Spesifik Gerakan 1000 Hpk Di Puskesmas Pegang Baru Kabupaten
Pasaman. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(4), 100–108.

Nisa, L. S. (2018). Kebijakan Penanggulangan Stunting Di Indonesia. Jurnal Kebijakan


Pembangunan, 13(2), 173–179.

Nurbudiwati, D. (2020). Partisipasi Masyarakat Dalam Pencegahan Stunting Di Kabupaten Garut.


Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara, 7(2), 333–349.

Nurkharistna, M., Jihad, A., Ernawati, E., Nugroho, H. A., Aisah, S., Rejeki, S., Setyowati, D., &
Novitasari, N. (2021). Cegah Stunting Berbasis Teknologi , Keluarga , Dan Masyarakat.
Saluta: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(2), 31–36.

Purbowati, M. R., Ningrom, I. C., Febriyanti, R. W., Studi, P., Dokter, P., Kedokteran, F., &
Purwokerto, U. M. (2020). Gerakan Bersama Kenali , Cegah , Dan Atasi Stunting Melalui
Edukasi Bagi Masyarakat Di Desa Padamara Kabupaten Purbalingga A Movement To
Recognize , Prevent , And Overcome Stunting Through Education For The Community In
Padamara Village , Purbalingga Rege. As-Syifa: Jurnal Pengabdian Dan Pemberdayaan
Kesehatan Masyarakat, 2(1), 2722–2055.

Rahayu, C. & A. Y. S. (2020). Tantangan Pencegahan Stunting Pada Era Adaptasi Baru “New
Normal” Melalui Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten Pandeglang. Jurnal Kebijakan
Kesehatan Indonesia : Jkki, 09(03), 136–146.

Rosmalina, Yuniar, D. (2018). Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Batita Stunting:


Systematic Review. Journal Of The Indonesian Nutrition Association, 41(1), 1–14.

Saputri, R. A. (2019). Upaya Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Stunting Di Provinsi


Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Dinamika Pemerintahan, 2(2), 152–168.

Wantu, F. M. & J. H. (2020). Model Pemberdayaan Kader Kesehatan Desa Dalam Upaya Menekan
Kasus Stunting Di Desa Suka Makmur Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato.
Jurnal Pengabdian Hukum & Humaniora, 1(1), 1–12.

You might also like